Siang hari di Kampung Sepuh nampak sibuk, banyak pedati yang ditarik oleh sapi keluar masuk kampung dengan membawa beberapa kayu dan beberapa kotak peralatan untuk membantu warga memperbaiki rumahnya, juga ada beberapa kereta kuda yang datang dengan beberapa pekerja yang akan membantu para warga Kampung Sepuh untuk memperbaiki segala kerusakan yang terjadi.
TRAK
TRAK
SREET, SREETT
TOK, TOK, TOK
Suara-suara kayu yang dipalu di atas atap yang roboh dan suara kayu yang sedang di gergaji membuat Kampung Sepuh kali ini ramai, banyak warga dibantu para pekerja pembukaan lahan teh saling bahu membahu memperbaiki kerusakan rumah-rumah mereka, mereka akhirnya senang, rumah-rumah yang rusak kini diperbaiki kembali. Sudah beberapa hari ini warga kampung tidur di rumah yang kondisi nya hancur sehingga angin malam masuk ke rumah bahkan pada saat hujan turun rumah yang bocor menyebabkan seluruh isi rumah basah dan beberapa sampai menginap di rumah tet
terima kasih sudah membaca, akhirnya pembaca WARUNG TENGAH MALAM TEMBUS di 12K pembaca. Jangan lupa rating dan komentarnya ya,, supaya saya tetap semangat untuk menulis novelnya sebagai Info saya menulis novel baru dengan judul KAMPUNG HALIMUN, Sebuah novel horro yang unik dan berbeda dari kebanyakan novel horror yang lain... jangan lupa untuk dibaca juga dan beri rating dan komentarnya ya.... terima kasih
Kuk kuk kuk.. Cit.... Cit.... Malam semakin larut, suara-suara hewan malam saling bersahutan di hutan Gunung Sepuh yang gelap ini, terlihat dibawah bulan purnama beberapa orang beradu pendapat atas apa yang sedang terjadi, sebagian dari mereka terlihat tidak mau ikut ke atas gunung, apalagi Ki Wisesa sudah berkata bahwa dia tidak bisa menjamin keselamatan mereka ketika akan naik ke atas Gunung Sepuh. Namun mereka juga takut untuk melangkah pulang, karena posisi mereka ada di tengah hutan Gunung Sepuh, dan merekapun tahu apabila mereka melangkah pulang sendirian, tidak bisa di jamin juga mereka akan aman selama perjalanan pulang, pasti mereka akan diteror makhluk penghuni gunung sepanjang jalan. "Bagaimana ini?" "Aku akan kembali saja" "Kamu yakin mau melanjutkan perjalanan?" "Aku ingin pulang" "Aku takut" ............... “ALLES KALM, NIET STOPPEN (TENANG S
AUUUUUU..... Suara itu terdengar keras di dalam gelapnya hutan Gunung Sepuh malam itu. Adriaan, Amang serta para perkerja lainya mempercepat langkahnya berjalan menyusuri jalan setapak yang menanjak. WUSHHHH Namun tiba-tiba angin kencang tiba-tiba berhembus kencang, entah darimana asalnya, angin itu berhembus dan memadamkan obor yang mereka bawa. Brakk Seseorang terjatuh seketika, sesaat setelah obor yang mereka bawa mati, karena mencoba untuk mengangkat domba yang dia bawa di dalam kegelapan, orang itu mengerang kesakitan, dia terjatuh dan terkilir ditengah-tengah rombongan yang sedang berlari. Amang yang saat itu berada di barisan belakang, dengan sigap mendekati orang itu dan berteriak. “KALIAN YANG DISANA, BANTU SINI CEPAT!, ADA ORANG YANG TERJATUH DI BELAKANG” Amang berteriak dengan keras, dan beberapa orang dari rombongan itu seketika turun dan membantu mengangkat domba dan orang yang terjatuh tersebut.
Wusssssssss Wanita itu tiba-tiba menghilang secara perlahan, berubah menjadi butiran pasir yang tertiup angin, namun masih samar-samar terdengar suara dari wanita itu. “Tolong, kang, to.......” Wussssssssss Wanita itu hilang seketika, bersamaan dengan angin yang menerpanya, terlihat hanya pasir yang berserakan di jalan. Aku yang melihat kejadian ini dari dalam warung seakan tidak percaya, karena wanita itu menghilang tepat berada di depanku. “Kenapa lagi ini?” Aku kemudian berlari keluar warung untuk mengetahui kemana wanita itu menghilang, namun baru beberapa saat aku melangkahkan kakiku, terdengar suara dari arah jalan, suara yang tidak asing aku dengar, namun suara itu sangat menyeramkan, karena suara ini adalah suara yang pertama kali aku dengar ketika aku menjaga warung ini. HEEEH, HEEEEEEEEEH Aku seketika melihat ke arah jalan, namun aku mendadak terdiam. Di arah jalan terlihat sesosok makhluk yan
Kresak Kresak “Ko ga ada ya? ” Aku mencari-cari sesuatu di atas tumpukan daun-daun kering di dalam hutan, mencoba mencari beberapa lembar catatan hilang yang aku dapatkan di hutan Gunung Sepuh. Aku menyusuri jalan setapak dari warung hingga ke tempat aku bangun di tengah hutan, ketika aku bersama Aki Karma beberapa hari yang lalu. Aku yakin catatan yang hilang itu adalah pelengkap untuk aku menyelesaikan atas apa yang ku cari selama ini, aku sengaja berjalan sendiri ke hutan Gunung Sepuh, tanpa memberi tahu Ibu dan Aki Karma. Selepas jaga warung aku sudah berangkat ke hutan Gunung Sepuh, karena aku menyangka bahwa ada lembaran yang tertinggal di hutan ini, namun setelah aku mencari hingga siang, hasilnya nihil. Aku seketika duduk dibawah pohon besar di sisi hutan itu, mencoba beristirahat sebentar sebelum aku kembali ke Kampung Sepuh untuk beristirahat. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, hutan G
Aku sedikit memfokuskan mataku saat itu, di jalanan Kampung Sepuh yang berdebu terlihat dengan sekilas sebuah siluet yang transpan, sebuah siluet seorang wanita dibelakang A Wawan, terlihat dari debu-debu yang berterbangan seperti menabrak sesuatu dan membentuk sebuah tubuh manusia yang setia menemani A Wawan ketika pergi dari warung. Baru kali ini aku melihat hal seperti ini, namun semakin lama aku berjaga di warung ini, sepertinya indraku untuk melihat para Makhluk yang bukan manusia semakin tajam, karena ketika aku baru pertama kali disini, aku belum pernah melihat hal-hal yang seperti ini. Aku terus menfokuskan pandanganku, mencoba mengetahui siluet itu dengan seksama, karena dari beberapa Makhluk yang datang ke warung setiap malam, aku belum melihat Makhluk seperti itu, namun seketika. “Jang! ” Ibuku tiba-tiba menepuk pundaku, seketika aku kaget dan terlihat Ibuku sedang berdiri di sebelahku sembari tersenyum kepadaku. “Setiap manusia pun
Tok tok tok “Pak, Pak kabutnya sudah menghilang.” Terlihat seseorang sedang mengetuk pintu ruangan di dalam satu rumah, dia memberitahukan bahwa kabut yang menutupi Kampung Sepuh sudah menghilang, terlihat pula dari pakaian orang tersebut yang sedikit kotor dari darah ayam cemani yang menempel di bajunya. Namun expresi orang itu seperti sedang panik, dia seperti buru-buru mengetuk pintu supaya orang yang ada di dalam ruangan itu segera keluar. Tak lama pintu itu terbuka, nampak seseorang yang keluar dari ruangan itu tanpa memakai sehelai pun pakaian, orang tersebut telanjang tanpa tertutup oleh satu helai benang pun, badannya penuh dengan keringat, seperti sudah melakukan sesuatu yang membuatnya kecapean, napasnya pun terdengar sangat terengah-engah. Dia melirik sedikit ke dalam pintunya yang terbuka, terlihat disana beberapa wadah yang tadinya berisi darah ayam cemani sekarang hampir kosong, juga ada tercium bau dupa dan bunga yang b
"Wah seru pisan filmnya, Ibu-ibu bapak-bapak saya pamit duluan ya. Kasian si Ujang jagain warung dari tadi." "Mangga bu! " Jawab Ibu-ibu dan bapak-bapak yang sedang asyik membicarakan film yang mereka tonton tadi. Ibu langsung pamit untuk pulang kali ini, raut wajahnya terlihat sangat senang, karena bisa sejenak mengistirahatkan diri dari warung yang mengikatnya selama ini. Ibu yang menemukanku sedang terduduk di sisi jalan mendadak heran, karena melihat anaknya sedang duduk dengan pakaian yang kotor terkena debu jalan. “Jang, jang kenapa kamu duduk di tengah jalan?” teriak Ibu sambil berlari menghampiri ku. “Aku tidak apa apa bu tadi aku mau jemput Ibu, eh ternyata jatuh,” kataku sembari tersenyum ke arah Ibu. Ibu kemudian membantuku untuk berdiri, bersamaan dengan para warga yang ada dibelakangnya, terlihat raut-raut muka bahagia yang terlihat dari mereka. Aku juga bersyukur sosok yang tadi aku lihat di depan warung tidak mengganggu Ibu dan warga lainnya yang sedang menonton lay
“A... A... APAKAH ITU MANUSIA? ”Aku seketika kaget dan berteriak melihat manusia-manusia yang merangkak dengan tali yang mengikat lehernya seperti hewan peliharaan Nyi Laras yang ada di depanku saat ini.Manusia-manusia itu sangat memprihatinkan, dengan tubuh yang telanjang dengan banyaknya luka sayatan di sekujur tubuhnya. Banyak luka lebam yang membiru, seperti bekas hantaman benda tumpul yang menimbulkan bekas di tubuhnya.“Ssssstttt. ”Dengan anggun Nyi Laras menempelkan jarinya ke mulutnya, dia mencoba membuatku terdiam atas teriakan tadi. Dia sedikit tersenyum ke arahku, tanpa sedikitpun memperhatikan para manusia yang merangkak di sebelahnya. Nyi Laras tidak memperdulikan mereka sedikitpun, mereka dianggap seperti layaknya hewan perliharaan bagi Nyi Laras.KrosakKrosakPerlahan-lahan muncul beberapa makhluk besar menuju warung yang entah darimana datangnya, makhluk-makhluk besar yang
Waktu semakin malam, aku dan Iman kini berjalan melewati rumah-rumah di Kampung Sepuh menuju warung. Sekarang para warga bisa berjalan dengan santainya pada malam hari, bahkan tanpa bantuan senter sekalipun, karena baru beberapa bulan yang lalu jalanan Kampung Sepuh dipasangin lampu jalan bertenaga surya untuk penerangan. Ya siapa lagi kalau ada andil Pak Ardi di dalamnya, Pak Ardi benar-benar ingin merubah Kampung Sepuh agar bisa disamakan dengan kampung-kampung yang ada di sekitarnya. Sehingga apapun yang dia lakukan agar Kampung Sepuh bisa terlihat lebih modern dan bisa diterima oleh masyarakat yang masih menganggap Kampung Sepuh itu adalah Kampung Keramat. Ketika aku sampai, rupanya Ujang sudah duduk di depan warung. dengan aura yang kini tampak berbeda dari yang aku temui di siang hari. Aku yang baru sampai dipersilakan untuk duduk dan bersila, dan akupun secara tidak sadar mengikuti apa yang dia perintahkan. “Aku akan menunjukan A Sidik sesuatu.
Obrolan yang sangat panjang di depan warung tersebut membuatku terkesima, oleh cerita-cerita Ujang yang dia dapatkan dari pengalamannya sendiri ataupun dari para warga yang mengalami kejadian-kejadian diluar nalar yang terjadi di Kampung Sepuh ini.Setelah perjanjian yang mengikat mereka terputus, para warga mulai beradaptasi kembali dengan suasana malam. Dan sekarang mereka sudah terbiasa dengan malam hari di Kampung Sepuh yang kini sedang aku kunjungi.Disana pula aku mendapatkan beberapa cerita yang tidak aku tulis dalam cerita, cerita-cerita yang menyeramkan terutama ketika menyangkut Ujang pada masa kecil dengan mitos-mitos dan pantangan-pantangan yang ada di sekitar mereka.Pulau Jawa bagian selatan masih penuh misteri, dengan landscape pegunungan yang membentang hingga ke Pantai Selatan. Membuatnya banyak mitos dan kejadian-kejadian yang diluar nalar, yang sering kali bersinggungan dengan manusia yang hidup di dalamnya.Dan bagiku, itu adalah penga
Sebuah warung kecil, yang awalnya aku tuangkan dalam Kata-kata yang menjadi cerita hingga saat ini. Kini aku lihat sendiri bentuknya, sebuah warung yang dulunya hanya berada dalam imajinasiku sendiri. Kini, aku melihatnya dengan kedua mataku sendiri.Bekas-bekas runtuhnya warung yang aku ceritakan masih tersisa, dengan banyaknya genteng-genteng yang rusak karena hangus terbakar disusun dan disimpan di rumah Ujang. Warung itu tampak baru, karena setelah kejadian yang menimpa Ujang. Pak Ardi dan para warga sepakat membangun kembali warung tersebut.Warung yang kini aku lihat ini, adalah salah satu point utama dalam ceritaku. Dimana, banyak kejadian yang silih berganti muncul dan harus di hadapi oleh Ujang dan warga Kampung Sepuh.“Kang!” Kataku sambil berdiri dan menyapa Ujang yang mendekatiku.Ujang hanya tersenyum, sifatnya yang agak pendiam terlihat jelas olehku. Ujang tidak setampan atau setinggi orang-orang yang menjadi karakter utama di da
“Dik, rumah orang tua kamu dimana sih, aku dah nungguin di Alf*mart deket rumah kamu. ” Sebuah text W* tiba-tiba muncul di HP ku pada pagi itu. Dan ketika aku baca, ternyata Iman sudah sampai di Ciwidey tempat dimana orang tua ku tinggal. Hari ini adalah hari minggu di akhir Februari. Dan pada hari ini, aku sengaja mengosongkan jadwalku untuk berkunjung ke Kampung Sepuh bersama dengan Iman, anak dari Mang Rusdi yang kini bekerja di tempat yang sama denganku. Aku berkunjung ke Kampung Sepuh, semata-mata untuk bersilaturahmi kepada semua warga yang ada disana. Karena sudah memberiku izin untuk membuat cerita tentang mereka, termasuk dengan segala yang terjadi di dalamnya. Iman dan Mang Rusdi adalah dua orang yang namanya sama dengan cerita yang aku buat. Sedangkan sisanya, aku sengaja memberi nama baru. Dan itu sudah sesuai dengan kesepakatan mereka ketika aku membuat cerita ini. “Ok, tunggu nanti aku kesana, beli aja makanan ama minuman buat ol
Kini,Semuanya kembali normal, Tidak semua orang tahu akan cerita ini. Bahkan hanya beberapa orang yang aku percaya yang mengetahui tentang apa yang terjadi tentang pertarunganku dan Kala pada saat itu.Karena apabila aku bercerita kepada semua orang, pasti banyak orang yang tidak percaya. Karena menganggap itu hanyalah fantasi dan ilusi semata dari seseorang yang kehilangan kakinya di Gunung Sepuh.Namun, berbeda dengan Mang Rusdi dan Mang Darman. Yang kini sering kali menghabiskan waktunya untuk menemaniku di dalam warung, bahkan istri Mang Rusdi sering kali membantuku di rumah untuk sekedar membersihkan rumah dan memastikan aku bisa makan dengan lahap di hari itu.Karena mereka sadar, aku kini hanya sendirian di Kampung Sepuh. Sudah tidak ada lagi orang tua yang menjadi panutanku saat ini. Sehingga mereka secara sukarela membantuku dan menganggapku sebagai bagian dari keluarga mereka yang tidak boleh mereka abaikan.“Mang, nongkrong wae di
Dua minggu kemudian.Warung yang sudah hancur akibat aku bakar, kini kembali berdiri. Lengkap dengan etalase yang sudah diperbaiki dan barang-barang yang dagangan yang mengisi penuh etalase dan rak-rak dagangan di warungku ini.Dan suasana sore hari yang penuh dengan hilir mudik warga kampung yang pulang dari sawah dan ladang terlihat olehku yang kini menjaga lagi warung yang sudah aku buat kembali bersama para warga dengan bantuan modal dari Pak Ardi.Aku seperti biasa kini sedang duduk dan bercengkrama dengan Mang Rusdi dan Mang Darman yang baru pulang dari berkeliling kampung untuk berdagang. Canda dan tawa menghiasi obrolan-obrolan tersebut karena sesekali Mang Darman berceloteh dan bercanda atas apa yang dia lakukan.Mereka berdua sudah mengetahui kejadian yang menimpaku di tempat itu, bahkan pertarungan ku dengan Kala di Gunung Sepuh. Dan itu membuat mereka tercengang karena mereka tidak mengetahui bahwa ada makhluk yang seperti itu di Gunung Sepuh.
Aku kembali berdiri, di tengah-tengah hamparan rerumputan yang luas. Dengan salah satu pohon besar yang ada di puncak yang terlihat olehku dari kejauhan. Rerumputan itu kini tampak lebih hijau dari sebelumnya, dan tidak terlihat lagi ilalang-ilalang yang tinggi menjulang hingga menutupi badanku saat itu. Panas yang terik, dengan angin segar yang berhembus dari pegunungan membuatku merasakan suatu perasaan yang sangat lega. Entah mengapa. Hatiku kini terasa sangat tenang ketika berada di tempat ini. Aku pun berjalan, melewati rerumputan tersebut dengan kakiku yang tidak memakai alas kaki sama sekali. Mencoba untuk berjalan dan duduk kembali di pohon besar yang berdiri di tengah-tengah rerumputan di atas sana. Jalanan yang kulalui sangat begitu mulus, tidak ada serangga-serangga yang menggigit kakiku, tidak ada jalanan yang becek bercampur lumpur. Juga tidak ada lagi lubang yang membuatku terperosok. Semuanya sangatlah berbeda, aku seper
Pandangan ku tiba-tiba gelap, aku sudah tidak bisa merasakan apapun lagi. Aku yang sudah pasrah kini hanya bisa membiarkan tubuhku yang tertutup oleh tanah yang menimpaku seketika dari atas sana. Dan para warga yang menyaksikan hal itu secara langsung tiba-tiba panik dan langsung berteriak memanggilku. “UJANGGGGGGGG!!!” Mang Rusdi yang pertama berlari ke arah tanah longsoran tersebut dan memindahkan batu, ranting-ranting dan tanah untuk mencariku dengan kedua tangannya. Begitu juga dengan Aki Karma, Mang Dadang, dan Mang Uha serta warga-warga yang lainnya yang membantu memindahkan semua material longsor yang menutupi tubuhku, dan berharap aku masih bisa bertahan dengan tubuh yang tertutup oleh longsoran tanah tersebut. Sedangkan Pak Ardi, dia langsung menelpon anaknya dan Pak Caca untuk segera meminta bantuan. Karena kini situasinya sangat berbeda, Pak Ardi membutuhkan lebih banyak orang agar bisa lebih cepat menyelamatkan aku yang berada di d
Mereka semua berlari masuk ke dalam hutan Gunung Sepuh yang masih terlihat gelap dan menyeramkan, dengan aura mistis yang kental dan terasa oleh semua warga Kampung Sepuh pada pagi itu.Meskipun waktu itu adalah waktu di mana pagi akan menjelang, namun tetap saja. aura-aura mistis yang terasa oleh para warga yang sedang berlari ke dalam sangatlah terasa.Apalagi dari mereka semua, hampir sebagian besar belum pernah keluar pada dalam gelap semasa hidupnya, mereka sudah terbuai oleh bantal dan selimut tebal dari mereka lahir hingga saat ini, dan mereka mematuhi larangan untuk keluar rumah hingga pagi tiba. Sehingga mereka tidak mengetahui rasanya masuk ke dalam hutan pada saat-saat seperti ini.“JANGGGG, UJANGGGG!!!!!”Mang Rusdi berteriak-teriak sambil berlari. Senternya di arahkan ke segala arah, mencoba mencariku di dalam gelapnya hutan Gunung Sepuh yang luas tersebut. Para warga lainnya juga melakukan hal yang sama, mereka berlari sambil men