"Ambar, aku permisi pulang dulu, suami aku nelepon dan nyuruh aku buru-buru pulang," pamitku kepada Ambar yang sedang duduk di ruang tamu bersama keluarga besarnya.
"Oh, ya sudah, Dev. Kamu hati-hati ya?" Dia melekuk senyum sok polos dan sok tulus.Aku segera keluar dari rumah tersebut, tersenyum miring sambil menatap perhiasan yang berhasil aku ambil dari kamar si tukang pamer. Biar tahu rasa. Lagian hanya satu buah kalung dan satu buah cincin mah nggak akan membuat dia mendadak menjadi miskin.Setelah dari rumah Ambar aku segera pergi ke pasar, menawarkan perhiasan tersebut ke toko emas dan ternyata penawaran dari si empunya toko benar-benar membuat aku syok luar biasa. Satu buah kalung ditawar dua puluh lima juta, dan cincin milik Ambar dihargai enam juta.Padahal sepertinya gramnya tidak terlalu besar, tetapi harganya luar biasa mahalnya.Ya, walaupun pada awalnya banyak toko yang menolak dengan alasan takut barang curian, tetapi akh"Aku minta maaf, Ambar. Aku benar-benar nggak tahu. Aku khilaf. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi menghadapi suami aku yang kasar dan suka main tangan. Ini aja aku masih dikejar-kejar rentenir karena masih ada hutang sama mereka, dan diancam akan dibunuh jika tidak segera melunasi hutang!" "Itu urusan kamu, bukan urusan aku. Aku nggak mau tahu, pokoknya besok kamu anterin aku ke toko tempat kamu menjual perhiasan aku, biar aku tebus barang-barang itu!" Dengan jumawa Ambar memutar badan, meninggalkan kediamanku tanpa permisi dan basa-basi. Lama-lama semakin menunjukkan sikap angkuhnya ini perempuan. Awas saja nanti kalau Haris sudah berada dalam pelukan aku. Akan kutendang jauh-jauh, dan akan kubalas semua sikap sombong kamu, Ambar!***Esok harinya, sebelum aku berangkat kerja ibu beranak dua itu sudah menunggu di halaman dan langsung mengajakku ke toko tempatku menjual kalungnya. Sepanjang perjalanan tidak ada sepatah kata pun yang kelua
Seminggu sudah aku berada di tempatnya Meta. Uang pun sudah terkumpul sebanyak tujuh juta, karena tidak setiap malam ada tamu yang datang menggunakan jasaku. Mereka lebih suka dilayani oleh Meta yang katanya lebih menjepit juga menggigit.Tepat di malam Selasa Kliwon, Meta mengajakku ke sebuah bangunan tua yang letaknya di pinggiran kota dan jauh dari pemukiman penduduk lainnya.Seorang laki-laki paruh baya keluar dengan totopong hitam menutup kepala. Kesan mistis begitu terasa ketika berada di rumah itu, apalagi suasana di sekitarnya terlihat begitu gelap dengan penerangan seadanya."Ada apa kamu datang ke tempat saya, Nyai?" tanyanya sambil menatap wajahku."Saya mau pasang susuk sekaligus ingin meminta bantuan Mbah, supaya laki-laki yang saya incar bisa bertekuk lutut kepada saya dan memberikan apa pun yang saya mau," jawabku yakin.Pria berkulit gelap itu mengusap janggutnya lalu kembali menatap wajahku tanpa berkedip."Kamu
Semenjak aku menggunakan susuk berlian, Haris menjadi begitu patuh kepadaku. Apa pun yang aku minta selalu dia turuti, dan semua yang kuperintahkan akan dia lakukan. Termasuk saat aku menyuruhnya untuk mengambil sepeda motor milik Azriel juga menyuruh memukuli anaknya. Bahkan darah dagingnya sendiri saja sampai hampir dibunuh oleh laki-laki itu. Aku sangat puas melihat Ambar sering menangis meratapi nasib rumah tangganya berantakan, juga kehilangan hampir semua yang dia miliki.Ya, walaupun aku tidak mendapatkan seluruh harta yang Haris miliki, tetapi setidaknya aku sudah dibelikan rumah, hampir semua uang Haris masuk ke dalam rekening dan sekarang aku akan membuangnya karena dia sudah tidak memiliki apa-apa.Incaranku sekarang adalah Andika, suami dari Rianti yang ternyata kekayaannya melebihi Haris, dan aku yakin suatu saat dia juga akan bertekuk lutut kepadaku, memberikan semua yang aku minta lalu membuang Rianti yang sombong itu persis seperti Haris membuang Am
"Makanya kalau jalan itu hati-hati, Mbak Pelakor!" ucap Rika tanpa rasa bersalah sama sekali. Awas saja kamu nanti. Akan kugoda suami kamu, supaya kamu juga menjadi janda seperti Ambar. Biar geng arisan ini berubah nama menjadi geng janda."Masih berani juga kamu menampakkan wajah di depan kami, Devi?" Kini Rianti angkat bicara, menatap sengit ke arahku, padahal antara aku dan dia tidak pernah memiliki masalah apa pun. Lebih tepatnya belum dimulai, karena sebentar lagi aku juga akan menggoda suaminya."Pelakor mana punya malu Mbak Rianti," celetuk salah seorang dari mereka ikut menimpali.Aku menatap satu per satu wajah mereka, ingin melihat tawa terakhir wanita-wanita sombong itu sebelum nantinya mereka akan menangis meraung-raung ketika ditinggal oleh suaminya."Huhhhhh!!" Aku mengepal tangan dengan erat ketika mereka dengan kompak meneriakiku saat melangkah menjauh. Rasa dendam kian membara dalam dada, dan aku berjanji kepada diri sen
Mulut Andika terlihat komat-kamit sambil menatap cangkir yang ada di tangannya, dan tidak lama kemudian dia melemparnya ke lantai sambil mengucap istighfar berkali-kali.Air teh yang aku suguhkan tadi mendadak berubah menjadi cairan berwarna merah dan berbau busuk, membuat laki-laki tampan yang sedang aku incar itu langsung membekap mulut menahan mual."Apa yang kamu lakukan terhadap saya? Kamu ini pegawai baru di sini, akan tetapi sudah berani memberikan minuman seperti itu kepada saya!" sengit Andika seraya menunjuk wajahku."Itu juga yang dia lakukan kepada Haris, sampai-sampai laki-laki itu lupa kepada keluarganya. Dia itu pemujaan iblis. Dia bersekutu dengan setan untuk mendapatkan apa yang diinginkan!" timpal Roy tidak kalah sengit.Aku segera beringsut menjauh, berlari meninggalkan ruangan Andika karena takut kedua pria itu menangkapku dan berbuat hal yang tidak diinginkan.Sialan. Kenapa musti ketahuan sih? Belum juga mulai perang
"Devi, Dev! Keluar kamu. Kalau tidak, aku akan menghancurkan mobil baru kamu!" Aku terkesiap dan langsung membuka mata ketika mendengar suara nyaring Mas Bayu menggebrak-gebrak jendela kamar utama.Tubuh terasa gemetar karena sedang asik tidur tetapi malah dikejutkan oleh suara pria tidak tahu diri itu."Devi, aku tahu kamu ada di dalam. Buka pintunya, atau aku hancurkan mobil baru kamu!" ancamnya lagi.Aku mendengkus kesal sambil menyibak selimut yang menutupi tubuh, lalu turun dari tempat peraduan dan keluar dari kamar menemui Mas Bayu yang sudah terlihat begitu marah.Plak!!Tanpa basa-basi sebuah tamparan mendarat di pipi kiri. Mas Bayu langsung mendorongku masuk, mencengkram erat rahang ini seperti biasa dengan sorot amarah menyala-nyala di mata.Entah, sebenarnya terbuat dari apa hati lelaki ini, sehingga dia bisa begitu kejam kepada perempuan yang selalu memberi dia makan juga kemewahan. Sikapnya tidak pernah lembut sama s
"Kenapa wajah kamu tiba-tiba pucat seperti itu, Dev. Memangnya ada yang salah? Apa kamu alergi pisang?" tanya Andika sambil terus menatap wajahku."E--enggak, Pak. Memangnya Mbak Rianti bikin bolu ini pake pisang apa?" Aku balik bertanya."Saya mana tahu, Dev. Tadi dia cuma nyuruh saya bawa bolu ini ke kantor, tapi pas di jalan tiba-tiba inget sama kamu. Nggak tahu rasanya pengen melipir ke sini saja gitu. Makanya saya langsung menghubungi Prima, menanyakan alamat rumah kamu dan menyuruh dia melihatnya di CV yang kamu berikan saat melamar pekerjaan kemarin."Aku tersenyum senang mendengarnya. Ternyata walaupun dia belum sempat meminum air yang aku suguhkan, tetapi dia sudah terpesona dengan kecantikan yang terpancar dari wajahku. Ini adalah awal yang baik, dan sepertinya sebentar lagi Andika akan jatuh ke dalam pelukan."Kalau begitu saya buatkan teh dulu, Pak. Tunggu sebentar ya?" Aku beranjak bangun, akan tetapi Andika mencegah dan malah pamit pulang."Next time saja. Saya lagi ada
Sudah lebih dari satu pekan aku terus merasa kepanasan seperti ada yang terbakar. Sudah meminta bantuan kepada Meta, tetapi dia tidak bisa membantu mencari solusi. Ke rumah Mbah Suro pun orangnya entah kemana rimbanya. Tumben sekali dia tidak ada di tempat praktik, sebab biasanya laki-laki tua itu tidak pernah pergi kemana-mana.Duh, mana sekarang wajahku juga mulai ditumbuhi jerawat pula. Harus didempul habis-habisan kalau begini jadinya."Devi, kamu lagi ngapain di sini?" Aku langsung menoleh ketika mendengar suara berat seorang laki-laki.Prima melekuk senyum seperti saat pertama bertemu, membuat hati ini berdebar tidak karuan, apalagi ketika tanpa sengaja pandangan kami saling bertaut. Ini kali pertamanya aku merasakan perasaan seperti ini, dan sepertinya aku mulai jatuh cinta kepada pria di hadapanku."Lho, kok ditanya malah bengong? Kamu baik-baik saja kan?" Dia kembali bertanya."Oh, aku hanya kaget saja bisa bertemu dengan Mas di