WANITA KEDUA 34 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraWanita yang tidak ingin gegabah itu menatap Aksa dengan perasaan entah. Namun, Yula memaksa bibirnya tersenyum untuk menyembunyikan segala hal yang berkecamuk. "Maaf, harusnya saya yang minta maaf karena telah lancang bertanya. Hanya saja saya memang tertarik dengan gelang yang Pak Aksa pakai. Mungkin belum rejeki saya. Sekali lagi saya minta maaf dan terima kasih," ujar Yula sembari membungkuk beberapa kali. "Tidak apa," jawab Aksa singkat. "Saya harap apapun yang terjadi, kamu selalu berada di samping Thifa. Tolong jaga dia untuk saya. Karena hanya ini cara yang bisa saya lakukan untuknya agar tidak terlalu terluka. Meskipun kenyataannya dia tetap terluka," lanjutnya lagi seakan memanfaatkan keadaan untuk mengatakan hal yang tidak bisa dikatakan. Yula pun mengerutkan dahi, "Maksudnya bagaimana? Apa akhir-akhir ini Pak Aksa sengaja menjauh dan memutus komunikasi itu untuk melindungi Thifa? Bukan karena sudah tidak mencintainya lagi?"
WANITA KEDUA 35Oleh: Kenong Auliya Zhafira Menyimpulkan kenangan dalam ingatan mungkin seperti mencari ujung benang yang simpul talinya berantakan. Bukan hanya kejelian yang dibutuhkan, melainkan juga kesabaran. Sebab akan ada suatu pernyataan titik terang yang memberikan petunjuk kebenaran. Yula menggeleng beberapa kali untuk menolak kesimpulan dalam kepalanya. Ia tidak ingin salah telah mengaitkan Aksa dengan nasib yang Thifa miliki. "Kamu jangan terpaut pada pikiranmu. Bisa saja semua itu bukan kebenaran yang sesungguhnya. Tapi, tidak ada salahnya menguatkan raga jika itu memang kenyataan yang terlewatkan," gumamnya dalam hati sembari melirik sang penguasa swalayan. "Kenapa kamu tiba-tiba ingin tahu tentang Aksa?" Lian bertanya dengan pikiran yang mulai dibarengi rasa penasaran. Wanita yang tidak ingin tenggelam dalam kesimpulannya sendiri langsung tersadar dari lamunan. "Tidak apa, Pak. Hanya ingin tahu saja. Karena selama ini, Thifa seringnya menceritakan perasaan dan hubu
WANITA KEDUA 35 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraSeketika Thifa menghentikan tangisnya dan berusaha menghapus air mata yang menetes. Kepalanya berusaha mencerna ucapan sahabatnya. Mungkin benar jika pria di sana sengaja menjaga jarak dan komunikasi untuk tidak melukai dirinya. Akan tetapi, melihat seluruh kebersamaan tiba-tiba menghilang tetap membuatnya kesakitan meski sudah berusaha menutupi mati-matian. "Kamu pulang kerja langsung ke sini?" tanya Thifa mencoba bangkit dari keterpurukan hatinya.Yula mengangguk, "Iya. Aku khawatir sama kamu. Kamu udah makan?" "Aku tidak nafsu makan," jawab Thifa seraya tersenyum getir. "Kamu harus makan. Jangan bilang kamu masih puasa," cecar Yula yang tidak lelah mengingatkan. "Orang jatuh cinta pun butuh tenaga untuk bahagia, begitu juga kamu yang butuh tenaga lebih banyak untuk menyembuhkan hati agar kembali utuh," lanjutnya lagi. Wanita yang sengaja menahan lapar dan haus itu kembali tersenyum tipis. Entah kenapa ia kerap memilih berpuasa jika
WANITA KEDUA 36 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Segala bentuk macam pertemuan dengan seseorang sudah pasti menjadi bagian ketetapan Tuhan. Entah seseorang itu memberi duka atau bahagia, yang pasti akan selalu ada alasan dan hikmah sebagai pembelajaran dalam hidup. Begitu juga tentang cinta. Wanita yang masih tidak tahu harus berpikir seperti apa menatap sahabatnya—Yula dengan tatapan hampa. Entah kenapa rasanya ada yang menghantam ulu hati mendengar pertanyaan tersebut. Ya, hatinya belum bersiap terluka untuk menghadapi kenyataan yang lain. "La ... aku enggak tahu harus jawab apa jika itu benar kenyataannya. A-aku enggak yakin apa nanti bisa menerima. Begini saja rasanya sudah sakit banget," jawab Thifa sambil berusaha menahan gerimis di kedua sudut mata. Yula seketika memeluk wanita di depannya. Ia tahu jika Athifa pasti akan menjadi lemah seperti sekarang. "Ini masih perkiraan saja, Thifa. Belum pasti. Aku yakin kamu wanita yang kuat. Kita lewati kenyataan ini sekali l
WANITA KEDUA 36 BOleh: Kenong Auliya Zhafira Athifa yang melihat perubahan wajah wanita di depannya langsung tersenyum agar tidak membuat khawatir lagi akan keadaannya. Sebab sekarang dirinya sudah berjanji untuk lebih kuat dan tahan banting dari tamparan kenyataan seperti sebelumnya. "Kamu tenang saja. Enggak perlu khawatir begitu. Aku udah enggak apa-apa. Aku bisa melewati semuanya, kok," ujarnya lagi untuk meyakinkan keadaan dirinya sudah lebih kuat lagi. "Iya, aku percaya. Pokoknya kalau kamu banyak pikiran, jangan dipendam sendiri. Aku akan dengan senang hati mendengarnya. Kamu harus ingat itu," jawab Yula yang berharap Athifa bersikap demikian nantinya. "Ya sudah. Kamu sebaiknya pulang. Aku bisa tidur sendiri, enggak perlu ditemenin," terang wanita yang merasa lebih baik. Yula menggeleng, "Enggak. Aku temenin kamu malem ini. Pulang besok pagi aja. Sekarang mending kita salat isya, terus tidur." Wanita yang tidak tahu lagi harus menjawab apa pun akhirnya pasrah. Mereka men
WANITA KEDUA 37Oleh: Kenong Auliya Zhafira Mendengar sesuatu yang susah payah disembunyikan pastinya membuat diri bertanya-tanya. Apalagi jika membicarakannya di tempat umum dan di lingkungan yang kita anggap sangat penting. Hal itu tentunya menambah goresan luka semakin dalam juga sakit.Athifa sendiri merasa kedua kakinya seakan tidak bertenaga saat telinganya menangkap nama dirinya dalam perbincangan. Meskipun mereka berada di belakang, tetap saja indra pendengarannya masih berfungsi jelas. "Yula, kenapa mereka bisa tahu kalau aku pernah berhubungan dengan Mas Aksa? Apa selama kemarin aku izin, mereka semua membicarakanku? Tolong jelaskan padaku, La? Padahal kamu tahu, aku mati-matian tidak bercerita sama siapa pun, kecuali kamu," tanya wanita yang perlahan mulai merasa panas di area mata. Mungkin sebentar lagi akun turun gerimis. Yula sengaja mendekat dan mengusap lengan sahabatnya itu dengan lembut. Ia yakin suasana seperti ini memang cepat atau lambat akan terjadi. Hanya saj
WANITA KEDUA 37 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Yula hampir kesusahan menelan ludahnya sendiri. Ia tidak menduga jika Athifa masih bertanya, sedangkan ia sendiri tidak tahu harus memulai dengan kata yang seperti apa dan bagaimana untuk menjawabnya. "A-anu ... gimana ya, ngomongnya. Apa memang kamu harus tahu? Aku penginnya kamu melupakan semua hal yang terjadi. Termasuk saat kemarin berhubungan dengan Aksa. Aku benar-benar ingin melihat kamu bertemu pria yang memberikan cinta dengan keadaan tepat dan membuatmu menjadi wanita paling bahagia," jawab wanita yang tidak tega menceritakan kejadian kemarin. "Aku enggak apa, Yula. Aku ingin tahu. Aku mohon kamu kasih tahu kenapa mereka menatapku seperti itu dan membicarakan hal yang berusaha aku tutupi," ujar wanita yang terdengar seperti sedang memohon. Yula sejenak menghela napas kasar, lalu memulai membuka bibirnya untuk bercerita. "Oke, aku akan cerita. Tapi, aku juga minta kamu enggak boleh lagi menyiksa diri seperti kemarin. Ak
WANITA KEDUA 38 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Mendapat ajakan pesan untuk bertemu dari seseorang yang memiliki kedekatan secara psikis dengan sahabat dekat pastinya menimbulkan berbagai pertanyaan. Apalagi memang sebelumnya ada satu pemikiran yang mengusik kepala. Hal itu tentunya tidak boleh dilewatkan. Yula melirik wanita di depannya sebelum membalas pesan dari pria yang begitu dicintai dengan hebatnya oleh seorang Athifa Arsyana. Ia juga berpikir keras mencari alasan agar bisa menemui dan berbicara dengan sang pengirim pesan. "Aku harus cari alasan apa, ya? Pak Aksa minta Thifa enggak boleh tau lagi. Aku harap memang ini ada hubungannya dengan gelang yang dipakai Pak Aksa. Setidaknya aku jadi bisa mendapat titik terang untuk kecelakaan orang tua Thifa," gumamnya dalam hati, lalu berusaha merangkai pesan balasan. Yula [Boleh, Pak. Mau sekarang atau bagaimana? Mumpung saya masih jam istirahat.] Selesai mengirim pesan, Yula memberanikan diri membuka bibirnya untuk pe
WANITA KEDUA 48 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Mayasha semakin tidak mengerti. Sebab prianya sama sekali tidak berkata apa pun akan tamu yang datang dan tinggal bersama. Apalagi bercerita tentang silsilah keluarganya. Sebab ia hanya tahu tentang Lian dan ibunya. "Kamu panggil Lian pakai sebutan om? Apa kalian masih saudara?" tanya Mayasha sedikit bingung karena kehadiran pria asing. "Kurang lebih seperti itu, Tante. Saya saudara dari pihak ayahnya Om Lian," jawab Ezra sedikit malu. Wanita yang mulai mengerti pun mempersilakan Ezra masuk selayaknya tamu. "Kamu tidur di kamar tamu, ya? Kalau mau istirahat juga tidak apa. Anggap saja seperti rumah sendiri. Kalau butuh bantuan, bisa panggil saya. Kamarnya ada di lantai atas," ujar wanita yang memang memiliki kebaikan dalam hatinya sejak dulu. Pria yang diam-diam terpukau kecantikan wajah wanita di depannya mencoba mengangguk mengerti. Ya, Ezra sekarang paham bagaimana pria itu bisa tergila-gila pada wanita tersebut. Selain kec
WANITA KEDUA 48 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Mendengar ada orang yang berbicara hal-hal buruk pastinya membuat hati merasa terjebak amarah. Apalagi jika mengenai orang yang memiliki tempat istimewa di hati. Tentunya hal itu semakin menambah beban jiwa dan perasaan bersalah. Pria yang tidak tahu harus menanggapi bagaimana hanya bisa menatap sekeliling. Aksa tidak mampu membela apalagi menghentikan omongan yang sudah terlanjur menjadi perbincangan. "Aku minta maaf, Thifa ... aku tidak pernah tahu jika kamu mengalami hal ini. Kamu pasti tertekan dengan semua yang mereka katakan. Tapi, kamu malah berpura baik-baik saja dan tetap berangkat kerja. Kenapa harus kamu yang jadi omongan orang, Thifa?" lirihnya sembari menatap langit biru untuk menahan rintik gerimis turun membasahi pipi. "Seharusnya aku yang menanggung semua ini. Tolong jangan buat dia semakin terluka, Tuhan ... cukup aku saja yang jadi pisau untuknya. Jangan ditambah lagi kesakitan itu dari sisi lainnya," imbuhnya den
WANITA KEDUA 47 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Seketika wanita yang memang ingin berdamai dengan nasibnya sendiri terdiam tanpa kata. Meskipun tidak begitu mengingat seperti apa pria bernama Ezra itu, tetapi Athifa mencoba memahami tindakan sahabatnya memilki tujuan baik untuk dirinya. Hanya saja memang hatinya yang sedang mengalami masalah. "Aku tahu maksud kamu baik, Yula. Tapi, saat ini memang belum mau memikirkan tentang pria. Apalagi cinta. Entah kenapa rasanya semua hasrat itu padam," jawab Athifa sembari menatap Yula dengan pandangan hampa. "Tapi anehnya dia tahu tentang kamu menjalin hubungan dengan Aksa. Entah tahu dari mana, dia tidak mau mengaku. Cuma katanya bukan dari orang sembarangan," cerita Yula sedikit panjang dan melebar. Athifa hampir kesulitan menelan ludahnya sendiri mendengar ucapan sahabatnya. "Dia tahu kalau aku suka sama suami orang?" tanyanya dengan mata membulat. Yula mengangguk, "Iya. Tapi kamu tidak perlu cemas. Dia mau diam, kok." "S
WANITA KEDUA 47 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Kata maaf memang tidak selamanya bisa menyembuhkan luka. Namun, setidaknya satu kata tersebut bisa sedikit menyamarkan perih. Selain itu juga mengajarkan hati untuk berlapang dada pada kejadian yang telah digariskan sang pemilik alam semesta. Wanita yang belum terlalu kuat berdamai dengan luka dan kata maaf itu menatap dua pria di hadapannya secara bergantian. Meskipun rasanya ingin berlari sejauh mungkin dari kenangan dan kenyataan, tetapi suka tidak suka tetap harus menghadapinya. "Kamu tidak perlu minta maaf, Mas. Sebab aku sendiri juga tidak tahu harus menjawab apa. Mungkin juga sudah menjadi peran yang harus aku mainkan. Aku ingin berdamai dengan luka ini. Kalau kamu merasa bersalah, maka hiduplah dengan perasaan itu selamanya. Dan aku juga tidak menyesal pernah mengenal dan jatuh cinta padamu," jawab Athifa sembari mengepalkan kedua tangan untuk mengumpulkan segenggam kekuatan. "Aku tidak membencimu, Mas. Karena bagaima
WANITA KEDUA 46 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Lagi. Aksa menatap wanita yang terlihat begitu mudah berbicara tanpa kegugupan sama sekali mengenai masalah dirinya. Meskipun ia menyadari jika ucapan Serena adalah benar adanya. "Aku akan mencoba mencari waktu yang tepat. Entah dia mau memaafkan atau tidak, itu haknya. Karena aku sendiri juga merasa tidak pantas mendapat kata maaf," jawabnya, lalu menunduk menatap kakinya yang terlalu lemah untuk mengambil keputusan. Ketika dua manusia itu sedang belajar menjadi pasangan yang sebenarnya, tiba-tiba orang tua Aksa berdiri di hadapan dengan wajah penuh ekspresi. "Kenapa kamu tidak pantas mendapat kata maaf?" tanya pria yang tidak lain adalah ayahnya Aksa. Aksa dan Serena seketika berdiri dan menyambut kedatangan orang tua yang jarang bertemu setelah acara pernikahan dulu. "Ayah? Kok, tidak bilang mau ke sini?" tanya pria yang sedikit terkejut melihat sang ayah. "Iya. Kalau bilang, kan, kita bisa menyiapkan sesuatu, Yah
WANITA KEDUA 46 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Mengetahui suatu kabar yang berusaha dirahasiakan dari khalayak ramai ternyata melebar luas tentunya membuat khawatir dan gelisah. Bukan karena mereka tahu semuanya, tetapi ada kondisi hati yang harus dijaga sebisa mungkin. Pria bernama lengkap Aksa Gautama itu terus menatap heran. Ia terus berpikir bagaimana pria di sebelahnya bisa mengetahui kisahnya bersama wanita kedua yang berhasil membuat terjatuh dalam cinta. "Sebelumnya maaf ... bagaimana Anda bisa tahu tentang saya dan Athifa? Padahal sepertinya kita baru bertemu?" tanya Aksa dengan wajah bingung dan gelisah sekaligus. Ezra tersenyum getir mendapat pertanyaan yang menurutnya lucu. "Kita memang baru bertemu. Tapi, saya sudah sedikit tahu tentang masnya. Pria yang berhasil membuat seorang Athifa jatuh cinta. Ya, meskipun itu bukan cinta yang sebenarnya. Masnya pasti paham apa maksud saya," jawabnya tanpa keraguan sedikit pun. "Kalau kita baru pertama bertemu, baga
WANITA KEDUA 45 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Aksa yang tiba-tiba bingung langsung mengulangi pertanyaannya. "Mas ... jadi pesan, enggak?" tanyanya sembari mengayunkan telapak tangannya di hadapan pria yang baru kali ini bertemu. Pria yang terjebak lamunannya sendiri pun tersadar. "Aku mau sayur kangkung sama ikan bakar.. "Siap. Sambil menunggu pesanan, Anda bisa duduk manis. Mau melihat pemandangan dari kaca jendela juga bagus," ujar Aksa, kemudian melangkah pergi menuju dapur untuk memberitahu ada pesanan baru. Aksa sendiri masih menatap lekat sampai pria itu menghilang dari pandangan. Ia juga melihat pemandangan sekeliling restoran yang cukup cantik dari segi konsep dan tatanannya. "Keren juga sih, konsep restorannya. Sederhana tapi unik. Apa aku buka restoran aja, ya? Trus bahannya ngambil di swalayannya Om Lian. Kayaknya masuk buat jadi rencana jangka panjang. Tapi aku enggak punya bakat apa pun di bidang kuliner," gumamnya dalam hati. Ketika tengah asyik merencanaka
WANITA KEDUA 45 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Mengobati luka seseorang itu memang bukan hal mudah. Akan ada usaha dan niat yang harus seluas jagad raya. Apalagi jika ada tekad tersembunyi untuk menggantikan posisi tersebut. Tentunya membutuhkan banyak kesabaran dan pengorbanan. Pria yang memiliki tujuan tersebut menatap Yula sekali lagi. Ezra sadar jika jalannya untuk mendapatkan sang pujaan mungkin akan lebih sulit dari sebelumnya. Ya, wajah sahabatnya sudah menjelaskan semua tanpa harus menjawabnya. "Kok, diam, La? Apa kamu juga mengenal yang punya restoran itu?" tanya Ezra kedua kali sembari memancing wanita di depannya untuk bicara. Yula pun tersadar dan menjawab, "Kenal banget sih, enggak. Tapi cukup tahu. Mending jangan tanya soal itu dulu, ya? Aku lagi enggak mau bahas soalnya." "Emang kenapa? Apa karena pria itu ada hubungan dengan Thifa?" Ezra mencoba membuka inti obrolan yang sebenarnya. Kedua mata Yula seketika membulat. Rasanya tidak percaya jika pria di depann
WANITA KEDUA 44 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Lian berpikir sejenak. Sebenarnya ia tidak begitu membutuhkan karyawan baru. Selain itu tabungan Ezra pun pasti masih banyak dan cukup untuk hidup juga membuka usaha."Kamu yakin? Uang kamu sudah habis, kah? Sampai minta bekerja di sini?" goda Lian yang membuat Ezra semakin lucu. "Ayolah, Om ... ini bukan masalah uang. Ini masa depan. Dan sekalian aku juga belajar mengelola swalayan sama Om. Siapa tahu nanti aku buka sendiri dan mengajak bersaing," ujar Ezra berusaha merayu. Lian seketika menarik napasnya dalam dan mengembuskannya kasar. Bagaimanapun hatinya tidak bisa menolak keinginan pria di depannya. Bukan hanya karena urusan ketidaktegaan, tetapi ada persaudaraan yang memang lebih dari segalanya. "Iya sudah. Besok kamu boleh mulai berangkat. Kalau mau, kamu juga boleh tinggal di rumah Om. Biar Mayasha ada teman ngobrol. Soalnya kadang Om pulangnya malam," jawabnya yang terdengar seperti suara malaikat tidak bersayap. "Wah, seriu