“Aku menyukaimu, Sandra.”
Aku mengangkat pandangan ku dari piringku dan mengamati keadaan restoran tempatku berada sebelum menatap pria yang duduk di seberangku. Sepasang mata yang gelap dan menenangkan milik Gregory Adler menatapku balik dan tidak mengalihkan pandangannya sedikitpun.
Greg memiliki wajah yang kuat dan tampan dengan rambut cokelat yang di potong rapi, mata yang nyaris hitam, dan mulut yang tegas dan sensual. Kulitnya yang putih dengan sedikit undertone kuning. Dia hanya tiga tahun lebih tua dariku, dua puluh lima atau dua puluh enam mungkin, tapi dia memiliki sejenis ketenangan tersendiri di sekitarnya, sikapnya yang selalu terang-terangan, dan kepercayaan diri dalam setiap suaranya membuatnya terlihat jauh lebih tua.
Sarah lah yang mengenalkanku padanya. Dia dan Sam … mereka tidak benar-benar membicarakan apa yang terjadi seminggu yang lalu di klub (aku lebih suka berpura-pura kalau itu tidak pernah terjadi), ta
Aku tidak banyak tidur tadi malam, aku hanya berguling dan menendang selimutku, dan bangun di pagi harinya merasa lelah dan frustrasi tapi dengan amarah membara di pembuluh darahku. Aku ingin menghapus Dean Giovanni West dari pikiranku.Dr. Cordelia Wilson adalah wanita setengah abad dengan mata cokelat yang cerdas dibingkai kacamata tipis. Kantornya didekorasi dengan penuh citarasa tapi juga bisa menghadirkan perasaan nyaman seolah aku berada di rumahku sendiri. Aku langsung merasa lebih tenang ketika dia tersenyum padaku dan mengundangku untuk duduk.Untuk setengah jam, dia hanya mendengarkanku tanpa menyela sedikitpun ketika akau menceritakan apa yang aku alami. Aku memberitahunya semuanya. Tidak akan ada gunanya untuk mencari pertolongan psikologis kalau kau tidak berniat untuk jujur sepenuhnya, dan saat ini aku sangat membutuhkannya.Wajah Cordelia sedikit simpati ketika aku menjelaskan masalahku, tapi aku malah kecewa sekaligus bingung, dia tidak dengan ce
Aku mengambil napas dalam.“Maaf,” Kataku, meringis. “Hanya saja … yeah, aku pernah terpikir … tapi aku … dia … kita … aku selalu tahu kalau hubungan kita tidak akan sampai sejauh itu. Dia bukanlah pria yang aku inginkan. Ayahku mungkin menyukainya: dia pintar, perhatian, dan dewasa. Tapi aku selalu merasa kita asing satu sama lain, seolah hanya seks yang membuat roda hubungan kita berjalan, dan aku tidak menginginkan itu untuk anakku di masa depan. Aku ingin cinta. Aku ingin suami yang perhatian dan menyayangiku. Seseorang yang akan menjagaku.” Aku merasakan gelombang rasa malu yang besar setelah aku mengatakannya. Sekarang dia mungkin menebak kalau aku memiliki daddy kink di atas kelainan orgasmeku.Great.“Kau bilang tadi kalau kau berkencan dengan seseorang,” Katanya.“Semacam itu,” Kataku, lega dengan perubahan subjek pembicaraanya. “Greg. Dia l
“Apa kau yakin kau bukan?” Aku bergumam. “Jika aku paham dengan jelas, hubungan seperti sugar daddy/sugar baby tidak semuanya harus seksual.”Senyum Greg meredup. “Aku yakin,” Katanya, dengan sedikit penekan keras di suaranya. “Jack tidak tinggal denganku karena uangku. Aku keluarganya.”“Maaf,” Kataku, mencoba untuk tidak menunjukkan keterkejutanku. Ini pertama kalinya Greg menunjukkan ketegasannya padaku dan bukannya lembut dan penuh pengertian. “Aku bertanya karena dia tidak terlihat senang bertemu denganku. Dia terlihat … sedikit terancam.”Greg menghela napas, mengusap wajahnya beberapa kali. “Jack itu anak yang insecure. Dia berpikir kalau aku akan membuangnya kalau aku hidup berkeluarga.” Dia menatapku tepat di mata. “Dia salah. Dia tidak akan kemana-mana, tidak peduli apa yang dikatakan orang lain.”Petunjuk diterima.Aku memaksak
Sebelum aku bisa engatakan apa-apa, ada suara mobil mendekat lalu berhenti.Seluruh wajah Jack menyala dengan kegembiraan, matanya berkilau. Aku tidak perlu menebak siapa yang baru saja datang.“Greg!” Jack meloncat berdiri dan berlari ke arah pria yang sedang keluar dari mobilnya. Dia tersandung, kakinya yang panjang mengingatkanku akan bayi jerapah.Greg melepaskan kacamatanya dan tersenyum, dia membuka lengannya bersamaan dengan Jack yang menubruknya dengan kekuatan seperti linebacker lalu memeluk pria yang lebih tua itu dengan penuh antusias.“Oke, kau tidak terlihat seperti kau baru saja menghancurkan rumahku,” Kata Greg, menarik diri untuk melihat Jack. “Apa kau bertambah tinggi saat aku pergi? Kalau kau terus begini, sebentar lagi kau akan lebih tinggi dariku.”“Aku merindukanmu!” Kata Jack, memberikan Greg pelukan lagi.Senyuman lembut terukir di bibir Greg yang sensual. Dia me
Keesokan harinya aku berusaha membuat janji dengan penata rambut langgananku untuk mencoba membuat warna rambutku lebih merah lagi untuk peran yang akan aku mainkan. Jadwalku mengatakan kalau aku akan mulai proses pengambilan gambar minggu depan dan aku harus sampai di LA hari minggu yang mana itu berarti empat hari lagi, tapi penata rambut yang aku maksudkan tidak membalas pesanku sama sekali. Aku memilih untuk mengeluarkan koperku, yang mana tidak terlalu besar dan mulai untuk memilih barang yang akan aku bawa, ketika bel pintuku berbunyi.“Cassandra Prince?” Kata suara beraksen yang tidak familiar. “Hai, aku Luke Winslow. Kau tidak mengenalku, jelas sekali. Tapi, wow, kau lebih cantik secara langsung. Omong-omong, hai, senang bertemu denganmu.”Mulutku terasa mengering. “Aku tidak mengerti, kau seharusnya tidak di sini.”“Yeah, aku tahu. Aku hanya mencoba peruntungan saja.”“Dengar, aku tidak punya
Dua belas jam kemudian, aku duduk di depan televisi, wajahku terkubur di telapak tanganku, frustrasi, amarah, dan takut bergejolak di dalam perutku setelah aku kalah dengan diriku dan membuka isi amplop yang berisi flashdisk tentang apa yang Luke amati seminggu ini.Aku kewalahan dengan pikiranku sendiri. Aku berharap aku bisa mengabaikan ini, kalau setelah penculikan itu aku bisa kembali ke kehidupan lamaku sebelum aku datang ke Ellona dengan cepat dan tanpa rasa sakit – aku tidak memiliki niatan untuk berurusan dengan Dean atau krisis mentalnya lagi – tapi semua itu lebih mudah saat dikatakan saja dan bukannya benar-benar melakukannya. Deanlah yang tidak menginginkan aku dan aku tidak akan hidup di dalam bayangan kalau suatu hari dia akan menyadari kalau dia menginginkanku.Sudah jelas sekali kalau aku juga tidak mau berurusan dengan Vincent dan gerombolannya. Mereka membuatku merinding apalagi Xavier. Dia mengerikan, dan aku tidak ingin bertemu dengannya
Cafénya sunyi dengan anak-anak sekolah sudah mulai libur untuk spring break, mereka yang biasanya mengunjungi area di sini semuanya sudah pergi untuk menikmati liburan mereka. Aku duduk di pojokan yang biasanya aku tempati jika jadwalku tidak begitu padat, menikmati suasana sambil meminum teh coklat mint yang hangat. Rasanya seperti peppermint yang segar, kaya akan rasa dan creamy secara bersamaan, sesuatu yang membuat Sarah meringis.Memikirkannya, aku jadi teringat saat terakhir kali aku dan Sarah kesini, dia masih mencoba menjodohkanku, good times. Aku menatap ke arah jam terdekat dan menghela napas. Mungkin Dean tidak akan dating. Aku bahkan tidak yakin apakah aku ingin bertemu dengannya. Aku tidak mendapatkan kabar apapun darinya semenjak telepon seminggu yang lalu, dan aku menghabiskan seluruh waktuku berkerja memikirkannya, yang membuatku banyak mendapatkan teriakan dari sutradaraku, mungkin lebih banyak dari apa yang aku dapatkan dala
Tiba-tiba aku merasa ruangannya menjadi sunyi senyap ketika Dean berjalan memasuki café dan berjalan ke arahku. Aku melihatnya seperti pertama kali aku melihatnya, pria yang luar biasa seksi yang menyebalkan yang membuatku ingin memukul dan menciumnya secara bersamaan. Harapan muncul begitu saja setelah aku bicara dengan Xavier. Aku bukan remaja yang mementingkan ego atau gengsiku, jika adalah sedikit saja celah di hatinya untukku, aku akan memperjuangkannya. Aku sudah memutuskan kalau dia adalah satu-satunya untukku.“Kau terlihat berbeda,” Katanya, menatapku dari seberang meja.Aku mengangkat bahuku dan menyeruput minumanku, menolak untuk menyadari kaus the devil made me do it yang aku kenakan atau jeans robek yang melekat di kakiku dengan ketat atau makeupku yang tegas. Ini adalah penampilanku untuk menyamar di tengah-tengah keramaian, karena kacamata dan topi baseball tidak pernah benar-benar berhasil. Sejauh ini berpenampilan s
“Apa aku sudah bilang padamu kalau aku akan menikmati waktuku membuka gaun ini nanti?” Dean berbisik di telingaku saat kita berdansa dengan iringan “perfect” dari Ed Sheeran. Setelah upacara ikrar janji selesai, atrium dari Pazzo’s telah diubah menjadi surga romantis dengan lampu-lampu berkilauan, dimana kita semua memakan makanan terbaik dan wine teratas, dan sekarang aku berdansa dengan pacarku di lantai dansa.Aku tersenyum di samping pipinya. “Apa itu karena kau menyukai apa yang aku pakai atau karena kau membencinya?”“Aku tidak akan pernah bisa membenci apapun yang kau pakai, apalagi kalau kau tidak memakai apapun. Percaya padaku.”Klasik Dean. Aku memakai gaun a-line berwarna biru langit dengan garis leher yang rendah, atasan korsetku disulam dengan kristal dan payet yang dengan alami memudar ke rok tulle yang memiliki celah paha yang tinggi.Diseberang lantai dansa, aku melihat pasangan yang baru saja menikah berdansa dan tersenyum, tidak mempedulikan fakta kalau Alby adalah
Waktu terasa aneh setelah itu. Beberapa menit setelah Dean muncul di depan pintuku waktu terasa terus berjalan maju sementara aku tidak bergerak sama sekali. Aku tidak ingat bagaimana aku bisa kembali duduk di sofaku tanpa jatuh dan mencium lantai. Aku tidak tahu sudah berapa kali aku mendengar Dean memanggilku tapi aku terus menatapnya seolah aku takut kalau yang aku lihat ini hanyalah mimpi, atau halusinasi, atau seseorang memasukkan halusinogen paling kuat ke dalam saluran udaraku dan aku sudah menghirupnya sepanjang malam dan efeknya baru terasa sekarang.Hei, setelah semua yang aku alami aku tidak akan mengabaikan pilihan terakhir itu.“Babe,” Panggilan itu akhirnya mengeluarkanku dari lubang yang aku ciptakan sendiri.Babe, huh? Aku menyukainya.Ketika aku akhirnya memperhatikannya, dia tersenyum. Senyum yang jarang sekali dia tampilkan dan rasa rindu yang melandaku seolah berubah menjadi gelombang tsunami yang berkali-
“Apa hanya aku yang merasa kalau semua ini terasa mengerikan. Coba biar aku ulang lagi.” Aku memutar mataku, mengingat kejadian yang sama persis pernah terjadi padaku. Cahaya matahari terbenam menembus jendela kacaku dan aku menikmati kehangatannya di sofa dengan popcorn dan Netflix di televisi.Ayahku tidak salah. The deja vu is real.“Kau ingin aku menjadi pasanganmu, lagi? Di pernikahan Albert pula?” Aku mendengar ayahku menghela napas. “Aku sudah terlalu tua untuk ini.”“Ayolah, dad. Ini tidak seperti kita melakukan ini setiap hari. Apa aku perlu mengingatkanmu kalau aku akan terlihat seperti daging segar di sana jika aku datang sendirian.” Aku tahu kalau trik yang sama tidak akan berhasil. Aku memutar otakku mencoba memikirkan strategi yang bisa membuat ayahku luluh dengan permintaanku, karena ini hanya lewat telepon aku tidak bisa memberikannya puppy eyes. Lalu ide bagus melintas. “Kau
LIMA TAHUN KEMUDIANLos AngelesPonselku berdering begitu aku memasuki elevator. Aku berniat untuk mengabaikannya ketika aku melihat siapa yang menelponku, tapi hingga aku sampai di lantai apartemenku Sarah belum akan menyerah sampai aku menjawabnya.“Hai, Sarah. Bagaimana keponakan kesayanganku?” Sapaku.“Some friend you are,” Balas Sarah dengan kesal. “Mentang mentang karirmu semakin menanjak kau jadi jarang menelponku dan ketika kau menjawab kau langsung menanyakan kabar Henry dan bukannya kabarku.”Aku tertawa sambil berusaha membuka pintu apartemenku. Sarah memang penuh dengan omong kosong, aku hanya sekali pernah tidak menjawab teleponnya karena aku berada ditengah-tengah set dan aku tidak sadar kalau aku meninggalkan teleponku ada di trailer sampai proses syutingnya selesai. Aku juga tidak bisa menolong diriku sendiri kalau Henry – anaknya yang sekarang sudah berumur 4 tahun – adalah makhluk paling menggemaskan di dunia ini.“Kau tahu aku lebih mencintainya daripada kau,” Balas
Pukul dua belas tepat.Aku berdiri di depan gerbang masuk taman, dekat dengan air mancur yang besar, merinding karena udara dingin yang menembus jaketku. Aku menendang kerikil di dekat kaki hanya karena aku ingin menghabiskan waktu. Namun, Luke memiliki cara yang berbeda untuk menghabiskan waktunya. Dia mengisi pistolnya dan mematikan pengamannya. Yeah, aku tentang pistol karena setengah bagian dari karirku adalah berakting menggunakan pistol. Perbedaannya adalah milikku tidak berisi peluru. Aku merinding melihat mendengar suara peluru memasuki pistolnya dan semakin takut lagi jika dia terpaksa menggunakannya.“Aku ingin bilang kalau aku berterima kasih padamu. Sungguh, aku tidak akan bisa melakukan ini tanpamu.” Katanya setelah menyembunyikan pistolnya di balik punggungnya.“Apa senjata itu benar-benar diperlukan? Kau bisa mempercayai Dean.” Kataku menunjuk pada pistol yang dia sembunyikan.“Tidak ada salahnya selalu berhati
Sore harinya aku bertemu dengan Sarah di rumahnya, karena dia yang selalu mewajibkanku untuk mengunjunginya setiap kali aku pulang ke Florida. Seolah aku tidak pernah mengunjunginya. Ketika aku sampai di rumahnya, aku langsung masuk dan menyamankan diriku sendiri di sofa ruang tengahnya seperti yang biasa aku lakukan jika berkunjung ke rumanya. “Well, kurasa beberapa hal memang tidak pernah berubah.”Aku berbalik, mataku membelalak ketika aku melihat Sarah. Rambutnya sekarang berwarna platinum yang terang dengan guratan pink dan biru di sela-selanya.“Kau menyukainya?” Katanya, mengibaskan rambutnya. “Maksudku kau sudah mewarnai rambutmu menyerupai stripers, akan lebih adil kalau aku mengubah rambutku juga.”Aku tertawa, menggelengkan kepalaku. “Yeah, aku bisa melihat apa yang kau maksud. Dan ini, sangat cocok untukmu.”“Benarkan? Aku juga berpikir seperti itu.” Dia menaruh kopi ya
Tiba-tiba aku merasa ruangannya menjadi sunyi senyap ketika Dean berjalan memasuki café dan berjalan ke arahku. Aku melihatnya seperti pertama kali aku melihatnya, pria yang luar biasa seksi yang menyebalkan yang membuatku ingin memukul dan menciumnya secara bersamaan. Harapan muncul begitu saja setelah aku bicara dengan Xavier. Aku bukan remaja yang mementingkan ego atau gengsiku, jika adalah sedikit saja celah di hatinya untukku, aku akan memperjuangkannya. Aku sudah memutuskan kalau dia adalah satu-satunya untukku.“Kau terlihat berbeda,” Katanya, menatapku dari seberang meja.Aku mengangkat bahuku dan menyeruput minumanku, menolak untuk menyadari kaus the devil made me do it yang aku kenakan atau jeans robek yang melekat di kakiku dengan ketat atau makeupku yang tegas. Ini adalah penampilanku untuk menyamar di tengah-tengah keramaian, karena kacamata dan topi baseball tidak pernah benar-benar berhasil. Sejauh ini berpenampilan s
Cafénya sunyi dengan anak-anak sekolah sudah mulai libur untuk spring break, mereka yang biasanya mengunjungi area di sini semuanya sudah pergi untuk menikmati liburan mereka. Aku duduk di pojokan yang biasanya aku tempati jika jadwalku tidak begitu padat, menikmati suasana sambil meminum teh coklat mint yang hangat. Rasanya seperti peppermint yang segar, kaya akan rasa dan creamy secara bersamaan, sesuatu yang membuat Sarah meringis.Memikirkannya, aku jadi teringat saat terakhir kali aku dan Sarah kesini, dia masih mencoba menjodohkanku, good times. Aku menatap ke arah jam terdekat dan menghela napas. Mungkin Dean tidak akan dating. Aku bahkan tidak yakin apakah aku ingin bertemu dengannya. Aku tidak mendapatkan kabar apapun darinya semenjak telepon seminggu yang lalu, dan aku menghabiskan seluruh waktuku berkerja memikirkannya, yang membuatku banyak mendapatkan teriakan dari sutradaraku, mungkin lebih banyak dari apa yang aku dapatkan dala
Dua belas jam kemudian, aku duduk di depan televisi, wajahku terkubur di telapak tanganku, frustrasi, amarah, dan takut bergejolak di dalam perutku setelah aku kalah dengan diriku dan membuka isi amplop yang berisi flashdisk tentang apa yang Luke amati seminggu ini.Aku kewalahan dengan pikiranku sendiri. Aku berharap aku bisa mengabaikan ini, kalau setelah penculikan itu aku bisa kembali ke kehidupan lamaku sebelum aku datang ke Ellona dengan cepat dan tanpa rasa sakit – aku tidak memiliki niatan untuk berurusan dengan Dean atau krisis mentalnya lagi – tapi semua itu lebih mudah saat dikatakan saja dan bukannya benar-benar melakukannya. Deanlah yang tidak menginginkan aku dan aku tidak akan hidup di dalam bayangan kalau suatu hari dia akan menyadari kalau dia menginginkanku.Sudah jelas sekali kalau aku juga tidak mau berurusan dengan Vincent dan gerombolannya. Mereka membuatku merinding apalagi Xavier. Dia mengerikan, dan aku tidak ingin bertemu dengannya