"Serius banget ngobrolnya? Lagi ngebahas apa?" tanya Anton berjalan menghampiri dua wanita yang tengah asik berbincang di atas sofa.
"Anton! Kamu bikin kaget aja!" ucap Bu Minah terkejut melihat kedatangan Anton yang tiba-tiba.
"Emang lagi ngobrolin apaan' sih, Bu? Sampai kaget gitu liat Anton datang? Apa jangan-jangan kalian berdua lagi gosipin Anton? Iya' kan, Bu? Ayo ngaku aja,"
"GR kamu, Ton! Orang Ibu dan Adel lagi ngebahas masakan Ibu barusan, bukan ngebahas kamu!" Sahut Bu Minah berbohong. Ia tidak ingin anaknya tahu jika dirinya menceritakan kejelekan Nisa pada Adel.
"Oh iya? Emang bener, Del' apa yang dikatakan ibu barusan? Kalau kalian berdua sedang membahas masakan Ibu?"
Sesampainya di rumah Nyonya Wina, Adel bergegas keluar dari mobil dan berlari menuju ke teras rumah, meninggalkan Anton yang masih berada di dalam mobil. "Adel, tunggu! Kamu kenapa? Ko' buru-buru banget?" ucap Anton memanggil Adel. Ia pun segera keluar dari mobil dan berlari mengejar calon istrinya yang sedang merajuk. Namun, Adel sudah lebih dulu masuk ke dalam rumahnya yang tidak terkunci. Gadis itu sengaja mengacuhkan Anton, ia sama sekali tidak menghiraukan suara pria yang mengejarnya itu. "Adel? Kamu sudah pulang? Nak Anton nya mana?" tanya Nyonya Wina saat anak gadisnya tergesa-gesa masuk ke dalam rumah. "Nggak tau!" sahut Adel ketus tanpa menoleh ke arah ibunya. Ia berlari menaiki anak tangga dengan wajah kesalnya.
Tiga hari setelah kembalinya mereka ke Jakarta, mereka pun mulai disibukan dengan segala persiapan acara pertunangan yang sebentar lagi akan mereka gelar.Nyonya Wina menjadi salah satu orang yang begitu antusias menyiapkan segalanya."Hallo Nak Anton, jangan lupa! Siang ini kalian harus fitting baju lamaran. Tante sudah buat janji dengan Eveline. Kalian jangan sampai telat," ucap Nyonya Wina pada calon menantunya itu melalui sambungan telepon."Iya, Tan. Saya dan Adel pasti datang tepat waktu. Terima kasih telah mengingatkan,""Syukurlah kalau begitu. Oh iya Nak Anton, kalau boleh nanti sore Adel pulangnya bareng Nak Anton aja. Soalnya supirnya Adel tidak bisa jemput, dia harus nganter Tante ke tempat c
Adel terisak, butiran bening yang ia tahan dari tadi akhirnya jatuh membasahi pipinya.Anton yang melihat Adel menangis segera menghampiri gadis itu dengan perasaan bersalah."Del, maafin saya. Saya tidak bermaksud untuk bikin kamu sedih seperti ini. Saya hanya tidak ingin jika kamu terlalu ….""Terlalu apa?" tanya Adel mengangkat wajahnya, ia menatap Anton dengan berderai air mata. "Terlalu berlebihan kan maksud lo?? Iya' kan? Jawab Anton! Jawab!" Teriak Adel dengan nada lebih tinggi dari sebelumnya."Setelah gue lihat sendiri ke intiman lo dengan mantan istri lo itu' Lo masih berfikir gue berlebihan, hah?! Sekarang gue tanya sama lo. Bagaimana jika posisinya dibalik?! Jika lo liat gue telanjang
"Sudah' Del, jangan menangis lagi, hapus air mata kamu. Malu sama karyawan, dari tadi mereka liatin kamu terus," ucap Anton pada Adelia. Gadis itu pun mulai menyeka air matanya dengan tangan. "Sudah hampir siang, sudah waktunya kita bertemu dengan Eveline. Kita berangkat sekarang aja, yuk! Biar nggak telat," ajak Anton. Adel pun mengangguk mengiyakan. Mereka berdua bergegas menaiki mobil dan melaju meninggalkan gedung bertingkat itu. Sepanjang jalan Adel hanya terdiam, ia sama sekali tidak bersuara walaupun Anton berulang kali melontarkan pertanyaan padanya. "Oh iya, Del. Selesai fitting baju, kita langsung makan siang aja' yah. Biar nanti balik ke kantornya setelah makan siang," lagi Anton bersuara. Ia masih berharap suasana kembali cair.
"Gerald?? E-elo ngapain disini?" tanya Adel terbata-bata. Matanya menatap tajam pria blasteran yang berdiri tepat di hadapannya.Entah dari mana datangnya, pria itu tiba-tiba saja masuk dan menghampiri Adelia di toilet khusus untuk perempuan yang saat itu tengah sepi.Adelia yang terkejut melihat kedatangannya pun segera melangkahkan kaki untuk keluar dari toilet. Namun, dengan sigap Gerald menghadang Adel. Pria itu mendorong tubuh Adelia, kemudian menutup pintu toilet dengan rapat. "Lo mau ngapain, Ger?! Jangan macam-macam lo!" ucap Adelia. Gadis itu benar-benar ketakutan melihat senyum Gerald yang menyeringai buas menatap dirinya."Santai dong, Del! Nggak usah panik, gue nggak bakal macem-macem sama lo!" jawab Gerald berjalan mendekati Adelia. "Mau lo apa' sih, Ger? Lo ngikutin gue kesini, hah? Kalau lo berani sentuh gue, gue bakalan teriak biar semua orang di restoran ini dengar!" Ancam Adelia."Santai dulu dong, Del! Nggak
Sebuah foto dirinya yang tidak mengenakan sehelai benangpun di tubuh indahnya. Adel benar-benar terkejut kenapa foto itu bisa ada di tangan Gerald. "Lepasin gue!!" Berontak Adel dengan suara tertahan."Oke, oke! Tenang dulu dong, gue bakal lepasin tangan gue, asal lo janji. Lo diem dan nggak usah teriak-teriak! Karena kalau sampai lo teriak sedikit saja, foto ini akan segera gue kirim ke ortu lo! Lo liat ini kan? Ini nomor watsap Nyokap lo, tinggal satu sentuhan saja foto ini akan langsung di lihat olehnya!" Adel pun mengangguk, ia terpaksa harus menuruti ucapan pria gila yang menyekapnya itu.Gerald melepaskan tangannya dari mulut gadis impiannya itu, dengan senyum menyeringai ia merasa menang."Cepat lo hapus foto-foto itu, Ger! Hapus sekarang juga!" Bentak Adelia berusaha mengambil ponsel milik Gerald."Eit, tenang dulu dong! Santai, nggak usah ngegas! Gue bakal hapus foto ini jika hasrat gue su
Mobil Alphard berwarna putih itu menabrak pembatas jalan. Beruntung penumpang yang ada di dalamnya tidak apa-apa.Orang-orang disekitar lokasi berhamburan menghampiri mereka. "Kamu tidak apa-apa, kan' Del?" tanya Anton khawatir melihat Adelia meringis memegang keningnya."Lo liat aja sendiri!" jawab Adel ketus. Ia memperlihatkan luka memar di bagian keningnya."Kan gue udah bilang, pelan-pelan aja nggak usah ngebut! Lo bebel banget jadi orang, sekarang lo liat tuh hasilnya!" Cetus Adel geram."Iya saya minta maaf, saya salah. Habisnya saya emosi liat kamu dan pria brengsek itu!" ucap Anton membuka sabuk pengamannya kemudian keluar dari mobil. Beruntung lokasi kejadian tidak jauh dari kantornya. Ia bisa segera menelpon anak buahnya untuk datang dan menjemputnya. Tak lama kemudian dua anak buah Anton pun tiba. "Bapak tidak apa-apa, kan?" tanya salah satu dari mereka menghampiri."Tidak,
"Ko jadi bawa-bawa Nisa sih Del?""Kenapa? Lo nggak terima?" sahut Adel ngegas."Bukan gitu, Del. Tapi ini kan nggak ada sangkut pautnya sama Nisa, ngapain kamu pake bawa-bawa nama Nisa segala?""Oh begitu yah?? Sekarang gue tanya sama lo, apa bedanya kejadian barusan dengan kejadian saat lo dan mantan istri lo itu pelukan? Nggak ada bedanya kan? Tapi kenapa emosi lo meluap-luap kayak gini?" tanya gadis itu dengan nada tinggi."Ya jelas beda lah, Del! Nggak bisa kamu samakan dengan kejadian saat itu! Nisa itu psikisnya terganggu, dia butuh support dari saya. Saya dan Nisa berpelukan konteksnya bukan karena nafsu. Sedangkan kamu? Kamu dan cowok brengsek itu ciuman dengan nafsu! Jangan di samain dong!" "Lo tau dari mana gue dan Gerald ciuman karena nafsu?" tanya Adel penuh emosi. Gadis itu tidak terima dengan ucapan Anton yang terkesan menyalahkan dirinya atas kejadian barusan."Ya tau lah! Kalau buka
Hallo semuanya 🥰🥰 Akhirnya setelah penantian dan proses yang cukup lama. Novel Vonis mandul ditengah kehamilan istriku atau disingkat menjadi (VMDKI) Ending juga 🥳🥳🥳Pertama-tama Saya mengucapkan terimakasih pada Tuhan Yang Maha Esa dan juga kepada Keluarga besar saya yang telah mendukung saya menjadi seorang Penulis. Dan yang paling spesial adalah terimakasih saya kepada seluruh pembaca setia novel VMDKI yang mengikuti novel ini dari awal terbit sampai tamat. 200 bab bukanlah jumlah yang sedikit, dan tentunya banyak diantara kalian semua yang sudah menghabiskan dana untuk membaca novel ini. Saya mohon maaf telah membuat kalian menghabiskan uang jajan atau bahkan uang dapur kalian untuk cerita ini. Semoga kalian bisa mendapat ganti yang berlipat ganda, semoga selalu di beri kesehatan, dan di lancarkan rezekinya. Mohon maaf jika masih banyak kekurangan dan Typo di dalam Novel ini. Jika berkenan yuk, baca juga novel ottor yang lainnya. *Yang suka dr
***Setelah pertemuan itu mereka tidak lagi bertemu sampai acara pernikahan tiba. Anton dan Adelia hanya berkomunikasi lewat telepon dan watsap. Hari terus berganti, kedua keluarga semakin sibuk mempersiapkan acara sakral itu. Mereka ingin acara itu menjadi pernikahan termewah di Jakarta. Malam ini kedua keluarga mengadakan pertemuan tertutup. Dua pasangan paruh baya itu mengadakan jamuan di sebuah restoran VVIP untuk membahas persiapan pesta yang akan digelar besok. Mereka ingin memastikan jika semua persiapan sudah seratus persen. "Syukurlah jika semuanya sudah siap, saya sangat lega mendengarnya! Ini adalah momen spesial untuk kami," ucap Tuan Romy lega. "Iya, Pak. Kami pun begitu, rasanya tidak sabar untuk menunggu hari esok," jawab Pak Tio. "Kalau begitu, kita akhiri saja pertemuan ini, sepertinya sudah malam juga, sudah waktunya kita istirahat agar besok pagi tidak terlambat," ucapnya. Mereka p
***Dengan wajah memerah, Anton keluar dari minimarket membawa bungkusan berwarna merah muda itu. "Sial! Gara-gara Adel, aku jadi di ketawain anak-anak ABG tadi, mana jadi bahan olok-olokkan mereka lagi," cetus Anton menutup pintu mobilnya dengan kesal."Lagian, ngapain juga tuh kasir banyak tanya, pake acara nawarin merek lain segala lagi, memang dia pikir' saya ngerti apa dengan merek-merek pembalut? Aneh-aneh aja tuh orang," Anton menyalakan mesin mobilnya dan pergi meninggalkan minimarket berlogo merah kuning itu.Sesampainya di rumah Adel, Anton pun langsung masuk ke dalam rumah yang tidak di kunci itu sesuai perintah Adel saat ia menelpon."Adel! Kamu dimana?""Gue di kamar! Lo sini aja! Gue nggak bisa turun nih," teriak Adel menyahut dari kejauhan."Jangan bercanda dong, Del! Di rumah kamu nggak ada siapa-siapa, ntar kalau tiba-tiba Papa dan Mama kamu datang dan melihat saya ada di k
🍀🍀🍀"Ibu langsung istirahat saja! Ibu pasti capek, kan? Barang-barangnya biar si Mbok dan Sulis yang urus!" ucap Anton saat mereka tiba di rumah sang Ayah. Wanita paruh baya itu pun mengangguk dan menuruti seruan anaknya. Sedangkan Anton segera masuk ke dalam kamarnya, ia pun merasa lelah setelah membantu memindahkan barang-barang ibunya.Kring! Kring! Ponsel Anton berdering, dengan cepat ia mengangkat panggilan masuk dari Lilis. "Halo, assalamualaikum' Mbak,""Waalaikumsalam, Mas. Maaf mengganggu, saya hanya ingin mengucapkan terimakasih atas paket yang dikirim mas Anton. Anak-anak senang sekali, Mas,""Syukurlah kalau paketnya sudah sampai, Mbak. Semoga Fadlan dan Aqila menyukainya," ucap Anton lega. Tiga hari lalu Anton mengirim perlengkapan sekolah untuk kedua adik iparnya itu. Mulai dari baju seragam, sepatu, tas dan perlengkapan lainnya. "Suka banget, Mas. Dari tadi mereka nggak sabar ingin bilang terima
🍀🍀🍀Satu minggu sebelum pernikahan Anton di gelar, Tuan Romy dan Bu Minah pun melangsungkan acara pernikahan mereka di kediaman Tuan Romy, acaranya berlangsung khidmat dan sederhana sesuai permintaan Bu Aminah. Hanya kerabat dan orang-orang terdekat mereka yang menghadiri acara tersebut. Bu Aminah tampak begitu cantik dengan balutan kebaya Jawa, begitupun dengan Tuan Romy, pria lima puluh dua tahun itu tampak gagah dengan busana adat dan juga blangkon khas Jawa yang ia kenakanan. Pasangan paruh baya itu pun duduk di depan penghulu. "Bagaimana Pak Romy, sudah siap?" tanya penghulu itu memastikan. Tuan Romy pun langsung mengangguk yakin. Anton dan kekasihnya duduk di sebelah mereka, menyaksikan betapa sakralnya ijab kabul yang diucapkan sang Ayah. Suasana hening sejenak saat Tuan Romy dengan lugas dan lancar mengucapkan ijab kabul dengan satu tarikan nafas."Bagaimana saksi? Sah?" tanya penghulu memastikan."Sah!"
***Satu minggu setelah perdebatan itu, suasana kembali mencair. Bu Minah berusaha untuk menghilangkan kebenciannya kepada Jannah. Bagaimanapun anak itu memang tidak berdosa. Tidak mungkin ia harus menanggung beban atas perbuatan keji yang dilakukan kedua orang tuanya. Bu Minah berusaha meyakinkan dirinya, meski itu tidak semudah yang dipikirkan. Tapi ia yakin, lambat laun rasa sayang itu akan tumbuh dengan sendirinya. Kring! Kring! Dering ponselnya berbunyi. Nama Tuan Romy terpampang di layar. Dengan antusias Bu Minah segera menggeser tombol hijau dan berbicara dengan pria yang kini kembali mengisi kekosongan hatinya. "Halo, Mas. Sudah berangkat?" tanya Bu Minah saat seseorang memanggil namanya. "Sudah, Minah. Ini Mas sudah di jalan, sebentar lagi sampai. Kamu sudah siap' kan?" "Sudah, Mas. Saya tunggu di luar ya, biar kita langsung berangkat," Sahutnya sebelum memutus panggilan. Hari
Sore menjelang malam, mereka pun tiba di Jakarta. Setelah mengantar Adel sampai ke rumahnya, Anton pun bergegas pulang. Dan betapa terkejutnya ia saat melihat Bu Minah ada di rumah sang Ayah dan menyambut dirinya dengan wajah tak bersahabat."Ibu? Sejak kapan ibu disini?" tanya Anton meraih tangan ibunya dan menciumnya takzim."Kamu dari mana saja Anton? Kenapa nomormu tidak bisa dihubungi?" tanya Bu Minah menatap tajam Anak sulungnya itu. Melihat raut wajah ibunya yang kesal, Anton pun bingung harus menjawab apa. "Kenapa diam saja Anton? Kamu tidak dengar apa yang ibu tanyakan?! Kamu dari mana saja? Kenapa pergi tidak pamit sama ibu?""Maaf kan Anton, Bu. Anton … Anton ada urusan,""Urusan? Urusan apa? Mengurus wanita jalang itu maksudmu?! Jawab Anton! Benarkan apa yang ibu katakan?" Mendengar cercaran pertanyaan dari ibunya, Anton pun hanya bisa mengangguk mengiyakan. Ia tidak mungkin berdebat dengan sang ibu d
Mereka bertiga pun akhirnya memutuskan untuk pulang, Anton dan Adel mengantar Lilis terlebih dahulu sebelum mereka berdua kembali ke Jakarta. "Terimakasih, ya' Mas Anton, maaf sudah terlalu banyak merepotkan," ucap Lilis saat mereka tiba di rumahnya. "Tidak apa, Mbak. Itu sudah menjadi tanggung jawab saya. Kalau begitu saya pamit dulu' ya, Mbak. Salam pada anak-anak," "Baik, Mas. Nanti saya sampaikan salam dari Mas Anton pada Qila dan Fadlan jika mereka sudah pulang dari sekolah. Mas Anton dan Mbak Adel hati-hati di jalan," sahut Lilis dan segera di anggukan oleh Anton maupun Adel. Dua sejoli itu pun akhirnya pergi meninggalkan kampung halaman Nisa.Tidak bisa dipungkiri, di kampung ini Anton sempat menjadi bagian dari keluarga besar Abah dan Emak. Kenangan masa lalu yang indah sempat terukir, walau hanya sesaat."Anton? Lo kenapa' sih? Ko malah ngelamun? Ayo jalan!" ucap Adel menegur kekasihnya yang masih dudu
"E-elo … nggak sedang bohongin gue kan?" tanya Adel terbata. Seketika ada perasaan bersalah karena telah menuduhnya yang tidak-tidak. "Untuk apa saya bohongin kamu, Del? Apa untungnya buat saya?" sahut Anton membuang nafas kasar. Ia tidak menyangka jika gadisnya itu bisa berpikiran buruk terhadapnya. "Lebih baik' sekarang kamu balik ke Jakarta! Kamu kesini diantar Pak Amin' kan? Biar saya bilang sama Pak Amin untuk bawa kamu pulang ke Jakarta," ucap Anton. Ia pun berjalan menuju mobil hendak menghampiri sang supir. Namun, seketika tangan Adel menghadangnya. "Gue nggak mau balik! Gue mau disini nemenin lo!" ujar Adel yakin."Tapi, Del! Disini saya repot dengan urusan Nisa. Saya tidak mungkin bisa jagain kamu! Dari pada nantinya kamu kesal, lebih baik kamu pulang. Jika urusan disini selesai, saya akan segera menyusul kamu ke Jakarta!" "Pokoknya gue nggak mau balik! Gue tidak akan kembali ke Jakarta tanpa lo! Gue mau nemenin lo sampai semua urusan