Share

(7) Menyesal

Penulis: Bella
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Jari-jari Daniel bergerak menyapu wajah Bella. Air mata Bella kembali mengalir dengan deras. Daniel dengan cekatan menghapus air mata yang mengalir,

"Jangan nangis, Bella. Ada gue..."

"Mau peluk?" ucap Daniel menawarkan dan membawa kepala Bella pada pundaknya.

"Nggak, Daniel... makasih."

Bella menghela napas. Ia menegakkan kepalanya dan berdiri sambil menatap langit. Cuaca sudah cukup terik karena sudah pukul 10. 

Bella berjalan dan berdiri di pembatas rooftop sambil menghembuskan napas. Rasa sesak di dadanya belum juga berkurang. Bella memutuskan untuk kembali ke kelas karena tidak ingin membolos terlalu lama, terlebih ia adalah murid beasiswa.

Daniel yang melihat Bella mulai berjalan ke pintu pun memanggil namanya,

"Jangan ke kelas dulu."

Bella membalikkan badannya dan tersenyum tipis, "Makasih, Daniel udah ngekhawatirin aku, tapi aku mau ke kelas sekarang..." 

Bella melanjutkan langkahnya

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Walk On Memories   (8) Pemuja Daniel

    Setelah meletakkan tasnya di meja, Bella berniat ingin membaca buku di perpustakaan. Sepertinya ia sedikit terlambat, walaupun sudah berangkat pagi pasti kursi di perpustakaan sudah penuh.Dan benar saja, setelah Bella melangkahkan kakinya di perpustakaan, kursi sudah tidak ada yang kosong lagi. Bella langsung menuju rak buku dan mengambil buku yang ingin ia baca.Bella berdiri sambil mencari-cari kursi yang kosong, siapa tahu ada yang sudah beranjak. Bella berjalan mendekat saat ada orang yang beranjak pergi, sambil menunggu orang itu pergi dari kursinya Bella berdiri di samping meja orang lain yang sebenarnya adalah Daniel.Daniel memegang tangan Bella dan gadis ini terlonjak kaget sambil memegangi dadanya. Bella akhirnya tahu jika Daniel yang memegang tangannya. Lelaki ini tersenyum tipis dan Bella membalasnya."Silahkan." Daniel berdiri mempersilahkan Bella untuk menduduki kursinya.Bella menggeleng pelan karena sudah mendapatkan kursi, "Ak

  • Walk On Memories   (9) Kembali

    Bella berjalan sambil menunduk, rambutnya yang masih berantakkan ia biarkan saja. Koridor sedang sepi karena murid-murid Lit High School sedang belajar di kelas. Bella tidak peduli lagi, hatinya sangat sakit, lebih baik Bella pulang dan menenangkan diri. Langkah Bella terhenti saat ada orang yang memanggil namanya. Bella menoleh sebentar untuk memastikan siapa yang memanggilnya. Setelah tahu, Bella melajutkan langkahnya. Bella akan menjauhi lelaki itu, Bella tidak akan pernah menampakkan wajah di hadapan Daniel lagi. Harusnya dari awal Bella sadar diri, berdekatan dengan Daniel adalah malapetaka untuk Bella. Tetapi, Bella tetap saja tidak peduli pada otaknya yang menyuruh menjauh. Dan penyesalan datang setelah kejadian hari ini. Rasa malu menyelimuti Bella, rasanya ia tidak ingin menginjakkan kakinya lagi di Lit High School. Hinaan, cacian, dan rasa sakit fisik yang Bella rasakan sudah cukup, ia tidak ingin diperlakukan seperti itu

  • Walk On Memories   (10) Kediaman Wilson

    Setelah memberikan alamatnya pada Stefen lewat Chat pribadi, lelaki yang mengaku sebagai orang kepercayaan Nenek pun sedang menunggu Bella di ruang tamu. Bella bergerak sedikit cepat karena merasa tidak nyaman berada disatu ruangan dengan seorang lelaki dewasa seperti Stefene. Bella sudah selesai bersiap-siap dan melangkahkan kakinya keluar kamar, disana Stefene sedang berbaring sambil memejamkan matanya. Bella merasa tidak enak pada lelaki itu, apalagi tadi ia sedikit membentaknya dan meluapkan emosi yang seharusnya tidak ia lakukan pada Stefene. Bella hanya berdiri sambil menunggu Stefene yang akan membuka mata dengan sendirinya, dan benar saja, tidak lama dari itu Stefene langsung berdiri dan menundukkan badan pada Bella. Bella hanya mengangguk dan langsung berjalan keluar. Stefene menuntun Bella untuk memasuki mobil yang akan membawa Bella kembali pada Keluarga Wilson. Hati Bella sedikit berdebar, tidak Bella sangka hayalan yang selama ini ia lak

  • Walk On Memories   (11) W's Corporate

    Seperti yang diperintahkan oleh Nenek kemarin, mulai hari ini Bella akan menjadi President dari W’s Corporate. Hati Bella sedikit berdebar saat Nenek mulai memperkenalkan dirinya pada pegawai lain. Di pandang oleh ribuan orang tidak pernah Bella bayangkan. Ada rasa tidak percaya, tapi lebih mendominasi rasa bahagia.Nenek mengisyaratkan agar Bella berbicara, Bella yang paham itu pun mulai membuka suara dan meluruskan pandangannya seperti yang diajarkan oleh Stefene kemarin malam.“Saya adalah putri dari Bapak Andreas dan Ibu Fiona, cucu dari Nyonya Besar Wilson. Saya harap kita bisa bekerja sama untuk memajukan W’s Corporate. Silahkan nikmati pesta yang tidak terlalu mewah ini, terima kasih!”Setelah itu Bella mengelus dadanya untuk menetralkan debaran yang ada di hatinya. Nenek yang paham itu pun langsung membawa Bella pada ruangan khusus President yang ada di lantai teratas gedung W’s Corporate.Setelah tiba, pandangan Bell

  • Walk On Memories   (12) Tidak Selemah Seperti yang Terlihat

    Bella sedang di rumah sakit tempat Mark dirawat. Pakaian kantornya masih melekat pada tubuhnya karena setelah bekerja, Bella langsung ke Rumah Sakit tanpa pulang ke Kediaman Nenek terlebih dahulu.Bella duduk di sambing brangkar sambil menatap wajah mark yang dibaluti oleh kain kassa. Hati Bella sakit melihat keadaan sepupunya yang belum juga sadar, sekali lagi pandangan Bella mengarah kearah Mark.Bella menarik nafasnya, “Mark… aku udah pulang. Ayo bangun! Aku udah kerja sekarang, mau aku traktir nggak, Mark?”Bella mengelus tangan Mark pelan, pandangannya masih mengarah pada Mark yang tengah terbaring. Bella kembali berkata, “Mark… ayo bangun! Kamu nggak kangen sama aku, Mark? Kita udah lama nggak main bareng, ada banyak hal yang mau ceritain sama kamu…”Air mata Bella menetes melewati pipi mulusnya. Bella menghapus air matanya terlebih dahulu sebelum mengeluarkan suara kembali, “Mark… aku sering

  • Walk On Memories   (13) Kunjungan ke W's Corporate

    Jalanan tidak terlalu ramai membuat Stefene leluasa mengemudikan mobil. Saat ini Bella akan berangkat ke kantor, di sampingnya ada Nenek yang tengah memainkan iPad. Bella tidak ada kegiatan, hanya menatap jalanan.Pandangan Bella menatap bus yang melaju dengan cepat bahkan memotong jalan mobil yang tengah ia naiki. Ingatannya tiba-tiba saja mengarah pada sekolahnya yang mewah. Sampai kapan Bella harus lari dari masalahnya? Bella harusnya melawan mereka.Seperti kata Daniel, Bella bukanlah seekor sapi yang terikat, Bella harus bisa melawan mereka yang merundungnya bukan malah diam saja.Bella menghembuskan nafasnya dengan kasar, Nenek yang menyadari itu pun melepaskan iPad dan menatapnya intens. Bella yang sadar itu pun menolehkan kepalanya dan mengatakan, “Ada apa, Nenek?”Nenek diam saja dan kembali melanjutkan memainkan iPad, Bella yang melihat Nenek tidak mengatakan apapun akhirnya menatap jalanan kembali. Bella jadi berpikir, jika

  • Walk On Memories   (14) Diusir dari Perusahaan

    Bella kembali duduk saat teman-temannya sudah tidak terlihat lagi. Sebelum duduk, tentu saja Bella menutup pintu dan menguncinya. Bella memegang dadanya, rasa terkejutnya belum juga hilang. Tapi, rasa sakit hati lebih mendominasi setelah mendengar perkataan teman-temannya. Ah, apa mungkin hanya Bella yang menganggap mereka sedangkan mereka tidak? Ya Bella memang terlalu baik.Bella memakai kacamatanya dan mulai menghidupkan laptop. Ada banyak pekerjaan yang harus ia lakukan daripada memikirkan teman-temannya. Bella mulai membuka e-mail dan mulai membalasi e-mail yang sekiranya perlu Bella lakukan.Ah, ada e-mail masuk dari perusahaan Lorenza’s X yang ingin mengajukan proposal kerja sama. Bella merasa tidak asing dengan nama Lorenza? Jika Bella tidak salah, ini adalah salah satu perusahaan keluarga teman sekolahnya.Untuk membenarkan pikiran itu, Bella mulai mencari tahu tentang Lorenza’s X lebih dalam lagi. Ah, Lor

  • Walk On Memories   (15) Sadar

    Bella berlari di koridor rumah sakit dengan kondisi bibirnya yang masih bengkak. Bella memelankan langkahnya saat sudah dekat dengan ruangan Mark, Bella bisa melihat Nenek dan Stefene sedang duduk di kursi menunggu di luar.Bella langsung mendekat dan memeluk Nenek yang wajahnya sudah memucat. Bella menangis di pelukan nenek, “Nenek…”Bella juga tidak tahu apa alasan ia menangis, yang jelas Bella hanya ingin menangis dan dipeluk oleh keluarganya.Nenek mengelus rambut Bella dan berkata, “Mark sedang ditangani Dokter, Bella. Percayalah, Mark akan baik-baik saja.”Bella mengangguk dipelukan Nenek, air matanya masih saja mengalir dan dengan lembut nenek mengelus puncak kepala bella. Rasanya sudah cukup seperti ini, Bella sangat bersyukur ia bisa memeluk keluarganya lagi, tidak seperti dulu-dulu, saat Bella ingin menangis ia hanya bisa memeluk dirinya sendiri.“Rambutmu sepertinya usak, Bella. Pergilah ke salon, dan

Bab terbaru

  • Walk On Memories   (107) Hancur Sudah

    Kesenangan yang dilakukan oleh pria itu membuat kehidupan Bella menderita. Setiap malam, mimpi itu menghantuinya, terkadang ketika ia tengah tertidur secara tiba-tiba ia menangis.Ini sudah satu tahun berlalu sejak kejadian itu, tetapi Bella tetap tak bisa melupakan saat ia diculik, dipukul, dan dikurung. Ia trauma pada setiap orang, ia trauma ditinggal sendiri.Jadi, kehidupan Bella semakin tertutup. Ia tidak bisa berinteraksi dengan banyak orang. itu cukup mengganggunya.Ketika ia memberanikan diri untuk keluar berdiri di tengah keramaian, tubuhnya akan bergetar hebat. Tiba-tiba saja ia akan mual lalu memuntahkan isi perutnya.Bella sudah melakukan banyak cara, tapi rasanya tak ada yang bisa membuatnya sembuh melupakah kejadian itu.Bella menatap jendela kamarnya tanpa menampakkan ekspresi apapun di wajahnya, di tangannya ia tengah memegang sebuah benda tajam.Ia tidak bisa hidup dengan perasaan ketakutan yang menghantuinya setiap saat. Bella tidak bisa hidup sendiri, perasaan sepi

  • Walk On Memories   (106) Dunianya yang Gelap

    Ingatan hari itu begitu membuat perasaannya terpukul. Saat matanya terpejam, bayangan itu selalu hadir menemani tidurnya. Bukankah itu adalah mimpi yang menakutkan?Saat tengah malam tiba, Bella kerap sekali bangun dari tidurnya. Ia berteriak kencang, bayang-bayangan itu bagaikan monster yang akan menerkamnya kapan saja. Ia tidak akan pernah bisa melupakan itu.Suara pekikkannya membuat pria muda datang mendekapnya, bukannya hatinya merasakan ketenangan, ia justru merasakan perasaan takut yang tidak ia mengerti datang dari mana.Ia berteriak kencang, “Pergi! Jangan pukul aku. Lepasi aku, aku mohon. Aku nggak mau dikurung di sini!”Mark yang tengah bersamanya tak melepaskan pelukannya walau Bella memukul tubuh pemuda itu sebagai bentuk pemberontakkan. Mark tidak akan melepaskan ataupun menjauh, ia akan bersama Bella setiap saat menemani gadis itu hingga pulih.“Sst, tenang. Aku nggak akan mukul kamu, aku nggak akan culik kamu, dan aku nggak akan ngurung kamu. Jangan takut ….”Bella mem

  • Walk On Memories   (105) Luka yang Dalam

    Mark yang baru saja sadar langsung berlari dengan sekuat tenaga begitu mengetahui keberadaan Bella. Tubuhnya masih lemah, bercak darah segar masih menempel di bajunya. Akan tetapi Mark tidak memikirkan itu, tujuannya hanya untuk bertemu Bella saja.Saat tiba di depan pintu yang tertutup rapat, jantung Mark berdebar kencang. Ia langsung mendobrak pintu itu, tetapi tenaganya sudah terkuras habis.Stefene yang datang membawakan kunci segera membuka pintu, saat pintu terbuka mata Mark langsung tertuju pada Bella yang terbaring meringkuk di lantai.Mark berlari cepat mendekatinya. Ia berusaha membangunkan Bella dengan suara seraknya, “Bella, bangun ….?”Gadis itu tak kunjung membuka matanya. Tubuh Mark bergetar, ia langsung saja menggendong Bella membawanya ke rumah sakit.“Siapkan mobil!” teriak Mark dengan suara bergetar.Saat di dalam mobil pun mark Kembali memanggil Bella, air matanya menetes, dadanya kembali sesak. “Bella bangun ….”Gadis ini sama sekali tak menyaut, matanya masih ter

  • Walk On Memories   (104) Pencarian

    Mark belum juga menemukan Bella, ia sudah berjalan mengelilingi gedung penginapan bahkan sudah memeriksa seluruh kamar dengan kekuatan yang ia punya. Tetapi ia tidak juga bertemu dengan Bella.Mark begitu frustasi sekarang, bahkan ia sudah memerintahkan pengawalnya untuk membawa Dika yang terbaring di jalan.Dika tengah pingsan di jalan, tak ada yang membantunya saat itu. Pemuda itu masih tak sadarkan diri karena dipukuli oleh Mark.Saat pengawal membawa Dika dalam keadaan tidak sadarkan diri, Mark mendekati Dika. Ia memaksa Dika untuk bangun dengan pukulan sekali lagi, “Bangun, brengsek! Udah cukup waktu istirahat lo!”Dika membuka matanya perlahan, ia tersenyum setelah itu. “Lo nggak ketemu Bella?”Mark menatap Dika sisnis, ini mencengkram kerah baju pemuda itu dan berkata , “Bilang sama gue, di mana Bella, brengsek!”Bukannya menjawab, Dika kembali tertawa. Ia mendekati Mark dengan langkah lunglainya, “Gue nggak akan ngasih tahu lo di mana Bella.”Dika kembali tertawa melihat kepal

  • Walk On Memories   (103) Diculik

    Mark meminta pengawalnya untuk mencari keberadaan Bella, pasalnya hingga malam tiba gadis itu tak kunjung kembali membuat Mark khawatir padanya.Di tengah kekhawatirannya, Daniel mendatanginya. Pemuda itu bertanya, “Kenapa, lo kayaknya bingung banget?”Mark mengangguk, ia menceritakan bahwa Bella menghilang sejak ia keluar di siang hari. “Bella belum pulang ke penginapannya, dia terakhir keluar tadi siang.”Mendengar itu, Daniel langsung mengeluarkan ponselnya menelpon gadis itu. Hingga deringan ketiga, gadis itu tidak menjawab ponselnya. “Nggak diangkat.” Ucap Daniel pelan.Mark mengangguk, ia juga sudah menelpon Bella sedari tadi, tetapi gadis itu tidak mengangkatnya. Pikiran Mark semakin ke mana-mana, takut-takut terjadi sesuatu pada gadis itu.Mark mendatangi Stefene yang baru tiba, pria dewasa itu tadi keluar untuk mencari Bella, “Gimana, kamu tahu ke mana Bella, Stefene?”Stefene menggeleng lemah, “Maafkan saya, tuan muda nona Bella belum juga ditemukan.”Mark memijat keningnya,

  • Walk On Memories   (102) Milikku

    Mark yang menatapnya terus menerus membuat Bella mengalihkan pandangannya. Mark berkata pelan, “Daniel suka sama kamu, kenapa nggak coba pacaran aja sama dia?”Bella sudah menduga jika Mark akan berkata seperti ini, jadi Bella menjawabnya dengan senyuman tipis. “Daniel udah tunangan, nggak mungkin aku iyain dia.”Mata mark Membelalak, “Kalau dia nggak tunangan, berarti kamu mau sama Daniel?”Ucapan Mark membuat Bella memukul lengan pemuda itu pelan, pipinya bersemu merah ia sangat malu sekarang. Mark masih saja terbahak menertawakannya.“Jadi kamu beneran suka sama Daniel?”Pertanyaan dari Mark membuat Bella diam, ia tidak tahu apa jawabannya karena sejujurnya ia tidak mengerti perasaannya sendiri. Saat ia bersama Daniel akhir-akhir ini, ia merasa tenang. Jantungnya berdetak dengan stabil.Namun perasaan itu sama ketika ia bersama Mark, ia pun merasakan ketenangan.Tapi ada yang berbeda, ketika Bella bersama Dika hanya ada perasaan marah di dadanya. Seolah Bella muak pada pemuda itu.

  • Walk On Memories   (101) Tahu Identitas Bella

    Saat sore tiba, semua murid Lit High School menuju ke pantai menikmat senja di sore hari. Bella berjalan beriringan bersama Mark, tak lupa kepada Stefene, Elard, dan pengawal ikut serta. Hal itu membuat mereka manatap Bella secara terang-terangan.Dalam hati mereka beranggapan bahwa itu semua hanya untuk penjagaan Mark, kekasih Bella. Dengan jelas Bella dapat mendengar mereka membicarakannya bahwa ia hanya memanfaatkan Mark saja.Mark yang sadar itu menatap mereka tajam, Bella langsung menggelengkan kepalanya. Ia tidak ingin ada keributan apapun.Mark berjalan mendahului Bella, ia bersikap seolah kesal pada sikap gadis itu yang hanya menerima saja, bukannya marah dan menjelaskan semuanya.Mark tidak mengerti mengapa Bella masih saja merahasiakan siapa dirinya sebenarnya. Jika mereka tahu bahwa Bella adalah putri dari Wilson, mereka tidak akan memberikan penghinaan pada gadis itu.Rasanya Mark ingin sekali berteriak mengumumkannya, tetapi ia menahannya. Ia tidak ingin membuat Bella mar

  • Walk On Memories   (100) Sudah Usai

    Bus sudah berhenti, semua murid sudah turun dari bus. Bella dengan semangat menggandeng lengan Mark, gadis itu tersenyum senang, “Mark, kita udah sampe.”Mark mengangguk, ia sendiri tidak tahu mengapa Bella begitu semangat padahal sebelumnya gadis itu muntah beberapa kali. Tak jauh berbeda dengannya, ia tidak muntah, tetapi tubuhnya begitu lemas.Mark menatap Elard, “Kepalaku pusing.” Katanya.Elard segera memapah tubuh Mark, sedang Bella yang melihat itu mengikuti pemuda itu dari belakang. “Mark, kamu nggak papa? Mau ke rumah sakit sekarng?”Mark menggeleng pelan, “Nggak perlu, aku istirahat aja.”Bella mngerucutkan bibirnya, ia pun mengangguk.Stefene sudah menyiapkan penginapan, jadi Bella dan Mark menuju ke penginapan. Sedangkan teman-teman sekolahnya, mereka juga beristirahat di penginapan yang sudah disediakan oleh sekolah.“Kamu bener-bener nggak papa? Kalau mau ke rumah sakit nggak papa, Mark.” Pemuda itu menggeleng pelan.“Nggak papa, aku cuma perlu istirahat aja. Lagi pula k

  • Walk On Memories   (99) Karya Wisata

    Karya wisata tepat dilakukan hari ini. Bella sudah bersiap pagi-pagi sekali, senyuman manis di wajahnya tak pernah sekali pun pudar. Ia begitu menawan.Saat ia keluar dari kamarnya, Mark sudah menantinya di depan pintu. Tidak hanya pemuda itu saja, melainkan Elard dan Stefene pun turut menyertainya.Senyuman Bella memudar, ia menatap mereka bergantian. Lalu mendengus kesal karena kenyataannya ia akan pergi karya wisata bersama Mark, Elard, Stefene, dan beberapa pengawal.Itu adalah pesan dari neneknya kemarin bahwa jika tetap ingin pergi, maka Bella harus ditemani oleh Stefene dan pengawal. Bella setuju, akan tetapi Mark merengek untuk tetap ikut bersamanya. Pada akhirnya, Elard diikut sertakan untuk menjaga kesehatan pemuda itu.Sebelum pergi, Bella berpamitan pada neneknya. Wanita tua itu mengangguk, ia sudah memerintahkan pengawal untuk menyiapkan mobil yang nyaman selama perjalanan. Dalam hati Bella kesal, ia ingin naik bus bersama teman-temannya. Tetapi ia hanya bisa menuruti, ia

DMCA.com Protection Status