Share

Bab 22

Pagi hari.

Aku membuka warung selepas salat subuh, lalu menyapu rumah, sementara Ibu menyapu halaman. Aku sudah menyuruh beliau untuk diam saja, tapi tetap kekeuh ingin menyapu.

"Duh, pagi-pagi sudah nyapu aja, Bu."

Aku yang mengenal suara ini, buru-buru keluar. Siapa lagi kalau bukan bigos alias biang gosip di kampung ini, Bu Romlah.

"Iya nih, Bu, nggak enak badan kalau diam saja sementara anak capek ngurus rumah."

"Duh, Bu, ngurus rumah itu belum secapek ngurus anak. Dia mana tahu, kan belum ada," cetusnya.

"Duh, yang pagi-pagi sudah nyinyir. Hati-hati punya anak perempuan, nanti balik lagi omongan sampean itu. Mau?" tanyaku balik.

Sepertinya, omonganku tadi manjur untuk mengusirnya. Terbukti kini Bu Romlah pergi dengan wajah merah padam.

"Jangan kaya gitu, Nduk. Nggak baik."

"Alah, Bu, semua orang di sini sudah tahu wataknya. Kalau didiamin malah kebiasaan."

Ibu hanya geleng-geleng kepala kemudian mengambil pengki dan menyerok sampah. Setelahnya, aku membuka kulkas dan masih ada ik
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status