WANITA KEDUA 2
Oleh: Kenong Auliya Zhafira
Terkadang kecurigaan yang tertumpuk karena pengamatan kerap memunculkan tanda tanya yang jawabannya mendekati kebenaran. Apalagi firasat seorang wanita pada pasangan. Kemungkinan benar pasti nyaris seratus persen.
Serena bergegas mendekat untuk menuntaskan rasa penasarannya. Wajah prianya begitu kentara berbinar penuh bahagia. Senyum itu seakan mewakili bahasa tubuh yang jujur.
“Mas ... kok, pembelinya tidak disuruh masuk? Kenapa hanya di depan pintu begitu? Tidak sopan menyambut pembeli seperti itu,” ucap Rena tiba-tiba yang sudah berada di antara mereka. Membuat ketiga orang di depannya menoleh secara bersamaan.
Thifa memaksa bibirnya tersenyum untuk menyembunyikan perasaan takut sekaligus cemas. Ya, ia takut apabila hatinya harus kehilangan dan tidak bisa melihat pria di depannya jika hubungannya terbuka. Ia sengaja menatap arah lain untuk menghindari tatapan Mbak Rena yang selalu terlihat penuh bahagia bisa memiliki Mas Aksa sepenuhnya. Berbeda dengan dirinya yang hanya memiliki setengah hati dan perhatiannya.
Sementara pria yang diam-diam memiliki wanita kedua dalam hatinya berusaha menelan ludah pelan untuk menetralkan debaran jantungnya akan kehadiran sang istri.
“Bukannya tidak sopan, Dek ... tapi, Thifa yang buru-buru karena hari udah terlalu sore. Dan mungkin juga dia merasa lelah dan ingin segera pulang setelah bekerja,” jawabnya sengaja berbohong diselipi senyum manis.
Wanita yang mendengar ucapan sang pria tanpa nada tinggi membuat api cemburu perlahan menyala dan memanaskan dada. Karena kata-kata manis itu bukan ditujukan untuk dirinya. Meski kerap berpikiran seperti demikian, Thifa langsung menyadari bahwa bukan haknya untuk cemburu. Tanpa diberi kode seperti ini pun, ia bisa tahu kalau sebenarnya Mbak Rena menginginkan segera pergi dan pulang ke rumah.
Kesadaran posisi dan siapa yang lebih berhak atas Aksa Gautama sering kali menjatuhkan hati dan harga dirinya sebagai wanita. Akan tetapi, perasaan yang ada mengalahkan tanpa tapi. Ia akan memilih diam merasakan segala perih dari segala resiko memberikan setengah hatinya pada pria yang menurutnya sempurna.
“Ya udah, Mas Aksa dan Mbak Rena ... saya mau pulang dulu karena udah mendapat pesanan,” pamit Thifa sembari menarik tangan Yula—sahabatnya. Biarlah cemburu yang ada ia redam sendiri tanpa harus membuat pria di sana merasa bersalah.
Rena yang sengaja mendekat, memperhatikan wanita bernama Thifa dan suaminya secara bergantian. Thifa yang melangkah tanpa menoleh, sang suami yang menatap punggung itu menjauh dengan wajah berbinar tanpa beralih sedikit pun.
“Lihatnya begitu banget, Mas? Suka sama Thifa?” Satu pertanyaan yang sejak tadi mencekik leher meluncur begitu saja dari bibirnya.
Aksa menoleh, “Kalau ngomong jangan sembarangan. Entar jadi beneran.”
“Emang itu beneran, kan? Kamu suka sama Thifa, kan? Kamu ada apa-apa dengan wanita itu, kan? Dasar wanita murahan. Di luar aja banyak pria yang single, kenapa harus menggoda pria beristri,” tuduhnya dengan rasa begitu menggebu. Sorot mata sang pria sudah cukup memberi bukti.
Mendengar tuduhan yang jauh dari kenyataan tentang seorang Thifa Arsyana membuat kesabaran Aksa berkurang. Memilih dirinya sebagai pelengkap setengah hati bukanlah tentang murah mahalnya seorang wanita. Ini tentang hati dan perasaan yang tidak mengenal perbedaan tanpa harus saling memaksakan.
“Serena Jasmin ... aku tahu kamu adalah wanita terhormat dengan segudang harta yang tidak akan pernah habis. Kenapa mulai ke sini, pikiranmu selalu negatif tentang orang lain? Belum tentu Thifa itu sesuai apa yang kamu tuduhkan. Murah mahalnya seorang wanita itu bukan dari kisah asmaranya, melainkan dari cara bersikap dan berkata. Kamu paham, kan?” jelas pria yang merasa ikut terhina oleh perkataan sang istri. Bukan niat membelanya, tetapi ia melakukan itu untuk menjaga harga diri Serena agar tidak ikut terjatuh oleh tutur katanya sendiri yang tidak bisa terjaga. Bukankah ucapan pun bisa setajam belati? Bisa melukai tanpa harus terluka menganga dan berdarah.
Wanita yang kembali merasakan nalurinya benar langsung tersulut emosi mendapati Aksa berkata tanpa memikirkan perasaannya. Ada cemburu menyeruak karena pria yang selama ini terlihat begitu setia ternyata berani membela wanita lain selain dirinya.
“Kamu belain, Thifa, Mas?! Jadi, bener kalian bermain di belakangku?" tanyanya lagi dan lagi dengan tuduhan yang kian menjadi.
Aksa menunduk, menurunkan amarah sebisa mungkin. Pelan, ia mengangkat kepalanya seraya menatap wanita yang selama ini menemani hidup. Bukan seperti ini kehidupan yang ia inginkan. Perkataan Serena yang kadang bisa tidak terkendali pelan-pelan meredupkan cinta. Bersama Thifa, ia menemukan hati yang tidak pernah memaki dan terus memberi meski tahu tidak akan ada harapan apa pun dalam menjalani hubungan.
“Oke, jika kamu hanya diam, Mas ... aku akan menganggap jawaban kamu adalah iya. Aku enggak nyangka kamu tega melakukan ini padaku. Aku yang selama ini di sisimu, tapi sekarang dengan mudahnya membagi hatimu pada wanita lain. Lebih muda lagi. Kalau sudah bosan, bilang, Mas ... enggak perlu begini,” ujarnya lagi tanpa meninggikan suara. Rasa kecewa tidak mungkin bisa lagi disembunyikan.
Pria yang merasa kini disudutkan menarik napasnya dalam, lalu mengembuskannya perlahan. Aksa tahu betul tabiat Serena yang kerap mengubah emosi dalam satu waktu mampu menggoyahkan mental sekaligus hati dan berakhir dengan perasaan bersalah. Namun, sikapnya kali ini pada Thifa sungguh keterlaluan.
“Bukankah mau aku diam atau menjawab, bibirmu akan selalu menuduhku begitu, Dek? Jadi, buat apa lagi menjelaskan. Aku mau kembali ke dalam, enggak enak dilihat mereka, " jawab sang pria sembari memperlihatkan tatapan orang-orang yang lewat di sekitar restoran. Kemudian pergi begitu saja, meninggalkan wanita yang mungkin mencari arti tatapan yang entah.
Sungguh, hatinya mendadak tidak rela apabila Thifa dianggap wanita murahan oleh istrinya sendiri. Bukan tanpa sebab rasa itu mendadak ada, Aksa menyadari sendiri sekuat apa wanita itu bertahan menahan harapannya untuk ego dalam hubungan yang ada.
Rena seketika mengedarkan pandang ke sekeliling. Tatapan orang-orang malah seakan menghakimi sikapnya, padahal di sini ia menjadi wanita yang tersakiti.
“Apa lihat-lihat? Enggak pernah lihat pasangan bertengkar?” ucapnya ketus pada orang-orang yang berseliweran di depan restoran. “Awas aja kamu, Mas ... kamu udah menyangkal ucapanku dan membuat harga diriku tercoreng,” ujarnya lagi sembari tangannya meremas ujung baju, lalu masuk restoran dengan bibir membentuk kerucut. Umpatan dalam hati masih terus menggema tanpa ingin berhenti sebagai bentuk rasa kecewa.
~
Sementara di rumah, wanita yang masih merasa deg-degan karena kecurigaan Mbak Rena akan kehadirannya membuat pikiran tidak tenang. Thifa mengkhawatirkan keadaan pria di sana. Hanya itu yang bisa ia berikan selama menjalani hubungan rumit ini.
“Semoga kamu enggak apa-apa, Mas ... aku jadi khawatir begini setelah tahu tatapan Mbak Rena yang terlihat penuh curiga," ucapnya pada diri sendiri sembari menatap bungkusan makanan dari sang pujaan.
Entah kenapa selera makan mendadak hilang. Pikiran yang selalu tertuju sosok Aksa Gautama perlahan menurunkan segala hasrat, termasuk makan. Mungkinkah efek samping dari cinta begitu besar, hingga mampu mengubah sikap manusia? Semua itu pastinya tergantung ketahanan mental masing-masing.
“Ehem! Sayang amat, tuh, makanan cuma dilihatin? Buat aku aja kalau kamu enggak doyan.” Yula sengaja menghampiri rumah sahabat sekaligus tetangga untuk menemani sebentar setelah kejadian tadi sore. Bahkan, ia datang tanpa memberi pesan dan langsung menggoda pada pemberian sang pria yang dengan tidak sopan membawa setengah hati untuk cinta.
Thifa menoleh ke arah sumber suara, “Tumben main malam-malam? Ada yang ketinggalan di rumahku?”
“Iya. Aku ketinggalan rasa cemas. Kamu enggak apa-apa?” tanyanya lagi memastikan keadaan Thifa setelah kejadian tadi sore.
Wanita yang masih saja merasa cemas hanya menanggapi dengan senyum gerir. “Aku enggak apa-apa, La ... selama Mas Aksa tidak meminta pergi, aku tidak akan berhenti dalam hubungan ini.”
Yula membuang napas kasar saat mendapati sahabatnya selalu terlihat baik-baik saja. Padahal dalam hatinya pasti menahan banyak rasa. Apalagi ditambah kejadian tadi sore.
“Kamu kenapa selalu berpura-pura sih, Thifa? Kalau kamu sakit, bilang sakit! Kalau mau nangis, ya, nangis aja! Kamu enggak perlu selalu baik-baik saja, sedangkan pria di sana mungkin sedang mencari banyak alasan untuk menutupi kebohongannya! Kalau bisa, sudahi, Thifa ... Aku enggak mau kalau istrinya Aksa nekat dan melakukan hal yang di luar kendali,” ujar wanita yang hafal sikap sahabatnya.
Wanita yang terjebak dengan perasaannya sendiri seketika terdiam. Bayangan istri sah memperlakukan wanita kedua para suami yang mendua mendadak melemahkan raga. Thifa sadar kejadian demikian kemungkinan cepat atau lambat akan menghampiri dirinya.
“Aku yakin kalau Mas Aksa akan melindungi seperti janjinya selama ini yang tidak akan pergi. Dia bukan tipe orang yang munafik. Tapi, tatapan Mbak Rena tadi sore terlihat penuh curiga dan menyimpan amarah. Gimana kalau ucapan Yula beneran terjadi? Apa Mas Aksa akan tetap menggenggam tanganku? Atau malah memutuskan pergi?”
--------***--------
Bersambung
WANITA KEDUA 3Oleh: Kenong Auliya ZhafiraJanji orang yang tidak bisa dimiliki mungkin ibarat pasir dalam genggaman. Semakin kuat tergenggam, maka semakin sakit. Bahkan, semakin melemah genggaman, maka segalanya semakin jatuh berserakan. Dua keadaan yang sama-sama tidak bisa menjamin kebahagiaan. Akan tetapi, keyakinan terkadang menyala layaknya temaram untuk hati yang terlanjur tenggelam akan cinta berselimut cerita kelam. Thifa sekuat mungkin berusaha meyakinkan diri sendiri bahwa ucapan pria di sana itu adalah sebuah kesungguhan, bukan semata sekadar rayuan. Meski hubungan yang tersulam tidak wajar, tetapi perasaan justru semakin membesar. Bahkan, gejolak rindu itu mampu terus membara setelah lima bulan berlalu. Namun, ketakutan-ketakutan kecil hingga besar masih menghampiri jika mendengar cintanya sebuah kesalahan. Sementara ia hanya bermodalkan perhatian dan ketulusan. “Aku percaya sama Mas Aksa tidak akan pergi begitu saja. Aku yakin dia pasti menepati janjinya untuk selalu
WANITA KEDUA 4Oleh: Kenong Auliya ZhafiraMencintai milik orang memang kerap dianggap sebagai kesalahan. Akan tetapi, rasa itu tetaplah anugerah Tuhan yang akan memberi pelajaran akan arti ketulusan dalam hidup. Sekuat apa logika menyalahkan perasaan, hati akan selalu kalah melawan.Wanita yang terjebak cinta terlarang itu menarik napasnya dalam. Thifa berucap sendiri mempertanyakan hal yang sama setiap hari tentang hatinya. Terkadang ambisi menyelimuti hati untuk bisa memiliki sang pria seutuhnya, tetapi kenyataan begitu kejam menghentikan.“Kepalaku pusing jika harus membahas tentang rasa ini terus menerus. Maafkan aku jika cinta yang ada mulai mengubahku menjadi wanita egois, Mas ... sungguh, jika bisa, aku ingin pergi dari perasaan yang rumit ini. Tapi, aku benar-benar takut kehilanganmu. Lebih baik aku menahan lara daripada enggak bisa melihat Mas Aksa sama sekali," lirihnya sekali lagi sembari memegang kepala yang perlahan berdenyut.Thifa mencoba beranjak, meninggalkan ruang t
WANITA KEDUA 5Oleh: Kenong Auliya ZhafiraMenghindar dari suatu pukulan yang datang tanpa pemberitahuan adalah hal sia-sia. Mau tidak mau, suka tidak suka tetap jalan satu-satunya adalah menghadapi. Entah nantinya akan seperti apa biarlah menjadi urusan Sang Pemberi Hidup. Meskipun ancaman kehilangan orang yang dicintai semakin besar. Thifa membaca pesan itu kedua kali dengan memasrahkan segala hubungan yang terjalin dengan sang pria. Mau ikatan itu terlepas dengan bebas atau tetap terjalin dengan setengah rasa yakin, biarlah menjadi keputusan Tuhan. Akan tetapi, rasa kehilangan memang begitu mudah mengubah perasaan tenang diselimuti gamang. “Balas enggak ya? Apa aku kasih tahu Mas Aksa dulu? Tapi, takut mereka lagi bareng. Kejadian tadi sore aja udah buat bertengkar, apalagi kalau tahu soal ini. Aku harus gimana? Apa aku temui Mbak Rena tanpa sepengetahuan Mas Aksa?” tanya Thifa tanpa pernah tahu siapa yang akan menjawab pertanyaannya.Wanita yang tidak tahu harus mengambil keputu
WANITA KEDUA 6Oleh: Kenong Auliya ZhafiraKejujuran memang bisa saja membawa pada kehancuran. Begitu juga kebohongan. Akan tetapi, ada satu keadaan yang membuat dua pilihan itu menjadi bentuk keselamatan perasaan. Ya, keselamatan dari jurang kehilangan orang yang memiliki tempat istimewa di hati. Meskipun harus menempatkan harga diri pada tempat paling dasar. Wanita yang masih berusaha menelan ludahnya sendiri terus memikirkan jawaban dengan perasaan entah. Ya, Thifa merasa kejadian sekarang terlalu cepat terjadi. Di mana hubungan yang beberapa bulan terjalin secara rahasia mulai menyebarkan aroma. “Em-mm ... gimana maksudnya, Mbak?” Thifa berusaha memperlambat waktu dengan berpura-pura bodoh. Ada harapan jika dirinya akan selamat dari puluhan pertanyaan apabila karyawan swalayan berdatangan. Karena wanita di depannya kemungkinan besar memilih pergi daripada malu terperih caci. “Kamu enggak usah berlagak bodoh! Aku bisa melihat dari tatapan kalian berdua. Kamu ada sesuatu sama Mas
WANITA KEDUA 7Oleh: Kenong Auliya ZhafiraKecerobohan bertindak atau berucap terkadang memang bisa menyisakan penyesalan. Apalagi jika sesal itu meninggalkan bekas luka dan rasa malu sebab menaruhkan harga diri. Bukan tidak bisa menjaga, tetapi keadaan mengalahkan kesabaran. Meskipun semua itu hanyalah sebuah pembelaan hati yang menggadaikan nurani demi satu ikatan tidak semestinya. Ya, Thifa melakukan kebodohan tanpa pernah memikirkan harga dirinya tercecer serupa sampah. Apalagi pria yang memiliki kuasa penuh akan pekerjaannya telah memberi peringatan. “Tenang, Thifa, tenang ... kamu hanya harus bisa menahan ego agar tidak mudah terpancing lagi jika Mbak Rena bicara. Kamu harus sadar, sekuat apa membela diri, kesalahan terbesar tetap jatuh padamu. Karena kamu memang salah. Benar yang dikatakan Pak Lian,” gumamnya sekali lagi meratapi kejadian beberapa menit lalu. Beruntung yang mengetahui hanya Pak Lian—sang pemilik swalayan. Ketika tengah meratapi nasib diri, satu tepukan lembu
WANITA KEDUA 8Oleh: Kenong Auliya ZhafiraRasa bosan dan muak bisa saja menghampiri jika dihadapkan dengan pertanyaan yang berujung ancaman. Apalagi sengaja menjadikan janji masa lalu sebagai senjata. Meskipun langkah ingin sekali menjauh, tetapi keadaan justru masih terus menahan gerak kaki. Seandainya tidak pernah ada situasi yang mengikat layaknya janji sekerat, maka keraguan untuk pergi mungkin bisa saja tertanam kuat. Akan tetapi, keadaan justru membuat pertikaian hati dan akal kian panas membabat.Pria yang ingat betul ucapannya dulu akan berada di sisi seorang Serena dengan catatan membantu ekonomi keluarga seketika menarik napasnya dalam. Lalu mengembuskannya perlahan agar amarah dalam dada tidak ikut tersulut dan lekas padam. Aksa memberanikan diri menatap wanita yang memasang wajah penuh amarah. “Aku sama Thifa hanya saling peduli, Rena ... jadi tolong jangan ganggu dia dengan tingkah konyolmu seperti sekarang. Dan kalau kamu menyalahkan, jangan salahkan dia! Salahkan aku
WANITA KEDUA 9 Oleh: Kenong Auliya ZhafiraSabahat itu akan selalu dengan mudah merasakan perbedaan pada orang terdekat apabila telah terjadi sesuatu. Bukan hanya sekadar ingin tahu atau penasaran, tetapi memang ada kepedulian yang mendasari ikatan persahabatan. Apalagi jika semua pernyataan diri dibarengi kenyataan yang tepat di hadapan. Hal itu jelas semakin menambah pikiran berkelana lebih luas. Yula masih mencoba menerka apa yang kini tengah terjadi. Di mana pria yang memiliki kuasa penuh atas swalayan memberi peringatan kedua kali pada Thifa—sahabatnya. Rasa peduli dan takut hal buruk terjadi seakan berlomba memperebutkan siapa yang akan menjadi penguasa hati. “Thifa ... emangnya tadi pagi kamu kenapa? Kamu buat kesalahan tadi?” bisik Yula pada wanita yang masih memasang wajah setengah gugup. Akan tetapi, Thifa tidak menjawab dan hanya fokus pada pria yang menatapnya dengan wajah serius tapi tetap memiliki kharisma. Lian yang merasa butuh jawaban mengulangi pertanyaannya, “Ka
WANITA KEDUA 10 Oleh: Kenong Auliya ZhafiraMenjalin sebuah ikatan pada hati yang tidak semestinya memang dipastikan hanya mendapat luka dan air mata. Ancaman kehilangan atau pun ditinggalkan akan bisa seperti kematian yang mengintai nyawa di setiap ujung napas. Bahkan, muara yang kadang menjadi impian dari akhir sebuah hubungan bisa saja tidak pernah ada. Hanya hati terpilih dari Tuhan jika ada yang mampu menjalani kisah terlarang tanpa arah, tetapi tetap berserah dan tidak menyerah. Akan tetapi, rasa takut kehilangan akan selalu terbawa di setiap jejak langkah.Ya, Thifa pasti tahu semua kemungkinan terburuk untuk kisahnya sendiri yang menumbuhkan bunga di tempat tidak seharusnya. Rasa takut kehilangan pun memang selalu mengalir bersama aliran darah hingga urat nadi. Apabila seorang Aksa pergi bisa dipastikan hidupnya pun tidak akan baik-baik saja. Wanita yang tidak memungkiri rasa takut itu menatap sahabatnya dengan mata berkaca-kaca. “La ... aku mencintai Mas Aksa dari hati. Ak
WANITA KEDUA 56 B LAST EPISODE Oleh: Kenong Auliya Zhafira Ketika tengah menatap layar ponsel, tiba-tiba satu notifikasi pesan membuat hati menjadi riang gembira. Tanpa sadar, ia juga membaca dan membalas pesan tersebut dalam hitungan detik. Ezra [Sebentar, ya? Aku pasti ke sana jemput kamu.Tunggu dan jangan ke mana-mana.] Athifa tidak bisa menyembunyikan keindahan bulan sabit di kedua sudut bibirnya saat membaca pesan balasan sang pria. Entah kenapa rasanya ada sesuatu yang berdesir dalam dadanya. Mungkin bunga-bunga cinta itu mulai tumbuh di taman hatinya tanpa disadari. "Kenapa jadi deg-degan begini? Padahal sebelumnya juga biasa saja saat bertukar pesan dan mengobrol dengan Ezra. Tapi kali ini seperti banyak kupu-kupu di dalam perut," ujar wanita yang sudah mengusap dadanya berkali-kali. "Aku tunggu Ezra di ruang tamu aja lah. Sekalian aku mau bawa tas dan kadonya. Biar kalau dia datang bisa langsung berangkat," ujarnya lagi, lalu keluar kamar menuju ruang tamu. Sa
WANITA KEDUA 56 A LAST EPISODE Oleh: Kenong Auliya Zhafira Berhadapan dengan dua pilihan yang cukup menentukan sebuah jalinan memang terkadang membuat dilema. Bahkan, ada ketakutan yang memaksa hati berada di ambang kegelisahan. Ya, takut akan kesakitan dulu terulang lagi dan takut menyesal karena salah membuat keputusan. Wanita yang belum bisa membuat pilihan tersebut mencoba menatap sekeliling. Akan tetapi, hal itu justru membuat pikiran bertambah bingung. "A-aku tidak tahu harus menjawab apa. Entah besok aku berangkat sendiri atau meminta kamu datang menjemput, aku berharap kamu selalu sehat dan bahagia. Kalau begitu, aku masuk dulu. Sepertinya kita sudah cukup lama bicara. Kamu hati-hati pulangnya," ujar Athifa, lalu melangkah pergi meninggalkan pria yang tidak pernah lelah meminta dirinya. "Pokoknya besok aku menunggu keputusanmu," ucap Ezra setengah berteriak, membuat orang-orang sekitar sedikit terkejut. Kemudian meninggalkan swalayan untuk menuju rumah barunya. At
WANITA KEDUA 55 B 2 LAST EPISODE Oleh: Kenong Auliya Zhafira Bukannya menjawab, Athifa justru hanya berbalik menatap sang pria dan kemudian masuk ke rumah tanpa sepatah kata. Sedangkan sang pria terus mengumpulkan kesabaran hingga sampai seluas jagad raya. Dari balik pintu, wanita yang belum bisa memberikan jawaban menatap kepergian Ezra hingga menghilang dari pandangan. Setelahnya, ia membersihkan diri dan menunaikan kewajiban empat rakaatnya. Athifa tidak pernah lupa menyelipkan doa untuk orang-orang tercintanya dan juga dirinya sendiri. "Ya Tuhan, berikan hamba kerelaan seluas samudera untuk semua keadaan yang Engkau takdirkan. Tolong jadikan hamba menjadi jiwa yang bisa memaafkan orang lain. Dan berikan kedua orang tua hamba tempat yang terbaik di sisi-Mu," doanya dalam hati, lalu mengisi tenaganya yang seharian terkuras karena pekerjaan. Ezra sendiri juga melakukan hal yang sama setelah sampai di rumah. Pesanan Om Lian pun tidak lupa diberikan pada pemilik rumah.
WANITA KEDUA 55 A 2 LAST EPISODE Oleh: Kenong Auliya Zhafira Menerima dan menjalin ikatan baru akan terasa lebih sulit saat keadaan hati sedang tidak baik-baik saja. Apalagi jika ada luka yang menggores dalam hingga menumbuhkan trauma. Hal itu tentunya membuat hati akan semakin tertutup dan enggan menerima penawaran rasa dalam bentuk apa pun. Wanita yang sedang merasakan hal tersebut memilih diam dan mendengarkan ucapan sahabatnya. Athifa merasa tidak perlu memberikan jawaban untuk membela perasaannya sendiri. "Mending kita fokus kerja saja, Yula. Tapi, aku berterima kasih untuk semua kata-katamu barusan," ujar Athifa yang mencoba menghindar dari pembahasan perasaan dan pria. "Aku mohon pikirkan sekali lagi tentang Ezra," ujar Yula seakan memohon sahabatnya bisa lekas bangkit dan berbahagia. Athifa tidak menjawab. Ia terus memilih menyibukkan diri dengan pekerjaannya. Sebab hanya itulah satu-satunya kegiatan yang ia miliki saat ini untuk terlihat kuat dan baik-baik
WANITA KEDUA 54 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Seketika Aksa tersenyum getir. Ia sendiri sebenarnya tidak tahu apakah benar-benar merelakan atau hanya berpura mendukung karena ada perasaan bersalah dalam hatinya. Namun, ia juga tidak dapat memungkiri ingin melihat Athifa bahagia. "Entah rela atau tidak, aku hanya ingin menebus semua kesalahan yang ada. Seandainya memilih tetap saling menjalin ikatan pun, pasti ujungnya dia akan tetap terluka. Karena aku terlalu pengecut mengambil keputusan. Tapi, setelah kenyataan menampar begitu keras, aku benar-benar ingin melihatnya bahagia. Meskipun itu bukan denganku," jawab pria yang sengaja menyembunyikan kesakitan hatinya. "Jadi, aku minta sama kamu. Tolong jaga dan pastikan dia aman bekerja di swalayan. Kadang aku merasa berdosa jika mendengar orang-orang membicarakan dia begitu buruk. Dan aku juga berharap Ezra bisa melindungi dan memberinya banyak cinta," lanjutnya lagi sembari berusaha tersenyum. "Tanpa kamu minta pun, aku akan menj
WANITA KEDUA 54 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Perasaan bersalah mungkin tidak akan mudah hilang meski waktu telah berlalu. Apalagi jika ada sebuah luka yang tergores di dalamnya. Hal itu tentunya semakin membuat hati terperangkap dosa yang tidak tahu pasti kapan bisa terbebas lepas. Meskipun kata maaf sudah terucap, belum tentu diri bisa mengecap bahagia dengan mudah. Pria yang mendadak mengingat semua kesalahannya pada seorang Athifa berusaha menarik napasnya dalam. Ya, Aksa ingin mencoba membuang sesaknya dada yang dipenuhi rasa bersalah. Namun, ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan. "Aku minta maaf sebanyak-banyaknya untuk semua hal yang sudah terjadi. Terutama Athifa. Jujur, aku juga tidak tahu harus apalagi agar dia tidak terlalu terluka. Sekarang aku hanya bisa membiarkan dia melakukan apa pun yang membuatnya merasa lega. Termasuk hidup dengan perasaan bersalah untuk selamanya. Mungkin memastikan keadaannya dari jauh dan menerima apa pun yang dikatakan adal
WANITA KEDUA 53 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Athifa pun menatap pria di depannya tanpa berkedip. Selama ini ia juga tidak pernah berhenti menyelipkan doa untuk mereka. Akan tetapi, rasa perih sebab kehilangan justru lebih sakit saat malam menjelang jika keadaan sedang tidak bersahabat. "Maaf, untuk saat ini aku benar-benar tidak ingin bertemu apalagi mengunjunginya. Aku masih butuh waktu lebih lama. Dan tentang doa memang benar akan menjadi hadiah terindah, tapi bukan berarti membuat semua luka sembuh. Sebab pada kenyataannya perih itu telah mencederai kenangan dan kepercayaan ini," jawab wanita yang memang masih berusaha merangkak di titik terendahnya. "Kalau kamu ingin makan siang di sana dengan Pak Lian, silakan. Tapi, aku minta maaf tidak bisa ikut bergabung," lanjutnya lagi, lalu berbalik dan meneruskan langkah kakinya menuju musala swalayan. Sebagai sahabat yang sudah mengenal lama, Yula mencoba menerima keputusan Athifa. Ia menyadari jika memaksa bukanlah hal yan
WANITA KEDUA 53 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Bersikap baik-baik saja untuk terlihat kuat dan merelakan yang bukan milik kita pastinya membutuhkan tekad luar biasa. Apalagi jika kenyataan yang ada membuat diri seakan berusaha sendirian. Hal itu tentunya memaksa pikiran menjadi dipenuhi banyak pertanyaan. Pria yang masih menatap seorang Athifa Arsyana dari kejauhan semakin terjebak dengan kesimpulannya sendiri. Bahkan, keakraban mereka berhasil menyadarkan bahwa wanita di sana memang bukan ditakdirkan untuk dirinya. "Meski aku tidak tahu apakah kamu juga berusaha keras melupakan dan merelakan atau tidak, tapi aku meyakini satu hal. Aku yakin kalau kamu adalah wanita kuat yang tetap berdiri meski diterpa banyak ujian hidup," ujar Aksa dalam hati sembari menahan dadanya yang perlahan penuh sesak. "Mungkin kita dipertemukan untuk saling memberi pembelajaran tentang kehidupan, bukan untuk berbalas perasaan dan hidup bersama seperti pasangan," gumamnya lagi, lalu menatap ke ar
WANITA KEDUA 52 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Serena yang tidak sengaja memperhatikan gerak prianya langsung mendekat dan mencari tahu. "Kamu kenapa? Biasanya selalu berpura sibuk, tumben sekarang melamun. Apa ada sesuatu yang terjadi? Atau masih kepikiran dia setelah meminta maaf kemarin?" tanya wanita yang masih belum bisa menimbang kadar cemburu dalam amarahnya. Aksa pun mendongak, menatap wanita yang memiliki setengah takdirnya tanpa berkedip. Akan tetapi, setelahnya menyunggingkan senyuman getir. "Aku tidak apa, Rena. Dan kamu tidak perlu terlalu kentara membahas dia. Aku tidak mau jika nanti berujung perdebatan. Padahal keadaan sudah sepenuhnya seperti harapanmu," jawabnya asal. "Aku cuma ingin tahu aja. Meski sekarang kamu masih memikirkannya, aku tidak masalah. Karena mau bagaimanapun, kalian berdua memang bukan ditakdirkan bersama. Jadi, kalau boleh tahu, kamu sedang mikir apa? Kenapa sampai terlihat muram wajahnya?" tanya Serena yang selalu to the point.