Bu Anne tiba di rumah bersama Hani. Saat itu Rexa sudah ada di rumah untuk pulang sejenak mandi. Bu Anne ya g ingin memamerkan kecantikan Hani pada anaknya ingin agar Hani segera bertemu Rexa di atas kamar.
"Bu Yat, tolong siapkan kopi untuk Rexa," pinta Bu Anne.
Beberapa menit kemudian, Bu Yat datang membawa kopi sesuai selera Rexa. "Hani, kamu bawakan kopi ini ke atas untuk Rexa," kata Bu Anne. Hani terhenyak, dia masih kaku melakukan hal itu, belum pantas dan takut pada Rexa yang berwajah dingin."Tapi, Bu. Jangan ah, nanti yang ada malah menganggu Kak Rexa," tolak Hani."Ck, ini bentuk perhatian, Hani. Sudah kamu bawa, bilang ini dari Mami, sana ayo kamu ke atas," sergah Bu Anne memaksa.Hani mengambil nampan itu dari tangan Bu Anne. Dia ke atas membawa kopi itu dengan tubuh yang bergetar menahan gerogi.'Hani, jangan sampai kamu buat dia marah,' lirih Hani dalam hati
Seminggu telah berlalu, suara kicauan burung terdengar syahdu di pedesaan itu. Dusun yang lumayan rapi, tapi belum memanfaatkan tangan pemerintah. Semua masih saja tradisional terlihat, warganya pun belum mengenal apa itu gadget atau sekedar teknologi modern lainnya. Randy berjalan bersama asisten pribadinya. Dua hari dia mendata warga yang harus mendapat sembako juga perbaikan rumah agar jadi hunian layak. "Sepertinya masih ada lagi di ujung sana, Ran."
Pemakaman pak Yahya usai, Reza masih tetap bertahan memegang nisan kakeknya. Sungguh dia kehilangan sosok menuntun jalan saat dia berada di kebimbangan. Pak Doni hanya bisa menjaga jarak dari anaknya yang ia yakini sedang sensitif. Bu Wanda dan Roy pamit pulang, mata Bu Wanda ia paksa menguras air mata kepalsuannya. Sementara dari hati kecil Roy, dia pun ikut merasa sedih, karena bagaimanapun telah berjasa membawanya hingga di titik sekarang ini. Tanpa pak Yahya, Roy tak dapat sekolah dan melanjutkan kuliah di luar negeri. "Ibu, kakek kenapa bisa tak sadarkan diri?" tanya Roy yang pada Bu Wanda, saat itu hanya mereka berdua di dalam mobil. Bu Wanda hanya tersenyum, bibirnya sesekali ia angkat sebelah, seakan mengingat suatu kejadian yang membuat ya puas dan bahagia. "Kamu tidak perlu tahu, cukup kamu jalankan apa yang sudah menjadi tugasmu, kuasai perusahaan sekarang, lalu hengkang semua pihak-pihak yang akan mengganggu ketentram
Rexa hidup kian tak beraturan, dia menjadi pria yang setiap malamnya bersahabat dengan alkohol. Bahkan, wanita silih berganti menemani hari-harinya. Bu Anne dan Hani sampa kualahan menangani sikap Rexa yang dingun namun begitu liar.Pria yang merasakan depresi berat karena di tinggal wanita yang di cintainya. Bahkan, perusahaanya pun mengalam kemorosotan, Gerald sekuat kemampuannya menjadi pengganti demi Rexa yang sudah ia anggap seperti kakak.Bu Anne menanti kepulangan Rexa yang seringkali pulang saat di waktu subuh. Bahkan, kadang membawa perempuan untuk menginap bersamanya. Buat Hani kian patah hati. Tak berharap banyak lagi pada Rexa.Deru mobil Rexa terdengar juga, para bodyguard membopong Tuannya keluar mobil. Rexa mabuk lagi, mulutnya hanya menyebut nama Yatri seorang."Rexa! Mau sampai kapan kamu begini, nak?" keluh Bu Wanda."Yatri.." lirih Rexa.Bu Wanda geram, sangat tidak
Pagi telah tiba, Rexa merasa menyentuh seseorang di sampingnya. Meraba lagi agar meyakinkan, betul, ada seseorang di sampingnya, Rexa membuka mata, sontak dia terperanjat dari tempat tidur, melihat Hani tertidur di sampingnya, tak mengenakan baju. Rexa meraba bagian bawahnya, alat vitalnya masih tetap bersih, pertanda dia tak melakukan itu pada Hani. Tetapi gadis itu sudah bertelanjang bulat bersamanya, benarkah tak terjadi lakon buruk itu? "Ahk!" Rexa kesal. Selama ini, dia tidak pernah bercinta dengan perempuan mana pun, semenjak kepergian Yatri, dia hanya menjadikan wanita malam teman minum disaat butuh. Tak pernah sekalipun memakainya untuk melampiaskan nafsu syahwatnya. "Aku tidak melakukan itu, aku yakin." Rexa melihat Hani yang masih tertidur lelap, dia mulai menyimpan kebencian pada gadis lugu yang sangat di sayangi ibunya itu. "Hani, bangun! Aku bilang bangun!" Rexa membentak.
Lima bulan kemudian, Yatri sedang membuat Roti panggang pesanan guru Difa. Toko kue Yatri lumayan di kenal, dan berjubel para pelanggan yang mengantri menanti pesanan mereka. Yatri pun telah mempekerjakan empat karyawan.Sementara sore itu Uwa Nawi membawa Trixa jalan-jalan berkeliling taman dengan memakai kereta bayi. Di taman itu ada banyak orang yang lalu-lalang. Tiba-tiba Uwa Nawi kebelet ingin buang air kecil, bergegas ia mencari toilet terdekat. Menitipkan sejenak Trixa ke penjaga toilet.Namun di taman itu pula ada sosok pria yang juga memasuki toilet, namun matanya malah menyorot bayi mungil di kereta bayi itu. Perlahan ia mendekati Trixa, senyum gadis mungil itu berbinar melihat sosok pria tampan yang menyapanya."Hei, anak cantik, kamu kayak boneka," ucap pria itu yang tak lain adalah Rexa.Trixa kegirangan, meracau dengan bahasa bayinya. Rexa mengusap kepala Trixa dengan lembut, teringat den
Rexa usai rapat, dia bergegas ingin ke taman lagi mencari Trixa, bayi mungil nan cantik yang buat dia jatuh hati. "Selanjutnya kita mau kemana, Bos?" tanya Gerald yang mengikuti langkah Reza keluar dari ruang rapat. "Aku mau ke taman, melihat bayi tadi," sahut Rexa mempercepat langkahnya. "Lah, emang dia siapa? itu anak orang loh, takutnya orang tuanya nanti salah paham dengan Bos," kata Gerald. "Gak ah, aku ingin ketemu." Rexa tetap ngotot, dia menyeberang jalan dengan berlari kecil. Gerald hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah aneh bosnya itu. Rex baru kali ini menyenangi anak, sebelumnya ia tak pernah tertarik pada anak kecil. Rexa langsung ke arah toilet umum di taman itu. Dia menemui penjaga toilet yang menemani anak bayi itu. "Bu, bayi tadi itu mana?" tanyanya. "Udah pulang, Pak." "Ha? tah
Tiga hari telah berlalu, seperti biasa Yatri sibuk di toko kuenya mengawasi para karyawannya, tanpa campur tangan Yatri, kue yang di buat oleh karyawannya kadang tak sesuai rasa yang diinginkan pelanggan.Bunyi bel pelanggan tiba-tiba berbunyi, dari luar ada sosok perempuan yang seumur dirinya masuk ke dalam toko sembari membawa kertas-kertas."Yat, liat deh, ini apaan," kata Lina pada Yatri seraya memperlihatkan kertas berjenis brosur itu.Yatri membacanya seksama, fotonya pun ikut terpampang di brosur itu, kata-kata ancaman yang mewakili Rexa diluapkan didalamnya."Ternyata dia masih menginginkan anak ini, bukankah dia bisa membuat anak dengan istri barunya," ucap Yatri kesal."Lalu? kamu mau bagaimana? ini juga bentuk sayembara loh, Yatri. Yang melihat kamu tentu akan memberitahu padanya, demi uang," tambah Lina.Yatri menyimpan brosur itu ke dalam lac
Rexa menjalar lidahnya ke leher Yatri, mengisap hingga memberikan ta.da kissmark di leher jenjang itu. Leher Yatri salah satu bagian tubuh favorit Reza, aroma tubuh istrinya tak pernah berubah, selalu saja menggairahkan. Suara Yatri terdengar mendesis, dia mulai sadarkan diri, merasa ada yang menyentuh area-area sensitifnya, hangat, dan lembut. Dia merasa sangat di sayang. Yatri mengira inilah sebuah mimpi indahnya bersama Rexa. Kedua tangannya pun ikut meraba punggung pria itu. Rexa bertahan menuruni gunung kembar yang masih terisiASI Yatri. Memainkannya penuh kelembutan, sementara suara desahan Yatri mulai rutin keluar dari mulut mungilnya. "Kamu berikan ASI untuk anak kita, ya," bisik Rexa yang sedikit meminumnya. Mendengar itu, Yatri membuka matanya, dia mengerjap, melihat disekelilingnya, kamar yang begitu mewah, ada sosok pria yang menindih tubuhnya tak henti memberi ra
Dua hari kemudian, Rexa dan Yatri kembali ke rumah sakit tahanan. Meski saat itu Yatri sedang mengalami fase mual, namun tak mengurungkan niatnya ingin menjaga Bu Anne."Sayang, seharusnya kamu itu di rumah, istirahat, kasihan bayi kita," ujar Rexa."Tidak, aku akan menemanimu kamu, oh ya, para keluarga korban tigak diantara mereka menyetujui itu, hanya dua lagi harus kita bujuk," papar Yatri.Rexa tak menyangka istrinya bisa sekuat itu melakukannya, dia terharu lalu memeluk Yatri."Maafkan keegoisan kami," ucapnya."Yang, seharusnya ini yang kita lakukan semenjak bulan yang lalu," sahut Yatri. Meski ia tahu tindakan itu malah akan beresiko.Bu Anne siuman, Rexa masih tetap menjaganya dari luar. Suster segera menghampiri Rexa untuk memberitahu keadaan maminya."Bu Anne sudah siuman, Pak. Sepertinya dia ingin bicara dengan anda," kata suster itu.Rexa masuk seorang diri di ruang ICU, dia menda
Malam telah tiba, Rexa meringkuk di balik selimut dengan Yatri. Ada banyak obrolan yang mereka perbincangkan termasuk kondisi Bu Anne."Kabar Ibu bagaimana?" tanya Yatri. Dia tahu Rexa tak membahas kasus Bu Anne karena menjaga perasaannya."Dia baik-baik saja," sahut Rexa. Dia berusaha agar Yatri tak dapat menebak kondisi kekhawatirannya.Namun bukanlah seorang istri namanya bila tak memiliki kontak batin, Yatri sangat tahu bahwa suaminya sedang berbohong. Semenjak penangkapan Bu Anne, sebagai menantu dia pun merasa kasihan pada mertuanya, tetapi jika dia mengeluarkan Bu Anne dari penjara, apakah dia dan keluarganya akan tetap baik-baik saja? ia pikir, belum tentu.Yatri pun juga tak tega melihat suaminya seringkali menyembunyikan kesedihan. Meski berat, namun kebahagiaan pasangan ingin ia utamakan."Sayang, kita bantu mami ya, supaya hukumannya lebih ringan, maksudku kita buat keluarga almarhum karyawan ku
Hari itu Rexa menghadiri sidang maminya, saat itu Yatri tak ia perbolehkan ikut, karena ia tahu maminya akan memberontak bila melihat Yatri bersamanya.Di persidangan, jaksa membacakan tuntutan yang cukup menggemaskan untuk Bu Anne, mendengar itu Rexa bergetar, meski ia sudah menyiapkan tim pengacara hebat buat maminya akan tetapi hukum akan tetap berada di jalan keadilan.Bu Anne berdiri dari kursi terdakwanya, dia menentang semua yang dibacakan oleh jaksa."Itu semua bohong, saya hanya di jebak oleh Asdar, dia otak dalam ledakan itu."Rexa sangat malu dengan tingkah maminya, para pengacara Rexa saat itu mencoba menenangkan Bu Anne.Setelah semua lebih tenang, hakim memutuskan untuk menunda lagi persidangan hingga minggu depan. Rexa menghampiri maminya, tetapi Bu Anne malah membuang wajah."Mami jangan lain kali begitu, itu hanya akan memberatkan Mami," ujar Rexa. Tapi Bu Anne yang masih marah p
Bu Wanda dan Ray kembali ke rumahnya, Ray yang masih khawatir karena rencana pernikahan itu belum diketahui oleh Randy."Kok kamu dari tadi diam?" tanya Bu Wanda.Ray menghela nafas berat, "Bu, kita sudah melangkah sejauh ini tapi kak Randy belum Ibu beritahu, emang Ibu yakin kakak bakalan tidak menolak?"Bu Wanda hanya tertawa lalu berlalu ke kamar Randy. Baginya hari itu waktu yang tepat untuk mengatakan pada anak sulungnya itu. Saat itu Randy baru saja dari restauran miliknya, kedua perawat laki-laki bersama Randy sibuk memeriksa denyut nadinya."Ibu mau bicara sesuatu," kata Bu Wanda.Kedua perawat itu keluar dari kamar Randy, Bu Wanda mengambil ponselnya lalu memperlihatkan ke arah Randy."Bagi kamu dia cantik tidak?" tanya Bu Wanda memperlihatkan gambar Hani yang tadi siang."Itu 'kan Hani, Bu. Iya, dia cantik," sahut Randy bersikap biasa-biasa saja."Dia calon istri kamu, dan min
Yatri belum bangun, tapi Rexa telah bersiap-siap untuk keluar rumah secepatnya. Dia tak ingin pertanyaan semalam membuat beban pikiran pada istrinya. Rexa akan berusaha menjaga agar istrinya tidak terlibat lagi sama urusan Bu Anne. Dia menganggap, maminya yang salah sepenuhnya pada orang-orang disekitar Yatri.Setiba di kantor polisi, Rexa menuggu Bu Anne di ruang kunjungan. Bu Anne di gotong oleh dua aparat kepolisian."Mami," gumam Rexa. Dia menahan air matanya agar tak menangis didepan maminya.Bu Anne memandang anaknya penuh amarah. Dia membenci Rexa karena membiarkannya mendekap didalam penjara."Mami sudah makan? Rexa bawakan makanan untuk Mami," ujar Rexa mencairkan suasana tegang diantara mereka.Bu Anne malah mendorong makanan itu hingga jatuh ke lantai."Saya tidak butuh makanan dari anak durhaka sepertimu!"Rexa mengusap wajah dengan kasar, memang hati perempuan yang melah
Bu Wanda datang menemui Ray di kantornya, dia menceritakan keinginannya menjodohkan Randy dengan Hani. Mendengar hal itu, Ray terkejut, bukan tidak setuju, tetapi takut bila Hani tidak mencintai kakaknya dengan setulus hati."Yang benar saja, Bu. Jangan bikin perkara baru deh, apalagi Hani itu adik angkat Kak Rexa," ujar Ray."Ibu juga sudah memikirkan itu, tapi apa salahnya, toh Hani juga suka sama kakak kamu, lagipula kita 'kan ingin mempererat tali kekeluargaan."Ray terdiam, menolak pin dia tak memiliki sepenuhnya hak. Menikahkan kakaknya dengan Hani cara yang ia anggap rumit. Bagaimana bisa perempuan cantik seperti Hani mau menikahi pria yang sedang berjuang melawan penyakitnya."Terserah Ibu lah, tapi jangan sampai ide Ibu hanya buat kak Randy jadi tambah sakit," kata Ray. Dia tak ingin kakaknya merasakan patah hati untuk kesekian kalinya lagi."Kalau begitu antar Ibu ke rumah Rexa, kita akan bi
Yatri sudah membereskan semua kamar tidur anaknya, Difa dan Kesang sudah mulai menyambut malam dengan berleha-leha di atas kasur empuknya, sementara Trixa di jaga beberapa baby sitter yang di khususkan oleh Rexa.Dia menuju ke kamarnya, mengganti pakaian yang begitu banyak disediakan oleh para pelayan yang Rexa siapkan untuk istrinya itu."Kalian boleh keluar, aku mau istirahat dulu," pinta Yatri pada keempat pelayan itu.Pelayan itu keluar dengan kepala menunduk, mendapat penghormatan seperti itu, Yatri malah jadi risih. Dia tak habis pikir dengan cara Rexa memanjakannya, bagi Yatri ini sangat berlebihan. Ia sadar diri, dirinya bukan seorang putri raja yang setiap saat di awasi oleh para dayang istana. Tanpa terasa matanya ngantuk hingga buaian bantal membuat ia terlelap.Sejam ia tertidur, Yatri birahinya memuncak, tubuhnya tiba-tiba hangat dan bergairah, selangkangannya terkoyak oleh usapan lembut. Matanya begitu berat untuk ter
Rexa mengusap air matanya, dia tak menyangka jika Ray mampu bertindak demikian. Rexa bahkan berulangkali membaca email Ray, tetap saja keluhan air matanya menetes sedikit demi sedikit."Ada apa, Kak?" tanya Yatri mengangetkan dari belakang."Hm, ini email dari Ray," sahutnya seraya menghapus lelehan air matanya."Kenapa? dia berulah lagi?""Tidak sayang, justru sebaliknya, ini kamu baca," kata Rexa memperlihatkan isi email Ray pada Yatri.Membaca itu, Yatri menghela nafas berat. Dia menggenggam erat tangan Rexa. Yatri memberi isyarat kasih pada suaminya itu."Iya, aku paham maksud kamu. Aku akan bertemu mereka," ujar Rexa menyetujui semua yang diinginkan Yatri.Rexa segera ke rumah ditemani para bodyguardnya. Meskipun saya itu pikirannya berkecamuk karena kasus yang menimpa maminya, namun Rexa berbesar hati sebab kebaikan mulai menyeringai pihak Bu Wanda.Setiba di rumah sakit, Re
Dua Minggu kemudian, rumah lama Rexa digerebek oleh polisi. Rupanya polisi sudah menemukan bukti tentang peledakan toko Yatri. Para anak buah Asdar pun telah ditangkap, namun Asdar berhasil melarikan diri pada saat itu. "Bu Anne Strovert, anda ditangkap sebagai tersangka utama dari peledakan toko Ini Yatri," kata letnan saat itu. Bu Anne berusaha berlari ke atas kamarnya, namun suara tembakan dilayangkan ke udara. Bu Anne menunduk menangis. Kedua polisi memborgolnya. "Kalian salah tangkap, yang menyuruh mereka itu Wanda, bukan saya," ucapnya membela diri. "Jelaskan saja di kantor polisi," kata polisi mengajak Bu Anne masuk kedalam mobil patroli. Bu Anne meronta ingin dilepaskan, didalam mobil dia tak henti mengumpat membanggakan kekayaannya. "Kalian tidak tahu, jika Rexa keluar nanti, dia akan menyewakan pengacara hebat untukku," kata Bu Anne. Polisi itu hanya tertawa mendengarnya. Bu Anne tak meliha