"Sudah! Sudah! Biar saya saja yang bereskan. Lebih baik kamu tunggu diluar aja!" ucapku menghentikan si nenek lampir. Aku tidak ingin konsentrasi ku buyar gara-gara pemandangan yang terpampang di depan mata.
"Ih! Aneh banget, sih' lo. Tadi nyuruh gue beresin, sekarang malah nyuruh gue tunggu di luar! Dasar plin-plan' lo!'' sahutnya. Ia pun segera keluar dari ruangan ini dan menunggu di depan pintu.
*
Di ruang rapat, perwakilan karyawan dan kepala cabang anak perusahaan sudah hadir. Mereka semua menunggu kedatangan ku.
"Selamat siang semuanya!" ucapku menyapa mereka.
"Siang, Pak!"Jawab mereka serempak.
"Jangan sembarangan kalau ngomong! Asal nyablak seenaknya, kamu pikir' kamu itu siapa?""Lha, emang bener, kan' otak lo traveling liat penampilan gue? Kalau nggak' lo nggak mungkin mempermasalahkan baju gue!"Nih nenek lampir memang minta di tampol sepertinya. Dari tadi ngomongnya ngegas terus. Bukannya introspeksi diri, malah nuduh yang enggak-enggak."Ayo jawab, jangan diem aja! Akuin kalo lo emang omesh lihat penampilan gue!""Hah! Omesh melihat penampilan kamu? Mimpi kamu! Masih banyak wanita diluaran sana yang jauh lebih cantik dari kamu! Asal kamu tau 'saya hanya tidak ingin mendengar karyawan saya pada ngomongin dan ngelecehin kamu! Setelah rapat tadi, mereka semua membahas penampilan kamu yang dinilai
Jarum jam seakan berhenti di suasana yang hening ini, Adel semakin mendekatkan tubuhnya padaku. Hembusan nafasnya yang hangat begitu terasa. Kedua tangannya kini melingkar di leherku, membuat kami berdua tak berjarak sedikitpun. Pendinginan udara di ruangan ini seolah tidak berfungsi, ruangan yang seharusnya sejuk seketika berubah menjadi begitu panas. Entah apa yang membuatnya seperti ini, gadis ini tampak begitu liar. Kring! Kring! Dering ponsel yang cukup keras membuat kami berdua terperanjat. Adel langsung melepaskan tangannya yang melingkar di leherku. Aku pun segera merogoh ponsel di saku celanaku, melihat sebuah panggilan
Ya Tuhan' kenapa gue nggak sadar jika underwear gue keliatan? Gimana ini? Gue malu banget.Gimana cara nutupin nya? Tas yang gue bawa kecil banget, tidak mungkin bisa nutupin rok gue yang basah ini.Baiklah, sepertinya gue harus buka blazer untuk nutupin rok gue ini. Tanpa b@sa basi gue pun segera membuka blazer. Kemudian berusaha menutup bagian bawah gue yang basah.Berulang kali gue mencoba mengikat blazer ini di pinggang. Namun, karena ukuran blazer yang sangat kecil membuat gue kesulitan. Berulang kali blazer itu terlepas dan membuat gue kehabisan akal.Astaga!! Bagaimana ini?Di tengah kepanikan gue, tiba-tiba Anton membuka jasnya. Ia berjalan mendekat kemudian melingkarkan jas miliknya ke pinggang gue, dan seketika jantungku pun berpacu dengan kencang.Semoga saja Anton tidak mendengarnya. Bisa malu banget gue jika sampai dia mendengar detak jantung gue yang tidak karuan ini.Dari jarak
"Kita lanjut nggak, nih? Ntar keburu macet! Gue udah pegel, pengen cepat sampai rumah!" ucap gue tanpa dihiraukan sedikitpun oleh Anton. Rupanya ia masih fokus dengan ponsel di genggamannya."Woy! Lo denger gue nggak' sih? Gue lagi ngomong sama lo' bukan sama setir. Ko malah di cuekin?""Oh iya' sorry' sorry! Saya sampai lupa kalau mau nganterin kamu pulang!" sahut Anton dengan entengnya.Iiih … nyebelin banget nih cowok' masa iya karena ngurusin mantan istrinya itu dia sampai lupa kalau tujuannya mau nganterin gue pulang."Udah cepet jalan! Ntar kejebak macet' lagi!" cetus gue kesal. Ia pun segera menyalakan mesin mobil dan kembali melanjutkan perjalanan.**Sesampainya di halaman rumah, Anton membantu gue turun dari mobil. Dengan sigap ia membukakan pintu mobilnya, dan mengantar gue sampai ke teras depan."Saya antar sampai sini saja! Kamu cepet masuk' cepet istirahat agar besok bisa kerja!" ucap
"Udahlah, Del! Lo terima saja kenyataannya, gue yakin' lo itu emang suka sama tuh cowok! Kalau nggak suka' ngapain lo menikmati ciuman itu? Apalagi ini pertama kalinya lo nyosor cowok duluan. Berarti Fix! Lo itu naksir dia," ucap Flo dengan yakin."Nggak usah ngada-ngada deh, Flo! Nggak mungkin banget gue naksir dia. Lagian tadi itu gue khilaf. Gue nggak sadar kenapa bisa tiba-tiba nyosor tuh cowok nyebelin!""Yaelah Adel, lo itu dibilangin nggak percaya! Udah deh nggak usah ngelak lagi! Lo itu memang suka sama tuh cowok! Jangan pura-pura benci deh, padahal dalam hati lo berbunga-bunga bisa ciuman sama dia. Daripada lo nutupin perasaan lo sama dia, lebih baik lo ungkapin aja langsung sama tuh cowok! Bilang sama dia' kalau sebenarnya lo itu suka sama dia!" Ujar Florencia memberi saran panjang lebar.
"Kamu tidak salah informasi' kan Imron? Kamu sudah pastikan jika wanita di foto itu yang kamu maksud hanya melayani threesome?" tanyaku memastikannya lagi."Yakin, Bos! Saya yakin 100%. Saya tidak mungkin salah informasi! Mamy Mona sendiri yang cerita, wanita bernama Nisa itu memang hanya melayani servis threesome!" ucap Imron penuh keyakinan."Tadi juga saya lihat sendiri wanita itu masuk ke dalam kamar bersama dua pria yang ada di foto itu! Pintu kamarnya pun dijaga oleh tiga orang bodyguard!" Lagi Imron menjelaskan apa yang ia lihat.Aku tak habis pikir dengan semua ini. Kenapa Nisa bisa nekat melakukan pekerjaan gila ini? Apa dia tidak tahu resikonya sangat besar? Menjadi pelacur biasa saja sudah sangat menjijikan, apalagi menjadi pelacur untuk melayani
Assalamualaikum, selamat pagi, salam sejahtera untuk seluruh pembaca VMDKI. Sebelumnya saya sebagai penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya karena sudah empat hari ini tidak update. Bukan karena malas ataupun lalai pada kerjaan. Namun, karena kondisi yang tidak memungkinkan. Setelah sepuluh hari full saya mengurus kedua anak saya yang sakit secara bersamaan, badan saya pun ngedrop dan ikut sakit. Awalnya saya masih berusaha untuk tetap nulis walaupun sedikit. Tapi ternyata satu hari setelahnya saya benar-benar KO. Tubuh saya menolak untuk diajak duduk. Dan terpaksa harus di bawa ke dokter. Dan dokter menyarankan untuk bedrest. Dan alhamdulillah hari ini ottor sudah bisa duduk. Dan bisa buat surat cinta ini untuk kalian.
Aku masih tidak percaya dengan apa yang diucapkan Lilis. Tidak mungkin secepat ini Emak meninggalkan kami. "Halo, Mas! Mas Anton masih mendengar suara saya, kan?" tanya Lilis membuyarkan lamunanku. "I-iya, Mbak! Saya masih mendengar Mbak Lilis. Kenapa bisa seperti ini, Mbak? Bukannya Emak sedang dalam perawatan dokter-dokter terbaik disana?" tanyaku masih tidak percaya. "Memang betul, Mas. Saya juga hampir tidak percaya, tapi memang Emak sudah tidak ada! Tadi Emak sempat sadar, ia bahkan meminta perawat untuk melepaskan alat bantu oxygen karena ia ingin berbicara kepada Aqila dan Fadlan. Melihat kondisi Emak yang sudah sadar, membuat kami begitu senang. Aqila bahkan berteriak bahagia saat Emak mulai berbicara. Namun, sesaat setelah Emak berbicara, tib