Share

112. Sepihak

Penulis: Black Aurora
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-31 16:49:18
Suara sirene polisi yang melengking memenuhi udara, menciptakan ketegangan di dalam rumah sakit.

Petugas bersenjata lengkap berhamburan masuk seraya menginstruksikan semua orang untuk tetap di tempat mereka masing-masing.

Lewis dan Leona berdiri di sudut ruang tunggu, mencoba terlihat tenang meskipun dada mereka kini tengah berdegup dengan kencang.

"Untung aku sempat menelepon mereka sebelumnya," bisik Leona dengan suara serak. Ia memegang erat lengan kakaknya, menggenggamnya seakan itu satu-satunya cara untuk tetap tenang.

"Keputusan yang cerdas, sist," balas Lewis, bersyukur atas inisiatif adiknya itu. Maniknya terus mengawasi setiap gerakan para petugas polisi yang menyisir setiap sudut rumah sakit.

"Tapi kita belum sepenuhnya aman. Kita harus memastikan Tuan Raven selamat."

Kondisi Raven sangat kritis, kehilangan darah yang signifikan membuatnya berada di ambang kematian. Di balik pintu ruang operasi itu para Dokter pun bergerak cepat.

Lalu beberapa menit kemudi
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
mama khus
ojo lama2 up nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Virginity For Sale    113. Identitas Baru

    Ruangan itu sunyi, hanya suara langkah kaki di luar sesekali terdengar. Maura duduk di tepi tempat tidur, kedua matanya tampak memerah dan bengkak karena menangis terlalu lama. Tirai jendela tertutup rapat, menghalangi cahaya matahari masuk. Kamar itu lebih terasa seperti sebuah penjara daripada tempat tinggal, meskipun seluruh elemen kemewahan menguar dari setiap sudutnya. Pintu pun terbuka dengan perlahan, seiring dengan Rhexton yang melangkah masuk sesudahnya. Pria itu mengenakan setelan kasual yang terlihat terlalu rapi untuk suasana seperti ini. Wajahnya yang biasanya lembut kini tampak dingin, tanpa sedikit pun rasa penyesalan yang terlukis di sana. “Maura,” panggilnya dengan suara rendah. “Kamu tidak bisa terus seperti ini.” Maura tidak bergerak. Pandangannya tetap tertuju pada lantai, mengabaikan sepenuhnya keberadaan Rhexton. “Maura,” ulang Rhexton, kali ini dengan nada yang lebih tegas. Ia melangkah lebih dekat, mencoba menangkap perhatian wanita itu.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02
  • Virginity For Sale    114. Pilihan

    Rhexton menggenggam tangan Maura dengan lembut, saat mereka memasuki sebuah ballroom mewah. Hari ini bertepatan dengan acara pesta penyambutan Rhexton sebagai CEO untuk King Enterprise diadakan. Tatapan mata semua orang pun langsung tertuju pada mereka, pasangan yang mencuri perhatian. Rhexton dengan penampilannya yang elegan, serta Maura yang mengenakan gaun hitam yang sederhana namun memikat dan elegan. Namun Maura tidak menunjukkan senyum sama sekali. Ia tetap berjalan tanpa memedulikan semua tatapan yang tertuju pada mereka. Di sisi lain, Rhexton berusaha bersikap santai, seolah-olah ketegangan yang terjadi di antara mereka itu tak ada artinya sama sekali. “Bersikaplah sedikit lebih ramah, Maura. Ini acara penting bagiku,” bisik Rhexton sambil mendekatkan wajahnya ke telinga istrinya. “Kalau begitu, mungkin kamu seharusnya datang sendiri,” jawab Maura dengan nada datar dan pandangan yang tetap lurus ke arah depan. Rhexton menghela napas pelan, berusaha mengontr

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Virginity For Sale    1. Milyarder Misterius

    Kaki jenjang berkulit keemasan itu tampak rapuh dan gemetar, ketika sedang berdiri di hadapan sebuah bangunan megah bertingkat dua. Ia tahu jika sudah seharusnya sekarang bergegas memasuki Mansion mewah di depannya itu, namun entah kenapa serangan gugup dan panik mendadak melanda dirinya. "Miss Maura?" Gadis itu pun sontak terkejut dan menoleh, ketika sebuah suara pria menyapa dirinya yang tengah melamun. Sosok pria paruh baya berbusana formal serba hitam tersenyum kepada dirinya, namun gadis itu masih diam tak membalas senyumnya. "Perkenalkan nama saya Alberto. Mari ikut dengan saya untuk masuk ke dalam, karena kehadiran Anda telah sangat ditunggu," ucap pria paruh baya yang masih tetap murah senyum meski Maura tak bergeming. Tak lagi bisa mengelak, gadis bergaun merah selutut itu pun mau tak mau mengikuti langkah Alberto yang berjalan di depannya, menuntun dirinya memasuki Mansion bercat putih yang terlalu mewah untuk menjadi nyata. Lagi pula, bagaimana ia bisa mengel

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-28
  • Virginity For Sale    2. Sang Pembeli Keperawanan Maura

    Maura pun menguatkan batinnya yang mulai goyah, untuk tetap tegak dan terus melangkah. Ia sangat membutuhkan uang itu untuk lepas dari keluarganya yang toxic. Ia butuh uang yang sangat banyak untuk bisa menata kehidupan baru di luar negeri, jauh dari ayahnya yang ringan tangan dan orang-orang sekelilingnya yang hanya ingin merusaknya.. Gadis bersurai panjang itu pun mengepalkan kedua tangan yang berada di sisi tubuhnya dengan kuat. Ya, itulah tujuan awalnya mendaftarkan diri di situs gelap perdagangan wanita yang tanpa sengaja ia temui di internet. Virginity For Sale, itu namanya. Sebuah agensi gelap yang menjual gadis-gadis yang masih perawan dengan harga tinggi, kepada pria-pria kaya hidung belang yang ingin merasakan tubuh murni belum pernah tersentuh. "Sebaiknya Anda segera naik ke lantai atas, Miss Maura. Tuan adalah pria yang sangat tidak suka menunggu," tegur Alberto, yang melihat Maura sejak tadi hanya berdiam diri mematung di tempatnya berdiri. "Oh iya. Maaf," gum

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-28
  • Virginity For Sale    3. Tugas Pertama

    Raven King... RAVEN KING??? Pria bersurai coklat gelap itu pun sedikit memiringkan kepalanya, kala melihat wajah cantik Maura yang tampak sedikit memucat ketika menatapnya. "Apa kamu mengenalku?" Leher Maura terasa kaku ketika mengangguk sebagai jawaban untuk pertanyaan Raven. Ia masih tampak shock, benar-benar tidak menyangka jika pria yang akan ia layani adalah sosok fenomenal dan sangat, sangat terkenal di dunia. 'Sial. Raven King? For real? Untuk apa pria setampan dan terkenal seperti dia menyewa jasa agensi Virginity For Sale??''Ya ampun... benar-benar tidak disangka jika pria ini mengincar keperawanan para gadis! Apa jangan-jangan dia memiliki semacam kelainan?!' Ribuan pertanyaan yang berkecamuk di dalam pikiran Maura, tak pelak ikut tergambar pula di wajahnya meski tak jua ia ucapkan dari bibirnya. Raven tampak menyeringai samar melihat bayang-bayang asumsi yang tampak dari ekspresi gadis bersurai hitam panjang ini. Manik abu-abu pria itu sejenak mengamati kes

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-01
  • Virginity For Sale    4. Jangan Membuatku Menunggu

    Suara maskulin yang mengalun berat dan maskulin itu serta merta membuat Maura merinding. Untuk sejenak, manik gelapnya menatap lekat bola mata abu-abu berkilau dengan efeknya yang seolah mampu menghipnotis itu. Memandikan? Ya ampun, apa dia anak kecil yang belum bisa mandi sendiri? Tapi Maura pun segera kembali menyadari posisinya di hadapan pembelinya, dan merasa tak punya pilihan lain selain menganggukkan kepala. "Ikuti aku," titah Raven sembari membalikkan tubuhnya dan berjalan mendahului Maura. Pria itu mendekato sebuah pintu yang terletak di dinding di samping salah satu lemari buku, lalu membukanya. Manik Maura pun spontan mengerjap. 'Oh, ternyata itu adalah connecting door,' pikir gadis itu. Sebuah pintu yang langsung menghubungkan antara ruang kerja dan... kamar pribadi Raven, sepertinya. Maura mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan bernuansa gelap aesthetic itu. Dindingnya dicat dengan warna taupe yang menimbulkan efek kilau redup. Bahkan gorden

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-04
  • Virginity For Sale    5. Kenapa Dia Menatapku Seperti Itu?

    'Huuft... akhirnya aku bisa bernapas dengan lega juga,' batin Maura dalam hati ketika Raven telah menghilang dari balik pintu. Aura dominan pria itu telah membuatnya serasa tercekik dan sulit untuk menghirup udara, lalu bagaimana caranya Maura melayani Raven jika sikapnya malah begini?? "Relax, Maura," guman gadis itu kepada dirinya sendiri. Wajar saja jika dia gugup setengah mati kan? Bukan cuma karena Maura akan memberikan kesuciannya kepada pria itu, tapi juga karena dia adalah Raven King. Desahan napas pelan kembali menguar dari bibirnya, untuk yang kesekian kalinya hari ini. Sebaiknya sekarang ia cepat mengenakan lingerie putih ini, sebelum Raven marah karena terlalu lama menunggu. Gadis itu pun segera membuka gaun merahnya tanpa menanggalkan pakaian dalamnya yang senada dengan warna gaunnya. Lingerie putih menerawang itu ternyata sangat pas di tubuhnya. Maura melangkah menuju ke arah cermin panjang yang memperlihatkan seluruh tubuhnya. Bra yang ia gunakan adalah je

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-08
  • Virginity For Sale    6. Karena Dia Terlalu Nikmat

    "Mmh..." Maura hanya bisa mendesah, saat jemari panjang Raven telah merengkuh bulatan lembut di dadanya, dan meremasnya dengan lembut. Pria itu masih menyesap bibirnya, dan perpaduan dari kedua perbuatannya itu membuat Maura serasa melayang. Begitu cepatnya Maura terhanyut dalam cumbuan bibir dan godaan jemari mahir Raven, tak bisa untuk tak mengakui bahwa ada sesuatu di dalam dirinya yang tengah berdenyut dan hidup. "Buka bibirmu," titah Raven dengan suara berat dan serak yang telah dipenuhi oleh letupan gairah. Dan pria itu pun menggeram puas kala dua bibir ranum Maura yang lezat itu kini telah terpisah, memberinya akses untuk menjulurkan lidah ke dalam kehangatan dunia Maura. Maura pun sadar jika dia tidak bisa lagi menjadi pihak yang pasif, karena pria yang ada di depannya ini sangat mahir berciuman. Gadis itu pun meniru gerakan lidah Raven, membelit lidahnya dengan lidah pria itu dengan gerakan yang provokatif dan sama intensnya "Not bad," komentar Raven sambil meny

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-08

Bab terbaru

  • Virginity For Sale    114. Pilihan

    Rhexton menggenggam tangan Maura dengan lembut, saat mereka memasuki sebuah ballroom mewah. Hari ini bertepatan dengan acara pesta penyambutan Rhexton sebagai CEO untuk King Enterprise diadakan. Tatapan mata semua orang pun langsung tertuju pada mereka, pasangan yang mencuri perhatian. Rhexton dengan penampilannya yang elegan, serta Maura yang mengenakan gaun hitam yang sederhana namun memikat dan elegan. Namun Maura tidak menunjukkan senyum sama sekali. Ia tetap berjalan tanpa memedulikan semua tatapan yang tertuju pada mereka. Di sisi lain, Rhexton berusaha bersikap santai, seolah-olah ketegangan yang terjadi di antara mereka itu tak ada artinya sama sekali. “Bersikaplah sedikit lebih ramah, Maura. Ini acara penting bagiku,” bisik Rhexton sambil mendekatkan wajahnya ke telinga istrinya. “Kalau begitu, mungkin kamu seharusnya datang sendiri,” jawab Maura dengan nada datar dan pandangan yang tetap lurus ke arah depan. Rhexton menghela napas pelan, berusaha mengontr

  • Virginity For Sale    113. Identitas Baru

    Ruangan itu sunyi, hanya suara langkah kaki di luar sesekali terdengar. Maura duduk di tepi tempat tidur, kedua matanya tampak memerah dan bengkak karena menangis terlalu lama. Tirai jendela tertutup rapat, menghalangi cahaya matahari masuk. Kamar itu lebih terasa seperti sebuah penjara daripada tempat tinggal, meskipun seluruh elemen kemewahan menguar dari setiap sudutnya. Pintu pun terbuka dengan perlahan, seiring dengan Rhexton yang melangkah masuk sesudahnya. Pria itu mengenakan setelan kasual yang terlihat terlalu rapi untuk suasana seperti ini. Wajahnya yang biasanya lembut kini tampak dingin, tanpa sedikit pun rasa penyesalan yang terlukis di sana. “Maura,” panggilnya dengan suara rendah. “Kamu tidak bisa terus seperti ini.” Maura tidak bergerak. Pandangannya tetap tertuju pada lantai, mengabaikan sepenuhnya keberadaan Rhexton. “Maura,” ulang Rhexton, kali ini dengan nada yang lebih tegas. Ia melangkah lebih dekat, mencoba menangkap perhatian wanita itu.

  • Virginity For Sale    112. Sepihak

    Suara sirene polisi yang melengking memenuhi udara, menciptakan ketegangan di dalam rumah sakit. Petugas bersenjata lengkap berhamburan masuk seraya menginstruksikan semua orang untuk tetap di tempat mereka masing-masing. Lewis dan Leona berdiri di sudut ruang tunggu, mencoba terlihat tenang meskipun dada mereka kini tengah berdegup dengan kencang. "Untung aku sempat menelepon mereka sebelumnya," bisik Leona dengan suara serak. Ia memegang erat lengan kakaknya, menggenggamnya seakan itu satu-satunya cara untuk tetap tenang. "Keputusan yang cerdas, sist," balas Lewis, bersyukur atas inisiatif adiknya itu. Maniknya terus mengawasi setiap gerakan para petugas polisi yang menyisir setiap sudut rumah sakit. "Tapi kita belum sepenuhnya aman. Kita harus memastikan Tuan Raven selamat." Kondisi Raven sangat kritis, kehilangan darah yang signifikan membuatnya berada di ambang kematian. Di balik pintu ruang operasi itu para Dokter pun bergerak cepat. Lalu beberapa menit kemudi

  • Virginity For Sale    111. Selamat

    Di dalam sebuah kamar sederhana yang remang-remang, seorang pria terbaring tak berdaya di atas ranjang. Wajahnya penuh luka memar, dan tubuhnya yang biasanya gagah kini hanya menyisakan bekas-bekas kekerasan yang hampir merenggut nyawanya. Keringat dingin membasahi dahinya, dan bibirnya yang pucat terus menggumamkan nama yang sama berulang kali. “Moora... Moora...” Suara itu terdengar lirih namun penuh dengan keputusasaan. Ia tampak tersiksa, baik secara fisik maupun emosional, seolah sedang berada di ambang kesadaran antara hidup dan mati. Wanita berambut ikal kemerahan yang duduk di samping ranjang, menggigit bibir bawahnya dengan cemas. Ia memeras kain kecil di tangannya lalu menempelkan kain dingin itu ke dahi si pria, mencoba meredakan demamnya. Namun usaha itu terasa sia-sia. Luka-lukanya terlalu parah, dan kondisinya semakin memburuk setiap detik. "Dia tidak akan bertahan lebih lama lagi," wanita itu berkata dengan suara bergetar, menatap pria yang berdi

  • Virginity For Sale    110. Pengganti

    Malam itu terasa sunyi, hanya suara angin yang menyusup melalui celah jendela kamar Maura. Cahaya lampu temaram membuat suasana semakin menenangkan, meskipun hati Maura masih terasa hampa. Di hadapannya, sebuah kotak kardus kecil telah diletakkan di atas meja. Kotak kardus yang berisi beberapa busana milik Raven, baru saja tiba atas permintaannya. Dengan tangan gemetar, Maura membuka kotak itu perlahan, seperti membuka sesuatu yang amat berharga. Begitu tutupnya terangkat, aroma khas yang melekat pada Raven pun seketika menyeruak. Harum yang ia kenal, yang selama ini hanya bisa ia ingat dalam kenangan kini telah hadir dan kembali nyata. Napas Maura tersendat, matanya mulai terasa panas. Ia pun menggigit bibir bawahnya untuk menahan tangis, tapi air matanya tetap jatuh tanpa ia sadari. Jemarinya menyentuh salah satu sweater hitam serta menyusuri kain yang lembut dan hangat, seolah sedang menyentuh Raven. Ia mengangkatnya dengan hati-hati, lalu mendekap erat ke dada. A

  • Virginity For Sale    109. Bimbang

    Raven sudah ditemukan. Tapi… dia tidak bernyawa. Hati Rhexton pun serasa diremas dengan kuat hingga hancur tak bersisa. Ia tidak tahu bagaimana cara menyampaikan ini kepada Maura. Di satu sisi, ia merasa lega karena pencarian telah berakhir. Tapi di sisi lain, berita ini seperti pukulan telak yang sangat tidak ia duga. Ia mengangkat pandangannya, melihat Maura yang kini sedang menatapnya dengan sorot penuh tanya. Bibir pria itu perlahan bergerak, tetapi tidak ada kata-kata yang keluar. Bagaimana ia bisa mengatakan sesuatu yang pasti akan menghancurkan hati Maura? Ya Tuhan, kabar ini terlalu berat untuk sosok cantik namun rapuh di hadapan Rhexton itu. Namun Maura mulai menangkap sesuatu yang berbeda dari sorot mata Rhexton, dan tanpa sadar tangannya pun mulai bergetar. "Apa yang terjadi, Rhexton?" tanyanya dengan suaranya nyaris berbisik dan manik yang mulai berkaca-kaca. Rhexton hanya bisa menatapnya sambil berusaha untuk mengendalikan emosinya sendiri. Ia menarik na

  • Virginity For Sale    108. Tak Bernyawa

    Sore itu, Rhexton berdiri di ambang pintu kamar Maura. Ia mengetuknya pelan sebelum kemudian melongokkan kepala ke dalam. Maura sedang duduk di tempat tidur, tangannya sibuk menggulir layar ponsel sambil tersenyum samar, sepertinya membaca sesuatu yang menyenangkan. Tapi Rhexton tahu di balik tawa kecilnya, pasti ada rasa kesepian dan bosan karena Maura hanya menghabiskan hari-harinya di kamar. “Hai. Bagaimana kondisimu sore ini?" Maura mengangkat wajahnya untuk kemudian beradu tatap dengan manik kelabu serupa Raven. Seketika kerinduan pun kembali menyeruak batinnya, menggulirkan perih yang seolah mengiris kulitnya. Namun meskipun begitu, Maura pun tetap menyunggingkan senyum. "Aku baik. Kata dokter, kakiku akan segera sembuh," beritahu Maura. Rhexton berjalan mendekat untuk memeriksa kaki wanita itu, dan ia bernapas lega ketika melihat bengkaknya yang memang tampak mulai berkurang. Mungkin sekitar dua-tiga hari lagi barulah benar-benar akan sembuh. "Pasti kamu bosan, kan?

  • Virginity For Sale    107. Lompat

    Maura membeku saat Rhexton mendadak menciumnya. Sentuhan itu datang begitu cepat dan begitu tiba-tiba, hingga otaknya butuh beberapa detik untuk memproses apa yang sedang terjadi. Bibir yang awalnya kaku perlahan merasakan tekanan yang semakin dalam dari bibir Rhexton. 'Tidak, ini tidak nyata', pikirnya. Tetapi sensasi lembut dan hangat di bibirnya itu membuktikan sebaliknya. Ini sungguh nyata. Ketika Maura mencoba untuk bergerak, Rhexton memegang erat bagian belakang kepalanya, membuatnya tak mampu menghindar. Kedua tangan Maura pun terangkat, berniat untuk mendorong tubuh pria itu menjauh. Tetapi Rhexton tidak bergeming sedikit pun. Pria itu seperti orang yang telah menahan diri begitu lama dan akhirnya menyerah pada dorongan hatinya. Air mata mulai menggenang di pelupuk mata Maura. Ia mengerjap, merasakan panas yang mengalir di pipinya. Ia tidak menginginkan ini. Tidak seharusnya Rhexton menciumnya. Tapi ia juga tidak berdaya, kalah tenaga melawan genggaman kuat pria itu

  • Virginity For Sale    106. Berharap Tidak Kembali

    Raven merasakan tubuhnya memanas, darahnya berdesir lebih cepat dari biasanya. Efek obat itu perlahan menguasainya, mengaburkan pikiran dan logikanya hanya dalam sekejap. Tapi seorang Raven King bukanlah pria biasa yang akan begitu mudahnya menyerah. Ia telah terlalu banyak bertarung dan berada di situasi under pressure, terlalu terlatih oleh Santiago yang membuatnya kuat sekaligus tak terkalahkan. Di balik tatapan kosong manik kelabunya itu, sesungguhnya otaknya tengah bekerja untuk mencoba mencari jalan keluar. Ia tahu satu hal pasti, bahwa wanita di depannya adalah kunci untuk kebebasannya. Wanita itu semakin mendekatkan wajahnya yang memulas senyuman penuh kemenangan. “Bagaimana rasanya, Raven? Menyerah pada sesuatu yang tak bisa kamu kendalikan?” Raven mengangkat wajahnya perlahan, menatapnya dengan mata yang tampak berkilat antara amarah dan gairah. Ia sengaja membiarkan tatapannya berkabut, seolah dirinya benar-benar telah terjerumus nafsu dan tak mampu mengontrol diri

DMCA.com Protection Status