Home / Romansa / Virginity For Sale / 108. Tak Bernyawa

Share

108. Tak Bernyawa

Author: Black Aurora
last update Last Updated: 2024-12-23 16:36:30
Sore itu, Rhexton berdiri di ambang pintu kamar Maura. Ia mengetuknya pelan sebelum kemudian melongokkan kepala ke dalam.

Maura sedang duduk di tempat tidur, tangannya sibuk menggulir layar ponsel sambil tersenyum samar, sepertinya membaca sesuatu yang menyenangkan.

Tapi Rhexton tahu di balik tawa kecilnya, pasti ada rasa kesepian dan bosan karena Maura hanya menghabiskan hari-harinya di kamar.

“Hai. Bagaimana kondisimu sore ini?"

Maura mengangkat wajahnya untuk kemudian beradu tatap dengan manik kelabu serupa Raven. Seketika kerinduan pun kembali menyeruak batinnya, menggulirkan perih yang seolah mengiris kulitnya. Namun meskipun begitu, Maura pun tetap menyunggingkan senyum.

"Aku baik. Kata dokter, kakiku akan segera sembuh," beritahu Maura.

Rhexton berjalan mendekat untuk memeriksa kaki wanita itu, dan ia bernapas lega ketika melihat bengkaknya yang memang tampak mulai berkurang. Mungkin sekitar dua-tiga hari lagi barulah benar-benar akan sembuh.

"Pasti kamu bosan, kan?
Black Aurora

dikit gapapa yaa 🙏❤️

| 5
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (8)
goodnovel comment avatar
Black Aurora
masih lanjut terus kok di bukun ini juga kak, hari ini mudah-mudahan bisa up
goodnovel comment avatar
Bintang Tumurung
ga papa gimna...
goodnovel comment avatar
Ruwaida
kk cerita selanjutnya dimana? penasaran banget nie
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Virginity For Sale    109. Bimbang

    Raven sudah ditemukan. Tapi… dia tidak bernyawa. Hati Rhexton pun serasa diremas dengan kuat hingga hancur tak bersisa. Ia tidak tahu bagaimana cara menyampaikan ini kepada Maura. Di satu sisi, ia merasa lega karena pencarian telah berakhir. Tapi di sisi lain, berita ini seperti pukulan telak yang sangat tidak ia duga. Ia mengangkat pandangannya, melihat Maura yang kini sedang menatapnya dengan sorot penuh tanya. Bibir pria itu perlahan bergerak, tetapi tidak ada kata-kata yang keluar. Bagaimana ia bisa mengatakan sesuatu yang pasti akan menghancurkan hati Maura? Ya Tuhan, kabar ini terlalu berat untuk sosok cantik namun rapuh di hadapan Rhexton itu. Namun Maura mulai menangkap sesuatu yang berbeda dari sorot mata Rhexton, dan tanpa sadar tangannya pun mulai bergetar. "Apa yang terjadi, Rhexton?" tanyanya dengan suaranya nyaris berbisik dan manik yang mulai berkaca-kaca. Rhexton hanya bisa menatapnya sambil berusaha untuk mengendalikan emosinya sendiri. Ia menarik na

    Last Updated : 2024-12-24
  • Virginity For Sale    110. Pengganti

    Malam itu terasa sunyi, hanya suara angin yang menyusup melalui celah jendela kamar Maura. Cahaya lampu temaram membuat suasana semakin menenangkan, meskipun hati Maura masih terasa hampa. Di hadapannya, sebuah kotak kardus kecil telah diletakkan di atas meja. Kotak kardus yang berisi beberapa busana milik Raven, baru saja tiba atas permintaannya. Dengan tangan gemetar, Maura membuka kotak itu perlahan, seperti membuka sesuatu yang amat berharga. Begitu tutupnya terangkat, aroma khas yang melekat pada Raven pun seketika menyeruak. Harum yang ia kenal, yang selama ini hanya bisa ia ingat dalam kenangan kini telah hadir dan kembali nyata. Napas Maura tersendat, matanya mulai terasa panas. Ia pun menggigit bibir bawahnya untuk menahan tangis, tapi air matanya tetap jatuh tanpa ia sadari. Jemarinya menyentuh salah satu sweater hitam serta menyusuri kain yang lembut dan hangat, seolah sedang menyentuh Raven. Ia mengangkatnya dengan hati-hati, lalu mendekap erat ke dada. A

    Last Updated : 2024-12-26
  • Virginity For Sale    111. Selamat

    Di dalam sebuah kamar sederhana yang remang-remang, seorang pria terbaring tak berdaya di atas ranjang. Wajahnya penuh luka memar, dan tubuhnya yang biasanya gagah kini hanya menyisakan bekas-bekas kekerasan yang hampir merenggut nyawanya. Keringat dingin membasahi dahinya, dan bibirnya yang pucat terus menggumamkan nama yang sama berulang kali. “Moora... Moora...” Suara itu terdengar lirih namun penuh dengan keputusasaan. Ia tampak tersiksa, baik secara fisik maupun emosional, seolah sedang berada di ambang kesadaran antara hidup dan mati. Wanita berambut ikal kemerahan yang duduk di samping ranjang, menggigit bibir bawahnya dengan cemas. Ia memeras kain kecil di tangannya lalu menempelkan kain dingin itu ke dahi si pria, mencoba meredakan demamnya. Namun usaha itu terasa sia-sia. Luka-lukanya terlalu parah, dan kondisinya semakin memburuk setiap detik. "Dia tidak akan bertahan lebih lama lagi," wanita itu berkata dengan suara bergetar, menatap pria yang berdi

    Last Updated : 2024-12-26
  • Virginity For Sale    112. Sepihak

    Suara sirene polisi yang melengking memenuhi udara, menciptakan ketegangan di dalam rumah sakit. Petugas bersenjata lengkap berhamburan masuk seraya menginstruksikan semua orang untuk tetap di tempat mereka masing-masing. Lewis dan Leona berdiri di sudut ruang tunggu, mencoba terlihat tenang meskipun dada mereka kini tengah berdegup dengan kencang. "Untung aku sempat menelepon mereka sebelumnya," bisik Leona dengan suara serak. Ia memegang erat lengan kakaknya, menggenggamnya seakan itu satu-satunya cara untuk tetap tenang. "Keputusan yang cerdas, sist," balas Lewis, bersyukur atas inisiatif adiknya itu. Maniknya terus mengawasi setiap gerakan para petugas polisi yang menyisir setiap sudut rumah sakit. "Tapi kita belum sepenuhnya aman. Kita harus memastikan Tuan Raven selamat." Kondisi Raven sangat kritis, kehilangan darah yang signifikan membuatnya berada di ambang kematian. Di balik pintu ruang operasi itu para Dokter pun bergerak cepat. Lalu beberapa menit kemudi

    Last Updated : 2024-12-31
  • Virginity For Sale    113. Identitas Baru

    Ruangan itu sunyi, hanya suara langkah kaki di luar sesekali terdengar. Maura duduk di tepi tempat tidur, kedua matanya tampak memerah dan bengkak karena menangis terlalu lama. Tirai jendela tertutup rapat, menghalangi cahaya matahari masuk. Kamar itu lebih terasa seperti sebuah penjara daripada tempat tinggal, meskipun seluruh elemen kemewahan menguar dari setiap sudutnya. Pintu pun terbuka dengan perlahan, seiring dengan Rhexton yang melangkah masuk sesudahnya. Pria itu mengenakan setelan kasual yang terlihat terlalu rapi untuk suasana seperti ini. Wajahnya yang biasanya lembut kini tampak dingin, tanpa sedikit pun rasa penyesalan yang terlukis di sana. “Maura,” panggilnya dengan suara rendah. “Kamu tidak bisa terus seperti ini.” Maura tidak bergerak. Pandangannya tetap tertuju pada lantai, mengabaikan sepenuhnya keberadaan Rhexton. “Maura,” ulang Rhexton, kali ini dengan nada yang lebih tegas. Ia melangkah lebih dekat, mencoba menangkap perhatian wanita itu.

    Last Updated : 2025-01-02
  • Virginity For Sale    114. Pilihan

    Rhexton menggenggam tangan Maura dengan lembut, saat mereka memasuki sebuah ballroom mewah. Hari ini bertepatan dengan acara pesta penyambutan Rhexton sebagai CEO untuk King Enterprise diadakan. Tatapan mata semua orang pun langsung tertuju pada mereka, pasangan yang mencuri perhatian. Rhexton dengan penampilannya yang elegan, serta Maura yang mengenakan gaun hitam yang sederhana namun memikat dan elegan. Namun Maura tidak menunjukkan senyum sama sekali. Ia tetap berjalan tanpa memedulikan semua tatapan yang tertuju pada mereka. Di sisi lain, Rhexton berusaha bersikap santai, seolah-olah ketegangan yang terjadi di antara mereka itu tak ada artinya sama sekali. “Bersikaplah sedikit lebih ramah, Maura. Ini acara penting bagiku,” bisik Rhexton sambil mendekatkan wajahnya ke telinga istrinya. “Kalau begitu, mungkin kamu seharusnya datang sendiri,” jawab Maura dengan nada datar dan pandangan yang tetap lurus ke arah depan. Rhexton menghela napas pelan, berusaha mengontr

    Last Updated : 2025-01-03
  • Virginity For Sale    115. Suamiku

    Matahari mulai menyelinap masuk melalui celah-celah tirai kamar tidur yang megah. Cahaya keemasan membelai wajah Rhexton, membuatnya perlahan terbangun. Tubuhnya terasa hangat, bukan karena selimut tebal yang menyelimuti mereka, tetapi karena Maura yang berada dalam dekapannya. Untuk sesaat Rhexton tidak bergerak. Ia ingin menikmati momen langka yang selama ini hanya bisa ia bayangkan. Di antara pagi yang hening dan udara yang segar, ia merasakan napas lembut Maura di dadanya. Rambut hitam panjang istrinya menyentuh lehernya, aroma manisnya memenuhi indra penciumannya. Rhexton tidak pernah membayangkan bahwa suatu saat ia akan memiliki kesempatan seperti ini... tidur dalam satu ranjang bersama Maura, tanpa ada jarak yang memisahkan mereka. Meskipun tidak ada cinta yang sepenuhnya terbalas, namun kehadirannya di sini bersama Maura sudah cukup membuat hatinya terasa penuh. Jemarinya bergerak pelan untuk membelai lembut lengan Maura yang melingkari pinggangnya. Ada rasa

    Last Updated : 2025-01-04
  • Virginity For Sale    116. Bertemu

    116. Bertemu BEBERAPA HARI SEBELUMNYA… Suara rintik hujan di luar jendela menciptakan melodi tenang yang menemani percakapan serius di dalam sebuah ruang rahasia. Ruangan itu remang-remang, diterangi hanya oleh lampu meja kecil yang memancarkan sinar kuning redup. Raven duduk di kursi kayu dengan punggung yang tegap dan matanya menyorot penuh fokus. Di hadapannya berdiri Lewis dan Leona, saudara kandung yang telah menjadi sekutunya. "Penyamaran kali ini bukan hanya soal masuk ke tempat itu tanpa ketahuan," ujar Raven perlahan, suaranya datar namun penuh tekanan. "Aku harus benar-benar menjadi orang lain." Leona memiringkan kepalanya dengan kedua alis terangkat. “Apa Tuan ingin aku yang akan mengubah wajah Anda sepenuhnya? Itu bukan masalah besar.” Raven menatapnya tanpa ekspresi yang tak bisa ditebak. "Tapi masalahnya, wajah yang berbeda saja tidak akan cukup, Leona. Aku butuh seseorang untuk jadi perantara, seseorang yang bisa berbicara untukku. Dan kamu ya

    Last Updated : 2025-01-06

Latest chapter

  • Virginity For Sale    EXTRA PART

    Musim semi tiba dengan segala keindahannya, membawa serta aroma manis bunga-bunga yang bermekaran dan langit biru yang begitu cerah. Di tengah taman yang luas, dengan dekorasi klasik yang elegan, pernikahan Shane King dan Leona digelar dengan khidmat dan penuh kehangatan. Siapa sangka, seorang pria yang telah menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam kesendirian akhirnya menemukan cinta sejatinya pada wanita yang usianya hampir setengah dari umurnya? Leona, awalnya hanya ditugaskan oleh Raven untuk merawat kesehatan Shane yang menurun. Namun dalam setiap perawatan, setiap percakapan, setiap sentuhan yang terjadi antara mereka, sesuatu mulai tumbuh tanpa bisa mereka cegah. Cinta. Cinta yang datang tanpa diminta, menghapus segala batas yang ada, menghilangkan segala perbedaan, dan akhirnya membawa mereka pada hari ini. Raven duduk di barisan terdepan bersama Maura. Matanya sekilas menatap sang paman, pria yang selama ini berada dalam tawanan serta siksaan keji, kini m

  • Virginity For Sale    133. Rumah Untuk Kembali

    Malam ini terasa begitu panjang bagi Maura. Di dalam villa yang seharusnya menjadi tempat paling aman baginya, ia justru tak bisa memejamkan mata sedetik pun. Kegelisahan merayap di benaknya, membuat setiap detik yang berlalu terasa seperti siksaan. Di luar jendela, bulan sudah tenggelam digantikan gelapnya malam yang semakin pekat. Maura duduk di tepi ranjang, mendekap dirinya sendiri sambil menatap kosong ke arah pintu. Lewis telah membawanya ke tempat ini atas perintah Raven, berkata bahwa ia akan aman di sini. Tapi keamanannya bukanlah yang ia risaukan saat ini. Yang ia tunggu adalah satu hal. Satu orang, lebih tepatnya. Namun ternyata hingga pagi datang menjelang, sosok itu pun tak jua datang. Saat jarum jam di dinding menunjukkan pukul tujuh pagi, Maura akhirnya menyerah. Ia bangkit dari tempat tidur dengan langkah lesu. Percuma saja memaksa dirinya tidur ketika seluruh pikirannya penuh dengan kecemasan. Ia berjalan menuju dapur untuk mengambil segelas

  • Virginity For Sale    132. Hidup

    Tobias hanya tersenyum, seolah itulah jawaban yang ia harapkan. Tobias menatap Raven tajam. “Dan sekarang, pertanyaannya… apa yang akan kau lakukan, Raven? Membunuhku?” Tobias mencondongkan tubuh ke depan, ekspresinya menantang. “Silakan. Aku sudah tua. Kematian bukanlah sesuatu yang kutakuti. Aku telah menyelesaikan tugasku. Aku telah menemukan penggantiku yang paling sempurna.” Sambil tersenyum tipis, Tobias menjentikkan jarinya. Seorang pria di sudut ruangan melangkah maju, menyerahkan sebuah map tebal. Tobias meletakkannya di atas meja, menatap Raven dengan penuh kemenangan. “Ini dokumen yang telah kususun dengan sangat hati-hati,” ujar Tobias. “Melibatkan tiga puluh pengacara terbaik di dunia. Di dalamnya, ada keputusan yang tak akan bisa diganggu gugat oleh siapa pun.” Raven tetap diam, membiarkan Tobias melanjutkan. “Dokumen ini menunjuk CEO baru untuk King’s Enterprise. Dan itu adalah kamu, Raven.” Terdengar suara Rhexton menghirup napas tajam. Tobias mena

  • Virginity For Sale    131. Pembuktian

    "Kudeta?" ulang Rhexton dengan nada tajam. Sejak tadi, ia hanya berdiri di samping Tobias, menatap Raven dengan sorot mata yang tak dapat ditebak. "Tidak bisakah kita menyelesaikan ini dengan cara lain, Raven?" lanjutnya. "Keluarga seharusnya tidak saling menghancurkan." Raven menatap saudara kembarnya dengan ekspresi datar, seolah kata-kata Rhexton sama sekali tidak berarti apa-apa baginya. “Keluarga?” Raven tertawa kecil tapi dengan nada yang dingin. “Sejak kapan aku benar-benar merasakan hakikat dari keluarga?” Ia melangkah lebih dekat, hingga kini hanya berjarak beberapa langkah dari Rhexton dan Tobias. “Nama belakang itu hanyalah sebuah label, gelar yang tidak pernah benar-benar kuanggap memiliki arti. Bukankah sejak kecil, aku tidak lebih dari sebuah alat?" Maniknya yang kelabu berkilat tajam saat ia menatap langsung ke mata Rhexton. “Aku bukan keluarga. Aku hanya pion, senjata, dan alat manipulasi untuk membodohi pihak lain demi kepentingan keluarga King. Dan ka

  • Virginity For Sale    130. Kudeta

    Manik biru dingin itu mengamati SUV hitam yang bergerak semakin menjauh, hingga akhirnya menghilang menjadi sebuah titik kecil di ujung jalan. Raven pun lalu sedikit mengangkat tangannya, memberikan isyarat singkat kepada salah satu pengawal yang berada tak jauh darinya. Tanpa perlu kata-kata, orang itu langsung memahami perintahnya dan segera menekan tombol kecil di perangkat komunikasi yang tersembunyi di pergelangan tangan. Dan hanya dalam hitungan detik, seluruh Mansion yang sebelumnya gelap gulita, kini tiba-tiba saja disinari oleh cahaya yang terang. Generator cadangan yang sebelumnya dinonaktifkan oleh orang-orang Raven pun telah kembali menyala, turut menghidupkan semua lampu dan sistem keamanan di dalam Mansion seperti sedia kala. Saat seluruh cahaya telah memenuhi ruangan, Raven pun mengayunkan kaki untuk kembali masuk dengan langkah tenang. Ia masih melangkah seraya tangan kanannya pun ikut terangkat ke wajah. Dengan gerakan perlahan tapi pasti, ia mulai m

  • Virginity For Sale    129. Yang Seharusnya Hanya Milikku

    Kalimat itu keluar dengan penuh percaya diri, setiap suku katanya terasa seperti pukulan telak kepada ego Rhexton. Nada penuh arogansi tersebut seolah disengaja untuk memprovokasi, dan terbukti berhasil. Rhexton yang kini wajahnya memerah karena kemarahan, mengepalkan tangannya hingga buku-bukunya memutih. Ia mengulurkan tangannya ke depan dengan geram, mencoba untuk menggapai sosok yang ingin sekali ia tantang untuk berbaku hantam. Tapi sayangnya, hanya angin kosong yang berhasil ia sentuh. Rhexton pun semakin frustrasi. Ia menggerakkan tangannya lebih agresif, seolah yakin Raven berada di dekatnya. Namun setiap usahanya tetaplah sia-sia. Di sisi lain, Raven yang telah diam-diam mengenakan kacamata infra merah sejak awal, hanya bisa tersenyum samar. Ia menyaksikan semua gerakan Rhexton yang terlihat putus asa dalam kegelapan, membuat situasi ini menjadi pemandangan yang hampir menggelikan baginya. Raven lalu melirik ke arah tiga orang pengawalnya yang telah bers

  • Virginity For Sale    128. Belum Selesai

    Maura terdiam. Tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkan bagaimana perasaannya saat itu, sebuah euforia kebahagiaan bercampur dengan rasa tidak percaya. Ia ingin sekali menanyakan semuanya. Bagaimana Raven bisa hidup, apa yang sebenarnya terjadi, lalu tubuh siapa yang dimakamkan waktu itu... tapi tidak ada satu pun pertanyaan yang berhasil keluar dari bibirnya. Ia hanya memeluk Raven lebih erat, seolah takut pria itu akan menghilang lagi. Momen itu terasa seperti keabadian. Maura tahu bahwa perjalanan mereka belum selesai. Akan ada lebih banyak rahasia yang terungkap, lebih banyak bahaya yang harus mereka hadapi. Tapi untuk saat ini ia hanya ingin menikmati kenyataan bahwa pria yang ia cintai, pria yang selama ini ia kira telah pergi, kini kembali dalam hidupnya. Maka Maura pun tak lagi berkata-kata. Ia diam dalam gendongan hangat Raven, dan semakin mengeratkan pelukannya. Dalam kegelapan yang telah menelan seluruh cahaya ini, Maura pun mempercayakan segalanya ha

  • Virginity For Sale    127. Pengakuan

    “Pengkhianat!” Rhexton mendesis tajam, wajahnya memerah karena amarah yang tidak bisa ia kendalikan. Tangannya terkepal erat, sementara tiga pengawal yang masih setia kepadanya segera mengangkat senjata mereka, siap menargetkan ketiga pembelot tersebut. “Turunkan senjata kalian!” Rhexton memerintahkan ketiga pengawal yang berpihak pada Ryland dengan suara bergetar, entah karena kemarahan atau kegelisahan. Namun mereka tidak menggubrisnya. Ketegangan pun memuncak. Suasana kamar yang semula hening kini terasa begitu penuh tekanan. Udara seolah membeku di antara kedua belah pihak, masing-masing mengarahkan senjata mereka tampak tidak ada yang mau mengalah. Maura berdiri di tengah-tengah dengan tubuh yang gemetar hebat. Ia menatap ke arah Rhexton, lalu beralih ke Ryland, yang masih berdiri tanpa bergerak dengan tatapan yang dingin dan penuh kendali. Meski tak berkata sepatah pun, namun hanya dengan kehadirannya saja telah terasa mendominasi seluruh ruangan. “Mau

  • Virginity For Sale    126. The Bigger Plan

    "Apa yang pernah menjadi milikmu?" tanya Maura bingung. Ryland menatap Maura dalam keheningan yang menegangkan. Kemudian dengan satu gerakan cepat, ia meraih tangan Maura dan menariknya mendekat, untuk memeluk dengan erat. Namun semua sentuhannya itu penuh dengan kehati-hatian, terutama pada bagian perut Maura. Seolah ia sangat menyadari keberadaan dua nyawa kecil yang sedang tumbuh di sana. "Ryland, apa yang kamu~" Maura berusaha untuk melepaskan diri, tapi kekuatannya tak cukup untuk melawan pria itu. Ia terdiam ketika tangan besar Ryland bergerak perlahan menuju ke perutnya, lalu mengusapnya dengan lembut. Sentuhan itu begitu kontras dengan sikap dingin dan tegas Ryland, membuat Maura terkejut dan kehilangan kata-kata. "Ryland..." bisiknya nyaris tak terdengar, suaranya bergetar antara kebingungan dan emosi yang tak mampu ia jelaskan. Pria itu menunduk, memandangnya dengan lebih intens, sebelum tiba-tiba saja mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir Maura. Sentuhannya l

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status