Hari sudah semakin siang, namun matahari sepertinya tidak bisa menampakan sinarnya lebih lama untuk menyinari Kampung Sepuh pada siang itu. Hanya ada kabut tipis yang kini terlihat turun secara perlahan di ke arah kampung dari Gunung Sepuh.
Namun terlihat, para warga sangat giat saling bahu membahu, membantu perbaikan warung yang rusak atas kejadian yang menimpaku kemarin malam.
Aku juga sudah memberitahukan hal yang menyebabkan warung menjadi seperti ini kepada beberapa orang di kampung, termasuk Ibu dan Aki Karma. Namun aku tidak memberitahukan sosok Sima kepada Ibu, karena amanat dari Sima sendiri yang tidak ingin membuat Ibu repot apabila selama ini ada sosok yang menjaganya.
Aki Karma bahkan ingin mengetahui siapa yang melakukan hal itu. Karena, selama ini para warga tidak membuat masalah kepada seseorang diluaran sana yang mengakibatkan munculnya banaspati dengan santet yang dia bawa.
Para warga sadar, warga Kampung Sepuh sudah dirumorkan tidak
Jangan lupa Vote dan komen untuk dukungan penulis supaya tetap semangat mengupload bab-bab terbaru setiap harinya. terima kasih
Semua warga yang sedang berkumpul di depan warung tampak sangat kaget, mobil mewah yang melintas di depan mereka tiba-tiba penyok dan menimbulkan bekas cakaran di body mobilnya, dan hal itu bukanlah sesuatu hal yang bisa dipercaya oleh sebagian orang. Mang Darman yang sedang lahap menyantap pisang goreng pun tak sadar menjatuhkan pisang yang akan dia makan, hampir semua warga yang berkumpul di tempat itu melihat kejadian itu. Sehingga membuat mereka kaget bahkan panik, karena mereka melihat hal tersebut di sore hari. “Ki, Ki eta mobil kunaon? (Ki, Ki itu mobil kenapa? )” Tanya Pak Asep yang juga ikut dalam kumpulan yang ada di depan warung. “Gak tahu Pak Asep, tiba-tiba seperti ada bekas cakaran
Malam kembali datang, menggantikan siang hari yang tertutup kabut pada hari itu. Sudah biasa bagi warga kampung melihat kabut yang menutupi kampung dengan warnanya yang putih.Mungkin musim hujan belum berakhir, sehingga dengan adanya kabut yang turun dari Gunung Sepuh, membuat suasana malam semakin dingin.Aku kembali duduk di dalam warung, melihat balok-balok kayu yang tertata rapi menjadi tiang-tiang penyangga warung yang kini nampak baru, juga etalase yang awalnya penuh dengan stiker promosi untuk barang dagangan yang ditempel kini nampak kembali bersih.Baru kali ini aku menemukan warung dalam keadaan rusak sampai separah itu, tapi syukurlah sekarang sudah diperbaiki kurang dari satu hari. Kalau tidak ada Pak Ardi, mungkin warung akan
Sudah seminggu berlalu, semenjak kejadian ambruknya warung. Aku yang saat ini baru bangun dari tidurku di siang hari, mendengar seperti banyak orang yang sedang asik mengobrol di warung. Suaranya sangat keras, sehingga terdengar olehku yang sedang tertidur di dalam kamar.Aku pun seketika bangun dari tidur, dan berjalan ke arah dapur untuk minum dan kembali ke berjalan menuju pintu rumah ke arah luar.Kulihat Mang Rusdi, Mang Darman, Aki Karma dan Pak Asep sedang duduk-duduk sambil ditemani kopi yang Ibu seduhkan.Mereka sepertinya sedang membicarakan sesuatu, karena Mang Rusdi terlihat sangat menggebu-gebu menceritakan apa yang sedang dialaminya.“Pak Asep, denger tidak. Sudah beberapa hari ini, aku seperti mendengar suara tangisan di luar rumah, asli Pak itu mah nyeremin pisan. Ampe ayam-ayam di kandang juga bersahutan,” Kata Mang Rusdi bercerita kepada Pak Asep yang ikut kumpul di depan warung.“Iya Mang, Pak Tatang yang rumah
“Eh Pak Ardi,” Kataku heran. Pak Ardi dengan santainya duduk di depan warung. dia duduk sambil melihat ke arah jalan yang tampak sepi, juga terkadang dia melihat ke arah gunung yang gelap gulita dan hanya diterangi oleh cahaya rembulan. “Jang, pesen kopi hitam satu dan mie rebus pake telor ya. Saya lapar setelah perjalanan panjang dari kota,” Kata Pak Ardi sembari tersenyum. “Eh iya, iya Pak,” Kataku sambil mengambil mie rebus dan kopi sachet yang ada di etalase dan berlari kecil ke dalam gudang. Pak Ardi dengan santainya melihat HP yang dia pegang, sebuah HP keluaran terbaru yang mungkin harganya setara dengan kendaraan roda dua yang sering dipakai oleh para warga. Tak lupa, Pak Ardi juga mengambil rokok yang berada di
Banyak sekali cara untuk manusia yang ingin sekali mendapatkan kekayaan yang sangat instan, terutama bagi orang yang mempunyai tujuan tertentu dalam hidupnya, dan kekayaan sangatlah penting bagi mereka untuk menjadi salah satu syarat mencapai hal itu. Dan inilah yang dilakukan Pak Ardi kurang lebih 20 tahun ke belakang, setelah dirinya lulus dan menjadi Sarjana Politik dengan beasiswa dan hasil akhir yang baik. Cita-citanya dari kecil adalah menjadi politisi, dan Pak Ardi sudah memiliki otak yang cerdas sedari kecil. Sehingga tak jarang dia seringkali menyabet penghargaan dan memenangkan lomba debat sewaktu sekolah, dan mendapatkan beasiswa untuk kuliah ilmu politik di ibu kota. Namun kenyataannya, impiannya harus sirna. Selain kepintar
Nenek-nenek itu melambaikan tangannya yang sudah keriput, mencoba mengajak Pak Ardi dan Anton mendekati gubuk itu. Anton yang sudah tahu maksud kedatangannya ke gubuk itu berjalan mendekati nenek itu dengan santainya.Namun berbeda dengan Pak Ardi, pikirannya yang selama ini memikirkan hal-hal yang logis mendadak terhenti.“Mana mungkin ada nenek-nenek yang diam di gubuk tua di tengah hutan begini," pikir Pak ArdiNamun hal itu di tepis kembali oleh Anton.“Heh! ”“Jangan melamun, bahaya!” Kata Anton kembali memperingatkan Pak Ardi.“Hayu kita ke dalam aja, dia sudah d
Sebuah gubuk kecil di tengah hutan Gunung Sepuh yang gelap gulita, gubuk yang berada di ujung sebuah tebing curam yang menjulang tinggi tanpa ada satupun gubuk yang lain di sekitarnya. Namun ternyata itu bukanlah gubuk biasa, itu adalah suatu tempat yang diyakini oleh para manusia sebagai gubuk ritual kandang bubrah yang datang ke Gunung Sepuh. Gubuk itu terlihat biasa dari luar, Anton yang diajak keluar ruangan oleh nenek penghuni gubuk itu hanya bisa menunggu diluar gubuk selama tiga hari lamanya. Tidur beralaskan tanah dan beratapkan pepohonan rindang yang menemaninya selama tiga hari itu. Sedangkan nenek tersebut kembali masuk ke dalam gubuk ketika Anton menunggu diluar, Anton sendiri sengaja tidak memberitahukan apa yang terjadi pada temannya ketika menginap. Karena dia tidak mau, temannya secara tiba-tiba m
Hihihihihihi... Hihihihihihi... Sosok wanita yang sedang tertawa itu adalah kuntilanak, dari tadi duduk di warung dan menunduk dengan rambutnya yang menutupi wajahnya hanya tertawa melihat Bapak berbicara seperti itu kepada Pak Ardi. Namun Bapak dan Pak Ardi seperti sudah tidak memperdulikan kuntilanak yang sedang duduk itu, karena mereka tahu bahwa wanita itu bukanlah manusia seperti mereka berdua. “Si Bapak eta mah, geus bolak-balik ngaliwatan gerbang. Unggal kaluar ti Gunung Sepuh anu nuturkeun teh beuki loba, teuing kumaha lamun engke pas paehna, dipotongan meureun awakna jang di bagi-bagi. (Si Bapak itu, sudah bolak-balik melewati gerbang. Tiap keluar dari Gunung Sepuh yang ngikutin tambah banyak, tidak tahu gimana nanti setelah mati, mungkin dipotong-potong bad
Waktu semakin malam, aku dan Iman kini berjalan melewati rumah-rumah di Kampung Sepuh menuju warung. Sekarang para warga bisa berjalan dengan santainya pada malam hari, bahkan tanpa bantuan senter sekalipun, karena baru beberapa bulan yang lalu jalanan Kampung Sepuh dipasangin lampu jalan bertenaga surya untuk penerangan. Ya siapa lagi kalau ada andil Pak Ardi di dalamnya, Pak Ardi benar-benar ingin merubah Kampung Sepuh agar bisa disamakan dengan kampung-kampung yang ada di sekitarnya. Sehingga apapun yang dia lakukan agar Kampung Sepuh bisa terlihat lebih modern dan bisa diterima oleh masyarakat yang masih menganggap Kampung Sepuh itu adalah Kampung Keramat. Ketika aku sampai, rupanya Ujang sudah duduk di depan warung. dengan aura yang kini tampak berbeda dari yang aku temui di siang hari. Aku yang baru sampai dipersilakan untuk duduk dan bersila, dan akupun secara tidak sadar mengikuti apa yang dia perintahkan. “Aku akan menunjukan A Sidik sesuatu.
Obrolan yang sangat panjang di depan warung tersebut membuatku terkesima, oleh cerita-cerita Ujang yang dia dapatkan dari pengalamannya sendiri ataupun dari para warga yang mengalami kejadian-kejadian diluar nalar yang terjadi di Kampung Sepuh ini.Setelah perjanjian yang mengikat mereka terputus, para warga mulai beradaptasi kembali dengan suasana malam. Dan sekarang mereka sudah terbiasa dengan malam hari di Kampung Sepuh yang kini sedang aku kunjungi.Disana pula aku mendapatkan beberapa cerita yang tidak aku tulis dalam cerita, cerita-cerita yang menyeramkan terutama ketika menyangkut Ujang pada masa kecil dengan mitos-mitos dan pantangan-pantangan yang ada di sekitar mereka.Pulau Jawa bagian selatan masih penuh misteri, dengan landscape pegunungan yang membentang hingga ke Pantai Selatan. Membuatnya banyak mitos dan kejadian-kejadian yang diluar nalar, yang sering kali bersinggungan dengan manusia yang hidup di dalamnya.Dan bagiku, itu adalah penga
Sebuah warung kecil, yang awalnya aku tuangkan dalam Kata-kata yang menjadi cerita hingga saat ini. Kini aku lihat sendiri bentuknya, sebuah warung yang dulunya hanya berada dalam imajinasiku sendiri. Kini, aku melihatnya dengan kedua mataku sendiri.Bekas-bekas runtuhnya warung yang aku ceritakan masih tersisa, dengan banyaknya genteng-genteng yang rusak karena hangus terbakar disusun dan disimpan di rumah Ujang. Warung itu tampak baru, karena setelah kejadian yang menimpa Ujang. Pak Ardi dan para warga sepakat membangun kembali warung tersebut.Warung yang kini aku lihat ini, adalah salah satu point utama dalam ceritaku. Dimana, banyak kejadian yang silih berganti muncul dan harus di hadapi oleh Ujang dan warga Kampung Sepuh.“Kang!” Kataku sambil berdiri dan menyapa Ujang yang mendekatiku.Ujang hanya tersenyum, sifatnya yang agak pendiam terlihat jelas olehku. Ujang tidak setampan atau setinggi orang-orang yang menjadi karakter utama di da
“Dik, rumah orang tua kamu dimana sih, aku dah nungguin di Alf*mart deket rumah kamu. ” Sebuah text W* tiba-tiba muncul di HP ku pada pagi itu. Dan ketika aku baca, ternyata Iman sudah sampai di Ciwidey tempat dimana orang tua ku tinggal. Hari ini adalah hari minggu di akhir Februari. Dan pada hari ini, aku sengaja mengosongkan jadwalku untuk berkunjung ke Kampung Sepuh bersama dengan Iman, anak dari Mang Rusdi yang kini bekerja di tempat yang sama denganku. Aku berkunjung ke Kampung Sepuh, semata-mata untuk bersilaturahmi kepada semua warga yang ada disana. Karena sudah memberiku izin untuk membuat cerita tentang mereka, termasuk dengan segala yang terjadi di dalamnya. Iman dan Mang Rusdi adalah dua orang yang namanya sama dengan cerita yang aku buat. Sedangkan sisanya, aku sengaja memberi nama baru. Dan itu sudah sesuai dengan kesepakatan mereka ketika aku membuat cerita ini. “Ok, tunggu nanti aku kesana, beli aja makanan ama minuman buat ol
Kini,Semuanya kembali normal, Tidak semua orang tahu akan cerita ini. Bahkan hanya beberapa orang yang aku percaya yang mengetahui tentang apa yang terjadi tentang pertarunganku dan Kala pada saat itu.Karena apabila aku bercerita kepada semua orang, pasti banyak orang yang tidak percaya. Karena menganggap itu hanyalah fantasi dan ilusi semata dari seseorang yang kehilangan kakinya di Gunung Sepuh.Namun, berbeda dengan Mang Rusdi dan Mang Darman. Yang kini sering kali menghabiskan waktunya untuk menemaniku di dalam warung, bahkan istri Mang Rusdi sering kali membantuku di rumah untuk sekedar membersihkan rumah dan memastikan aku bisa makan dengan lahap di hari itu.Karena mereka sadar, aku kini hanya sendirian di Kampung Sepuh. Sudah tidak ada lagi orang tua yang menjadi panutanku saat ini. Sehingga mereka secara sukarela membantuku dan menganggapku sebagai bagian dari keluarga mereka yang tidak boleh mereka abaikan.“Mang, nongkrong wae di
Dua minggu kemudian.Warung yang sudah hancur akibat aku bakar, kini kembali berdiri. Lengkap dengan etalase yang sudah diperbaiki dan barang-barang yang dagangan yang mengisi penuh etalase dan rak-rak dagangan di warungku ini.Dan suasana sore hari yang penuh dengan hilir mudik warga kampung yang pulang dari sawah dan ladang terlihat olehku yang kini menjaga lagi warung yang sudah aku buat kembali bersama para warga dengan bantuan modal dari Pak Ardi.Aku seperti biasa kini sedang duduk dan bercengkrama dengan Mang Rusdi dan Mang Darman yang baru pulang dari berkeliling kampung untuk berdagang. Canda dan tawa menghiasi obrolan-obrolan tersebut karena sesekali Mang Darman berceloteh dan bercanda atas apa yang dia lakukan.Mereka berdua sudah mengetahui kejadian yang menimpaku di tempat itu, bahkan pertarungan ku dengan Kala di Gunung Sepuh. Dan itu membuat mereka tercengang karena mereka tidak mengetahui bahwa ada makhluk yang seperti itu di Gunung Sepuh.
Aku kembali berdiri, di tengah-tengah hamparan rerumputan yang luas. Dengan salah satu pohon besar yang ada di puncak yang terlihat olehku dari kejauhan. Rerumputan itu kini tampak lebih hijau dari sebelumnya, dan tidak terlihat lagi ilalang-ilalang yang tinggi menjulang hingga menutupi badanku saat itu. Panas yang terik, dengan angin segar yang berhembus dari pegunungan membuatku merasakan suatu perasaan yang sangat lega. Entah mengapa. Hatiku kini terasa sangat tenang ketika berada di tempat ini. Aku pun berjalan, melewati rerumputan tersebut dengan kakiku yang tidak memakai alas kaki sama sekali. Mencoba untuk berjalan dan duduk kembali di pohon besar yang berdiri di tengah-tengah rerumputan di atas sana. Jalanan yang kulalui sangat begitu mulus, tidak ada serangga-serangga yang menggigit kakiku, tidak ada jalanan yang becek bercampur lumpur. Juga tidak ada lagi lubang yang membuatku terperosok. Semuanya sangatlah berbeda, aku seper
Pandangan ku tiba-tiba gelap, aku sudah tidak bisa merasakan apapun lagi. Aku yang sudah pasrah kini hanya bisa membiarkan tubuhku yang tertutup oleh tanah yang menimpaku seketika dari atas sana. Dan para warga yang menyaksikan hal itu secara langsung tiba-tiba panik dan langsung berteriak memanggilku. “UJANGGGGGGGG!!!” Mang Rusdi yang pertama berlari ke arah tanah longsoran tersebut dan memindahkan batu, ranting-ranting dan tanah untuk mencariku dengan kedua tangannya. Begitu juga dengan Aki Karma, Mang Dadang, dan Mang Uha serta warga-warga yang lainnya yang membantu memindahkan semua material longsor yang menutupi tubuhku, dan berharap aku masih bisa bertahan dengan tubuh yang tertutup oleh longsoran tanah tersebut. Sedangkan Pak Ardi, dia langsung menelpon anaknya dan Pak Caca untuk segera meminta bantuan. Karena kini situasinya sangat berbeda, Pak Ardi membutuhkan lebih banyak orang agar bisa lebih cepat menyelamatkan aku yang berada di d
Mereka semua berlari masuk ke dalam hutan Gunung Sepuh yang masih terlihat gelap dan menyeramkan, dengan aura mistis yang kental dan terasa oleh semua warga Kampung Sepuh pada pagi itu.Meskipun waktu itu adalah waktu di mana pagi akan menjelang, namun tetap saja. aura-aura mistis yang terasa oleh para warga yang sedang berlari ke dalam sangatlah terasa.Apalagi dari mereka semua, hampir sebagian besar belum pernah keluar pada dalam gelap semasa hidupnya, mereka sudah terbuai oleh bantal dan selimut tebal dari mereka lahir hingga saat ini, dan mereka mematuhi larangan untuk keluar rumah hingga pagi tiba. Sehingga mereka tidak mengetahui rasanya masuk ke dalam hutan pada saat-saat seperti ini.“JANGGGG, UJANGGGG!!!!!”Mang Rusdi berteriak-teriak sambil berlari. Senternya di arahkan ke segala arah, mencoba mencariku di dalam gelapnya hutan Gunung Sepuh yang luas tersebut. Para warga lainnya juga melakukan hal yang sama, mereka berlari sambil men