Sudah beberapa malam hari ini Kampung Sepuh tampak ramai, di datangi oleh mobil-mobil yang melintasi kampung menuju ke Gunung Sepuh.
Mobil-mobil yang tampak bagus dan mewah datang dan melintas, rata-rata mobil SUV atau mobil 4x4 dengan ban yang besar. Mungkin karena jalanan kampung yang belum rata, masih penuh dengan batu kerikil dan tanah. Sehingga hanya mobil-mobil tersebut yang dapat melintas di jalan berbatu menuju Kampung Sepuh.
Tujuannya sama, ke arah Gunung Sepuh. Entah apa yang terjadi, sudah hampir tiga hari berlalu semenjak kejadian di malam itu. Secara tiba-tiba muncul entah dari mana mobil-mobil itu datang, dan aku sendiri juga tidak tahu. Maksud dan tujuan mereka datang ke kampung ini.
Brumm
Mobil SUV berwarna putih berhenti tepat di warung, terlihat warna putih itu sedikit kotor terkena debu dan lumpur dari jalanan yang menempel pada body mobilnya.
Seseorang tampak turun, terlihat Pak Toni turun dengan setelan kemej
Terima kasih sudah menjadi pembaca setia WARUNG TENGAH MALAM Jangan lupa support WARUNG TENGAH MALAM di dalam event Goodnovelvaganza di media sosial resmi .. tata cara supportnya ada dipostingan tersebut.. Vote dan Komen bintang lima ya supaya saya masih tetap semangat untuk uploab bab terbaru terima kasih
Sudah beberapa hari ini Gunung Sepuh kembali ramai, banyak orang berbondong-bondong datang ke arah Gunung Sepuh. Dan semuanya mungkin mempunyai tujuan yang sama. Mencari tahu penyebab Nyi Laras menghilang. Mereka mungkin adalah orang-orang yang sudah melakukan ritual ngipri dengan Nyi Laras, namun ketika Nyi Laras menghilang, kini secara tidak langsung mereka terbebas dari kekangan yang menjeratnya. Namun, karena ketamakan dan keinginannya untuk tetap bisa mendapatkan kekayaan yang berlebih. Malah mereka menganggap bahwa hilangnya Nyi Laras adalah musibah baginya, sehingga mereka mencari tahu penyebabnya. Bahkan tak sedikit dari mereka yang mungkin akan melakukan ritual yang lain dengan makhluk yang setara dengan Nyi Laras demi keberlangsungan hidupnya. Makanya, hal ini sangat dilarang dilakukan oleh manusia. Karena, bisa membuat mereka tidak percaya dengan kemampuannya sendiri, dan mengandalkan para makhluk halus dengan segala tipu dayanya.
Kembali ke dua tahun sebelumnya, dimana warung yang berdiri di dekat rumahku ini masih di jaga oleh Bapak ketika malam hari. “Eh yang satu lagi kemana? Tumben ga dateng.” kata Bapak sembari menyerahkan permen. “Dia sudah punya majikan Pak, Katanya sekarang lagi modus operandi di kampung sebelah. Eh tapi Pak, bantuin kita juga buat dapet majikan dong, kan enak bisa ngisep darah orang ntar. ” "Bilangin aja ke manusia yang mau adopsi kita ini kalau hidupnya nanti di masa depan,
“Aku tidak ingin anakku seperti ku, menjaga warung terus menerus hingga akhir hayatnya. Aku ingin anakku sukses diluar sana, mengejar cita-citanya yang dia idam-idamkan sedari kecil,” “Aku sengaja mengumpulkan uang untuk kuliahnya, berharap. Dia bisa mengejar karir setinggi-tingginya di kota,” “Aku sebenarnya sudah tidak peduli lagi dengan warung ini, dengan Kampung Sepuh yang aku tinggali selama ini. Juga dengan Gunung Sepuh yang berkaitan erat dengan warung ini," “Aku iri sima, melihat keluarga lain, mereka berkumpul dengan anak dan istrinya siang dan malam, mereka saling bercanda, makan bersama-sama, tidur dengan nyenyaknya setiap malam dan akhirnya bangun di pagi dengan hati tenang tanpa beban harus menjaga warung siang dan malam
Banaspati, sebutan para manusia untuk makhluk yang sedang kulihat ini. Makhluk yang berbentuk seperti bola api besar yang melayang-layang di dekat warung, apinya sangat panas hingga membakar daun-daun dari pepohonan di kebun seberang warung. Banaspati adalah suatu pertanda, bahwa ada seseorang yang sedang mengirimkan ilmu hitam berupa santet kepada seseorang. Kemunculannya adalah suatu penanda awal santet itu dikirimkan, dan setelah banaspati muncul di rumah sang target, biasanya mereka yang menjadi targetnya akan langsung sakit parah, namun penyakit yang diderita oleh korban tidak akan terdeteksi oleh medis. Dan sekarang banaspati itu ada di Kampung Sepuh tepat di depan warung yang sedang aku jaga. Yang berarti, ada seseorang yang sengaja mengirimkan makhluk ini untuk menyantet sal
Dugg Mbah Walang secara tiba-tiba terpental beberapa kali dari tempat duduknya, dupa yang menyala di depannya mendadak mati, semua peralatan ritual yang ada di depannya secara bersamaan dan berterbangan kemana-mana. Hingga akhirnya dia berguling-guling di tanah hingga akhirnya berhenti ketika menabrak sebuah pohon yang letaknya tidak jauh tempat duduknya. Cough, Cough Mbah Walang terdengar seperti batuk. Namun kini, terlihat beberapa tetes darah mengucur dari mulutnya, Pak Toni yang ada di dekatnya tampak panik. Dia langsung menghampiri Mbah Walang yang sedang tersungkur di dekat pohon yang ada di dekatnya.
Pak Ardi, Aku tidak tahu apa-apa tentang dia. Aku tidak tahu apapun tentang dia. Namun, dia sepertinya tahu sekali akan warung ini. Aku sungguh kaget dia berbisik seperti itu, dia berbisik dan mengatakan bahwa semuanya harus selesai sebelum malam hari. Karena dia tahu, aku harus menjaga lagi warung ini ketika malam tiba. Sebagai seorang pejabat publik, dia terlihat sangat cekatan. Bahkan, Aki Karma yang sudah terbiasa memimpin para warga Kampung Sepuh, kini tampak menuruti semua yang Pak Ardi katakan. “Ki, coba nanti kamu beli semua bahan-bahan untuk perbaikan warung ini ya ke toko bahan bangunan yang ada di Kampung Parigi. Ambil aja dulu semua yang dibutuhkan, nanti kasih bonnya kepadaku. Bilang aja dari Bapaknya Agus. ”
Hari sudah semakin siang, namun matahari sepertinya tidak bisa menampakan sinarnya lebih lama untuk menyinari Kampung Sepuh pada siang itu. Hanya ada kabut tipis yang kini terlihat turun secara perlahan di ke arah kampung dari Gunung Sepuh. Namun terlihat, para warga sangat giat saling bahu membahu, membantu perbaikan warung yang rusak atas kejadian yang menimpaku kemarin malam. Aku juga sudah memberitahukan hal yang menyebabkan warung menjadi seperti ini kepada beberapa orang di kampung, termasuk Ibu dan Aki Karma. Namun aku tidak memberitahukan sosok Sima kepada Ibu, karena amanat dari Sima sendiri yang tidak ingin membuat Ibu repot apabila selama ini ada sosok yang menjaganya. Aki Karma bahkan ingin mengetahui siapa yang melakukan hal itu. Karena, selama ini para warga tidak membuat masalah kepada seseorang diluaran sana yang mengakibatkan munculnya banaspati dengan santet yang dia bawa. Para warga sadar, warga Kampung Sepuh sudah dirumorkan tidak
Semua warga yang sedang berkumpul di depan warung tampak sangat kaget, mobil mewah yang melintas di depan mereka tiba-tiba penyok dan menimbulkan bekas cakaran di body mobilnya, dan hal itu bukanlah sesuatu hal yang bisa dipercaya oleh sebagian orang. Mang Darman yang sedang lahap menyantap pisang goreng pun tak sadar menjatuhkan pisang yang akan dia makan, hampir semua warga yang berkumpul di tempat itu melihat kejadian itu. Sehingga membuat mereka kaget bahkan panik, karena mereka melihat hal tersebut di sore hari. “Ki, Ki eta mobil kunaon? (Ki, Ki itu mobil kenapa? )” Tanya Pak Asep yang juga ikut dalam kumpulan yang ada di depan warung. “Gak tahu Pak Asep, tiba-tiba seperti ada bekas cakaran
Waktu semakin malam, aku dan Iman kini berjalan melewati rumah-rumah di Kampung Sepuh menuju warung. Sekarang para warga bisa berjalan dengan santainya pada malam hari, bahkan tanpa bantuan senter sekalipun, karena baru beberapa bulan yang lalu jalanan Kampung Sepuh dipasangin lampu jalan bertenaga surya untuk penerangan. Ya siapa lagi kalau ada andil Pak Ardi di dalamnya, Pak Ardi benar-benar ingin merubah Kampung Sepuh agar bisa disamakan dengan kampung-kampung yang ada di sekitarnya. Sehingga apapun yang dia lakukan agar Kampung Sepuh bisa terlihat lebih modern dan bisa diterima oleh masyarakat yang masih menganggap Kampung Sepuh itu adalah Kampung Keramat. Ketika aku sampai, rupanya Ujang sudah duduk di depan warung. dengan aura yang kini tampak berbeda dari yang aku temui di siang hari. Aku yang baru sampai dipersilakan untuk duduk dan bersila, dan akupun secara tidak sadar mengikuti apa yang dia perintahkan. “Aku akan menunjukan A Sidik sesuatu.
Obrolan yang sangat panjang di depan warung tersebut membuatku terkesima, oleh cerita-cerita Ujang yang dia dapatkan dari pengalamannya sendiri ataupun dari para warga yang mengalami kejadian-kejadian diluar nalar yang terjadi di Kampung Sepuh ini.Setelah perjanjian yang mengikat mereka terputus, para warga mulai beradaptasi kembali dengan suasana malam. Dan sekarang mereka sudah terbiasa dengan malam hari di Kampung Sepuh yang kini sedang aku kunjungi.Disana pula aku mendapatkan beberapa cerita yang tidak aku tulis dalam cerita, cerita-cerita yang menyeramkan terutama ketika menyangkut Ujang pada masa kecil dengan mitos-mitos dan pantangan-pantangan yang ada di sekitar mereka.Pulau Jawa bagian selatan masih penuh misteri, dengan landscape pegunungan yang membentang hingga ke Pantai Selatan. Membuatnya banyak mitos dan kejadian-kejadian yang diluar nalar, yang sering kali bersinggungan dengan manusia yang hidup di dalamnya.Dan bagiku, itu adalah penga
Sebuah warung kecil, yang awalnya aku tuangkan dalam Kata-kata yang menjadi cerita hingga saat ini. Kini aku lihat sendiri bentuknya, sebuah warung yang dulunya hanya berada dalam imajinasiku sendiri. Kini, aku melihatnya dengan kedua mataku sendiri.Bekas-bekas runtuhnya warung yang aku ceritakan masih tersisa, dengan banyaknya genteng-genteng yang rusak karena hangus terbakar disusun dan disimpan di rumah Ujang. Warung itu tampak baru, karena setelah kejadian yang menimpa Ujang. Pak Ardi dan para warga sepakat membangun kembali warung tersebut.Warung yang kini aku lihat ini, adalah salah satu point utama dalam ceritaku. Dimana, banyak kejadian yang silih berganti muncul dan harus di hadapi oleh Ujang dan warga Kampung Sepuh.“Kang!” Kataku sambil berdiri dan menyapa Ujang yang mendekatiku.Ujang hanya tersenyum, sifatnya yang agak pendiam terlihat jelas olehku. Ujang tidak setampan atau setinggi orang-orang yang menjadi karakter utama di da
“Dik, rumah orang tua kamu dimana sih, aku dah nungguin di Alf*mart deket rumah kamu. ” Sebuah text W* tiba-tiba muncul di HP ku pada pagi itu. Dan ketika aku baca, ternyata Iman sudah sampai di Ciwidey tempat dimana orang tua ku tinggal. Hari ini adalah hari minggu di akhir Februari. Dan pada hari ini, aku sengaja mengosongkan jadwalku untuk berkunjung ke Kampung Sepuh bersama dengan Iman, anak dari Mang Rusdi yang kini bekerja di tempat yang sama denganku. Aku berkunjung ke Kampung Sepuh, semata-mata untuk bersilaturahmi kepada semua warga yang ada disana. Karena sudah memberiku izin untuk membuat cerita tentang mereka, termasuk dengan segala yang terjadi di dalamnya. Iman dan Mang Rusdi adalah dua orang yang namanya sama dengan cerita yang aku buat. Sedangkan sisanya, aku sengaja memberi nama baru. Dan itu sudah sesuai dengan kesepakatan mereka ketika aku membuat cerita ini. “Ok, tunggu nanti aku kesana, beli aja makanan ama minuman buat ol
Kini,Semuanya kembali normal, Tidak semua orang tahu akan cerita ini. Bahkan hanya beberapa orang yang aku percaya yang mengetahui tentang apa yang terjadi tentang pertarunganku dan Kala pada saat itu.Karena apabila aku bercerita kepada semua orang, pasti banyak orang yang tidak percaya. Karena menganggap itu hanyalah fantasi dan ilusi semata dari seseorang yang kehilangan kakinya di Gunung Sepuh.Namun, berbeda dengan Mang Rusdi dan Mang Darman. Yang kini sering kali menghabiskan waktunya untuk menemaniku di dalam warung, bahkan istri Mang Rusdi sering kali membantuku di rumah untuk sekedar membersihkan rumah dan memastikan aku bisa makan dengan lahap di hari itu.Karena mereka sadar, aku kini hanya sendirian di Kampung Sepuh. Sudah tidak ada lagi orang tua yang menjadi panutanku saat ini. Sehingga mereka secara sukarela membantuku dan menganggapku sebagai bagian dari keluarga mereka yang tidak boleh mereka abaikan.“Mang, nongkrong wae di
Dua minggu kemudian.Warung yang sudah hancur akibat aku bakar, kini kembali berdiri. Lengkap dengan etalase yang sudah diperbaiki dan barang-barang yang dagangan yang mengisi penuh etalase dan rak-rak dagangan di warungku ini.Dan suasana sore hari yang penuh dengan hilir mudik warga kampung yang pulang dari sawah dan ladang terlihat olehku yang kini menjaga lagi warung yang sudah aku buat kembali bersama para warga dengan bantuan modal dari Pak Ardi.Aku seperti biasa kini sedang duduk dan bercengkrama dengan Mang Rusdi dan Mang Darman yang baru pulang dari berkeliling kampung untuk berdagang. Canda dan tawa menghiasi obrolan-obrolan tersebut karena sesekali Mang Darman berceloteh dan bercanda atas apa yang dia lakukan.Mereka berdua sudah mengetahui kejadian yang menimpaku di tempat itu, bahkan pertarungan ku dengan Kala di Gunung Sepuh. Dan itu membuat mereka tercengang karena mereka tidak mengetahui bahwa ada makhluk yang seperti itu di Gunung Sepuh.
Aku kembali berdiri, di tengah-tengah hamparan rerumputan yang luas. Dengan salah satu pohon besar yang ada di puncak yang terlihat olehku dari kejauhan. Rerumputan itu kini tampak lebih hijau dari sebelumnya, dan tidak terlihat lagi ilalang-ilalang yang tinggi menjulang hingga menutupi badanku saat itu. Panas yang terik, dengan angin segar yang berhembus dari pegunungan membuatku merasakan suatu perasaan yang sangat lega. Entah mengapa. Hatiku kini terasa sangat tenang ketika berada di tempat ini. Aku pun berjalan, melewati rerumputan tersebut dengan kakiku yang tidak memakai alas kaki sama sekali. Mencoba untuk berjalan dan duduk kembali di pohon besar yang berdiri di tengah-tengah rerumputan di atas sana. Jalanan yang kulalui sangat begitu mulus, tidak ada serangga-serangga yang menggigit kakiku, tidak ada jalanan yang becek bercampur lumpur. Juga tidak ada lagi lubang yang membuatku terperosok. Semuanya sangatlah berbeda, aku seper
Pandangan ku tiba-tiba gelap, aku sudah tidak bisa merasakan apapun lagi. Aku yang sudah pasrah kini hanya bisa membiarkan tubuhku yang tertutup oleh tanah yang menimpaku seketika dari atas sana. Dan para warga yang menyaksikan hal itu secara langsung tiba-tiba panik dan langsung berteriak memanggilku. “UJANGGGGGGGG!!!” Mang Rusdi yang pertama berlari ke arah tanah longsoran tersebut dan memindahkan batu, ranting-ranting dan tanah untuk mencariku dengan kedua tangannya. Begitu juga dengan Aki Karma, Mang Dadang, dan Mang Uha serta warga-warga yang lainnya yang membantu memindahkan semua material longsor yang menutupi tubuhku, dan berharap aku masih bisa bertahan dengan tubuh yang tertutup oleh longsoran tanah tersebut. Sedangkan Pak Ardi, dia langsung menelpon anaknya dan Pak Caca untuk segera meminta bantuan. Karena kini situasinya sangat berbeda, Pak Ardi membutuhkan lebih banyak orang agar bisa lebih cepat menyelamatkan aku yang berada di d
Mereka semua berlari masuk ke dalam hutan Gunung Sepuh yang masih terlihat gelap dan menyeramkan, dengan aura mistis yang kental dan terasa oleh semua warga Kampung Sepuh pada pagi itu.Meskipun waktu itu adalah waktu di mana pagi akan menjelang, namun tetap saja. aura-aura mistis yang terasa oleh para warga yang sedang berlari ke dalam sangatlah terasa.Apalagi dari mereka semua, hampir sebagian besar belum pernah keluar pada dalam gelap semasa hidupnya, mereka sudah terbuai oleh bantal dan selimut tebal dari mereka lahir hingga saat ini, dan mereka mematuhi larangan untuk keluar rumah hingga pagi tiba. Sehingga mereka tidak mengetahui rasanya masuk ke dalam hutan pada saat-saat seperti ini.“JANGGGG, UJANGGGG!!!!!”Mang Rusdi berteriak-teriak sambil berlari. Senternya di arahkan ke segala arah, mencoba mencariku di dalam gelapnya hutan Gunung Sepuh yang luas tersebut. Para warga lainnya juga melakukan hal yang sama, mereka berlari sambil men