Jendela kamar yang ditempati Damio dan Fionnan dibiarkan terbuka. Damio ingin agar mendapatkan angin segar.Pria itu sibuk membaca berkas tentang penyelidikan dari kerajaan. Bibirnya tersenyum, menyadari sesuatu.Dia berkata, "Ternyata Bardo memang waspada denganku— tapi dia tetap terpaksa memintaku ke sini. Semua berkas ini tidak sama dengan yang lain. Dia menyembunyikan banyak hal.“Seharusnya pihak kerajaan memberikan berkas penelitian tentang vampire kepada seluruh bangsawan ksatria. Semua itu diperlukan sebagai langkah pencegahan saat terjadi penyerangan lagi oleh vampire Vesper.Akan tetapi, khusus untuk berkas yang diberikan kepada Damio, banyak yang sudah dipalsukan.Dia bergumam lagi, "tidak masalah. Aku tahu kenapa kamu memintaku ke sini."Tiba-tiba, angin berhembus masuk cukup kencang melalui jendela di belakang Damio.Dia bisa merasakan tanda bahaya, tapi tak peduli, membiarkannya saja. Daripada memikirkan yang lain, dia tetap sibuk membaca berkas lain.Bersamaan dengan he
Elora tidak bisa tidur setelah mendengar kekacauan ang terjadi di ruangan Damio. Dia juga bisa merasakan aroma darah yang kuat— dan tak kaget lagi usai tahu bahwa ada orang mati di dalam.Sejujurnya, dia sendiri juga bingung. Sejak berada di dunia novel ini, dia tak merasakan kasihan terhadap orang yang mati. Baginya, semua orang sangat kejam. Dibunuh atau membunuh— itulah prinsip untuk bertahan hidup.Tidak heran.Di dunia ini, karakter-karakter sampingan seperti Damio atau dirinya tak memiliki keberuntungan dalam menghadapi apapun. Semua selalu berakhir indah untuk para karakter utama.Mati mengenaskan seperti di novel, atau bertarung untuk bertahan hidup.Nasibnya masih belum aman. Semakin lama berada di dunia novel, semakin banyak hal yang mengancam nyawanya.Iya, seolah-olah ucapan Leandro memang benar. Benang kematian orang yang seharusnya mati di dunia ini akan terus menghantui selama cerita belum tamat.Antagonis harus mati sehingga cerita di dunia ini tamat. Jika tidak, kara
Panah?Siapa yang memanah barusan?Berani sekali memanah seorang bangsawan di kawasan istana? Siapa yang berani melakukan itu?Elora tak habis pikir dengan pelaku pemanah barusan. Selain itu, kenapa tidak ada penjaga yang mengetahui ada niat jahat dari penyusup? Apakah itu artinya penyusup bukanlah orang dari luar?"Damio ..." Elora memandangi tunangannya yang diam saja. "Kenapa kamu malah diam saja?"Damio menghela napas panjang. Dia melihat anak panah yang barusan dia tangkap. "Tidak apa. Palingan ini ulah Tordes.""Kenapa kamu bisa yakin?""Lihat—“ Damio menunjukkan mata panah itu. Terlihat ada ukiran kecil sekali yang menunjukkan lambang kuda."Sebentar!" Elora tersadar kalau mata panahnya adalah perak. Seketika itu pula, dia merinding. "Itu perak?”"Iya— ini mau pegang?“ Damio jahil dengan menyodorkan ujung anak panah itu ke Elora."Hei, menjauh! menjauuuh ..." Elora menjauh sedikit. Dia jengkel melihat wajah senang pria itu mengerjainya. "Damio! Jangan sembarangan kamu— bersentu
Damio dan Elora tetap duduk di taman, menikmati udara pagi yang sudah datang.Cahaya matahari kini semakin menerangi langit. Langit fajar memang begitu indah.Elora tersenyum memandangi arah dimana matahari perlahan menampakkan dirinya. Dia berkata, "dunia ini memang indah. Kalau di duniaku dulu— mana pernah aku duduk sambil menunggu matahari terbit begini.""Oh iya? Kenapa?" Damio mulai penasaran dengan dunia dimana Elora berasal. "ceritakan tentangmu.""Mana ada waktu melihat matahari terbit. Aku cuma bekerja sepanjang hari, lalu tidur, makan, bangun, bekerja lagi, tidur, makan, bangun, bekerja lagi.""Apa-apaan itu?""Itu rutinitasku saat masih di duniaku, hari demi hari hanya bekerja.""Kamu tidak pernah mendapat hari libur?""Iya ada hari libur, tapi di duniaku ada yang namanya lembur wajib. Sekalipun aku tidak mau, tapi aku harus tetap bekerja saat hari libur. Kalau tidak, mereka akan memecatku.""Itu keterlaluan.""Itulah yang dinamakan budak korporat.""Jadi kamu ini budak?""
Dua prajurit kerajaan dan satu pengawal pribadi seorang bangsawan yang tewas akibat tebasan. Tetapi, pihak istana tak mau memperkarakan hal tersebut di meja pertemuan.Damio tersenyum. Dia sudah tahu kalau pembunuhan yang dilakukan oleh Fionnan takkan dianggap ada. Iya, jika pihak istana nekad membuka kasus, maka mereka sendiri yang kena. Toh, mereka mengirim orang untuk membunuhnya.Pertemuan hari ini berlangsung lama, dan ini membuat Damio tidak betah. Bukan karena beberapa bangsawan membicarakannya, tapi dia ingin segera bertemu Elora.Karena itulah, usai jeda makan siang, dia meminta Fionnan menggantikannya. Sementara, dia pergi jalan-jalan ke kota dengan Elora.Meskipun berat hati karena tak bisa menemani, tapi Fionnan tetap menurut. Lagipula, dia agak tenang karena saat ini ada pengawal lain yang biasa diandalkan untuk menjaga Damio.Marko, si pelayan vampire.Pria itu selalu mengawasi Damio dari kejauhan bila sudah keluar dari wilayah istana. Memang, tugasnya bukan untuk menga
Malam harinya ...Elora masih betah berada di festival, jadi dia ingin sedikit waktu sebelum pulang ke rumah. Damio pun menurutinya, dia setia menemani wanita itu kemana pun.Elora bertingkah bak anak kecil. Matanya dimanja dengan banyaknya taman bermain, kedai penjual makanan yang lezat, dan lain-lain.Sekilas, tak ada yang mempedulikan tentang dirinya, tak ada yang curiga kalau dia adalah vampire. Dia kelihatan bagai gadis muda pada umumnya.Malahan, yang menjadi pusat perhatian adalah Damio. Auranya yang kuat dan berkharisma membuat semua langsung menduga dia adalah bangsawan. Akan tetapi, mereka kebingungan— sejauh ini, mereka tak kenal dengan bangsawan itu.Terdengar banyak sekali wanita berbisik saat Damio melewati mereka."Siapa itu?""Dia bangsawan 'kan? Aku melihatnya tadi keluar dari kereta kuda milik istana.""Masa? Dia tampan sekali— seperti pangeran.""Dia lebih tampan dari ketujuh pangeran. Dia seperti malaikat.""Apa salah satu dari bangsawan ksatria yang diundang raja
Elitta betah berada di festival hingga tengah malam. Dia membuat Damio nyaris ketiduran di jalan. Pria itu sudah cukup letih dengan segala pertemuan, dan terpaksa tetap menikmati waktu bersama tunangannya.Saat perjalanan pulang, pria itu tertidur di dalam kereta kuda, tepatnya di atas pangkuan Elora. Elora pun membiarkannya, malah senang bisa memainkan rambut poni pria itu. Sebagai vampire, tidur tidak terlalu dibutuhkan. Apalagi, dia sudah kebanyakan istirahat sebelumnya.Iya, berbeda dengan Damio yang malam sebelumnya begadang. Dia jauh lebih membutuhkan waktu tidur.Kereta kuda sampai di kediaman Grim sekitar pukul empat pagi. Di waktu itu, Damio masih sangat mengantuk sehingga langsung tepar di atas ranjangnya sendiri.Sementara itu, Elora pun ikut tidur di ranjang yang sama. Kali ini, dia tak terlalu malu-malu lagi tidur bersama tunangannya. Toh, mereka sudah sangat dekat dan intim.Elora hanya merebahkan diri di ranjang, tapi tak terlelap. Dia memandangi langit-langit tinggi k
Elora bangun terlebih dahulu ketimbang Damio. Dia membiarkan pria itu tidur lebih lama, sementara dirinya bangun— lalu pergi ke ruang makan.Pelayan kembar sudah mndekorasi rumah sebagaimana seperti perayaan festival tahunan di kota. Aksesoris seperti matahari bertebaran di seluruh area. Selain itu, mereka juga membuatkan menu-menu yang biasa ada saat festival.Elora melihat meja makan sudah dipenuhi oleh hidangan kue kering berbentuk matahari, lalu buah-buahan beri, tapi warnanya oranye, warna yang cukup terang seperti matahari."Oh, ini ada apa ...“ Elora melihat pelayan kembar kompak menghias salah satu kue dengan krim oranye.”Nona, kami sedang merayakan hari dewa matahari tahunan," sahut Mita tersenyum gembira."Bukannya perayaannya sudah kemarin?""Selama seminggu ke depan, perayaan akan terus dilangsungkan, biasanya juga untuk menyambut musim panas.""Jadi, setiap rumah selalu memasang dekorasi seperti ini? Serba matahari dan oranye?""Iya, Nona. Dahulu mendiang Tuan Grim juga
Elora bangun dari tidur panjangnya. Dia mengerjap-ngerjapkan mata, melihat langit-langit yang familiar.Ah, kamar tidurnya yang biasa saja.Dia bangun sambil memijat keningnya. "Bangun tidur bukannya tubuh membaik, tapi malah sakit kepala. Apa aku kebanyakan kerja? Untung saja sekarang Minggu ... Minggu 'kan?"Dia meraih ponselnya yang ada di meja nakas samping ranjang, dan memang benar sekarang adalah Minggu jam tujuh pagi.Dia tertegun sejenak, melihat kamarnya yang berantakan seperti biasa. Entah mengapa dia merasa sangat sedih.Dia menyentuh dadanya, air mata mendadak keluar dari kedua matanya. Ini membuatnya makin bingung.Dia mengusap air mata itu, lalu bergumam, "ada apa denganku? Aku menangis? Rasanya seperti sudah bermimpi lama sekali ... Apa ini alasan kenapa tubuhku kaku?"Tak mau membuang-buang waktu, dia turun dari ranjangnya, lalu melihat diri sendiri di depan cermin meja rias. Untuk sejenak, dia memperhatikan wajah sendiri."Aneh ... Aku seperti bermimpi sangat aneh, ta
'Jangan ... Damio ... Cepat pergi, tinggalkan aku di sini. Jangan mati bersamaku.'Itu adalah kata yang seharusnya diucapkan Elora, tapi tak bisa keluar. Dia hanyalah sisa jiwa yang masih bersemayam di tubuh Elora si vampire. Suara Damio pun semakin lirih, membuktikan bahwa sebentar lagi dia benar-benar akan menghilang.Tetapi, dia tidak mau Damio ikut pergi bersamanya. Ini sangat tidak masuk akal. Kenapa pria ini mau mati bersamanya, orang yang hanya bisa menjadi beban.Dia ingin menangis.Damio membelai pipi Elora, bibirnya tersenyum. Entah mengapa dia seperti bisa mengetahui perasaan Elora yang masih tertinggal.Dia berkata, "aku tahu kamu pasti memintaku untuk pergi dari sini, tapi tidak bisa. Kakiku terluka. Aku akan menemanimu sebentar lagi. Aku sudah tidak ingin berada di dunia ini, Sayang. Jika kehidupan lain itu memang ada ... Aku ingin hidup bersamamu."Usai mendengar itu, Elora benar-benar terharu. Dia tak lagi bisa mendengarkan apapun, yang bisa dia lakukan adalah pasrah s
Pertarungan puncak sudah berlangsung berjam-jam, pasukan kerajaan yang dipimpin oleh sang raja Bernardo II dan jenderal perangnya telah mendominasi peperangan itu.Saat jenderal perang menghabisi seluruh pasukan yang bukan manusia biasa dan penyihir-penyihir kuat, Bardo dibantu oleh Hanter berhasil memojokkan Tordes.Pada dasarnya Tordes memiliki kemampuan sihir yang luar biasa, tapi fisiknya cukup lemah. Lama kelamaan, dia tidak bisa mengimbangi kecepatan dari hanter. Semua orang sudah tumbang, menyisakan dirinya dan beberapa penyihir saja.Sementara itu, para pendeta yang juga merupakan anggota dari bangsawan yang ikut berperang menetralisir efek dari ritual dengan berbagai barang suci. Beruntung, mereka tidak terlalu terlambat untuk menutup lagi gerbang menuju ke neraka.Kejadian ini mengingatkan Bardo akan deskripsi di buku semasa perang ratusan tahun silam yang menghilangkan banyak nyawa penyihir. Seperti inilah wujud dari peperangan itu.Hampir separuh pasukannya harus tiada, te
Api menjalar sangat cepat di bangunan tempat persembunyian. Elora mulai panik merasakan Hawa panas yang familiar. Kenapa setiap kali pergi selalu saja ada yang membakar tempat yang dia jadikan persembunyian?Ini memuakkan.Dia berlari di bersama si kembar untuk mengungsi ke area bangunan yang belum terbakar. Mereka menunggu kedatangan Fionnan dulu.Bagaimana pun, di luar juga cukup darurat, di mana para manusia serigala menyerang dari berbagai arah.Leandro pun masih dihadang oleh Haervis yang sudah ngos-ngosan. Sedangkan, Fionnan sibuk di belakang dengan para manusia serigala.Elora menjadi khawatir dengan mereka berdua. Dia juga khawatir terhadap Damio. Tak berselang lama dari itu, dia merasakan kehadiran yang familiar pula.Langkahnya pun terhenti.Ini membuat pelayan kembar menjadi panik dan menoleh. Mita bertanya, "nona kenapa berhenti? Ayo kita tetap berlari."Mina ikut mengatakan, "iya, Nona. Area ini sudah terbakar. Kita harus ke belakang. Di sana ada Sir Fionnan.""Damio ...
Leandro datang ke bangunan tempat persembunyian Elora. Dia sedikit beruntung karena ada serangan dari kelompok manusia serigala yang mendekat. Dengan begini, dia bisa mendekat ke jendela, tepat di mana ruangan Elora berada. Dia berniat untuk memecah jendela itu, lalu masuk.Akan tetapi, sebelum niatnya terpenuhi, Haervis sudah terlebih dahulu menghampirinya, lalu berniat menendangnya.Leandro berhasil menghindar sehingga tendangan Haervis hanya mengenai udara."Serigala sialan," umpatnya.Haervis bersiap untuk menyerang lagi. Mimik wajahnya terlihat serius, tapi sebenarnya dia juga sedikit lelah. Dia sudah bertarung terus menerus, wajar saja kehabisan tenaga.Dia tidak yakin bisa menahan vampire itu lebih lama, jadi berharap agar Fionnan segera membereskan para manusia serigala yang mengamuk.Leandro tersenyum. Dia sudah tahu kalau Haervis sudah mencapai batasnya. "Kamu pasti mati kalau melawanku begini.""Aku tidak peduli.""Kenapa kalian sangat protektif pada Elora? Aku cuma ingin m
Serangan Leandro terpaksa terhenti karena kekacauan yang terjadi tepat di tengah malam. Dia tidak bisa berkonsentrasi karena pepohonan banyak yang tersambar petir dan roboh.Dia juga tidak melihat Fionnan kembali. Pengawal itu jelas sudah kembali ke rumah untuk memperingatkan akan bahaya.Dia sendiri juga tidak mengira kalau terdengar lolongan serigala di kejauhan. Pandangannya menengadah ke langit, mendengarkan lolongan itu yang tiada henti.Semakin dekat .. dekat .. dan dekat saja."Sialan." Dia mengumpat karena tidak rela Elora diserang oleh para serigala. Tetapi, dia tidak ada waktu meladeni musuh yang tiada habisnya ini.Selain itu, manusia serigala saat bulan purnama begini sangatlah kuat, berkali-kali lipat kuatnya dari biasa. Akan butuh banyak waktu untuk meladeni mereka.Dia tidak peduli apapun, dan berlari menuju ke bangunan tempat Elora seharusnya berada.Begitu keluar hutan, dia langsung disambut oleh petir yang hampir saja menyambarnya. Berdiam diri di tengah halaman sep
Damio dan Marko perjalanan menuju ke ibu kota. Keduanya sampai dalam waktu singkat. Sesampainya di sana, tidak ada yang melihat ada seseorang yang masih hidup.Darah berceceran di mana-mana, tubuh- tubuh tercabik ada di mana-mana. Tidak ada yang enak di pandang di sini.Marko melihat semua kekacauan ini. Dia melihat juga ke tembok-tembok bangunan yang sudah rusak parah."Tuan, sepertinya pertarungan di sini baru saja selesai, saya masih bisa mencium bau vampire itu," kata Marko masih melihat sekitar.Damio tertegun melihat segalanya. Dia tidak merasa ada yang berbahaya di sini. Segalanya terlihat sudah selesai.Dia berkata, "aku tidak merasakan kehadiran seseorang yang masih hidup di sini. Apa vampire sialan itu berhasil membunuh mereka semua?""Iya, Tuan, sepertinya dia baru saja pergi.""Aku penasaran ke mana dia pergi? Kamu bisa melacaknya? Apa dia ke istana? Atau mencari Lady Eizabell?""Saya tidak yakin merasakan kehadiran vampire lain di sini, Tuan, tidak ada manusia serigala at
Jarum jam tinggal beberapa menit lagi sudah menuju ke tengah malam. Tidak ada kabar juga dari Damio.Elora terdiam di tempat yang sama dan di posisi yang sama, dekat dengan jendela. Dia menjadi tidak tenang. Entah apa yang terjadi pada tunangannya itu. Apakah dia berhasil mengalahkan Leandro, Tordes dan semua musuh-musuhnya? Ataukah malah terjebak oleh permainan licik mereka?Yang membuatnya khawatir adalah Leandro. Pria vampire itu memang kuat. Dia tidak bisa tenang menghadapi ini. Tetapi, dia berusaha menguatkan diri karena percaya terhadap Marko. Marko lebih lama hidup daripada Leandro. Lagipula, dia yakin vampire itu juga jauh lebih kuat.Hanya saja, Leandro menang dalam hal pemikiran licik. Pria itu bisa membuatnya hampir terpengaruh dahulu. Untung saja, dia diselamatkan Damio, dan kesalahpahaman di antara mereka bisa teratasi."Bagaimana keadaan Damio sekarang ..." Elora tertegun sejenak, tak melanjutkan gumamnya kala melihat ada cahaya berkedip-kedip di depan sana.Iya, di luar
Peperangan sudah mencapai puncaknya. Bardo menyerang barisan penyihir bertudung hitam yang menjaga tempat ritual sihir berlangsung. Di sebelahnya selain ada Hanter juga ada panglima perang kerajaan Lux. Pria setengah baya itu jarang sekali kelihatan di publik, dan memang hanya muncul ketika diperlukan seperti ini.Pria tersebut maju sambil menebas semua penyihir yang menghalangi. Secara menakjubkan, tubuhnya kebal terhadap sihir, karena itulah dia bisa menerobos saja tanpa terkena efek apapun."MUSTAHIL!" salah satu penyihir yang tak percaya. Dia sudah melemparkan rapalan sihirnya terhadap pria itu tetapi tidak ada efek. Padahal, sihir-sihir mereka mampu membuat para prajurit biasa berjatuhan. Mereka semua terkena sihir yang melumpuhkan otot-otot sehingga terasa seperti mati, tapi hanya tak sadarkan diri."ARRRGH!" "aagrrh!" satu per satu suara para prajurit berjatuhan terdengar di seluruh area itu. Ruangan yang sangat luas, besar, berlangit-langit tinggi, benar-benar mampu menampu