“Aku tidak ingin anakku seperti ku, menjaga warung terus menerus hingga akhir hayatnya. Aku ingin anakku sukses diluar sana, mengejar cita-citanya yang dia idam-idamkan sedari kecil,”
“Aku sengaja mengumpulkan uang untuk kuliahnya, berharap. Dia bisa mengejar karir setinggi-tingginya di kota,”
“Aku sebenarnya sudah tidak peduli lagi dengan warung ini, dengan Kampung Sepuh yang aku tinggali selama ini. Juga dengan Gunung Sepuh yang berkaitan erat dengan warung ini,"
“Aku iri sima, melihat keluarga lain, mereka berkumpul dengan anak dan istrinya siang dan malam, mereka saling bercanda, makan bersama-sama, tidur dengan nyenyaknya setiap malam dan akhirnya bangun di pagi dengan hati tenang tanpa beban harus menjaga warung siang dan malam
Terima kasih sudah menjadi pembaca setia WARUNG TENGAH MALAM Jangan lupa support WARUNG TENGAH MALAM di dalam event Goodnovelvaganza di media sosial resmi .. tata cara supportnya ada dipostingan tersebut.. Vote dan Komen bintang lima ya supaya saya masih tetap semangat untuk uploab bab terbaru terima kasih
Banaspati, sebutan para manusia untuk makhluk yang sedang kulihat ini. Makhluk yang berbentuk seperti bola api besar yang melayang-layang di dekat warung, apinya sangat panas hingga membakar daun-daun dari pepohonan di kebun seberang warung. Banaspati adalah suatu pertanda, bahwa ada seseorang yang sedang mengirimkan ilmu hitam berupa santet kepada seseorang. Kemunculannya adalah suatu penanda awal santet itu dikirimkan, dan setelah banaspati muncul di rumah sang target, biasanya mereka yang menjadi targetnya akan langsung sakit parah, namun penyakit yang diderita oleh korban tidak akan terdeteksi oleh medis. Dan sekarang banaspati itu ada di Kampung Sepuh tepat di depan warung yang sedang aku jaga. Yang berarti, ada seseorang yang sengaja mengirimkan makhluk ini untuk menyantet sal
Dugg Mbah Walang secara tiba-tiba terpental beberapa kali dari tempat duduknya, dupa yang menyala di depannya mendadak mati, semua peralatan ritual yang ada di depannya secara bersamaan dan berterbangan kemana-mana. Hingga akhirnya dia berguling-guling di tanah hingga akhirnya berhenti ketika menabrak sebuah pohon yang letaknya tidak jauh tempat duduknya. Cough, Cough Mbah Walang terdengar seperti batuk. Namun kini, terlihat beberapa tetes darah mengucur dari mulutnya, Pak Toni yang ada di dekatnya tampak panik. Dia langsung menghampiri Mbah Walang yang sedang tersungkur di dekat pohon yang ada di dekatnya.
Pak Ardi, Aku tidak tahu apa-apa tentang dia. Aku tidak tahu apapun tentang dia. Namun, dia sepertinya tahu sekali akan warung ini. Aku sungguh kaget dia berbisik seperti itu, dia berbisik dan mengatakan bahwa semuanya harus selesai sebelum malam hari. Karena dia tahu, aku harus menjaga lagi warung ini ketika malam tiba. Sebagai seorang pejabat publik, dia terlihat sangat cekatan. Bahkan, Aki Karma yang sudah terbiasa memimpin para warga Kampung Sepuh, kini tampak menuruti semua yang Pak Ardi katakan. “Ki, coba nanti kamu beli semua bahan-bahan untuk perbaikan warung ini ya ke toko bahan bangunan yang ada di Kampung Parigi. Ambil aja dulu semua yang dibutuhkan, nanti kasih bonnya kepadaku. Bilang aja dari Bapaknya Agus. ”
Hari sudah semakin siang, namun matahari sepertinya tidak bisa menampakan sinarnya lebih lama untuk menyinari Kampung Sepuh pada siang itu. Hanya ada kabut tipis yang kini terlihat turun secara perlahan di ke arah kampung dari Gunung Sepuh. Namun terlihat, para warga sangat giat saling bahu membahu, membantu perbaikan warung yang rusak atas kejadian yang menimpaku kemarin malam. Aku juga sudah memberitahukan hal yang menyebabkan warung menjadi seperti ini kepada beberapa orang di kampung, termasuk Ibu dan Aki Karma. Namun aku tidak memberitahukan sosok Sima kepada Ibu, karena amanat dari Sima sendiri yang tidak ingin membuat Ibu repot apabila selama ini ada sosok yang menjaganya. Aki Karma bahkan ingin mengetahui siapa yang melakukan hal itu. Karena, selama ini para warga tidak membuat masalah kepada seseorang diluaran sana yang mengakibatkan munculnya banaspati dengan santet yang dia bawa. Para warga sadar, warga Kampung Sepuh sudah dirumorkan tidak
Semua warga yang sedang berkumpul di depan warung tampak sangat kaget, mobil mewah yang melintas di depan mereka tiba-tiba penyok dan menimbulkan bekas cakaran di body mobilnya, dan hal itu bukanlah sesuatu hal yang bisa dipercaya oleh sebagian orang. Mang Darman yang sedang lahap menyantap pisang goreng pun tak sadar menjatuhkan pisang yang akan dia makan, hampir semua warga yang berkumpul di tempat itu melihat kejadian itu. Sehingga membuat mereka kaget bahkan panik, karena mereka melihat hal tersebut di sore hari. “Ki, Ki eta mobil kunaon? (Ki, Ki itu mobil kenapa? )” Tanya Pak Asep yang juga ikut dalam kumpulan yang ada di depan warung. “Gak tahu Pak Asep, tiba-tiba seperti ada bekas cakaran
Malam kembali datang, menggantikan siang hari yang tertutup kabut pada hari itu. Sudah biasa bagi warga kampung melihat kabut yang menutupi kampung dengan warnanya yang putih.Mungkin musim hujan belum berakhir, sehingga dengan adanya kabut yang turun dari Gunung Sepuh, membuat suasana malam semakin dingin.Aku kembali duduk di dalam warung, melihat balok-balok kayu yang tertata rapi menjadi tiang-tiang penyangga warung yang kini nampak baru, juga etalase yang awalnya penuh dengan stiker promosi untuk barang dagangan yang ditempel kini nampak kembali bersih.Baru kali ini aku menemukan warung dalam keadaan rusak sampai separah itu, tapi syukurlah sekarang sudah diperbaiki kurang dari satu hari. Kalau tidak ada Pak Ardi, mungkin warung akan
Sudah seminggu berlalu, semenjak kejadian ambruknya warung. Aku yang saat ini baru bangun dari tidurku di siang hari, mendengar seperti banyak orang yang sedang asik mengobrol di warung. Suaranya sangat keras, sehingga terdengar olehku yang sedang tertidur di dalam kamar.Aku pun seketika bangun dari tidur, dan berjalan ke arah dapur untuk minum dan kembali ke berjalan menuju pintu rumah ke arah luar.Kulihat Mang Rusdi, Mang Darman, Aki Karma dan Pak Asep sedang duduk-duduk sambil ditemani kopi yang Ibu seduhkan.Mereka sepertinya sedang membicarakan sesuatu, karena Mang Rusdi terlihat sangat menggebu-gebu menceritakan apa yang sedang dialaminya.“Pak Asep, denger tidak. Sudah beberapa hari ini, aku seperti mendengar suara tangisan di luar rumah, asli Pak itu mah nyeremin pisan. Ampe ayam-ayam di kandang juga bersahutan,” Kata Mang Rusdi bercerita kepada Pak Asep yang ikut kumpul di depan warung.“Iya Mang, Pak Tatang yang rumah
“Eh Pak Ardi,” Kataku heran. Pak Ardi dengan santainya duduk di depan warung. dia duduk sambil melihat ke arah jalan yang tampak sepi, juga terkadang dia melihat ke arah gunung yang gelap gulita dan hanya diterangi oleh cahaya rembulan. “Jang, pesen kopi hitam satu dan mie rebus pake telor ya. Saya lapar setelah perjalanan panjang dari kota,” Kata Pak Ardi sembari tersenyum. “Eh iya, iya Pak,” Kataku sambil mengambil mie rebus dan kopi sachet yang ada di etalase dan berlari kecil ke dalam gudang. Pak Ardi dengan santainya melihat HP yang dia pegang, sebuah HP keluaran terbaru yang mungkin harganya setara dengan kendaraan roda dua yang sering dipakai oleh para warga. Tak lupa, Pak Ardi juga mengambil rokok yang berada di