Bella berlari di koridor rumah sakit dengan kondisi bibirnya yang masih bengkak. Bella memelankan langkahnya saat sudah dekat dengan ruangan Mark, Bella bisa melihat Nenek dan Stefene sedang duduk di kursi menunggu di luar.
Bella langsung mendekat dan memeluk Nenek yang wajahnya sudah memucat. Bella menangis di pelukan nenek, “Nenek…”
Bella juga tidak tahu apa alasan ia menangis, yang jelas Bella hanya ingin menangis dan dipeluk oleh keluarganya.
Nenek mengelus rambut Bella dan berkata, “Mark sedang ditangani Dokter, Bella. Percayalah, Mark akan baik-baik saja.”
Bella mengangguk dipelukan Nenek, air matanya masih saja mengalir dan dengan lembut nenek mengelus puncak kepala bella. Rasanya sudah cukup seperti ini, Bella sangat bersyukur ia bisa memeluk keluarganya lagi, tidak seperti dulu-dulu, saat Bella ingin menangis ia hanya bisa memeluk dirinya sendiri.
“Rambutmu sepertinya usak, Bella. Pergilah ke salon, dan
Bella sudah siap untuk pesta malam ini. Memakai gaun hitam tanpa lengan, memamerkan keindahan lehernya yang memikat kaum adam. Rambut lurusnya ia dibiarkan terurai dan dihias dengan bando yang berwarna keemasan.Untuk kakinya, Bella memakai heels hitam setinggi 10 cm, menambah kesan dewasa untuknya. Saat Bella turun dari mobilnya dan berjalan di karpet merah, ada banyak pasang mata yang memandangnya. Secara tiba-tiba, mereka berprofesi menjadi paparazzi untuk memotretnya.Langkah Bella terhenti saat tidak sengaja melihat wajah salah satu teman sekolahnya. Bella menunduk sejenak untuk menetralkan debaran di hatinya. Bella mengembuskan nafasnya dan melanjutkan langkahnya.Bella berjalan dengan mendongakkan kepalanya. Dirinya sangat sadar, banyak pasang mata yang menatapnya terang-terangan. Langkah Bella kembali terhenti saat lelaki asing mengulurkan tangannya, “Mau berdansa denganku, Nona?” ujarnya.Bella hanya menatap ta
Bella merebahkan dirinya sambil memandangi langit-langit kamarnya yang berwarna putih, ingatan tentang malamnya yang Dia lalui seorang diri. Kasurnya menjadi saksi, air matanya yang sering membasahinya, tembok putih polos yang menjadi tempatnya bersandar, dan cermin tempat ia menceritakan keluh kesahnya.Bella duduk, Dia berjalan menuju meja tempatnya belajar dan mengerjakan tugas bahkan tugas teman-temannya pun Bella kerjakan disini. Bella membuka laci kecil dan mengambil buku kecil berisi curhatannya. Bella membukanya dan membacanya sampai lembar terakhir.Bella ingat, saat pertama kali Dika merundungnya, tangan lelaki itu pertama kalinya menyentuh rambut lurusnya, bukan elusan kasih sayang tapi jambakkan kasar yang Bella dapatkan. Bella tidak memiliki keberanian untuk melawan atau berteriak meminta pertolongan.Di tengah koridor sekolah, Dika menyeretnya rambutnya dan membawanya ke gudang belakang. Teman-teman sekolahnya hanya diam, mereka bahkan memvideonya
Sekian lama absen dari sekolah, Bella menginjakkan kembali pada Lit High School. Berbagai tatapan Bella dapatkan, tatapan kasihan, penghinaan, dan benci yang mereka lemparkan. Tapi Bella tidak peduli, Bella tetap melangkahkan kakinya menuju kelasnya.Bella berjalan dengan pelan, kali ini Bella tidak menundukkan kepalanya. Bella akan melawan mereka yang bermain-main padanya. Bella mendongakkan kepalanya, tatapan Bella ke depan, telinganya dia tulikan, Bella tidak akan menghiraukan bisik-bisik dari orang di sekitarnya.Setelah sampai di kelasnya, Bella duduk dengan manis. Selagi menunggu guru datang, Bella membaca buku pelajaran dan memasang earphone. Kepala Bella bergerak-gerak mengikuti nada musik yang sedang Dia putar.Seseorang menarik earphone dari telinganya membuat Bella mendongak dan menatap Dika datar. Bella mengambil eaphone dari tangan dika dan mengatakan, “Ada apa?”Dika diam sejenak karena merasakan aura Bella yang sedikit berbeda.
Bella menundukkan kepalanya saat orang-orang menatapnya yang berdiri di samping Daniel. Pemuda itu memegang jarinya dan menariknya dengan pelan, Bella mengikuti langkah kaki Daniel dan sampailah pada tempat parkir motor. Daniel membalikkan badannya menghadap Bella dan mengatakan, “Naik motor nggak papa, ya?” Bella mengangguk mengiyakan.Daniel menyerahkan helm hitam yang biasa Dia pakai, Bella menerimanya dengan sedikit kerutan di dahinya, “Kamu pake apa, Daniel?” Daniel tersenyum manis dan tak menghiraukan pertanyaan Bella.Daniel memberikan isyarat pada Bella untuk menaiki motornya, Bella sedikit ragu dan melihat sekeliling, orang-orang sedang memegang ponsel dan mengarahkan pada mereka. Bella menunduk dan mengembalikan helm yang Daniel berikan. Bella tersenyum tipis dan mengatakan, “Kayaknya aku nggak bisa naik motor kamu, Daniel, maaf, ya…”Bella menjauhi Daniel, tetap saja Daniel berteriak memanggil nama Bella beru
Bella berjalan sambil menunduk di koridor sekolahnya yang sudah sepi. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh, namun Bella masih belum duduk di meja kelasnya untuk belajar. Bella sadar, kelas sudah dimulai.Beberapa menit kemudian Bella berdiri di depan kelasnya. Bella mengetuk pintu sebentar dan berjalan sambil menunduk menuju mejanya. Kesalahan yang Bella lakukan Dia tidak melapor pada guru yang mengajar, Bella terlalu takut. Terlebih yang sedang mengajar adalah Bu Riana, guru yang pernah menamparnya tempo hari.Bu Riana menghampiri Bella dan berkata, “Keluar, Saya tidak suka ada yang terlambat!”Bella menunduk sambil memainkan jari-jarinya, “Maaf, Bu…”Bu Riana kembali berkata, “Sudahlah, keluar dari kelas saya, Bella.”Sennie berucap dari mejanya, “Gadis itu tidak sopan, Bu. Sudah terlambat tapi masih berani masuk kelas!”Xavia yang duduk di samping Sennie pun ikut menimpali, “Bena
Mungkin kalian mengira Dika tidak memiliki beban dalam hidupnya. Terlahir kaya, tampan, berani, dan menjadi putra tunggal dari keluarga Alexander. Ini benar, jika orang yang lebih susah darinya melihat itu. Hidup dika sangat enak walaupun tanpa berusaha untuk mendapatkan sesuatu, tidak perlu susah-susah meneteskan keringatnya untuk mendapatkan uang, orang tuanya sangat kaya, apa lagi dia putra tunggal dan cucu tertua dari keluarga Alexander.Nenek dan kakeknya paling menyayanginya diantara sepupu-sepupunya. Bukankah itu terlalu sempurna untuk Dika?Suatu malam, saat dika baru pulang dari sebuah bar mewah di kota, tanpa sengaja Dika mendengar percakapan mama dan papanya. Dika tahu, seharusnya dia tidak mendengar percakapan itu.Dika yang selalu merasa bangga akan keluarganya yang sempurna, keluarga yang selalu diharapkan oleh teman-teman satu tongkrongannya. Kini, Dika harus belajar menerima, keluarganya tak sesempurna itu.Dika mencoba menerima itu, namun
Bella menerima Daniel sebagai kekasihnya, walaupun sempat kecewa karena Daniel diam-diam bertemu dengan Sennie, namun, Bella masih menyukai Daniel seperti dulu.Bella merasa bahagia dan berencana untuk menceritakan pada Daniel siapa dirinya sebenarnya, namun gagal karena Stefene lebih dulu menelponnya dan memintanya untuk ke kantor.Bella menghela nafas dan berkata pada Daniel yang ada dihadapannya, “Aku boleh pulang, Daniel?”Daniel tersenyum manis dan mempersilahkan Bella pulang, “Mau gue anter?”Bella menggeleng, “Nggak usah, Daniel… aku bisa pulang sendiri kok.”Daniel tertawa mendengar jawaban dari Bella, “Okay… hati-hati, ya, Bella.”Bella mengangguk dan berjalan menjauhi Daniel sambil menundukkan pandangannya. Setelah tiba di kantor, Bella langsung menemui Stefene.Bella duduk di hadapan Stefene, “Ada apa, Stefene? Ada hal yang mendesak?”“Lorenza’s X
Baru saja Xavia menginjakkan kakinya di kelas, Xavia langsung menuju Bella yang sedang membaca buku. Xavia menarik rambut Bella dengan kasar dan membenturkannya pada meja yang Bella duduki. Sennie mendekat dan memegang tubuh Xavia, “Sadar, Xav! Gila lo!” Xavia melepaskan tangan Sennie yang memegang pinggangnya, “Lepas, Sen gue harus ngasih pelajaran sama cewek songong ini.” Sennie berusaha menghalangi Xavia untuk menjangkau Bella, bukan apa-apa, Xavia sudah mendapatkan surat peringatan untuk tidak berbuat ulah lagi. Nama Sennie selalu terseret dan papanya sudah memperingatinya, jika tidak, uang jajan Sennie akan dipotong. “Stop, Xavia! Jangan buat keributan lagi!” “Lo siapa berani ngelarang gue? Lepas, Sennie atau lo tahu akibatnya!” Sennie menatap Xavia kesal dan melepaskan tangannya. Belum sempat Sennie berjalan menjauh, telapak tangan Xavia sudah mendarat dikedua pipi Bella. Xavia belum puas, tangannya dia gunakan untuk menjambak ra
Kesenangan yang dilakukan oleh pria itu membuat kehidupan Bella menderita. Setiap malam, mimpi itu menghantuinya, terkadang ketika ia tengah tertidur secara tiba-tiba ia menangis.Ini sudah satu tahun berlalu sejak kejadian itu, tetapi Bella tetap tak bisa melupakan saat ia diculik, dipukul, dan dikurung. Ia trauma pada setiap orang, ia trauma ditinggal sendiri.Jadi, kehidupan Bella semakin tertutup. Ia tidak bisa berinteraksi dengan banyak orang. itu cukup mengganggunya.Ketika ia memberanikan diri untuk keluar berdiri di tengah keramaian, tubuhnya akan bergetar hebat. Tiba-tiba saja ia akan mual lalu memuntahkan isi perutnya.Bella sudah melakukan banyak cara, tapi rasanya tak ada yang bisa membuatnya sembuh melupakah kejadian itu.Bella menatap jendela kamarnya tanpa menampakkan ekspresi apapun di wajahnya, di tangannya ia tengah memegang sebuah benda tajam.Ia tidak bisa hidup dengan perasaan ketakutan yang menghantuinya setiap saat. Bella tidak bisa hidup sendiri, perasaan sepi
Ingatan hari itu begitu membuat perasaannya terpukul. Saat matanya terpejam, bayangan itu selalu hadir menemani tidurnya. Bukankah itu adalah mimpi yang menakutkan?Saat tengah malam tiba, Bella kerap sekali bangun dari tidurnya. Ia berteriak kencang, bayang-bayangan itu bagaikan monster yang akan menerkamnya kapan saja. Ia tidak akan pernah bisa melupakan itu.Suara pekikkannya membuat pria muda datang mendekapnya, bukannya hatinya merasakan ketenangan, ia justru merasakan perasaan takut yang tidak ia mengerti datang dari mana.Ia berteriak kencang, “Pergi! Jangan pukul aku. Lepasi aku, aku mohon. Aku nggak mau dikurung di sini!”Mark yang tengah bersamanya tak melepaskan pelukannya walau Bella memukul tubuh pemuda itu sebagai bentuk pemberontakkan. Mark tidak akan melepaskan ataupun menjauh, ia akan bersama Bella setiap saat menemani gadis itu hingga pulih.“Sst, tenang. Aku nggak akan mukul kamu, aku nggak akan culik kamu, dan aku nggak akan ngurung kamu. Jangan takut ….”Bella mem
Mark yang baru saja sadar langsung berlari dengan sekuat tenaga begitu mengetahui keberadaan Bella. Tubuhnya masih lemah, bercak darah segar masih menempel di bajunya. Akan tetapi Mark tidak memikirkan itu, tujuannya hanya untuk bertemu Bella saja.Saat tiba di depan pintu yang tertutup rapat, jantung Mark berdebar kencang. Ia langsung mendobrak pintu itu, tetapi tenaganya sudah terkuras habis.Stefene yang datang membawakan kunci segera membuka pintu, saat pintu terbuka mata Mark langsung tertuju pada Bella yang terbaring meringkuk di lantai.Mark berlari cepat mendekatinya. Ia berusaha membangunkan Bella dengan suara seraknya, “Bella, bangun ….?”Gadis itu tak kunjung membuka matanya. Tubuh Mark bergetar, ia langsung saja menggendong Bella membawanya ke rumah sakit.“Siapkan mobil!” teriak Mark dengan suara bergetar.Saat di dalam mobil pun mark Kembali memanggil Bella, air matanya menetes, dadanya kembali sesak. “Bella bangun ….”Gadis ini sama sekali tak menyaut, matanya masih ter
Mark belum juga menemukan Bella, ia sudah berjalan mengelilingi gedung penginapan bahkan sudah memeriksa seluruh kamar dengan kekuatan yang ia punya. Tetapi ia tidak juga bertemu dengan Bella.Mark begitu frustasi sekarang, bahkan ia sudah memerintahkan pengawalnya untuk membawa Dika yang terbaring di jalan.Dika tengah pingsan di jalan, tak ada yang membantunya saat itu. Pemuda itu masih tak sadarkan diri karena dipukuli oleh Mark.Saat pengawal membawa Dika dalam keadaan tidak sadarkan diri, Mark mendekati Dika. Ia memaksa Dika untuk bangun dengan pukulan sekali lagi, “Bangun, brengsek! Udah cukup waktu istirahat lo!”Dika membuka matanya perlahan, ia tersenyum setelah itu. “Lo nggak ketemu Bella?”Mark menatap Dika sisnis, ini mencengkram kerah baju pemuda itu dan berkata , “Bilang sama gue, di mana Bella, brengsek!”Bukannya menjawab, Dika kembali tertawa. Ia mendekati Mark dengan langkah lunglainya, “Gue nggak akan ngasih tahu lo di mana Bella.”Dika kembali tertawa melihat kepal
Mark meminta pengawalnya untuk mencari keberadaan Bella, pasalnya hingga malam tiba gadis itu tak kunjung kembali membuat Mark khawatir padanya.Di tengah kekhawatirannya, Daniel mendatanginya. Pemuda itu bertanya, “Kenapa, lo kayaknya bingung banget?”Mark mengangguk, ia menceritakan bahwa Bella menghilang sejak ia keluar di siang hari. “Bella belum pulang ke penginapannya, dia terakhir keluar tadi siang.”Mendengar itu, Daniel langsung mengeluarkan ponselnya menelpon gadis itu. Hingga deringan ketiga, gadis itu tidak menjawab ponselnya. “Nggak diangkat.” Ucap Daniel pelan.Mark mengangguk, ia juga sudah menelpon Bella sedari tadi, tetapi gadis itu tidak mengangkatnya. Pikiran Mark semakin ke mana-mana, takut-takut terjadi sesuatu pada gadis itu.Mark mendatangi Stefene yang baru tiba, pria dewasa itu tadi keluar untuk mencari Bella, “Gimana, kamu tahu ke mana Bella, Stefene?”Stefene menggeleng lemah, “Maafkan saya, tuan muda nona Bella belum juga ditemukan.”Mark memijat keningnya,
Mark yang menatapnya terus menerus membuat Bella mengalihkan pandangannya. Mark berkata pelan, “Daniel suka sama kamu, kenapa nggak coba pacaran aja sama dia?”Bella sudah menduga jika Mark akan berkata seperti ini, jadi Bella menjawabnya dengan senyuman tipis. “Daniel udah tunangan, nggak mungkin aku iyain dia.”Mata mark Membelalak, “Kalau dia nggak tunangan, berarti kamu mau sama Daniel?”Ucapan Mark membuat Bella memukul lengan pemuda itu pelan, pipinya bersemu merah ia sangat malu sekarang. Mark masih saja terbahak menertawakannya.“Jadi kamu beneran suka sama Daniel?”Pertanyaan dari Mark membuat Bella diam, ia tidak tahu apa jawabannya karena sejujurnya ia tidak mengerti perasaannya sendiri. Saat ia bersama Daniel akhir-akhir ini, ia merasa tenang. Jantungnya berdetak dengan stabil.Namun perasaan itu sama ketika ia bersama Mark, ia pun merasakan ketenangan.Tapi ada yang berbeda, ketika Bella bersama Dika hanya ada perasaan marah di dadanya. Seolah Bella muak pada pemuda itu.
Saat sore tiba, semua murid Lit High School menuju ke pantai menikmat senja di sore hari. Bella berjalan beriringan bersama Mark, tak lupa kepada Stefene, Elard, dan pengawal ikut serta. Hal itu membuat mereka manatap Bella secara terang-terangan.Dalam hati mereka beranggapan bahwa itu semua hanya untuk penjagaan Mark, kekasih Bella. Dengan jelas Bella dapat mendengar mereka membicarakannya bahwa ia hanya memanfaatkan Mark saja.Mark yang sadar itu menatap mereka tajam, Bella langsung menggelengkan kepalanya. Ia tidak ingin ada keributan apapun.Mark berjalan mendahului Bella, ia bersikap seolah kesal pada sikap gadis itu yang hanya menerima saja, bukannya marah dan menjelaskan semuanya.Mark tidak mengerti mengapa Bella masih saja merahasiakan siapa dirinya sebenarnya. Jika mereka tahu bahwa Bella adalah putri dari Wilson, mereka tidak akan memberikan penghinaan pada gadis itu.Rasanya Mark ingin sekali berteriak mengumumkannya, tetapi ia menahannya. Ia tidak ingin membuat Bella mar
Bus sudah berhenti, semua murid sudah turun dari bus. Bella dengan semangat menggandeng lengan Mark, gadis itu tersenyum senang, “Mark, kita udah sampe.”Mark mengangguk, ia sendiri tidak tahu mengapa Bella begitu semangat padahal sebelumnya gadis itu muntah beberapa kali. Tak jauh berbeda dengannya, ia tidak muntah, tetapi tubuhnya begitu lemas.Mark menatap Elard, “Kepalaku pusing.” Katanya.Elard segera memapah tubuh Mark, sedang Bella yang melihat itu mengikuti pemuda itu dari belakang. “Mark, kamu nggak papa? Mau ke rumah sakit sekarng?”Mark menggeleng pelan, “Nggak perlu, aku istirahat aja.”Bella mngerucutkan bibirnya, ia pun mengangguk.Stefene sudah menyiapkan penginapan, jadi Bella dan Mark menuju ke penginapan. Sedangkan teman-teman sekolahnya, mereka juga beristirahat di penginapan yang sudah disediakan oleh sekolah.“Kamu bener-bener nggak papa? Kalau mau ke rumah sakit nggak papa, Mark.” Pemuda itu menggeleng pelan.“Nggak papa, aku cuma perlu istirahat aja. Lagi pula k
Karya wisata tepat dilakukan hari ini. Bella sudah bersiap pagi-pagi sekali, senyuman manis di wajahnya tak pernah sekali pun pudar. Ia begitu menawan.Saat ia keluar dari kamarnya, Mark sudah menantinya di depan pintu. Tidak hanya pemuda itu saja, melainkan Elard dan Stefene pun turut menyertainya.Senyuman Bella memudar, ia menatap mereka bergantian. Lalu mendengus kesal karena kenyataannya ia akan pergi karya wisata bersama Mark, Elard, Stefene, dan beberapa pengawal.Itu adalah pesan dari neneknya kemarin bahwa jika tetap ingin pergi, maka Bella harus ditemani oleh Stefene dan pengawal. Bella setuju, akan tetapi Mark merengek untuk tetap ikut bersamanya. Pada akhirnya, Elard diikut sertakan untuk menjaga kesehatan pemuda itu.Sebelum pergi, Bella berpamitan pada neneknya. Wanita tua itu mengangguk, ia sudah memerintahkan pengawal untuk menyiapkan mobil yang nyaman selama perjalanan. Dalam hati Bella kesal, ia ingin naik bus bersama teman-temannya. Tetapi ia hanya bisa menuruti, ia