WANITA KEDUA 26 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraTentang perasaan mungkin tidak adak pernah ada yang bisa menang melawannya. Semua hati tidak memandang baik atau buruk akan selalu tunduk berserah hanya untuk sebuah rasa. Meski terkadang ada yang menyebut itu keegoisan, tetapi hati tetap akan memiliki pembenaran. Sebab perihal rasa adalah hak istimewa setiap hati yang diberikan Sang Pemilik Segala.Wanita yang masih mencari siapa pemenang sebuah hati segera mendekat ke arah sang pria dengan menahan nyeri dada. Ia ingin segera menghentikan kelakuan prianya yang mungkin mengganggu pengunjung. “Maaf, Mbak ... suami saya sedang banyak pikiran. Jadi salah mengira orang. Saya benar-benar minta maaf,” ucap Serena sembari membungkukkan badan, lalu mengapit bahu Aksa sebagai kode mengentikan kegilaannya. “Tidak apa, Bu ... nama saya memang kebetulan Thifany. Mungkin suami ibu salah kira," jawab wanita itu dengan sikap biasa. “Terima kasih, Mbak. Silakan memilih menu di restoran kami. Sebagai pe
WANITA KEDUA 26 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraSementara di tempat lain, wanita yang menjalani persahabatan dari hati menanti masa istirahat dengan perasaan gelisah. Ada rasa khawatir kalau Thifa sedang menangis menceritakan kisah asmaranya di hadapan wanita yang begitu dihormati seluruh karyawan karena menyandang gelar Nyonya Erza. Beruntung teman karyawan lain tidak terlalu mendetail bertanya tentang ketidakhadiran sahabatnya. “Moga kamu lekas membaik, Thifa ... apapun alasan yang membuat kamu lemah seperti hari ini, aku harap semua itu bisa segera lenyap dan hilang. Aku tidak mau kamu membunuh dirimu sendiri hanya untuk seorang pria dan cinta yang telah berpunya. Meskipun itu sebuah ketulusan, tetapi menjatuhkan hati pada hati tidak semestinya adalah seni melukis luka paling miris,” ucap Yula dalam hati sembari melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Ternyata jam istirahat kurang tiga menit lagi. Dengan rasa tidak sabar, Yula sengaja melangkah pelan menuju musala swal
WANITA KEDUA 27 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraPertemuan memang akan selalu menjadi obat paling mujarab untuk hati yang dilanda rerinduan. Bisa saling tatap tanpa ada jarak ruang dan waktu adalah hadiah paling indah bagi mereka yang terjatuh sayang. Ibarat kata raga yang terlalu lelah sebab penantian, pada akhirnya mendapat pelukan erat sebagai bayaran. Akan tetapi, pertemuan bisa menjadi momok menakutkan bagi orang-orang yang hubungannya sedang tidak baik-baik saja. Bukan merasa malu atau bersalah, tetapi ada kondisi batin yang belum dipersiapkan dengan baik. Wanita yang tidak tahu harus bagaimana dalam bersikap menarik napasnya dalam, lalu mengembuskannya perlahan. Ia tidak ingin membuat istri dari penguasa swalayan itu kecewa. Tentang perasaannya biarlah menjadi urusan belakangan. Ia yakin pasti nanti bisa bertahan dengan pura-pura tidak melihat sang pria. Dengan hati mantap, Athifa menyetujui ajakan Mayasha untuk makan siang bersama di tempat pria yang membawa setengah hatinya. N
WANITA KEDUA 27 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraKedua wanita yang menjadi karyawan mengikuti langkah bosnya hingga menemukan meja makan teenyaman. Lian dan Mayasha sengaja memilih meja yang dekat dengan tembok kaca. Rasanya seperti melihat pemandangan indah jika berhubungan dengan wajah-wajah bahagia setelah usai berbelanja di swalayan. Sebelum Mayasha duduk, ia menoleh ke arah Thifa dan menyuruhnya untuk duduk bersama. “Thifa sama Yula duduk bareng kita saja,” ujarnya sembari tersenyum manis. “Iya. Sini saja, biar ramai,” sambung Lian yang ingin ada teman makan selain istrinya. Thifa dan Yula saling menatap untuk memutuskan tawaran dari atasannya. Namun, ada rasa sungkan takut mengganggu kebersamaan yang terbilang sangat romantis untuk orang tidak berpasangan. “Kita duduk sini saja, Pak, Bu .. takut mengganggu waktu kebersamaannya,” tolak Thifa sehalus mungkin. “Iya, Pak. Siapa tahu Bu Mayasha sedang ingin berduaan,” imbuh Yula yang juga memiliki rasa sungkan. “Udah, duduk bareng
WANITA KEDUA 28 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraMelihat seseorang yang tidak bisa kita miliki dari jauh terkadang sudah sangat memberikan bahagia. Meskipun tahu ada sakit bercampur perih yang membuat hati pedih merintih. Akan tetapi, itu jauh lebih baik daripada tidak melihatnya sama sekali. Sebab rasa sakit paling sesak kedua setelah kehilangan untuk selamanya adalah tidak bisa melihat orang yang kita cintai meski berada di atas satu bumi. Pria yang kemungkinan besar menanggung kesesakan itu masih terus berusaha mengabadikan punggung seorang Athifa Arsyana dari jauh. Dalam diam, ia bersyukur wanita di sana dikelilingi orang-orang baik seperti Lian Erza, Mayasha, dan Yula. Jadi, ia tidak perlu terlalu khawatir akan keadaan wanita yang telah membawa setengah hati dan hidupnya. “Aku harap kamu selalu berada di antara mereka, Thifa ... itu cukup membuatku tenang di sini. Karena aku tahu Lian orangnya seperti apa. Semoga mereka mampu menggantikan aku untuk menjagamu. Aku hanya ingin kamu
WANITA KEDUA 28 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraKetika gerimis itu berhasil sembunyi dalam reda yang tidak terlihat, Thifa mendadak ingin pergi ke toilet. Entah kenapa tiba-tiba terasa ingin segera membuang air kecil. “Maaf, semuanya ... saya ijin ke toilet sebentar,” ucap Thifa, lalu bangkit dan melangkah ke belakang tanpa menunggu jawaban mereka, sedangkan orang yang tengah menikmati makan siangnya hanya menatap kepergian Thifa. Thifa sedikit tahu di mana letak toilet berada langsung melangkah tanpa ragu. Sebagai seorang karyawan di Swalayan Melati pastilah sedikit mengetahui letak-letak kawasan di sekitarnya. Apalagi untuk sekelas restoran yang berada bersebelahan dan kerap singah sebagai pembeli, sudah sewajarnya ia tahu keberadaan toilet restoran milik Serena. Tidak kurang dari lima menit, wanita yang merasa lega telah membuang hajat kecilnya bergegas kembali untuk bergabung dengan pemilik tempatnya bekerja dan sahabatnya. Tanpa sengaja ia melihat pria yang meminta maaf telah me
WANITA KEDUA 29 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraMenjaga perasaan memang terkadang hal yang tidak mudah dilakukan. Bahkan, ketika usaha itu telah mencapai batas justru keadaanlah yang datang merampas segalanya. Semua itu seolah seperti timbangan rasa yang mencari keseimbangan, tetapi hasil jauh dari kata harapan. Wanita yang masih bergelut dengan logika dan hatinya sendiri terus menatap getir adegan kepedulian itu dengan perasaan terluka. Akan tetapi, ia harus bisa menepikan semuanya di hadapan umum. Ia tidak mau ada kabar tidak enak untuk restorannya. “Mas ... kamu kenapa?” Hanya pertanyaan itu yang mampu keluar dari bibirnya. Sedangkan dua manusia yang terikat satu rasa tapi tidak direstui semesta langsung menoleh secara bersamaan. “Re-rena ...,” ucap pria yang masih menahan sedikit panas di tangannya. Thifa sendiri berinisiatif memapah pria yang membawa setengah hatinya untuk berdiri dan memilih tempat duduk. “Hati-hati, Mas ...,” ucapnya pada sang pria, lalu beralih tatap ke arah
WANITA KEDUA 29 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Ketika tengah bergelut tanpa arah dengan logika, rombongan Lian tiba-tiba berdiri di hadapan untuk membayar apa yang telah mereka makan. “Rena, semua berapa totalnya?” tanya Lian sembari merogoh saku celana untuk mengambil dompetnya. “Sebentar, Li ...,” jawab Serena lalu menghitung pesanan yang tertulis dalam catatan sebelumnya. “Semuanya 140 ribu,” lanjutnya setelah menemukan hasil akhir. Lian lantas mengambil lembaran berwarna merah dan biru. “Ini, kembaliannya buat di kotak infaq aja. Terima kasih,” ujarnya, lalu melangkah keluar restoran bersama yang lain. Serena sendiri hanya menatap kepergian mereka dalam diam. Tentang hari ini mungkin akan teringat selalu hingga nanti. Di depan pintu masuk restoran, Lian memilih masuk swalayan lebih dulu. Tentunya setelah memberi salam perpisahan pada wanitanya. “Sayang, aku masuk dulu. Kamu mau pulang atau gimana? Kalau nungguin lagi pasti lama. Pulang aja, ya? Biar bisa istirahat di r
WANITA KEDUA 48 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Mayasha semakin tidak mengerti. Sebab prianya sama sekali tidak berkata apa pun akan tamu yang datang dan tinggal bersama. Apalagi bercerita tentang silsilah keluarganya. Sebab ia hanya tahu tentang Lian dan ibunya. "Kamu panggil Lian pakai sebutan om? Apa kalian masih saudara?" tanya Mayasha sedikit bingung karena kehadiran pria asing. "Kurang lebih seperti itu, Tante. Saya saudara dari pihak ayahnya Om Lian," jawab Ezra sedikit malu. Wanita yang mulai mengerti pun mempersilakan Ezra masuk selayaknya tamu. "Kamu tidur di kamar tamu, ya? Kalau mau istirahat juga tidak apa. Anggap saja seperti rumah sendiri. Kalau butuh bantuan, bisa panggil saya. Kamarnya ada di lantai atas," ujar wanita yang memang memiliki kebaikan dalam hatinya sejak dulu. Pria yang diam-diam terpukau kecantikan wajah wanita di depannya mencoba mengangguk mengerti. Ya, Ezra sekarang paham bagaimana pria itu bisa tergila-gila pada wanita tersebut. Selain kec
WANITA KEDUA 48 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Mendengar ada orang yang berbicara hal-hal buruk pastinya membuat hati merasa terjebak amarah. Apalagi jika mengenai orang yang memiliki tempat istimewa di hati. Tentunya hal itu semakin menambah beban jiwa dan perasaan bersalah. Pria yang tidak tahu harus menanggapi bagaimana hanya bisa menatap sekeliling. Aksa tidak mampu membela apalagi menghentikan omongan yang sudah terlanjur menjadi perbincangan. "Aku minta maaf, Thifa ... aku tidak pernah tahu jika kamu mengalami hal ini. Kamu pasti tertekan dengan semua yang mereka katakan. Tapi, kamu malah berpura baik-baik saja dan tetap berangkat kerja. Kenapa harus kamu yang jadi omongan orang, Thifa?" lirihnya sembari menatap langit biru untuk menahan rintik gerimis turun membasahi pipi. "Seharusnya aku yang menanggung semua ini. Tolong jangan buat dia semakin terluka, Tuhan ... cukup aku saja yang jadi pisau untuknya. Jangan ditambah lagi kesakitan itu dari sisi lainnya," imbuhnya den
WANITA KEDUA 47 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Seketika wanita yang memang ingin berdamai dengan nasibnya sendiri terdiam tanpa kata. Meskipun tidak begitu mengingat seperti apa pria bernama Ezra itu, tetapi Athifa mencoba memahami tindakan sahabatnya memilki tujuan baik untuk dirinya. Hanya saja memang hatinya yang sedang mengalami masalah. "Aku tahu maksud kamu baik, Yula. Tapi, saat ini memang belum mau memikirkan tentang pria. Apalagi cinta. Entah kenapa rasanya semua hasrat itu padam," jawab Athifa sembari menatap Yula dengan pandangan hampa. "Tapi anehnya dia tahu tentang kamu menjalin hubungan dengan Aksa. Entah tahu dari mana, dia tidak mau mengaku. Cuma katanya bukan dari orang sembarangan," cerita Yula sedikit panjang dan melebar. Athifa hampir kesulitan menelan ludahnya sendiri mendengar ucapan sahabatnya. "Dia tahu kalau aku suka sama suami orang?" tanyanya dengan mata membulat. Yula mengangguk, "Iya. Tapi kamu tidak perlu cemas. Dia mau diam, kok." "S
WANITA KEDUA 47 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Kata maaf memang tidak selamanya bisa menyembuhkan luka. Namun, setidaknya satu kata tersebut bisa sedikit menyamarkan perih. Selain itu juga mengajarkan hati untuk berlapang dada pada kejadian yang telah digariskan sang pemilik alam semesta. Wanita yang belum terlalu kuat berdamai dengan luka dan kata maaf itu menatap dua pria di hadapannya secara bergantian. Meskipun rasanya ingin berlari sejauh mungkin dari kenangan dan kenyataan, tetapi suka tidak suka tetap harus menghadapinya. "Kamu tidak perlu minta maaf, Mas. Sebab aku sendiri juga tidak tahu harus menjawab apa. Mungkin juga sudah menjadi peran yang harus aku mainkan. Aku ingin berdamai dengan luka ini. Kalau kamu merasa bersalah, maka hiduplah dengan perasaan itu selamanya. Dan aku juga tidak menyesal pernah mengenal dan jatuh cinta padamu," jawab Athifa sembari mengepalkan kedua tangan untuk mengumpulkan segenggam kekuatan. "Aku tidak membencimu, Mas. Karena bagaima
WANITA KEDUA 46 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Lagi. Aksa menatap wanita yang terlihat begitu mudah berbicara tanpa kegugupan sama sekali mengenai masalah dirinya. Meskipun ia menyadari jika ucapan Serena adalah benar adanya. "Aku akan mencoba mencari waktu yang tepat. Entah dia mau memaafkan atau tidak, itu haknya. Karena aku sendiri juga merasa tidak pantas mendapat kata maaf," jawabnya, lalu menunduk menatap kakinya yang terlalu lemah untuk mengambil keputusan. Ketika dua manusia itu sedang belajar menjadi pasangan yang sebenarnya, tiba-tiba orang tua Aksa berdiri di hadapan dengan wajah penuh ekspresi. "Kenapa kamu tidak pantas mendapat kata maaf?" tanya pria yang tidak lain adalah ayahnya Aksa. Aksa dan Serena seketika berdiri dan menyambut kedatangan orang tua yang jarang bertemu setelah acara pernikahan dulu. "Ayah? Kok, tidak bilang mau ke sini?" tanya pria yang sedikit terkejut melihat sang ayah. "Iya. Kalau bilang, kan, kita bisa menyiapkan sesuatu, Yah
WANITA KEDUA 46 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Mengetahui suatu kabar yang berusaha dirahasiakan dari khalayak ramai ternyata melebar luas tentunya membuat khawatir dan gelisah. Bukan karena mereka tahu semuanya, tetapi ada kondisi hati yang harus dijaga sebisa mungkin. Pria bernama lengkap Aksa Gautama itu terus menatap heran. Ia terus berpikir bagaimana pria di sebelahnya bisa mengetahui kisahnya bersama wanita kedua yang berhasil membuat terjatuh dalam cinta. "Sebelumnya maaf ... bagaimana Anda bisa tahu tentang saya dan Athifa? Padahal sepertinya kita baru bertemu?" tanya Aksa dengan wajah bingung dan gelisah sekaligus. Ezra tersenyum getir mendapat pertanyaan yang menurutnya lucu. "Kita memang baru bertemu. Tapi, saya sudah sedikit tahu tentang masnya. Pria yang berhasil membuat seorang Athifa jatuh cinta. Ya, meskipun itu bukan cinta yang sebenarnya. Masnya pasti paham apa maksud saya," jawabnya tanpa keraguan sedikit pun. "Kalau kita baru pertama bertemu, baga
WANITA KEDUA 45 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Aksa yang tiba-tiba bingung langsung mengulangi pertanyaannya. "Mas ... jadi pesan, enggak?" tanyanya sembari mengayunkan telapak tangannya di hadapan pria yang baru kali ini bertemu. Pria yang terjebak lamunannya sendiri pun tersadar. "Aku mau sayur kangkung sama ikan bakar.. "Siap. Sambil menunggu pesanan, Anda bisa duduk manis. Mau melihat pemandangan dari kaca jendela juga bagus," ujar Aksa, kemudian melangkah pergi menuju dapur untuk memberitahu ada pesanan baru. Aksa sendiri masih menatap lekat sampai pria itu menghilang dari pandangan. Ia juga melihat pemandangan sekeliling restoran yang cukup cantik dari segi konsep dan tatanannya. "Keren juga sih, konsep restorannya. Sederhana tapi unik. Apa aku buka restoran aja, ya? Trus bahannya ngambil di swalayannya Om Lian. Kayaknya masuk buat jadi rencana jangka panjang. Tapi aku enggak punya bakat apa pun di bidang kuliner," gumamnya dalam hati. Ketika tengah asyik merencanaka
WANITA KEDUA 45 A Oleh: Kenong Auliya Zhafira Mengobati luka seseorang itu memang bukan hal mudah. Akan ada usaha dan niat yang harus seluas jagad raya. Apalagi jika ada tekad tersembunyi untuk menggantikan posisi tersebut. Tentunya membutuhkan banyak kesabaran dan pengorbanan. Pria yang memiliki tujuan tersebut menatap Yula sekali lagi. Ezra sadar jika jalannya untuk mendapatkan sang pujaan mungkin akan lebih sulit dari sebelumnya. Ya, wajah sahabatnya sudah menjelaskan semua tanpa harus menjawabnya. "Kok, diam, La? Apa kamu juga mengenal yang punya restoran itu?" tanya Ezra kedua kali sembari memancing wanita di depannya untuk bicara. Yula pun tersadar dan menjawab, "Kenal banget sih, enggak. Tapi cukup tahu. Mending jangan tanya soal itu dulu, ya? Aku lagi enggak mau bahas soalnya." "Emang kenapa? Apa karena pria itu ada hubungan dengan Thifa?" Ezra mencoba membuka inti obrolan yang sebenarnya. Kedua mata Yula seketika membulat. Rasanya tidak percaya jika pria di depann
WANITA KEDUA 44 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Lian berpikir sejenak. Sebenarnya ia tidak begitu membutuhkan karyawan baru. Selain itu tabungan Ezra pun pasti masih banyak dan cukup untuk hidup juga membuka usaha."Kamu yakin? Uang kamu sudah habis, kah? Sampai minta bekerja di sini?" goda Lian yang membuat Ezra semakin lucu. "Ayolah, Om ... ini bukan masalah uang. Ini masa depan. Dan sekalian aku juga belajar mengelola swalayan sama Om. Siapa tahu nanti aku buka sendiri dan mengajak bersaing," ujar Ezra berusaha merayu. Lian seketika menarik napasnya dalam dan mengembuskannya kasar. Bagaimanapun hatinya tidak bisa menolak keinginan pria di depannya. Bukan hanya karena urusan ketidaktegaan, tetapi ada persaudaraan yang memang lebih dari segalanya. "Iya sudah. Besok kamu boleh mulai berangkat. Kalau mau, kamu juga boleh tinggal di rumah Om. Biar Mayasha ada teman ngobrol. Soalnya kadang Om pulangnya malam," jawabnya yang terdengar seperti suara malaikat tidak bersayap. "Wah, seriu