Elora turun dari anak tangga dengan langkah yang elegan. Selama berbulan-bulan dia melatih diri untuk menjadi wanita terhormat. Sekarang adalah waktunya untuk menunjukkan hasil.Meskipun tak banyak orang di lantai aula, tapi dia tetap grogi. Semua mata tamu tertuju padanya. Ini mengakibatkannya punya banyak pikiran. Apakah riasannya sudah bagus? Apa bajunya bagus? Apa caranya menuruni anak tangga sudah sesuai? Apa dagunya sudah lurus? Apa auranya sudah seperti wanita terhormat?Bibirnya tersenyum, tapi isi pikirannya dipenuhi teriakan tak tenang. "Dia ..." Matteo terpesona dengan sosok wanita itu. Matanya enggan berkedip hanya demi melihatnya lebih lama.Detak jantung berdebar, napasnya tertahan. Kecantikan Elora telah membuat dia jatuh hati di pandangan pertama.Damio mendekat ke anak tangga, bersiap untuk menyambut Elora.Saat itulah, Matteo terkejut. Dia tak pernah tahu kalau Elora si Vampire adalah wanita muda yang secantik itu? Tatapan matanya begitu jernih— seperti wanita yang
Dansa sudah selesai, namun bukan berarti acara pertunangannya telah usai. Para tamu dipersilakan untuk menikmati hidangan sambil mendengarkan lantunan musik klasik. Semua bangsawan itu berada di meja hidangan, saling mengobrol, dan beberapa di antaranya jelas membicarakan desas-desus kediaman Grim yang misterius ini."Kamu tolong di sini dulu, aku mau bicara sesuatu dengan Fio," ucap Damio kepada Elora. Tanpa menunggu jawaban, dia meninggalkan tunangannya itu sendiri di sebelah meja hidangan yang sepi, kemudian berbicara serius dengan Fionnan yang berga di dekat pintu masuk aula.Elora bisa menduga apa yang sedang mereka bicarakan. Dia memantau mereka di kejauhan. Terlihat usai beberap menit bicara dengan Damio, Fionnan pergi dari tempat itu."Pasti pengawal-pengawal tadi ..." Elora memperhatikan seluruh ruangan ini.Sesuai dugaannya, dua pengawal yang tadinya menjaga Matteo sekarang sudah hilang. Mereka tidak mungkin pergi kalau tidak disuruh.Dia mengingat-ingat kejadian di novel.
Elora dan Damio masih mengintip di balik tembok.Pengawal Matteo terlihat menguatkan mentalnya, lalu berdiri lagi. Kali ini, dia mengeluarkan pedang, hendak menebas rantai gembok pintu itu. Tidak ada gunanya menunggu, lebih baik langsung dibuka saja. Dia tidak peduli efeknya apa nanti, yang penting tugasnya selesai.Tetapi, saat dia hendak melakukannya—Fionnan datang.Langkah kakinya sama sekali tak terdengar, tahu-tahu sudah ada di dekat situ. Elora takjub sekaligus heran. Dia penasaran, kenapa orang-orang di rumah ini memiliki langkah kaki yang sunyi seperti pembunuh bayaran? Apa karena mereka semua bukan manusia biasa?"Undang-undang keluarga bangsawan, pasal dua puluh dua, ayat satu, para bangsawan memiliki hak untuk melindungi kepemilikan mereka dari setiap orang," ucap Fionnan sudah siap menebas pengawal itu.Mata pedangnya menyeret di atas lantai hingga menimbulkan bunyi yang mengerikan.Begitu pengawal Matteo menoleh, dalam sekejap— pedang Fionnan sudah ada di bawah dagunya
Pesta pertunangan telah berakhir.Banyak kejadian yang diperkirakan oleh Elora. Akan tetapi, yang paling membuatnya heran adalah kedatangan sang calon ratu, Rosalie. Perempuan itu belum bertemu dengan sang raja, artinya mereka belum mencintai.Di alur asli novel, saat Lady Eizabell sang antagonis bertunangan dengan Damio, raja datang bersama Rosalie— Keduanya sudah menikah. Ternyata, berkat campur tangan Elora di dunia ini, banyak hal yang mengkhawatirkan terjadi.Elora takut kalau peran antagonis benar-benar telah berubah ke diri Damio. Sejauh ini, pihak kerajaan mulai menaruh perhatian pada tunangannya itu. Selain karena kematian bangsawan Marquess Raeven juga akibat pintu rahasia di kediaman Grim. Kalau saja Lady Eizabelle masih hidup, para tokoh-tokoh utama di novel akan sibuk mengurus rencana busuknya bersama penyihir."Kenapa ya antagonis selalu ditakdirkan mengalami kesialan terus sampai akhir cerita ... " gumam Elitta saat sudah duduk di pinggiran ranjangnya. Dia menikmati
Elora dan Damio masih betah saling pandang. Mata mereka bertautan, saling mengagumi satu sama lain.Damio tak mungkin terang-terangan menunjukkan perasaannya, tapi sudah jatuh hati kepada Elora. Jadi, dia tak mau membuang-buajg waktu dengan bersikap dingin.Di hadapan Elora, dia ingin menjadi yang paling perhatian, lembut, dan penuh cinta.Dari tadi, tangannya terus meraba pipi sang tunangan itu. Dia tak bisa berhenti menatapnya. Elora sampai tegang. Dia bahagia melihat ketampanan Damio, bahagia melihat senyumannya. Namun, tentu saja hasrat dalam dirinya bergejolak. Tidak mungkin ada wanita yang bisa tenang kalau berhadapan dengan pria seperti itu."Kamu cantik," puji Damio memecah keheningan di antara mereka.Elora masih gugup. "Terima kasih.""Padahal tadi sudah kubilang jangan kaku denganku. Nada bicara kamu sopan sekali, aku ini tunangan kamu. Santai saja.""Habisnya kamu aneh banget.""Apanya yang aneh?"Elora melirik tingkah jemari Damio yang menggulung sedikit rambut depannya.
Tepat di tengah malam, Damio membuka mata. Lengannya agak kaku akibat tindihan kepala Elora. Sudah dua jam sejak mereka tidur.Dia menurunkan kepala wanita itu, lalu bangun dan mengambil baju yang berserahkan di ujung ranjang. Dia meregangkan otot-otot bahu serta leher yang sudah digigit Elora. Rasa nyeri masih ada, tetapi tak masalah untuknya.Dia sedikit malas berpakaian, jadi hanya beberapa kancing kemejanya yang terpasang. Setelah itu, dia turun dari ranjang— berjalan menuju ke jendela yang tirai putihnya agak kebuka."Siapa itu ..." ia bergumam pelan sambil menyibakkan tirai itu sedikit.Seperti ada yang mengintai di luar sana. Akan tetapi, tak jelas siapa itu. Segalanya terlihat gelap, pencahayaan minim sekali akibat beberapa lampu taman telah mati, langit pun mendung."Tumben Haervis tidak tahu kalau lampu tamannya mati. Apa dia terlalu sibuk mengurus semuanya? Apa aku harus mencari tukang kebun? Iya ... sejak awal ini bukan tugasnya ..." Damio bicara sendiri.Tiba-tiba, dia me
Elora pura-pura untuk tetap berada di dalam kamar tidur. Dia mengintip dari balik jendela kaca, dan melihat Damio pergi ke arah hutan. Pasti ada sesuatu, itu yang dia pikirkan.Selama beberapa menit, dia hanya berdiam diri di dekat jendela. Tak diduga, seekor kelelawar mendekat ke jendela itu. Cakar binatang malam itu memegang sebuah gulungan kertas yang sudah menguning.Penasaran, Elora membuka kaca jendelanya kembali. Kemudian, dia mengambil kertas itu.Setelahnya, si kelelawar pergi. Tugasnya mengantar pesan sudah selesai.Elora buru-buru menutup jendela, takut ketahuan pelayan. Tak lama kemudian— tiba-tiba ada Damio di sekitar. Dia melemparkan pisau kecil ke arah kelelawar barusan.Kelelawar itu menghilang menjadi asap hitam yang lantas lenyap bersama angin malam. Damio tahu itu adalah keahlian dari vampire. Dia melihat ke jendela kamar Elora yang telah tertutup.Ada yang tidak beres.Tunangannya terus saja diincar oleh vampire misterius itu. Tetapi, kenapa?Elora sendiri terdia
"Nona, coba yang ini ... cantik, bukan?" Di balik sikap kakunya, Mina bisa menjadi cukup ceria saat diminta memilihkan baju untuk Elora. Sudah satu rak, dia memilih-milih gaun.Toko baju yang mereka datangi bersebelahan dengan toko jimat Tordes. Karena itulah, Elora sama sekali tidak bisa fokus dengan dirinya di tempat ini.Dia sedang berdiri di depan cermin besar, melihat dirnya sendiri yang mengunakan gaun kasual berwarna biru muda. "Mina, Fio ada di mana?""Seperti permintaan anda, Sir Fionnan berjaga di luar toko, Nona. Sejak tadi memperhatikan ke sini, jadi jangan cemas. Lagipula, Sir Fionnan sangat peka penciumannya, lebih baik dari saya ... pasti tahu kalau ada yang tidak beres.""Sebenarnya aku ingin ke toko jimat sebelah.""Kita pergi saja sekarang.""Tapi aku ingin sendiri, aku ingin bicara dengan penjaga tokonya, lalu memilih jimat keberuntungan untuk Damio.""Kami takkan menganggu, Nona, kami temani.""Tidak, tolong .. maukah kamu mencari cara agar aku bisa menyelinap ke t
Elora bangun dari tidur panjangnya. Dia mengerjap-ngerjapkan mata, melihat langit-langit yang familiar.Ah, kamar tidurnya yang biasa saja.Dia bangun sambil memijat keningnya. "Bangun tidur bukannya tubuh membaik, tapi malah sakit kepala. Apa aku kebanyakan kerja? Untung saja sekarang Minggu ... Minggu 'kan?"Dia meraih ponselnya yang ada di meja nakas samping ranjang, dan memang benar sekarang adalah Minggu jam tujuh pagi.Dia tertegun sejenak, melihat kamarnya yang berantakan seperti biasa. Entah mengapa dia merasa sangat sedih.Dia menyentuh dadanya, air mata mendadak keluar dari kedua matanya. Ini membuatnya makin bingung.Dia mengusap air mata itu, lalu bergumam, "ada apa denganku? Aku menangis? Rasanya seperti sudah bermimpi lama sekali ... Apa ini alasan kenapa tubuhku kaku?"Tak mau membuang-buang waktu, dia turun dari ranjangnya, lalu melihat diri sendiri di depan cermin meja rias. Untuk sejenak, dia memperhatikan wajah sendiri."Aneh ... Aku seperti bermimpi sangat aneh, ta
'Jangan ... Damio ... Cepat pergi, tinggalkan aku di sini. Jangan mati bersamaku.'Itu adalah kata yang seharusnya diucapkan Elora, tapi tak bisa keluar. Dia hanyalah sisa jiwa yang masih bersemayam di tubuh Elora si vampire. Suara Damio pun semakin lirih, membuktikan bahwa sebentar lagi dia benar-benar akan menghilang.Tetapi, dia tidak mau Damio ikut pergi bersamanya. Ini sangat tidak masuk akal. Kenapa pria ini mau mati bersamanya, orang yang hanya bisa menjadi beban.Dia ingin menangis.Damio membelai pipi Elora, bibirnya tersenyum. Entah mengapa dia seperti bisa mengetahui perasaan Elora yang masih tertinggal.Dia berkata, "aku tahu kamu pasti memintaku untuk pergi dari sini, tapi tidak bisa. Kakiku terluka. Aku akan menemanimu sebentar lagi. Aku sudah tidak ingin berada di dunia ini, Sayang. Jika kehidupan lain itu memang ada ... Aku ingin hidup bersamamu."Usai mendengar itu, Elora benar-benar terharu. Dia tak lagi bisa mendengarkan apapun, yang bisa dia lakukan adalah pasrah s
Pertarungan puncak sudah berlangsung berjam-jam, pasukan kerajaan yang dipimpin oleh sang raja Bernardo II dan jenderal perangnya telah mendominasi peperangan itu.Saat jenderal perang menghabisi seluruh pasukan yang bukan manusia biasa dan penyihir-penyihir kuat, Bardo dibantu oleh Hanter berhasil memojokkan Tordes.Pada dasarnya Tordes memiliki kemampuan sihir yang luar biasa, tapi fisiknya cukup lemah. Lama kelamaan, dia tidak bisa mengimbangi kecepatan dari hanter. Semua orang sudah tumbang, menyisakan dirinya dan beberapa penyihir saja.Sementara itu, para pendeta yang juga merupakan anggota dari bangsawan yang ikut berperang menetralisir efek dari ritual dengan berbagai barang suci. Beruntung, mereka tidak terlalu terlambat untuk menutup lagi gerbang menuju ke neraka.Kejadian ini mengingatkan Bardo akan deskripsi di buku semasa perang ratusan tahun silam yang menghilangkan banyak nyawa penyihir. Seperti inilah wujud dari peperangan itu.Hampir separuh pasukannya harus tiada, te
Api menjalar sangat cepat di bangunan tempat persembunyian. Elora mulai panik merasakan Hawa panas yang familiar. Kenapa setiap kali pergi selalu saja ada yang membakar tempat yang dia jadikan persembunyian?Ini memuakkan.Dia berlari di bersama si kembar untuk mengungsi ke area bangunan yang belum terbakar. Mereka menunggu kedatangan Fionnan dulu.Bagaimana pun, di luar juga cukup darurat, di mana para manusia serigala menyerang dari berbagai arah.Leandro pun masih dihadang oleh Haervis yang sudah ngos-ngosan. Sedangkan, Fionnan sibuk di belakang dengan para manusia serigala.Elora menjadi khawatir dengan mereka berdua. Dia juga khawatir terhadap Damio. Tak berselang lama dari itu, dia merasakan kehadiran yang familiar pula.Langkahnya pun terhenti.Ini membuat pelayan kembar menjadi panik dan menoleh. Mita bertanya, "nona kenapa berhenti? Ayo kita tetap berlari."Mina ikut mengatakan, "iya, Nona. Area ini sudah terbakar. Kita harus ke belakang. Di sana ada Sir Fionnan.""Damio ...
Leandro datang ke bangunan tempat persembunyian Elora. Dia sedikit beruntung karena ada serangan dari kelompok manusia serigala yang mendekat. Dengan begini, dia bisa mendekat ke jendela, tepat di mana ruangan Elora berada. Dia berniat untuk memecah jendela itu, lalu masuk.Akan tetapi, sebelum niatnya terpenuhi, Haervis sudah terlebih dahulu menghampirinya, lalu berniat menendangnya.Leandro berhasil menghindar sehingga tendangan Haervis hanya mengenai udara."Serigala sialan," umpatnya.Haervis bersiap untuk menyerang lagi. Mimik wajahnya terlihat serius, tapi sebenarnya dia juga sedikit lelah. Dia sudah bertarung terus menerus, wajar saja kehabisan tenaga.Dia tidak yakin bisa menahan vampire itu lebih lama, jadi berharap agar Fionnan segera membereskan para manusia serigala yang mengamuk.Leandro tersenyum. Dia sudah tahu kalau Haervis sudah mencapai batasnya. "Kamu pasti mati kalau melawanku begini.""Aku tidak peduli.""Kenapa kalian sangat protektif pada Elora? Aku cuma ingin m
Serangan Leandro terpaksa terhenti karena kekacauan yang terjadi tepat di tengah malam. Dia tidak bisa berkonsentrasi karena pepohonan banyak yang tersambar petir dan roboh.Dia juga tidak melihat Fionnan kembali. Pengawal itu jelas sudah kembali ke rumah untuk memperingatkan akan bahaya.Dia sendiri juga tidak mengira kalau terdengar lolongan serigala di kejauhan. Pandangannya menengadah ke langit, mendengarkan lolongan itu yang tiada henti.Semakin dekat .. dekat .. dan dekat saja."Sialan." Dia mengumpat karena tidak rela Elora diserang oleh para serigala. Tetapi, dia tidak ada waktu meladeni musuh yang tiada habisnya ini.Selain itu, manusia serigala saat bulan purnama begini sangatlah kuat, berkali-kali lipat kuatnya dari biasa. Akan butuh banyak waktu untuk meladeni mereka.Dia tidak peduli apapun, dan berlari menuju ke bangunan tempat Elora seharusnya berada.Begitu keluar hutan, dia langsung disambut oleh petir yang hampir saja menyambarnya. Berdiam diri di tengah halaman sep
Damio dan Marko perjalanan menuju ke ibu kota. Keduanya sampai dalam waktu singkat. Sesampainya di sana, tidak ada yang melihat ada seseorang yang masih hidup.Darah berceceran di mana-mana, tubuh- tubuh tercabik ada di mana-mana. Tidak ada yang enak di pandang di sini.Marko melihat semua kekacauan ini. Dia melihat juga ke tembok-tembok bangunan yang sudah rusak parah."Tuan, sepertinya pertarungan di sini baru saja selesai, saya masih bisa mencium bau vampire itu," kata Marko masih melihat sekitar.Damio tertegun melihat segalanya. Dia tidak merasa ada yang berbahaya di sini. Segalanya terlihat sudah selesai.Dia berkata, "aku tidak merasakan kehadiran seseorang yang masih hidup di sini. Apa vampire sialan itu berhasil membunuh mereka semua?""Iya, Tuan, sepertinya dia baru saja pergi.""Aku penasaran ke mana dia pergi? Kamu bisa melacaknya? Apa dia ke istana? Atau mencari Lady Eizabell?""Saya tidak yakin merasakan kehadiran vampire lain di sini, Tuan, tidak ada manusia serigala at
Jarum jam tinggal beberapa menit lagi sudah menuju ke tengah malam. Tidak ada kabar juga dari Damio.Elora terdiam di tempat yang sama dan di posisi yang sama, dekat dengan jendela. Dia menjadi tidak tenang. Entah apa yang terjadi pada tunangannya itu. Apakah dia berhasil mengalahkan Leandro, Tordes dan semua musuh-musuhnya? Ataukah malah terjebak oleh permainan licik mereka?Yang membuatnya khawatir adalah Leandro. Pria vampire itu memang kuat. Dia tidak bisa tenang menghadapi ini. Tetapi, dia berusaha menguatkan diri karena percaya terhadap Marko. Marko lebih lama hidup daripada Leandro. Lagipula, dia yakin vampire itu juga jauh lebih kuat.Hanya saja, Leandro menang dalam hal pemikiran licik. Pria itu bisa membuatnya hampir terpengaruh dahulu. Untung saja, dia diselamatkan Damio, dan kesalahpahaman di antara mereka bisa teratasi."Bagaimana keadaan Damio sekarang ..." Elora tertegun sejenak, tak melanjutkan gumamnya kala melihat ada cahaya berkedip-kedip di depan sana.Iya, di luar
Peperangan sudah mencapai puncaknya. Bardo menyerang barisan penyihir bertudung hitam yang menjaga tempat ritual sihir berlangsung. Di sebelahnya selain ada Hanter juga ada panglima perang kerajaan Lux. Pria setengah baya itu jarang sekali kelihatan di publik, dan memang hanya muncul ketika diperlukan seperti ini.Pria tersebut maju sambil menebas semua penyihir yang menghalangi. Secara menakjubkan, tubuhnya kebal terhadap sihir, karena itulah dia bisa menerobos saja tanpa terkena efek apapun."MUSTAHIL!" salah satu penyihir yang tak percaya. Dia sudah melemparkan rapalan sihirnya terhadap pria itu tetapi tidak ada efek. Padahal, sihir-sihir mereka mampu membuat para prajurit biasa berjatuhan. Mereka semua terkena sihir yang melumpuhkan otot-otot sehingga terasa seperti mati, tapi hanya tak sadarkan diri."ARRRGH!" "aagrrh!" satu per satu suara para prajurit berjatuhan terdengar di seluruh area itu. Ruangan yang sangat luas, besar, berlangit-langit tinggi, benar-benar mampu menampu