Malam semakin larut, aku masih saja memikirkan Nisa. Aku benar-benar khawatir dengan kondisinya saat ini. Kasihan Nisa, ia pasti sangat depresi dan terpukul karena beban hidup yang bertubi-tubi.
Aku yakin, keputusannya untuk kembali menjadi pelacur adalah keterpaksaan. Entah kenapa aku begitu merasa bersalah padanya. 'Maafkan aku, Nis! Aku tidak bisa menjagamu dengan baik! Aku janji, suatu saat nanti aku akan membawamu kembali kejalan yang benar!'
**pagi hari
Ayah sudah menungguku untuk sarapan. Ia terlihat nampak bersemangat menyambutku yang sudah siap untuk berangkat.
"Bagaimana, Anton? Semua yang kamu butuhkan sudah siap?" tanya Ayah padaku.
"Pak!" ucap resepsionis itu memanggilku yang masih mematung di hadapannya."Iya, ada apa?" jawabku lalu menoleh ke arahnya."Barusan saya cek, ada satu room yang habis masa sewanya besok siang, jika Bapak mau, bapak bisa booking kamar itu untuk besok! Jadi saat tamu yang menginap di kamar itu check out, Bapak bisa langsung tempati kamar itu! Kebetulan kamarnya juga VIP!" jelasnya padaku."Bagaimana, Pak? Bapak mau ambil?" tanya ia memastikan.Sepertinya tidak ada pilihan lain selain menunggu tamu yang di kamar itu check out. Tidak mungkin selama empat hari disini aku luntang-lantung."Baiklah, saya ambil kamar itu!" jawabku yak
Seketika aku pun berteriak, terkejut melihatnya sudah berada dihadapanku. Segera kutarik handuk yang menggantung lalu menutup tubuh bagian bawahku."Ngapain kamu masuk kesini? Cepet keluar!" teriakku pada si nenek lampir yang masih mematung dihadapanku."Dasar cewek bar-bar nggak punya etika! Main nyelonong masuk saja! Apa tidak bisa ketuk pintu dulu sebelum masuk, hah?" teriakku lagi pada si nenek lampir yang masih melongo melihatku tanpa berkedip."Hey! Cepat keluar! Tunggu apa lagi?" suaraku kali ini membuatnya terperanjat seolah tersadar dari khayalannya."E-lo, sendiri yang salah! Harusnya lo kunci pintunya sebelum mandi! Enak saja ngata-ngatain orang! Emangnya lo pikir gue sudi apa liha
Gue rebahkan tubuh ini di atas kasur, gue harus segera tidur agar khayalan gue tidak ngelantur kemana-mana. Tidak lupa gue sumpel kedua telinga gue dengan headset agar lebih cepat terpejam.Entah sudah berapa banyak lagu yang diputar, tapi mata gue tak kunjung terpejam. Gue lihat jam yang menempel di dinding sudah pukul dua dini hari. Astaga sudah larut malam gini gue masih belum bisa tidur juga?Gue lihat pintu kamar masih tertutup rapat, kutelusuri setiap sudut ruangan ini, sepertinya cowok cupu itu belum juga kembali. 'Kira-kira kemana dia pergi? Sudah larut malam gini, kenapa dia nggak balik-balik? Apa mungkin tuh cowok tidur di lobby hotel? Tapi sepertinya nggak mungkin, deh! Hotel ini sangat ketat dan terjaga. Mana mungkin mereka mengizinkan tamu hotel tidur di sembarang tempat! Trus, kemana perginya tuh cowok cupu?
'Ah sudahlah, aku tidak perlu memikirkan ocehan si nenek lampir itu. Lebih baik aku segera mandi' gumamku dalam hati. Aku pun bergegas masuk ke kamar mandi tanpa menghiraukan celotehan si nenek lampir itu. Tak lama kemudian terdengar bunyi pintu yang ditutup dengan sangat kencang. Sepertinya si nenek lampir itu sudah pergi meninggalkan kamar ini, syukurlah. Setidaknya telingaku sudah terbebas dari suara bisingnya.Selesai mandi dan mengganti baju, aku pun segera berangkat untuk bertemu dengan Alex. Aku akan menemui dia di kantornya. Pagi ini agenda untuk menandatangani kontrak kerja sama kita. Dan aku yakin, setelah ini Ayah akan sangat bangga padaku.**🌞"Silahkan masuk, Pak Anton!" ucap Alex saat aku tiba di ruangannya."Terimakasih, Pak! Jawabku lalu duduk di hadapan Alex.Tanpa menunggu lama, kami pun segera memulai meeti
Tak lama kemudian terdengar suara daun pintu yang ditarik dibarengi suara lengkingan dari si nenek lampir."Taruh semuanya di atas sofa!" ucapnya pada dua orang pegawai hotel yang membawa banyak barang belanjaan."Ini tips untuk kalian berdua! Terimakasih, yah!" ucapnya lagi sambil memberikan beberapa lembar mata uang Singapura pada dua pelayan itu."Apa-apaan ini? Kenapa semua barang-barang ini di bawa ke kamar?" tanyaku berjalan menghampirinya."Kenapa? Masalah buat, Lo? Suka-suka gue dong! Toh ini kamar gue, bukan kamar Lo! Ingat! Lo itu cuma numpang!" cetusnya percaya diri."Terserah kamu mau ngomong apa! Yang jelas malam ini saya masih tidur disini! Lagian barang sebanyak ini kamu dapat dari mana? Emangnya kamu punya uang sebanyak ini untuk belanja barang-barang branded kayak gini?" tanyaku memicingkan mata.&nbs
'Astaga! Gue bener-bener nggak bisa berkutik jika berada di posisi ini! Ya Tuhan, apa yang harus gue lakukan? Mana gue belum pakai baju lagi, cuma pakai handuk doang! Kalau kayak gini ceritanya gue bisa begadang sampai pagi gara-gara tegang deket nih cowok!''Oke fix! Gue harus segera pindah dari kasur ini. Gue nggak mau terjadi hal yang diinginkan. Ups! Maksud gue, terjadi hal yang tidak diinginkan. Duh, kenapa otak gue jadi konslet gini, sih?'Gue berusaha memindahkan tangannya yang masih melingkar di pinggang gue. Pelan tapi pasti, gue mencoba mendorong tubuhnya agar menjauh. Setelah berhasil memindahkan tangannya, gue pun segera bangkit dari kasur dan berusaha untuk turun. Namun, handuk kimono gue tertindih badan Anton membuat gue kesulitan untuk beranjak.
Terdengar suaranya yang begitu nyaring menggema di seluruh ruangan."Dasar cowok kurang ajar! Keluar lo! Jangan sembunyi! Lo harus bertanggung jawab atas apa yang lo lakuin!" teriaknya lagi.Aku yakin, saat ini si nenek lampir pasti sedang emosi tingkat tinggi. Wajahnya pasti merah kayak tomat busuk. Rasain kamu nenek lampir! Itu balasan untuk orang sombong dan angkuh seperti mu!"Anton! Keluar lo! Dasar cowok cupu kurang ajar! Beraninya hanya sama cewek! Cepet keluar lo! Jangan jadi pengecut bersembunyi di kamar mandi!" ucapnya sambil menggedor pintu kamar mandi dengan kasar.Aku kembali fokus menggosok badanku dengan sabun, kemudian menuangkan sampo di kepalaku. Aku sama s
Aku duduk di tepian ranjang. Dari dalam kamar mandi terdengar suara tangisan si nenek lampir yang menyayat hati. Sepertinya ia benar-benar sedih karena kejadian ini. Aku jadi semakin merasa bersalah padanya.Niat hati ingin memberinya pelajaran, malah jadi seperti ini. Argh! Sial, kenapa aku tidak teliti dulu sebelum bertindak? Harusnya aku baca dulu keterangan yang tertulis pada spidol itu! Kalau aku tau itu spidol permanen, aku tidak mungkin menggunakan nya untuk melukis wajah si nenek lampir.Sudah dua puluh menit dia mengurung diri dikamar mandi. Berulang kali aku menyuruhnya keluar, tapi dia sama sekali tidak menghiraukan ucapanku.Ponselnya terus berdering, sepertinya ada panggilan yang sangat penting untuknya."Adel, buka pintunya! Ponselmu terus berdering! Sepertinya itu telepon penting! Lebih baik kamu angkat dulu teleponnya!""Adel! Kamu denger saya nggak, sih? Cepet buka pintunya! Sudah puluhan kali ponselmu