Bella bergabung bersama teman sekelasnya. Ia mendudukkan diri di paling pojok agar tidak mengundang perhatian banyak orang.
Dika yang pertama kali menyadari kehadiran Bella langsung saja berkata, "Punya nyali gede lo dateng setelah kejadian di sekolah?"
Semua pasang mata teman sekelasnya menyorotnya terang-terangan. Gerry langsung membuka suara, "Nih, Tar temen lo udah dateng telat, pake baju biasa lagi. Nggak ngehargai yang punya acara aja!"
Sennie tidak menghiraukan perkataan Gerry. Fokusnya menatap kado yang Bella bawa, "Bawa apa lo, Bel?"
Tari menatap Bella marah, "Kenapa kamu nggak sopan banget sih, Bel? Dateng telat biar apa sih? Kan aku udah bilang, kalo nggak punya dress aku beliin!"
Bella merasa bersalah, "Maaf, Tari..."
Tari mencoba sabar, ia tidak ingin menghancurkan mood-nya karena gadis yatim piatu seperti Bella."Yaudah, mana hadiah aku!"
Bella berjalan mendekat kearah Tari, jemari lentiknya menyerahkan kado yang sudah dipersiapkan oleh Thomas. Bella juga penasaran, apa isinya."Ini, Tari. Sekali lagi maafin aku ya..."
Tari mengambil dengan kasar kado dari Bella. Langsung saja Tari membuka bungkusannya, dan memandangi isi dari hadiahnya."Kamu gak salah ngasih aku ini?" Tanya Tari memastikan. Tari membuang bungkus dan melemparkan tas Chanel kesembarang arah.
Xavia yang menangkap tas itu pun menoleh kearah Bella dengan tatapan sinis, "Wow! Keren sih cewek yatim piatu kayak lo bisa dapetin tas mahal ini. Beli barang palsu dimana?"
Sennie menatap Xavia penasaran, "Lo yakin itu palsu?"
Xavia bergumam malas, "Ya iyalah palsu. Cewek yatim piatu dan miskin nggak mungkin sanggup beli tas mahal. Ya, kecuali dia main sama om-om... Beda cerita kalo gitu."
Tari menganggukkan kepalanya mengerti begitu pun dengan Sennie.
Sennie membulatkan matanya, "Jadi, Bella beneran main sama om-om?"
Bella menggelengkan kepalanya, "Aku nggak gitu, Sennie..."
Tiba-tiba saja Alfa menyaut, "Udah pasti itu, pantesan Bella punya Apartemen---”
"Serius lo?" Ucap Gerry tiba-tiba.
Alfa mengangguk mantap sambil memandang Bella rendah, "Kalo nggak main sama om-om dari mana dia dapat uang banyak? Bener 'kan, Bel?"
Bella dengan tegas menggeleng, "Nggak! Aku nggak gitu!"
Alfa memutarkan bola matanya malas, "Ngeles terus! Jujur aja kali!"
Bella menitikkan air matanya, "Kenapa kamu nuduh aku terus-terusan? Aku nggak gitu..."
Tari memandang Bella remeh, "Kalo gitu tasnya palsu dong. Secara nggak mungkin kamu beliin aku tas purse Chanel."
Tiba-tiba Xavia menanggapi, "Astaga, Bel kalo emang nggak mampu, kenapa harus beli yang palsu sih!?"
Sennie merampas tas yang dipegang oleh Xavia. "Eh, Xav ini kayaknya asli deh!"
"Serius lo?"Sennie mengangguk mantap, "Gue yakin banget! Bahan selembut ini nggak mungkin kalo palsu, kan? Mama gue juga punya tas ini, Gue pernah megang sekali dan gue inget banget rasa lembutnya!"
"Perlu gue telponin Mama gue buat mastiin?" Sennie menatap Tari meminta persetujuan.
"Ck! Udah pasti palsu, Sennie. Cewek gembel kayak dia mana mampu beli tas semahal ini, apa lagi buat aku!" Tari mengambil tas yang dipegang oleh Sennie dan melemparkannya kearah Bella.
Bella gelagapan melihat itu, ia melangkah ke samping untuk menghindari lemparan tas itu.
Bruk..!!
Lemparan tidak mengenai tubuh Bella tapi mengenai sesuatu yang ada di belakang Bella. Semua orang membelalakkan matanya dan mulai ketakutan.
Sennie pertama kali membuka suara, "Tari... aquariumnya..."
Tari yang menyadari itu pun mulai ketakutan, "Mampus! Airnya keluar semua, ikannya bisa mati."
Dika yang sedari tadi diam pun menampilkan raut ketakutan, pasalnya ikan yang ada di dalam aquarium itu adalah ikan koi yang berasal dari Jepang. "Itu ikan koi, harganya mahal banget. Setahu gue harganya miliaran!"
Tari menggigit bibirnya, "T-terus aku harus gimana?"
Dengan bibir yang bergetar, Sennie membuka suara, "Bilang papa lo, Tari!"
Tari menggeleng ketakutan, "Nggak mungkin, Sennie. Papa aku pasti marah, pesta hari ini aja udah habis banyak uang..."
"Yaudah mending semuanya nyari bantuan sebelum ada pegawai yang tahu!" Ucap Dika yang disetujui semua orang.
Semua orang mulai sibuk menelpon sana sini, sudah 15 menit berlalu tapi belum menemukan solusi.
"Ini semua salah aku..." Ucap Tari sendu.
Xavia langsung memegang tangan Tari,"Nggak, Tari. Ini bukan salah lo, tapi dia!" Ucap Xavia menunjukkan tangannya ke arah Bella dengan penuh kebencian.
"Aku...?" Ucap Bella menunjukkan dirinya.
Xavia menjambak rambut Bella kasar, "Iyalah siapa lagi? Harusnya lo nggak usah datang dan bawa hadiah palsu! Kalo gue jadi Tari juga bakal lempar tu tas!"
Mendengar ada keributan, seorang pegawai datang membuat semua orang semakin panik.
"Astaga! Siapa yang sudah memecahkan Aquariumnya?" Semua orang hanya diam tidak berani menjawab.
"Kenapa diam saja, ayo jawab siapa pelakunya!?" Tanya pegawai itu sekali lagi.
Seketika semua orang menatap kearah Tari. Pegawai yang paham arti tatapan itu pun menuju kearah Tari.
"Jadi gadis ini pelakunya? Anda tahu ini ikan Koi asli dari Jepang. Harganya sangat mahal!""Maaf, tapi ini bukan sepenuhnya salah saya. Dia, dia yang sudah membuat Aquariumnya pecah dan membuat ikannya mati. Dia sudah membuat pesta saya hancur dan saya melemparnya dengan tas, saya tidak tahu jika dia menghindar, Pak." Semua orang mengangguk membenarkan. Sedangkan Bella yang disalahkan pun mulai ketakutan.
"Saya tidak peduli siapa yang salah! Saya ingin kalian mengganti kerugian ini. Jika tidak, jangan harap kalian bisa pulang ke rumah dengan selamat!" Setelah itu pegawai itu pun pergi.
Xavia langsung menjambak rambut Bella lagi, "Ini semua gara-gara lo! Kita semua dipermaluin gara-gara cewek yatim kayak lo! Sialan!"
Dika yang melihat itu pun menghentikan jambakan yang diperbuat oleh Xavia. "Xav, lepasin!"
Xavia menatap Dika heran, "Kenapa sih? Lo mau belain dia yang jelas-jelas udah bikin kita malu?! Gila lo, Dik!"
"Gue nggak suka ada orang lain yang jambak mainan gue!" Ucap Dika datar.
Xavia melepaskan jambakkannya dengan kasar setelah diperingatkan oleh Dika.
”Keluarin uang tabungan kalian, mau nggak mau kita harus ganti kerugiannya." Ucap Alfa final dan membuat orang mendengus. Mereka tentu saja keberatan.
"Bukan salah gue, kenapa gue yang harus ganti rugi?!" Ucap Sennie dan disetujui oleh semua orang.
"Gue juga ogah ngeluarin uang gue!" Ucap Xavia ikut-ikutan.
"Rev, Ndra, Al! Keluarin tabungan kalian!" Perintah Dika dengan raut datar.
Mereka hanya menurut saja dan mengeluarkan kartu ATM mereka masing-masing.
"Gue barusan liat di Internet kalo harganya 20 miliaran." Semua orang yang ada di ruangan itu pun membelalakkan matanya.
"Gila, tabungan gue aja nggak sampai 100 juta!" ucap Gerry tiba-tiba.
Gerry membereskan barang-barangnya dan berdiri menatap mereka satu per satu, "Gue mau pulang. Dalam hal ini nggak ada sangkut pautnya sama gue!"
"Gerry!" Bentak Dika marah. Semua orang mulai ketakutan, mereka mulai bersiap-siap untuk pulang.
Alfa baru menyadari jika Bella tidak ada diantara mereka, "Tunggu! Kemana cewek yatim piatu tadi?"
Setelah mendengar perkataan Alfa, mereka mulai menatap satu sama lain. Dan benar saja tidak ada Bella diantara mereka.
"Selain yatim piatu, miskin, cewek itu juga pengecut. Dia malah kabur, sialan!"
Di sisi lain, Bella menepi agar tidak ada yang curiga. Ia mulai menekan angka dan menelpon seseorang, "Thomas... tolong aku. Temanku tidak sengaja memecahkan aquarium dan membuat ikan koi mati."
"Baiklah, Nona saya akan mengurusnya. Jangan khawatir!"
Setelah selesai Bella kembali dimana pesta diadakan. Tapi, semua orang sudah tidak ada, hanya tersisa Alfa, Dika, Revan, dan Andra.
"Dari mana lo?" Ucapan sinis dari Dika membuat Bella menundukkan kepalanya takut.
"Aku dari toilet..." Ucap Bella takut.
"Lo pikir kita percaya? Ck! Selain miskin dan anak yatim piatu, lo juga pecundang!" Bella masih menunduk takut.
Dika menatap Bella marah dan menjambak rambut Bella dengan kasar,
"Jawab! Dari mana lo?"
"Aku dari toilet, Dika..."
"Bohong! Gue udah meriksa semua toilet deket sini tapi nggak ada lo!" Dika melepaskan jambakkanya dengan kasar.
"Al, anter dia pulang!" setelah itu Dika meninggalkan mereka. Tapi, langkahnya terhenti mendengar perkataan Alfa.
"Pulang sendiri! Ogah gue bareng pecundang nggak tahu diri!"
Setelah itu keempat lelaki itu meninggalkan Bella sendirian. Benar-benar sendiri.
Bella masih memegangi kepalanya. Rasanya masih sangat sakit.
Baru saja Bella melangkahkan kakinya ke dalam kelas orang-orang langsung menyindirnya sinis.Bella berjalan menuju ke mejanya namun langkahnya dihadang oleh Xavia. Bella terjembab ke depan seperti sujud di hadapan Tari.Orang-orang tertawa melihat Bella seperti itu. Bahkan ada yang memvideokan untuk dibagikan di halaman situs Lit High School.Bella hanya menahan tangis, ia tidak ingin dianggap lemah hanya diperlakukan seperti ini.Xavia menarik rambut Bella untuk memaksanya berdiri, "Denger cewek pecundang! Bisa-bisanya perbuatan lo kemarin bikin kita malu! Lo udah hancurin pesta ulang tahun Tari, dan lo masih berani nampilin wajah lo pagi ini!?"Bella menegakkan kepalanya dan menatap Xavia dengan deraian air mata karena sudah tidak tahan, jambakkan dirambutnya sangat sakit, "Sakit, Xavia... Apa salah aku...?"Xavia mendelikkan matanya dan menarik rambut Bella dan membenturkannya ke tembok kelas, "Apa salah lo...? Lo
Jari-jari Daniel bergerak menyapu wajah Bella. Air mata Bella kembali mengalir dengan deras. Daniel dengan cekatan menghapus air mata yang mengalir,"Jangan nangis, Bella. Ada gue...""Mau peluk?" ucap Daniel menawarkan dan membawa kepala Bella pada pundaknya."Nggak, Daniel... makasih."Bella menghela napas. Ia menegakkan kepalanya dan berdiri sambil menatap langit. Cuaca sudah cukup terik karena sudah pukul 10.Bella berjalan dan berdiri di pembatas rooftop sambil menghembuskan napas. Rasa sesak di dadanya belum juga berkurang. Bella memutuskan untuk kembali ke kelas karena tidak ingin membolos terlalu lama, terlebih ia adalah murid beasiswa.Daniel yang melihat Bella mulai berjalan ke pintu pun memanggil namanya,"Jangan ke kelas dulu."Bella membalikkan badannya dan tersenyum tipis, "Makasih, Daniel udah ngekhawatirin aku, tapi aku mau ke kelas sekarang..."Bella melanjutkan langkahnya
Setelah meletakkan tasnya di meja, Bella berniat ingin membaca buku di perpustakaan. Sepertinya ia sedikit terlambat, walaupun sudah berangkat pagi pasti kursi di perpustakaan sudah penuh.Dan benar saja, setelah Bella melangkahkan kakinya di perpustakaan, kursi sudah tidak ada yang kosong lagi. Bella langsung menuju rak buku dan mengambil buku yang ingin ia baca.Bella berdiri sambil mencari-cari kursi yang kosong, siapa tahu ada yang sudah beranjak. Bella berjalan mendekat saat ada orang yang beranjak pergi, sambil menunggu orang itu pergi dari kursinya Bella berdiri di samping meja orang lain yang sebenarnya adalah Daniel.Daniel memegang tangan Bella dan gadis ini terlonjak kaget sambil memegangi dadanya. Bella akhirnya tahu jika Daniel yang memegang tangannya. Lelaki ini tersenyum tipis dan Bella membalasnya."Silahkan." Daniel berdiri mempersilahkan Bella untuk menduduki kursinya.Bella menggeleng pelan karena sudah mendapatkan kursi, "Ak
Bella berjalan sambil menunduk, rambutnya yang masih berantakkan ia biarkan saja. Koridor sedang sepi karena murid-murid Lit High School sedang belajar di kelas. Bella tidak peduli lagi, hatinya sangat sakit, lebih baik Bella pulang dan menenangkan diri. Langkah Bella terhenti saat ada orang yang memanggil namanya. Bella menoleh sebentar untuk memastikan siapa yang memanggilnya. Setelah tahu, Bella melajutkan langkahnya. Bella akan menjauhi lelaki itu, Bella tidak akan pernah menampakkan wajah di hadapan Daniel lagi. Harusnya dari awal Bella sadar diri, berdekatan dengan Daniel adalah malapetaka untuk Bella. Tetapi, Bella tetap saja tidak peduli pada otaknya yang menyuruh menjauh. Dan penyesalan datang setelah kejadian hari ini. Rasa malu menyelimuti Bella, rasanya ia tidak ingin menginjakkan kakinya lagi di Lit High School. Hinaan, cacian, dan rasa sakit fisik yang Bella rasakan sudah cukup, ia tidak ingin diperlakukan seperti itu
Setelah memberikan alamatnya pada Stefen lewat Chat pribadi, lelaki yang mengaku sebagai orang kepercayaan Nenek pun sedang menunggu Bella di ruang tamu. Bella bergerak sedikit cepat karena merasa tidak nyaman berada disatu ruangan dengan seorang lelaki dewasa seperti Stefene. Bella sudah selesai bersiap-siap dan melangkahkan kakinya keluar kamar, disana Stefene sedang berbaring sambil memejamkan matanya. Bella merasa tidak enak pada lelaki itu, apalagi tadi ia sedikit membentaknya dan meluapkan emosi yang seharusnya tidak ia lakukan pada Stefene. Bella hanya berdiri sambil menunggu Stefene yang akan membuka mata dengan sendirinya, dan benar saja, tidak lama dari itu Stefene langsung berdiri dan menundukkan badan pada Bella. Bella hanya mengangguk dan langsung berjalan keluar. Stefene menuntun Bella untuk memasuki mobil yang akan membawa Bella kembali pada Keluarga Wilson. Hati Bella sedikit berdebar, tidak Bella sangka hayalan yang selama ini ia lak
Seperti yang diperintahkan oleh Nenek kemarin, mulai hari ini Bella akan menjadi President dari W’s Corporate. Hati Bella sedikit berdebar saat Nenek mulai memperkenalkan dirinya pada pegawai lain. Di pandang oleh ribuan orang tidak pernah Bella bayangkan. Ada rasa tidak percaya, tapi lebih mendominasi rasa bahagia.Nenek mengisyaratkan agar Bella berbicara, Bella yang paham itu pun mulai membuka suara dan meluruskan pandangannya seperti yang diajarkan oleh Stefene kemarin malam.“Saya adalah putri dari Bapak Andreas dan Ibu Fiona, cucu dari Nyonya Besar Wilson. Saya harap kita bisa bekerja sama untuk memajukan W’s Corporate. Silahkan nikmati pesta yang tidak terlalu mewah ini, terima kasih!”Setelah itu Bella mengelus dadanya untuk menetralkan debaran yang ada di hatinya. Nenek yang paham itu pun langsung membawa Bella pada ruangan khusus President yang ada di lantai teratas gedung W’s Corporate.Setelah tiba, pandangan Bell
Bella sedang di rumah sakit tempat Mark dirawat. Pakaian kantornya masih melekat pada tubuhnya karena setelah bekerja, Bella langsung ke Rumah Sakit tanpa pulang ke Kediaman Nenek terlebih dahulu.Bella duduk di sambing brangkar sambil menatap wajah mark yang dibaluti oleh kain kassa. Hati Bella sakit melihat keadaan sepupunya yang belum juga sadar, sekali lagi pandangan Bella mengarah kearah Mark.Bella menarik nafasnya, “Mark… aku udah pulang. Ayo bangun! Aku udah kerja sekarang, mau aku traktir nggak, Mark?”Bella mengelus tangan Mark pelan, pandangannya masih mengarah pada Mark yang tengah terbaring. Bella kembali berkata, “Mark… ayo bangun! Kamu nggak kangen sama aku, Mark? Kita udah lama nggak main bareng, ada banyak hal yang mau ceritain sama kamu…”Air mata Bella menetes melewati pipi mulusnya. Bella menghapus air matanya terlebih dahulu sebelum mengeluarkan suara kembali, “Mark… aku sering
Jalanan tidak terlalu ramai membuat Stefene leluasa mengemudikan mobil. Saat ini Bella akan berangkat ke kantor, di sampingnya ada Nenek yang tengah memainkan iPad. Bella tidak ada kegiatan, hanya menatap jalanan.Pandangan Bella menatap bus yang melaju dengan cepat bahkan memotong jalan mobil yang tengah ia naiki. Ingatannya tiba-tiba saja mengarah pada sekolahnya yang mewah. Sampai kapan Bella harus lari dari masalahnya? Bella harusnya melawan mereka.Seperti kata Daniel, Bella bukanlah seekor sapi yang terikat, Bella harus bisa melawan mereka yang merundungnya bukan malah diam saja.Bella menghembuskan nafasnya dengan kasar, Nenek yang menyadari itu pun melepaskan iPad dan menatapnya intens. Bella yang sadar itu pun menolehkan kepalanya dan mengatakan, “Ada apa, Nenek?”Nenek diam saja dan kembali melanjutkan memainkan iPad, Bella yang melihat Nenek tidak mengatakan apapun akhirnya menatap jalanan kembali. Bella jadi berpikir, jika
Kesenangan yang dilakukan oleh pria itu membuat kehidupan Bella menderita. Setiap malam, mimpi itu menghantuinya, terkadang ketika ia tengah tertidur secara tiba-tiba ia menangis.Ini sudah satu tahun berlalu sejak kejadian itu, tetapi Bella tetap tak bisa melupakan saat ia diculik, dipukul, dan dikurung. Ia trauma pada setiap orang, ia trauma ditinggal sendiri.Jadi, kehidupan Bella semakin tertutup. Ia tidak bisa berinteraksi dengan banyak orang. itu cukup mengganggunya.Ketika ia memberanikan diri untuk keluar berdiri di tengah keramaian, tubuhnya akan bergetar hebat. Tiba-tiba saja ia akan mual lalu memuntahkan isi perutnya.Bella sudah melakukan banyak cara, tapi rasanya tak ada yang bisa membuatnya sembuh melupakah kejadian itu.Bella menatap jendela kamarnya tanpa menampakkan ekspresi apapun di wajahnya, di tangannya ia tengah memegang sebuah benda tajam.Ia tidak bisa hidup dengan perasaan ketakutan yang menghantuinya setiap saat. Bella tidak bisa hidup sendiri, perasaan sepi
Ingatan hari itu begitu membuat perasaannya terpukul. Saat matanya terpejam, bayangan itu selalu hadir menemani tidurnya. Bukankah itu adalah mimpi yang menakutkan?Saat tengah malam tiba, Bella kerap sekali bangun dari tidurnya. Ia berteriak kencang, bayang-bayangan itu bagaikan monster yang akan menerkamnya kapan saja. Ia tidak akan pernah bisa melupakan itu.Suara pekikkannya membuat pria muda datang mendekapnya, bukannya hatinya merasakan ketenangan, ia justru merasakan perasaan takut yang tidak ia mengerti datang dari mana.Ia berteriak kencang, “Pergi! Jangan pukul aku. Lepasi aku, aku mohon. Aku nggak mau dikurung di sini!”Mark yang tengah bersamanya tak melepaskan pelukannya walau Bella memukul tubuh pemuda itu sebagai bentuk pemberontakkan. Mark tidak akan melepaskan ataupun menjauh, ia akan bersama Bella setiap saat menemani gadis itu hingga pulih.“Sst, tenang. Aku nggak akan mukul kamu, aku nggak akan culik kamu, dan aku nggak akan ngurung kamu. Jangan takut ….”Bella mem
Mark yang baru saja sadar langsung berlari dengan sekuat tenaga begitu mengetahui keberadaan Bella. Tubuhnya masih lemah, bercak darah segar masih menempel di bajunya. Akan tetapi Mark tidak memikirkan itu, tujuannya hanya untuk bertemu Bella saja.Saat tiba di depan pintu yang tertutup rapat, jantung Mark berdebar kencang. Ia langsung mendobrak pintu itu, tetapi tenaganya sudah terkuras habis.Stefene yang datang membawakan kunci segera membuka pintu, saat pintu terbuka mata Mark langsung tertuju pada Bella yang terbaring meringkuk di lantai.Mark berlari cepat mendekatinya. Ia berusaha membangunkan Bella dengan suara seraknya, “Bella, bangun ….?”Gadis itu tak kunjung membuka matanya. Tubuh Mark bergetar, ia langsung saja menggendong Bella membawanya ke rumah sakit.“Siapkan mobil!” teriak Mark dengan suara bergetar.Saat di dalam mobil pun mark Kembali memanggil Bella, air matanya menetes, dadanya kembali sesak. “Bella bangun ….”Gadis ini sama sekali tak menyaut, matanya masih ter
Mark belum juga menemukan Bella, ia sudah berjalan mengelilingi gedung penginapan bahkan sudah memeriksa seluruh kamar dengan kekuatan yang ia punya. Tetapi ia tidak juga bertemu dengan Bella.Mark begitu frustasi sekarang, bahkan ia sudah memerintahkan pengawalnya untuk membawa Dika yang terbaring di jalan.Dika tengah pingsan di jalan, tak ada yang membantunya saat itu. Pemuda itu masih tak sadarkan diri karena dipukuli oleh Mark.Saat pengawal membawa Dika dalam keadaan tidak sadarkan diri, Mark mendekati Dika. Ia memaksa Dika untuk bangun dengan pukulan sekali lagi, “Bangun, brengsek! Udah cukup waktu istirahat lo!”Dika membuka matanya perlahan, ia tersenyum setelah itu. “Lo nggak ketemu Bella?”Mark menatap Dika sisnis, ini mencengkram kerah baju pemuda itu dan berkata , “Bilang sama gue, di mana Bella, brengsek!”Bukannya menjawab, Dika kembali tertawa. Ia mendekati Mark dengan langkah lunglainya, “Gue nggak akan ngasih tahu lo di mana Bella.”Dika kembali tertawa melihat kepal
Mark meminta pengawalnya untuk mencari keberadaan Bella, pasalnya hingga malam tiba gadis itu tak kunjung kembali membuat Mark khawatir padanya.Di tengah kekhawatirannya, Daniel mendatanginya. Pemuda itu bertanya, “Kenapa, lo kayaknya bingung banget?”Mark mengangguk, ia menceritakan bahwa Bella menghilang sejak ia keluar di siang hari. “Bella belum pulang ke penginapannya, dia terakhir keluar tadi siang.”Mendengar itu, Daniel langsung mengeluarkan ponselnya menelpon gadis itu. Hingga deringan ketiga, gadis itu tidak menjawab ponselnya. “Nggak diangkat.” Ucap Daniel pelan.Mark mengangguk, ia juga sudah menelpon Bella sedari tadi, tetapi gadis itu tidak mengangkatnya. Pikiran Mark semakin ke mana-mana, takut-takut terjadi sesuatu pada gadis itu.Mark mendatangi Stefene yang baru tiba, pria dewasa itu tadi keluar untuk mencari Bella, “Gimana, kamu tahu ke mana Bella, Stefene?”Stefene menggeleng lemah, “Maafkan saya, tuan muda nona Bella belum juga ditemukan.”Mark memijat keningnya,
Mark yang menatapnya terus menerus membuat Bella mengalihkan pandangannya. Mark berkata pelan, “Daniel suka sama kamu, kenapa nggak coba pacaran aja sama dia?”Bella sudah menduga jika Mark akan berkata seperti ini, jadi Bella menjawabnya dengan senyuman tipis. “Daniel udah tunangan, nggak mungkin aku iyain dia.”Mata mark Membelalak, “Kalau dia nggak tunangan, berarti kamu mau sama Daniel?”Ucapan Mark membuat Bella memukul lengan pemuda itu pelan, pipinya bersemu merah ia sangat malu sekarang. Mark masih saja terbahak menertawakannya.“Jadi kamu beneran suka sama Daniel?”Pertanyaan dari Mark membuat Bella diam, ia tidak tahu apa jawabannya karena sejujurnya ia tidak mengerti perasaannya sendiri. Saat ia bersama Daniel akhir-akhir ini, ia merasa tenang. Jantungnya berdetak dengan stabil.Namun perasaan itu sama ketika ia bersama Mark, ia pun merasakan ketenangan.Tapi ada yang berbeda, ketika Bella bersama Dika hanya ada perasaan marah di dadanya. Seolah Bella muak pada pemuda itu.
Saat sore tiba, semua murid Lit High School menuju ke pantai menikmat senja di sore hari. Bella berjalan beriringan bersama Mark, tak lupa kepada Stefene, Elard, dan pengawal ikut serta. Hal itu membuat mereka manatap Bella secara terang-terangan.Dalam hati mereka beranggapan bahwa itu semua hanya untuk penjagaan Mark, kekasih Bella. Dengan jelas Bella dapat mendengar mereka membicarakannya bahwa ia hanya memanfaatkan Mark saja.Mark yang sadar itu menatap mereka tajam, Bella langsung menggelengkan kepalanya. Ia tidak ingin ada keributan apapun.Mark berjalan mendahului Bella, ia bersikap seolah kesal pada sikap gadis itu yang hanya menerima saja, bukannya marah dan menjelaskan semuanya.Mark tidak mengerti mengapa Bella masih saja merahasiakan siapa dirinya sebenarnya. Jika mereka tahu bahwa Bella adalah putri dari Wilson, mereka tidak akan memberikan penghinaan pada gadis itu.Rasanya Mark ingin sekali berteriak mengumumkannya, tetapi ia menahannya. Ia tidak ingin membuat Bella mar
Bus sudah berhenti, semua murid sudah turun dari bus. Bella dengan semangat menggandeng lengan Mark, gadis itu tersenyum senang, “Mark, kita udah sampe.”Mark mengangguk, ia sendiri tidak tahu mengapa Bella begitu semangat padahal sebelumnya gadis itu muntah beberapa kali. Tak jauh berbeda dengannya, ia tidak muntah, tetapi tubuhnya begitu lemas.Mark menatap Elard, “Kepalaku pusing.” Katanya.Elard segera memapah tubuh Mark, sedang Bella yang melihat itu mengikuti pemuda itu dari belakang. “Mark, kamu nggak papa? Mau ke rumah sakit sekarng?”Mark menggeleng pelan, “Nggak perlu, aku istirahat aja.”Bella mngerucutkan bibirnya, ia pun mengangguk.Stefene sudah menyiapkan penginapan, jadi Bella dan Mark menuju ke penginapan. Sedangkan teman-teman sekolahnya, mereka juga beristirahat di penginapan yang sudah disediakan oleh sekolah.“Kamu bener-bener nggak papa? Kalau mau ke rumah sakit nggak papa, Mark.” Pemuda itu menggeleng pelan.“Nggak papa, aku cuma perlu istirahat aja. Lagi pula k
Karya wisata tepat dilakukan hari ini. Bella sudah bersiap pagi-pagi sekali, senyuman manis di wajahnya tak pernah sekali pun pudar. Ia begitu menawan.Saat ia keluar dari kamarnya, Mark sudah menantinya di depan pintu. Tidak hanya pemuda itu saja, melainkan Elard dan Stefene pun turut menyertainya.Senyuman Bella memudar, ia menatap mereka bergantian. Lalu mendengus kesal karena kenyataannya ia akan pergi karya wisata bersama Mark, Elard, Stefene, dan beberapa pengawal.Itu adalah pesan dari neneknya kemarin bahwa jika tetap ingin pergi, maka Bella harus ditemani oleh Stefene dan pengawal. Bella setuju, akan tetapi Mark merengek untuk tetap ikut bersamanya. Pada akhirnya, Elard diikut sertakan untuk menjaga kesehatan pemuda itu.Sebelum pergi, Bella berpamitan pada neneknya. Wanita tua itu mengangguk, ia sudah memerintahkan pengawal untuk menyiapkan mobil yang nyaman selama perjalanan. Dalam hati Bella kesal, ia ingin naik bus bersama teman-temannya. Tetapi ia hanya bisa menuruti, ia