SMU PELANGI tak ada habisnya dirunding sebuah kasus. Padahal, satu kasus saja belum terselesaikan, tapi entah kenapa telah berdatangan kasus-kasus yang lainnya secara bergantian.
Seperti jam istirahat sekarang ini, semua penghuni sekolah tengah membicarakan desas-desus tentang kasus pencurian baru yang telah menimpa beberapa siswa. Bahkan kasus kali ini menjadi trending topic nomor satu di sekolah mereka, yang menggeser kabar tentang Wolf yang kini berada diperingkat kedua.
Bagaimana tidak? Pencurian kali ini begitu menarik, karena para korbannya hanya kehilangan beberapa alat tulis saja. Seperti; pensil, pulpen atau penghapus. Mereka semua menduga bahwa Wolf lah tersangka utamanya.
“Kira-kira siapa yang melakukannya?” Lisa angk
ALWAYS dan Arvin telah berhasil mengantongi nama-nama para siswa, yang diduga menjadi calon tersangka atas kasus pencurian baru di sekolahnya. Kini, mereka berdua telah berada di ruang siaran untuk mengumumkan nama-nama tersebut, yang akan dikumpulkannya di ruang OSIS, guna untuk diselidiki lebih lanjut oleh pak Sany. Dengan senyum semringah yang terhias di wajahnya, Awes menatap kembali kertas itu yang ada di genggamannya."Wes, jangan senyam-senyum gitu. Ayo cepetan panggilin mereka satu-satu," titah Arvin yang merasa jengah melihat sahabatnya itu hanya berdiam diri di depan mikrofon, seraya tersenyum seorang diri.Awes menyenggih. "Iya. Iya." Ia pun menyalakan mikrofon di depannya, lalu bersiap untuk memanggil nama-nama tersebut."Tunggu!" sahut seseorang tiba-tiba.Keduanya tercengung. Lalu,
PADA pagi hari ini, suasana kelas XI 1PS 3 tampak begitu sepi, tak ada satu pun siswa berwara-wiri dan ke sana kemari. Itu karena semua penghuninya tengah memiliki jadwal di ruang laboratorium komputer yang berada di lantai tiga.Namun, tak lama kemudian, Wolf dengan mengenakan jaket andalannya, mengendap masuk ke dalam kelas yang tak berpenghuni tersebut. Langkahnya surut perlahan setelah menutup pintu kembali. Menuju ke kursi di belakang kelas.Di barisan kedua sayap kiri, di sanalah dirinya berada saat ini, tengah melirik ke arah arloji pada pergelangan tangannya. “Aman,” ucapnya kemudian.Wolf duduk di sana, dengan meletakkan sebuah tas ransel yang cukup bermerk di atas meja. “Waahh … tasnya saja sudah bermerk kayak gini. Pasti di dalamnya banyak barang yang mahal-mahal, nih.” Dari balik masker, Wolf tersenyum riang. Ia mengusap kedua tangannya yang bersarung tangan, sebelum mulai membuka satu persatu ris
KOMBESPOL Adam mengamati setiap sudut-sudut kelas yang terpasang kamera CCTV di depan koridor kelas XI IPS 3 yang tampak sepi. Beralih dari sana, kini manik matanya menangkap sebuah tempat sampah yang terletak tak jauh di depannya. Ia melangkahkan kedua kakinya menuju ke sana, untuk menilik ke dalamnya.Bisa saja si pelaku dengan sengaja membuang hasil curiannya itu ke dalam tempat sampah ini. Batin Adam, ketika sudah berada di depan tempat sampah itu. Segera, ia mengambil sarung tangan di saku seragam dan memakainya. Setelah itu, merogoh isi di dalam tempat sampah itu."Lapo
SIANG telah merangkak sore. Setelah terjadinya insiden tentang kasus pencurian yang dialami oleh Raja, pihak sekolah memilih untuk menghentikan kegiatan belajar mengajar. Kendati begitu, para penghuni sekolah tak ada yang diperbolehkan untuk pulang ke rumah masing-masing, guna untuk menjalani proses interogasi yang dilakukan oleh para personel Kepolisian.Namun, sore ini hilang semua rasa panik yang mendekap seluruh siswa SMU Pelangi, karena lantaran Polisi telah menetapkan salah satu tersangka yang berasal dari kelas XI IPA 1.Kini, para penghuni sekolah cukup dibuat tak percaya dengan seseorang yang saat ini tengah dirangkul dan dibawa keluar oleh Kapolresto Kombes Adam. Orang itu ialah Yoga yang saat ini berstatus sebagai tersangka dalam kasus pencurian ini.Cowok jenius itu tampak tertunduk malu saat dirinya digiring keluar dari kelasnya oleh Adam. Pun, ia harus menutup telinganya rapat-rapat dengan kedua
Dua hari sebelum penangkapanYoga fokus mencatat dengan bolpoin yang terselip di antara jari-jemarinya, sembari mendengarkan guru yang sedang menerangkan di depan kelas. Namun, diam-diam, dengan jari tangan kirinya yang bebas, Yoga juga menyelipkan sebuah bolpoin milik teman sebangkunya. Dengan sengaja membiarkan benda itu terjatuh ke lantai dan menginjaknya.Yoga tersenyum, kemudian menundukkan kepalanya untuk dibenamkan ke dalam tangan kiri yang sudah dilipatnya di atas meja. Ia menjulurkan tangan kanan dan dengan segera mengambil bolpoin yang terjatuh untuk disembunyikan di kolong laci mejanya. Dalam sekejap, bolpoin itu telah bersarang di laci mejanya yang sudah lebih dulu penuh dengan barang-barang curian.Beruntung, teman-teman sekelasnya yang merasa telah kehilangan alat tulis mereka, tak ada satu pun yang mencurigainya, apa
WOLF berada di suatu tempat yang luas dengan dominasi ruang serba putih. Di depannya, ada beberapa ranjang yang berjejer dan saling berhadapan. Pun, tercium aroma khas obat-obatan yang begitu menyengat berasal dari ruangan ini.Wolf duduk di dekat dinding, dengan jari jemari lentiknya menari indah di atas kertas. Apalagi jika bukan menulis sebuah pesan yang ditujukan untuk korbannya.Wolf tersenyum senang setelah mengakhiri tulisannya. Ia pun kembali membaca tulisan tersebut di dalam hati. Setelah itu, ia menyeringai dan berkata, “Aku tidak menyukaimu, Monyet!”Namun, tak lama kemudian, ponselnya berdering. Ia menoleh ke arah ponselnya yang terletak tak jauh dari kertasnya. Lagi-lagi, ia tersenyum senang saat mendapati sebuah panggilan masuk dari seseorang yang sangat dikenalinya.Buru-buru ia mengangkat panggilan tersebut. Hingga tak sadar dengan apa yang telah diucapkannya. “Halo, Nyet.”
"Ayah," panggil Happy lirih."Hmmm.""Apa yang … akan Ayah lakukan, jika seandainya ... Wolf itu aku?” tanyanya begitu berhati-hati saat mengucapkan setiap kalimatnya.Adam tercengung. Sungguh, perkataan putrinya itu sukses membuat jantungnya terasa berhenti, dan membuat tubuhnya membeku di tempat. Apa yang dibilang anak itu tadi? Apa itu sebuah pengakuan darinya? Batinnya. Namun, dengan cepat Adam menepis pikiran negatifnya itu. Ia pun memilih untuk menatap Happy yang juga tengah melakukan hal yang sama.Adam tersenyum manis ke arah Happy. “Ayah nggak akan melakukan apapun. Karena Ayah percaya, kalau putri cantik Ayah ini adalah gadis yang baik.”••••
GAYANDRA mengembuskan napas beratnya, setelah membaca surat yang diberikan Wolf untuk Bobi, dari balik meja kerjanya. Ia tertunduk pilu seraya memijit kening dengan kedua tangannya. Gejolak amarahnya pun meletup hingga membuat sesak di dada. Mau sampai kapan SMU Pelangi dirunding masalah besar seperti ini terus? Bisa-bisa masalah ini akan tercium juga oleh awak media, dan sudah pasti membuat reputasi sekolah ini menurun. Dan ... hal itu tak boleh sampai terjadi.Kini, Pak Gay menatap Arvin, Awes dan Bobi yang hanya bergeming, berdiri di hadapannya. Ya, setelah mendapat laporan ada keributan di kantin tadi, ia langsung memanggil ketiganya itu untuk datang ke ruangan ini.Pak Gay mendesah pelan. “Kalian, boleh keluar!” titahnya akhirnya, setelah cukup lama menatap ketiga muridnya itu.Arvin terpegun. “Ta-tapi, Pak. Bagaimana dengan kasus Wolf kali ini? Apa saya dan Awes harus mengadakan sidak untuk para siswa?”
Dua Tahun Kemudian“Hai, mata raishuu.” (Ya, sampai bertemu minggu depan)“Hai, arigatou gozaimasu,” (Ya, terimakasih banyak) sahut seluruh mahasiswa kepada sensei yang telah memberikan ilmunya kepada mereka. Setelah itu, para mahasiswa pun segera merapikan buku-buku mereka, dan memasukkannya ke dalam tas.Begitu pula Arvin, cowok itu memasukkan semua buku-buku yang bertuliskan huruf campuran antara Kanji dan Hiragana pada sampul, yang berserakan di atas meja dan memasukkannya ke dalam tas ransel. Setelah itu, segera beranjak dari duduknya dan melangkahkan kedua kakinya keluar kelas.Setengah berlari, Arvin menyusuri koridor Kampus yang masih ramai oleh para Mahasiswanya. Sekilas, ia menilik ke arah arloji di pergelangan tangannya. Masih ada waktu satu jam untuk b
DI TERAS sebuah rumah mewah bak istana. Berjejer tiga buah motor sport ninja dengan bermacam-macam warna, seperti: merah, hitam dan biru. Pun, sebuah nomor plat unik tertempel pada motor ninja berwarna biru. Sebuah plat nomor yang bertuliskan B 390 LU.Beralih dari sana, di sebuah kamar nan luas. Puluhan miniatur sepeda motor balap tampak tersimpan rapi pada dua rak lemari dengan kaca yang melapisi. Pun, sebuah jaket berwarna hitam dengan lambang Wolf tergantung pada lemari pakaian yang terletak di sebelah kanannya. Sedangkan, sang pemilik benda-benda tersebut terduduk di atas lantai yang beralaskan karpet rasfur berbulu tebal, sembari menonton tayangan berita di TV.“Sungguh, sekarang saya menyesal. Akibat perbuatan saya pula, kini karir Mamah berada
“Tuhan tengah menghukummu dengan kacaunya perasaan. Tuhan juga tengah menghukummu, dengan berbagai cobaan. Dan, mungkin ini adalah hukuman yang pantas untukmu jadikan perubahan.”¤¤¤¤
RAJA mematut diri di depan cermin. Menyisir rambut hitam pekat, lalu memberikannya sedikit pomade. Ia tersenyum, melihat tatanan rambutnya yang saat ini telah tampak rapi. Kemudian, ia langsung mengambil jaket berwarna biru bertuliskan ‘Ojolali’ yang disangkutkan pada dinding, dan juga tas selempang hitam kecil. Setelah itu, melangkahkan kedua kakinya keluar kamar. Untuk mengawali minggu pagi, dengan mengais rezeki.“Ja! Jangan lupa matikan TV kalau mau berangkat! Mamah masih di dapur. Kemarin, mamah jenguk papah di penjara. Papah minta dimasakkan ayam goreng,” beritahu Renata dengan setengah berteriak, seraya menggoreng ayam yang telah dibumbuinya.Raja menutup pintu kamarnya. Ia menggeleng, ketika melihat TV di ruang tamu yang masih menyala tanpa ada seseorang yang menontonnya. Pemborosan. Itulah yang terpikirkan di benaknya saat ini. Ditambah lagi, acara tentang gosip selebriti yang sedang tayang, membuatnya berdecak keci
Satu bulan sebelum penangkapanDi depan meja belajarnya, jari-jemari Arvin tengah menari-nari indah di atas secarik kertas. Sebuah pesan akan rahasia besar yang selama ini ditutupi, akhirnya akan disampaikannya melalui surat yang akan diberikan oleh sang Burung Surga.Hai, apa kabarnya Burung Surgaku?Burung surga atau burung cendrawasih adalah julukan yang pantas untuk
HARI ini mendung, sedikit berangin. Awes terduduk di kursi terdepan yang merupakan milik Yoga. Satu-satunya kursi yang sudah lama tak berpenghuni, semenjak ditinggal pergi oleh sang pemiliknya.Awes menopang kepala dengan tangan kiri, seraya menatap gumpalan awan berwarna kelabu. Tak ada rasa sedih, amarah, maupun sebuah letupan emosi. Hanya rasa hampa yang saat ini menemani. Ia merenung dan mengingat kembali kebersamaan dengan kedua sahabatnya. Hingga, tak sadar jika sebuah senyum telah terbit di sudut bibir, ketika mengingat kenangan indah itu.Berbeda halnya dengan Happy yang berada di seberang kiri Awes, cewek itu tampak begitu gusar. Hampir beberapa menit ia menunggu panggilannya terangkat. Sayangnya, sama sekali tak ada tanda suara dari Arvin yang mengangkat panggilannya. Apakah sesuatu telah terjadi kepada Arvin, hingga cowok itu tak mengangkat panggilan darinya? Mendadak, Happy merasa takut sendiri.P
Lima bulan sebelumnyaDi dalam kamar nun luas, dengan dominasi cat berwarna putih, Wolf duduk di depan meja belajar, seraya memainkan sebuah bolpen yang terselip di antara jari-jemarinya. Ia tengah menatap selembar kertas yang berisikan tiga nama korban, yang sengaja diberi nama ‘My Pets’. Pasalnya, memang seluruh korbannya adalah seorang manusia yang memiliki sifat yang sama seperti binatang, yang saat ini telah dianggapnya sebagai hewan peliharaan.Bagaimana tidak? Kebanyakan dari mereka tak sedikit pun mau saling menghargai atau berbagi dengan satu sama lainnya. Bukankah, binatang saja yang tak memiliki akal dan pikiran, mau saling berbagi? Lantas, kenapa mereka para manusia yang dikarunia akal sehat malah tak memiliki hati nurani?Wolf tersenyum. Sudah ada dua nama yang ditandai dengan ceklis di samping nama para korbannya. “Arvin? Kenapa aku bisa lupa untuk memberikanmu sebuah julukan dan pesan? K
“Orang munafik selalu ingin tampak tak bersalah, selalu suka memutar balikkan keadaan, selalu ingin tampak seolah-olah bermaksud baik. Dan tak pernah ingin menghadapinya ketika berurusan dengan s
“Kamu Always, kan?”Awes menoleh ke arah tangga yang ada di samping kanan, ketika kedua telinganya mendengar suara seorang wanita yang memanggil namanya. Kini, netranya mendapati wanita itu yang sedang menuruni anak-anak tangga dengan cukup hati-hati.Wanita itu tersenyum, dan berjalan ke arah Awes saat telah menginjakkan kakinya di lantai dasar. Sedangkan Awes, mengerutkan keningnya samar. Ia merasa pernah berjumpa dengan wanita tersebut. Tapi … siapa dan di mana?Kini, Awes berusaha untuk mengingat, hingga benaknya berhasil menembus batas waktu beberapa bulan yang lalu, di mana dirinya tengah menjemput salah seorang customer-nya yang sedang hamil.“Dengan Mbak Shasa?” tanya Awes kepada seorang wanita yang sedang hamil di depannya.