Setelah menyelesaikan hukuman Cherry, Bella pulang ke tempat ia berteduh.
Tempatnya tidak jauh dari sekolah, jika ditempuh dengan jalan kaki mungkin hanya membutuhkan waktu 5 menitan.
Bella berjalan sambil mengayunkan tangannya pelan, senandungan yang dikeluarkan dari mulutnya sangatlah merdu, karena Bella bekerja sebagai penyanyi bayaran yang manggung di cafe. Sesekali kaki jenjangnya ini menendang kerikil pelan yang ada di jalanan. Bella sedikit menyipitkan matanya, jika tidak salah itu seperti Alfa. Bella berlari pelan, dengan sedikit keraguan yang ada di hatinya, Bella mencoba berteriak."Ada polisi!!" Dan orang-orang yang sedang memukuli Alfa itu berlari dengan cepat, sangat cepat sampai tidak sadar jika dibohongi oleh Bella.Setelah rombongan itu agak jauh, Bella berlari pelan kearah Alfa. Bella sedikit meringis, wajah Alfa sangat bonyok. Ada banyak warna kebiruan yang menghiasi wajah teman sekelasnya itu. "Itu pasti sakit." Pikir Bella."Bengong nih cewek! Bantuin gue, Njing!" Ah, iya, setelah sadar dari lamunan sesaat, Bella mendekatkan tangannya pada wajah Alfa sedikit menekan, dan mendapatkan rintisan kasar dari mulutnya Alfa."Malah dipencet-pencet, sakit woi!" Bella menjauhkan tangannya dengan cepat."Aku harus apa, Alfa?" Tanya Bella pelan. Bella bingung harus apa, Bella tidak pernah membantu orang yang terluka."Panggilin temen-temen gue! Bego!" Bella langsung menyambar ponselnya dan menelpon Dika, karena hanya Dika yang ada dipikiran Bella saat ini.Deringan pertama tidak ada respon, Bella mencoba menelpon lagi, kali ini diangkat oleh kelaki itu. "Ngapain sih nelpon-nelpon? Mau minta santunan?" Bella mencoba sabar, omongan Dika benar-benar membuat orang yang mendengarnya naik pitam, tak terkecuali Bella."Anu... it--it--itu te-te-me-temen---""Alah lama lo, belajar ngomong dulu sana!---""Dik, jemput gue sekarang---" Alfa langsung merampas ponsel Bella karena terlalu lama ngomong. Alfa benci itu.Tut--tut--tutPonsel langsung mati, baterai ponsel habis. Alfa menatap Bella murka, ponsel Bella yang ada ditangannya ini langsung ia lempar dengan kasar, Bella menatap Alfa dengan pandangan takut."Ckck! Bantuin gue, cepetan!" Bella masih berdiri, kakinya gemetar."Bantuin gue berdiri, Njing!" Bella mengulurkan tangannya kearah Alfa, langsung saja Alfa menerima uluran tangan Bella dengan kasar. Bella terjatuh di atas tubuh Alfa, dan Alfa langsung mendorong Bella hingga Bella terjatuh di sampingnya."Caper banget sih!" Ucap Alfa sinis."Maaf, Alfa. Aku gak tau kalo Alfa narik tangan aku, aku gak kuat, jadi aku jatuh. Maaf, Alfa..." Balas Bella menjelaskan, tapi Alfa tidak peduli pada penjelasan gadis di sampingnya ini."Sial, motor gue masih di bengkel lagi, hape sama dompet gue gak tau kemana. Sialan!" Bella menatap Alfa dari samping, ia mendengar jelas gerutuan yang keluar dari mulut teman satu kelasnya."Alfa mau pinjem uang aku dulu gak? Tapi uangnya di rumah--""Jauh gak rumah lo?" Tanya Alfa tanpa menatap wajah Bella."Lima menit dari sini, Alfa," kelaki itu berdiri, Bella mengikutinya dari belakang. Alfa berjalan sedikit pincang, Bella ingin membantu tapi rasa takut lebih mendominasi. "Woi, bantuin napa!" Bella buru-buru menyamai langkah kaki Alfa dengan sedikit berlari."Aku harus apa, Alfa?" Sedangkan cowok ini malah memutarkan bola matanya malas."Bantuin gue jalan! Bego banget sih!" Bella bingung, bagaimana membantu Alfa jalan. Tubuh Alfa lebih besar dari Bella, apa Bella akan kuat? Alfa melihat raut kebingungan dari wajah Bella menoyor kepala Bella kasar."Gini!" Alfa menumpukan tangannya pada tubuh Bella dengan meletakkan tangannya pada pundak Bella."Alfa, kamu berat..." Setelah mengatakan itu, Bella terjatuh karena tidak kuat menahan bebas tubuhnya dan tubuh Alfa."Anjing! Gue gak berat, tubuh lo yang kecil kek kurcaci! Cepetan bantuin gue!" Alfa langsung saja meletakkan tangannya pada pundak Bella.
Bella lebih berusaha menahan berat tubuh Alfa, ya walaupun sesekali gadis ini terjatuh kembali.
Jarak yang dibilang oleh Bella tidak terlalu jauh itu memakan waktu 15 menit dengan berjalan kaki. Alfa merasa dibohongi oleh Bella, Alfa langsung mendorong Bella kasar setelah sampai di kediaman Bella. Bella terduduk, belakang tubuhnya rasanya sakit. Sepertinya sedikit lembur."Lo bohongin gue?" Bella menggeleng keras."Aku gak bohong, Alfa. Aku biasanya gitu, mungkin kali ini lama karena aku bantuin kamu..." balas Bella pelan. Bella berjalan ke lobby, dan masuk ke lift untuk menuju ke apartemen miliknya."Oh lo nyalahin gue?" Bella menatap Alfa sesaat, lalu mengalihkan pandangannya."Aku gak bilang gitu, Alfa." Ucap Bella lalu berjalan mendahului Alfa, Bella memasukkan pin dan membuka pintu apartemennya."Bukannya lo miskin? Kok tinggal di apartemen, ya walaupun gak semahal apartemen punya gue!" Bella ingin menjawab, tapi Alfa langsung melanjutkan omongannya."Pasti gak lebih dari 200 juta kan? Idih, lo pasti pengen mamerin kalo lo tinggal di apartemen juga kan? Ngaku lo!?" "Iya, Alfa apartemennya murah kok." Bella menatap Alfa yang sedang memindai apartemennya. Bella berjalan menuju kamarnya dan memberikan kartu yang berisi uangnya untuk dipinjamkan kepada Alfa."Alfa, aku gak punya uang tunai, kamu bisa pakai kartu ini, pinnya ulang tahun aku, ya...."Alfa menatap Bella tajam, Alfa merasa jika Bella sedang menghinanya sekarang. Alfa mengambil kartu itu dari tangan Bella dan melemparkannya ke sembarang arah."Alfa..." suara Bella tertahan, Alfa mendekat kearah Bella, tangannya langsung mendarat ke leher Bella."Lo sengaja, kan? Lo pengen bikin gue malu, iya kan?!" Bella menggeleng sekuat tenaga, Bella mulai kehabisan nafas, Alfa mencekiknya sedikit kuat."Eng--gak, Al--fa..." Bella mulai terbata-bata, Alfa pun melepaskan tangannya setelah sadar hampir membunuh orang."Ngeles terus lo!""Enggak, Alfa. Aku gak ngeles seperti yang kamu tuduh, aku bener-bener mau bantu kamu..." Alfa hanya memandang Bella malas.
Alfa sangat tahu, Bella tidak mungkin sebaik ini, lagipula sebelum ini Bella seringkali ia suruh-suruh, omongannya yang kasar pasti menyentil perasaan Bella."Denger! Bukan berarti lo udah bantu gue dan gue bakal baik sama lo, gue tetep jahat sama lo, ngerti!?" Bella mengangguk paham. Lagipula, Bella tidak pernah mengharapkan imbalan jika ia membantu seseorang."Iya, Alfa..." Ucap Bella sambil mengangguk kepalanya."Besok ponsel lo gue ganti!" Bella menggeleng tidak setuju."Gak usah, Alfa nanti aku beli sendiri aja..." "Oh lo mau pamer kalo lo kaya, iya!?" Bella menggeleng, bukan itu yang ia maksud."Bukan gitu, Alfa. Aku gak mau bikin kamu repot...""Ngeles, terus lo! Denger dan inget ini di otak kecil lo itu! Gue lebih kaya dari lo, bukan berarti lo punya apartemen dan lo minjemin kartu ATM lo ke gue gini udah lebih dari gue, enggak! Sadar! Lo itu anak yatim, dan anak yatim pasti miskin!" Bella hanya mengangguk paham, ia hanya diam saja, terlalu malas untuk membantah ucapan Alfa."Iya, Alfa..." balas Bella pelan."Sana cari kartu lo! Gue mau pulang, risih di Apartemen kumuh kayak gini! Cepet sana!" Bella membungkukkan badannya setelah melihat kartu ATM-nya di bawah meja akuarium depan kamarnya."Oh lo mau pamer kalo lo punya ikan Arwana? Iya!? Sombong banget sih, bagi gue lo itu cuma debu di sepatu gue, gak usah sok-sok deh!" Ucapan dari Alfa membuat pandangan Bella menatap lelaki itu datar."Muka lo sok gitu! Inget gue lebih kaya dari lo!" Ucapan Alfa sangat menyebalkan."Iya, Alfa...""Ikan lo itu paling harganya satu juta, iya kan?" Bella hanya mengangguk saja tidak membantah."Besok gue bakal beli yang lebih mahal!" Ucap Alfa, lagi-lagi Bella mengangguk saja.Alfa mengambil kasar kartu ATM Bella, dan pergi dari hadapan Bella.Tapi, sebelum itu, Alfa mengatakan, "Inget! Gue lebih kaya daripada lo!" Menjambak rambut bella sebentar dan keluar dari Apartemen gadis ini.Kali ini Bella sedikit terlambat datang ke sekolah. Kelasnya sudah ramai, sudah banyak yang datang.Bella berjalan kearah mejanya, pandangannya sedikit menunduk, banyak pasang mata yang menatapnya terang-terangan.Baru saja Bella mendudukkan diri, sudah ada gadis yang menghampirinya. Bella hanya menatapnya, menunggu gadis itu membuka suara. Jika tidak salah, namanya Tari."Hai, Bel! Baru dateng ya?" Ucap Tari sekadar basa-basi sesaat. Bella hanya mengangguk sekilas sambil tersenyum samar."Tau gak, Bel hari ini aku ulang tahun. Ih, aku seneng banget, Papa aku ngerayain di Do Eat & Café Resto. Kamu tahu, kan disana mahal banget, uang muka aja 6 juta, kamu nanti malem datang ya!" Bella hanya mengangguk lalu tersenyum samar."Eh, Bel rasanya jadi anak yatim piatu gimana sih?" awalnya Bella sedikit kaget mendengar pertanyaan seperti itu, kemudian ia hanya tersenyum saja."Ya kayak gini, Tari." Ucap Bella tersenyum tipis."Kamu pasti ke
Setelah pulang dari sekolah, Bella memasuki Toko Baju depan Sekolahnya. Niatnya, untuk mencarikan hadiah ulang tahun Tari yang acaranya malam ini.Langkah pertama Bella sudah disambut oleh pegawai toko, "Selamat datang, nona ada yang bisa saya bantu?"Bella tersenyum dan berkata, "Saya ingin mencari hadiah ulang tahun untuk teman saya, apakah bisa dibantu?"Pegawai toko itu memindai Bella dari atas sampai ujung kaki, mengernyit sebentar lalu berkata, "Cewek atau cowok, nona?"'Walapun pelanggan ini adalah orang biasa saja, setidaknya harus bersikap sopan dan professional.' pikir pegawai itu.Bella tersenyum samar, "Cewek," setelah mengatakan itu Bella berkeliling sambil memegang beberapa baju, sesekali Bella mengambilnya dan melihatnya dengan gembira.Pegawai toko yang melihat itu sedikit geram dan merebut baju itu sedikit kasar, "Maaf, nona ini koleksi baju yang eksklusif di toko kami. Harganya sudah pasti mahal!""Dilihat dari
Bella bergabung bersama teman sekelasnya. Ia mendudukkan diri di paling pojok agar tidak mengundang perhatian banyak orang.Dika yang pertama kali menyadari kehadiran Bella langsung saja berkata, "Punya nyali gede lo dateng setelah kejadian di sekolah?"Semua pasang mata teman sekelasnya menyorotnya terang-terangan. Gerry langsung membuka suara, "Nih, Tar temen lo udah dateng telat, pake baju biasa lagi. Nggak ngehargai yang punya acara aja!"Sennie tidak menghiraukan perkataan Gerry. Fokusnya menatap kado yang Bella bawa, "Bawa apa lo, Bel?"Tari menatap Bella marah, "Kenapa kamu nggak sopan banget sih, Bel? Dateng telat biar apa sih? Kan aku udah bilang, kalo nggak punya dress aku beliin!"Bella merasa bersalah, "Maaf, Tari..."Tari mencoba sabar, ia tidak ingin menghancurkan mood-nya karena gadis yatim piatu seperti Bella."Yaudah, mana hadiah aku!"Bella berjalan mendekat kearah Tari, jemari lentiknya menyerahkan kado yang suda
Baru saja Bella melangkahkan kakinya ke dalam kelas orang-orang langsung menyindirnya sinis.Bella berjalan menuju ke mejanya namun langkahnya dihadang oleh Xavia. Bella terjembab ke depan seperti sujud di hadapan Tari.Orang-orang tertawa melihat Bella seperti itu. Bahkan ada yang memvideokan untuk dibagikan di halaman situs Lit High School.Bella hanya menahan tangis, ia tidak ingin dianggap lemah hanya diperlakukan seperti ini.Xavia menarik rambut Bella untuk memaksanya berdiri, "Denger cewek pecundang! Bisa-bisanya perbuatan lo kemarin bikin kita malu! Lo udah hancurin pesta ulang tahun Tari, dan lo masih berani nampilin wajah lo pagi ini!?"Bella menegakkan kepalanya dan menatap Xavia dengan deraian air mata karena sudah tidak tahan, jambakkan dirambutnya sangat sakit, "Sakit, Xavia... Apa salah aku...?"Xavia mendelikkan matanya dan menarik rambut Bella dan membenturkannya ke tembok kelas, "Apa salah lo...? Lo
Jari-jari Daniel bergerak menyapu wajah Bella. Air mata Bella kembali mengalir dengan deras. Daniel dengan cekatan menghapus air mata yang mengalir,"Jangan nangis, Bella. Ada gue...""Mau peluk?" ucap Daniel menawarkan dan membawa kepala Bella pada pundaknya."Nggak, Daniel... makasih."Bella menghela napas. Ia menegakkan kepalanya dan berdiri sambil menatap langit. Cuaca sudah cukup terik karena sudah pukul 10.Bella berjalan dan berdiri di pembatas rooftop sambil menghembuskan napas. Rasa sesak di dadanya belum juga berkurang. Bella memutuskan untuk kembali ke kelas karena tidak ingin membolos terlalu lama, terlebih ia adalah murid beasiswa.Daniel yang melihat Bella mulai berjalan ke pintu pun memanggil namanya,"Jangan ke kelas dulu."Bella membalikkan badannya dan tersenyum tipis, "Makasih, Daniel udah ngekhawatirin aku, tapi aku mau ke kelas sekarang..."Bella melanjutkan langkahnya
Setelah meletakkan tasnya di meja, Bella berniat ingin membaca buku di perpustakaan. Sepertinya ia sedikit terlambat, walaupun sudah berangkat pagi pasti kursi di perpustakaan sudah penuh.Dan benar saja, setelah Bella melangkahkan kakinya di perpustakaan, kursi sudah tidak ada yang kosong lagi. Bella langsung menuju rak buku dan mengambil buku yang ingin ia baca.Bella berdiri sambil mencari-cari kursi yang kosong, siapa tahu ada yang sudah beranjak. Bella berjalan mendekat saat ada orang yang beranjak pergi, sambil menunggu orang itu pergi dari kursinya Bella berdiri di samping meja orang lain yang sebenarnya adalah Daniel.Daniel memegang tangan Bella dan gadis ini terlonjak kaget sambil memegangi dadanya. Bella akhirnya tahu jika Daniel yang memegang tangannya. Lelaki ini tersenyum tipis dan Bella membalasnya."Silahkan." Daniel berdiri mempersilahkan Bella untuk menduduki kursinya.Bella menggeleng pelan karena sudah mendapatkan kursi, "Ak
Bella berjalan sambil menunduk, rambutnya yang masih berantakkan ia biarkan saja. Koridor sedang sepi karena murid-murid Lit High School sedang belajar di kelas. Bella tidak peduli lagi, hatinya sangat sakit, lebih baik Bella pulang dan menenangkan diri. Langkah Bella terhenti saat ada orang yang memanggil namanya. Bella menoleh sebentar untuk memastikan siapa yang memanggilnya. Setelah tahu, Bella melajutkan langkahnya. Bella akan menjauhi lelaki itu, Bella tidak akan pernah menampakkan wajah di hadapan Daniel lagi. Harusnya dari awal Bella sadar diri, berdekatan dengan Daniel adalah malapetaka untuk Bella. Tetapi, Bella tetap saja tidak peduli pada otaknya yang menyuruh menjauh. Dan penyesalan datang setelah kejadian hari ini. Rasa malu menyelimuti Bella, rasanya ia tidak ingin menginjakkan kakinya lagi di Lit High School. Hinaan, cacian, dan rasa sakit fisik yang Bella rasakan sudah cukup, ia tidak ingin diperlakukan seperti itu
Setelah memberikan alamatnya pada Stefen lewat Chat pribadi, lelaki yang mengaku sebagai orang kepercayaan Nenek pun sedang menunggu Bella di ruang tamu. Bella bergerak sedikit cepat karena merasa tidak nyaman berada disatu ruangan dengan seorang lelaki dewasa seperti Stefene. Bella sudah selesai bersiap-siap dan melangkahkan kakinya keluar kamar, disana Stefene sedang berbaring sambil memejamkan matanya. Bella merasa tidak enak pada lelaki itu, apalagi tadi ia sedikit membentaknya dan meluapkan emosi yang seharusnya tidak ia lakukan pada Stefene. Bella hanya berdiri sambil menunggu Stefene yang akan membuka mata dengan sendirinya, dan benar saja, tidak lama dari itu Stefene langsung berdiri dan menundukkan badan pada Bella. Bella hanya mengangguk dan langsung berjalan keluar. Stefene menuntun Bella untuk memasuki mobil yang akan membawa Bella kembali pada Keluarga Wilson. Hati Bella sedikit berdebar, tidak Bella sangka hayalan yang selama ini ia lak
Kesenangan yang dilakukan oleh pria itu membuat kehidupan Bella menderita. Setiap malam, mimpi itu menghantuinya, terkadang ketika ia tengah tertidur secara tiba-tiba ia menangis.Ini sudah satu tahun berlalu sejak kejadian itu, tetapi Bella tetap tak bisa melupakan saat ia diculik, dipukul, dan dikurung. Ia trauma pada setiap orang, ia trauma ditinggal sendiri.Jadi, kehidupan Bella semakin tertutup. Ia tidak bisa berinteraksi dengan banyak orang. itu cukup mengganggunya.Ketika ia memberanikan diri untuk keluar berdiri di tengah keramaian, tubuhnya akan bergetar hebat. Tiba-tiba saja ia akan mual lalu memuntahkan isi perutnya.Bella sudah melakukan banyak cara, tapi rasanya tak ada yang bisa membuatnya sembuh melupakah kejadian itu.Bella menatap jendela kamarnya tanpa menampakkan ekspresi apapun di wajahnya, di tangannya ia tengah memegang sebuah benda tajam.Ia tidak bisa hidup dengan perasaan ketakutan yang menghantuinya setiap saat. Bella tidak bisa hidup sendiri, perasaan sepi
Ingatan hari itu begitu membuat perasaannya terpukul. Saat matanya terpejam, bayangan itu selalu hadir menemani tidurnya. Bukankah itu adalah mimpi yang menakutkan?Saat tengah malam tiba, Bella kerap sekali bangun dari tidurnya. Ia berteriak kencang, bayang-bayangan itu bagaikan monster yang akan menerkamnya kapan saja. Ia tidak akan pernah bisa melupakan itu.Suara pekikkannya membuat pria muda datang mendekapnya, bukannya hatinya merasakan ketenangan, ia justru merasakan perasaan takut yang tidak ia mengerti datang dari mana.Ia berteriak kencang, “Pergi! Jangan pukul aku. Lepasi aku, aku mohon. Aku nggak mau dikurung di sini!”Mark yang tengah bersamanya tak melepaskan pelukannya walau Bella memukul tubuh pemuda itu sebagai bentuk pemberontakkan. Mark tidak akan melepaskan ataupun menjauh, ia akan bersama Bella setiap saat menemani gadis itu hingga pulih.“Sst, tenang. Aku nggak akan mukul kamu, aku nggak akan culik kamu, dan aku nggak akan ngurung kamu. Jangan takut ….”Bella mem
Mark yang baru saja sadar langsung berlari dengan sekuat tenaga begitu mengetahui keberadaan Bella. Tubuhnya masih lemah, bercak darah segar masih menempel di bajunya. Akan tetapi Mark tidak memikirkan itu, tujuannya hanya untuk bertemu Bella saja.Saat tiba di depan pintu yang tertutup rapat, jantung Mark berdebar kencang. Ia langsung mendobrak pintu itu, tetapi tenaganya sudah terkuras habis.Stefene yang datang membawakan kunci segera membuka pintu, saat pintu terbuka mata Mark langsung tertuju pada Bella yang terbaring meringkuk di lantai.Mark berlari cepat mendekatinya. Ia berusaha membangunkan Bella dengan suara seraknya, “Bella, bangun ….?”Gadis itu tak kunjung membuka matanya. Tubuh Mark bergetar, ia langsung saja menggendong Bella membawanya ke rumah sakit.“Siapkan mobil!” teriak Mark dengan suara bergetar.Saat di dalam mobil pun mark Kembali memanggil Bella, air matanya menetes, dadanya kembali sesak. “Bella bangun ….”Gadis ini sama sekali tak menyaut, matanya masih ter
Mark belum juga menemukan Bella, ia sudah berjalan mengelilingi gedung penginapan bahkan sudah memeriksa seluruh kamar dengan kekuatan yang ia punya. Tetapi ia tidak juga bertemu dengan Bella.Mark begitu frustasi sekarang, bahkan ia sudah memerintahkan pengawalnya untuk membawa Dika yang terbaring di jalan.Dika tengah pingsan di jalan, tak ada yang membantunya saat itu. Pemuda itu masih tak sadarkan diri karena dipukuli oleh Mark.Saat pengawal membawa Dika dalam keadaan tidak sadarkan diri, Mark mendekati Dika. Ia memaksa Dika untuk bangun dengan pukulan sekali lagi, “Bangun, brengsek! Udah cukup waktu istirahat lo!”Dika membuka matanya perlahan, ia tersenyum setelah itu. “Lo nggak ketemu Bella?”Mark menatap Dika sisnis, ini mencengkram kerah baju pemuda itu dan berkata , “Bilang sama gue, di mana Bella, brengsek!”Bukannya menjawab, Dika kembali tertawa. Ia mendekati Mark dengan langkah lunglainya, “Gue nggak akan ngasih tahu lo di mana Bella.”Dika kembali tertawa melihat kepal
Mark meminta pengawalnya untuk mencari keberadaan Bella, pasalnya hingga malam tiba gadis itu tak kunjung kembali membuat Mark khawatir padanya.Di tengah kekhawatirannya, Daniel mendatanginya. Pemuda itu bertanya, “Kenapa, lo kayaknya bingung banget?”Mark mengangguk, ia menceritakan bahwa Bella menghilang sejak ia keluar di siang hari. “Bella belum pulang ke penginapannya, dia terakhir keluar tadi siang.”Mendengar itu, Daniel langsung mengeluarkan ponselnya menelpon gadis itu. Hingga deringan ketiga, gadis itu tidak menjawab ponselnya. “Nggak diangkat.” Ucap Daniel pelan.Mark mengangguk, ia juga sudah menelpon Bella sedari tadi, tetapi gadis itu tidak mengangkatnya. Pikiran Mark semakin ke mana-mana, takut-takut terjadi sesuatu pada gadis itu.Mark mendatangi Stefene yang baru tiba, pria dewasa itu tadi keluar untuk mencari Bella, “Gimana, kamu tahu ke mana Bella, Stefene?”Stefene menggeleng lemah, “Maafkan saya, tuan muda nona Bella belum juga ditemukan.”Mark memijat keningnya,
Mark yang menatapnya terus menerus membuat Bella mengalihkan pandangannya. Mark berkata pelan, “Daniel suka sama kamu, kenapa nggak coba pacaran aja sama dia?”Bella sudah menduga jika Mark akan berkata seperti ini, jadi Bella menjawabnya dengan senyuman tipis. “Daniel udah tunangan, nggak mungkin aku iyain dia.”Mata mark Membelalak, “Kalau dia nggak tunangan, berarti kamu mau sama Daniel?”Ucapan Mark membuat Bella memukul lengan pemuda itu pelan, pipinya bersemu merah ia sangat malu sekarang. Mark masih saja terbahak menertawakannya.“Jadi kamu beneran suka sama Daniel?”Pertanyaan dari Mark membuat Bella diam, ia tidak tahu apa jawabannya karena sejujurnya ia tidak mengerti perasaannya sendiri. Saat ia bersama Daniel akhir-akhir ini, ia merasa tenang. Jantungnya berdetak dengan stabil.Namun perasaan itu sama ketika ia bersama Mark, ia pun merasakan ketenangan.Tapi ada yang berbeda, ketika Bella bersama Dika hanya ada perasaan marah di dadanya. Seolah Bella muak pada pemuda itu.
Saat sore tiba, semua murid Lit High School menuju ke pantai menikmat senja di sore hari. Bella berjalan beriringan bersama Mark, tak lupa kepada Stefene, Elard, dan pengawal ikut serta. Hal itu membuat mereka manatap Bella secara terang-terangan.Dalam hati mereka beranggapan bahwa itu semua hanya untuk penjagaan Mark, kekasih Bella. Dengan jelas Bella dapat mendengar mereka membicarakannya bahwa ia hanya memanfaatkan Mark saja.Mark yang sadar itu menatap mereka tajam, Bella langsung menggelengkan kepalanya. Ia tidak ingin ada keributan apapun.Mark berjalan mendahului Bella, ia bersikap seolah kesal pada sikap gadis itu yang hanya menerima saja, bukannya marah dan menjelaskan semuanya.Mark tidak mengerti mengapa Bella masih saja merahasiakan siapa dirinya sebenarnya. Jika mereka tahu bahwa Bella adalah putri dari Wilson, mereka tidak akan memberikan penghinaan pada gadis itu.Rasanya Mark ingin sekali berteriak mengumumkannya, tetapi ia menahannya. Ia tidak ingin membuat Bella mar
Bus sudah berhenti, semua murid sudah turun dari bus. Bella dengan semangat menggandeng lengan Mark, gadis itu tersenyum senang, “Mark, kita udah sampe.”Mark mengangguk, ia sendiri tidak tahu mengapa Bella begitu semangat padahal sebelumnya gadis itu muntah beberapa kali. Tak jauh berbeda dengannya, ia tidak muntah, tetapi tubuhnya begitu lemas.Mark menatap Elard, “Kepalaku pusing.” Katanya.Elard segera memapah tubuh Mark, sedang Bella yang melihat itu mengikuti pemuda itu dari belakang. “Mark, kamu nggak papa? Mau ke rumah sakit sekarng?”Mark menggeleng pelan, “Nggak perlu, aku istirahat aja.”Bella mngerucutkan bibirnya, ia pun mengangguk.Stefene sudah menyiapkan penginapan, jadi Bella dan Mark menuju ke penginapan. Sedangkan teman-teman sekolahnya, mereka juga beristirahat di penginapan yang sudah disediakan oleh sekolah.“Kamu bener-bener nggak papa? Kalau mau ke rumah sakit nggak papa, Mark.” Pemuda itu menggeleng pelan.“Nggak papa, aku cuma perlu istirahat aja. Lagi pula k
Karya wisata tepat dilakukan hari ini. Bella sudah bersiap pagi-pagi sekali, senyuman manis di wajahnya tak pernah sekali pun pudar. Ia begitu menawan.Saat ia keluar dari kamarnya, Mark sudah menantinya di depan pintu. Tidak hanya pemuda itu saja, melainkan Elard dan Stefene pun turut menyertainya.Senyuman Bella memudar, ia menatap mereka bergantian. Lalu mendengus kesal karena kenyataannya ia akan pergi karya wisata bersama Mark, Elard, Stefene, dan beberapa pengawal.Itu adalah pesan dari neneknya kemarin bahwa jika tetap ingin pergi, maka Bella harus ditemani oleh Stefene dan pengawal. Bella setuju, akan tetapi Mark merengek untuk tetap ikut bersamanya. Pada akhirnya, Elard diikut sertakan untuk menjaga kesehatan pemuda itu.Sebelum pergi, Bella berpamitan pada neneknya. Wanita tua itu mengangguk, ia sudah memerintahkan pengawal untuk menyiapkan mobil yang nyaman selama perjalanan. Dalam hati Bella kesal, ia ingin naik bus bersama teman-temannya. Tetapi ia hanya bisa menuruti, ia