Halaman belakang kediaman Grim begitu indah dan segar. Banyak sekali bunga-bunga mawar putih tumbuh subur membentuk pagar alami yang memisahkan rumah itu dengan hutan di belakangnya.
Indah sekali. Pemandangan ini membius mata Elora. Ia tidak pernah melihat sesuatu yang seindah ini.Ada meja-kursi taman yang terbuat dari besi berlapis perak ada di dekat situ.Damio menarik salah satu kursi sambil mempersilakan, "silakan."Elora menatapnya. Dia baru sadar, sejak kemarin, sikap Damio makin membaik. Dia diperlakukan seperti seorang Lady, padahal dia hanyalah vampire asing."Terima kasih." Dia duduk di kursi yang dipilihkan oleh Damio. Agak gugup.Damio tersenyum tipis.Melihat senyuman seorang bangsawan itu, Elora jadi tegang. Ini tidak masuk akal. Kenapa Damio tampan sekali? Tidak adil. Apa dia reinkarnasi dewa?Damio bertanya, "Kenapa melihatku terus begitu?""Kamu yang melihatku terus," balas Elora masih gugup.Obrolan mereka terhenti akibat kedatangan kepala pelayan, Haervis, yang mendorong nampan berisi beberapa cangkir serta teko berisi teh yang sudah siap.Haervis menyajikan teh untuk mereka berdua sambil berkata, "saya menyiapkan teh yang anda minta, Tuan, Teh Earl Grey.""Terima kasih." Damio menatap Elora, lalu bertanya, "kamu suka teh Earl Grey 'kan?"Elora tidak paham dengan segala jenis teh. Satu-satunya yang dia tahu adalah teh kantong yang biasa ada di minimarket.Damio tersadar. "Oh, aku lupa kamu ini vampire, Vampire hanya menyukai darah. Mereka tinggal di lembah-lembah atau tempat terpencil dan terbelakang. Mana tahu apa itu teh.""Enak saja, aku tahu apa itu teh.""Oh iya?"Tanpa banyak bicara, Elora meminum teh. Ini pertama kali, dia minum teh yang aromanya begitu menenangkan. Teh-nya hambar, tetapi tetap terasa nikmat."Saat minum teh, kamu nikmati dulu aromanya, ini bisa membuat hati kamu jadi tenang," ucap Damio memperlihatkan cara menikmati teh yang baik dan benar.Elora tak mengatakan apapun tapi meniru cara Damio minum teh. Dia bertanya-tanya, apa cara minumnya sudah benar? Apa caranya memegang cangkir benar? Apa dia tidak salah apapun?Damio senyum-senyum lagi. Dia meminum tehnya dengan cara yang sangat elegan.Elora tersadar terlalu loyo, lalu menegakkan punggung. Ia kembali minum teh. Semua yang dia lihat dari Damio, dia tiru. Tingkahnya sangat mirip anak-anak.Damio menoleh ke Haervis, lalu memberi perintah, "tinggalkan kami sendiri.""Baik, Tuan." Setelah mengatakan itu, Haervis segera meninggalkan tempat itu sambil mendorong nampan lagi.Tanpa menoleh, Damio tahu sedang diawasi oleh pengawal pribadinya. Dia memberi perintah agak keras, "kamu juga, Fionnan, cepat pergi! Aku mau sendiri dengan Elora."Elora kaget, melihat ke sekeliling. Tidak ada siapapun. Dimana Fionnan? Kenapa Damio bisa tahu kalau diawasi?Damio menyindir halus, "kamu tidak sadar kalau diawasi, kamu ini vampire atau apa? Kenapa indera tubuh kamu tumpul sekali?""Aku sadar kok kalau diawasi.""Oh iya?""Iya."Damio tidak menjawab. Dia terus menikmati teh sambil senyum-senyum melihat Elora. Perasaannya sangat aneh.Makin hari, dia makin tertarik dengan gadis vampire itu. Baru pertama kalinya, dia melihat ada vampire yang polos, lugu, dan juga konyol.Dia berdiri, lalu berkata, "sebentar, aku mau berikan sesuatu untuk kamu.""Sesuatu?""Sebentar ..." Damio berjalan ke arah kebun bunga mawar yang rimbunnya minta ampun.Pria itu seolah lenyap tertelan masuk ke dalam kebun bunga. Iya, kelihatannya begitu— seluruh tanaman mawar disini sangat tinggi, sebagian juga merambat kemana-mana.Elora agak cemas. Dia bicara sendiri, "Kenapa aku khawatir? Memangnya dia siapa? Aku dan dia hanya kerjasama ... Tidak ada hubungan, tapi sebentar ..."Wajahnya tertunduk lesu, baru sadar— kalau kutukan Damio sudah lenyap, kalau musuh sudah tidak ada, lantas, apa gunanya kerjasama ini?Apa itu artinya dia sudah tidak berarti untuk Damio?Tidak berguna artinya mati?Kerjasama terbentuk jika menguntungkan kedua bela pihak. Sekarang, nyawa Damio tak terancam lagi, artinya tak butuh informasi apapun.Elora meneguk ludah. Dia mendadak takut. Apa mungkin Damio barusan sangat baik, mengajaknya minum teh, itu karena untuk dieksekusi?Apa pria itu ingin membuatnya lengah, sehingga gampang dibunuh? Atau malah mungkin pria itu pergi untuk memanggil tentara kerajaan, lalu menangkapnya?Dia sudah tak ada artinya lagi, untuk apa dibiarkan hidup?"Aku ... aku harus kabur," ucap Elora merinding. Di kepalanya penuh akan pemikiran buruk.Tetapi, baru saja dia hendak berdiri, sebuah tangan menahan bahunya dari belakang.Damio. Tahu-tahu, pria itu sudah datang. Dia berbisik, "mau kabur kemana, Vampire Kecil-ku?""Aku ... Aku ...""Aku tidak akan membiarkanmu kemanapun."Elora meneguk ludah, takut dan tegang, tak berani menoleh. Apa jangan-jangan ada mata pedang yang menodong tengkuknya sekarang?Tiba-tiba, Damio mengulurkan tangannya ke depan, menunjukkan apa yang dia genggam. Setangkai bunga mawar merah.Ketegangan yang dirasakan Elora sirna sudah. Dia bingung, "Apa ini?"***Damio menyerahkan setangkai bunga mawar merah kepada Elora. Dia masih menunjukkan senyum misteriusnya.Elora tak tahu harus terpesona atau ketakutan. Dia tidak pernah mendapatkan perlakuan manis dari pria manapun. Selain itu, kepalanya mendadak berputar-putar akibat mencium aroma pemikat ini lagi.Iya, ada goresan kecil di jari telunjuk Damio sehingga membuatnya berdarah.Elora memalingkan pandangan. "Kamu sengaja ya membuat dirimu terluka?""Kamu bicara apa? Ini ambil bungaku, kamu tidak mau menerima bungaku?" Damio pura-pura tak mengerti ucapan Elora. Dia jelas sedang menggoda vampire itu dengan tetesan darahnya."Tidak mau."Damio memegangi pundak Elora. Dia membungkuk sedikit agar bisa berdekatan dengan telinga wanita itu, lalu mengancam, "ambil bunganya atau aku akan menyerahkanmu ke tentara kerajaan?"Ancaman itu paling ditakuti oleh Elora. Dia sangat lemah. Hidupnya pasti berakhir mengenaskan kalau sudah bertemu pemburu vampire.Dia mengambil bunga itu meskipun sambil menutup h
Tunangan?Siapa tunangan siapa?Apa maksud ucapan Damio barusan?Elora mematung sambil menatap Damio di sebelahnya. Dia tidak bisa berkata apapun saking syoknya. Tunangan pria itu bilang? Tunangan? Seorang Duke, seorang bangsawan, tunangan dengan vampire tidak jelas? Apa mungkin cerita di novel bisa berubah sangat drastis begini?Sir Gregorri kelihatan bingung. Dia bertanya, "maaf, Duke, saya dengar anda akan bertunangan dengan Lady Eizabell, putri dari Marquess Raeven?""Tidak cocok." Damio tersenyum tanpa dosa. Dia mengerti, saat ini pembantaian keluarga Marquess Raeven belum terdengar.Tiba-tiba, pengawal pribadi Damio, Fionnan, datang— dan menghadang mereka semua. Dia tengah memegang pedang, bersiap melindung Damio.Sir Gregorri kaget. Desas-desus mengatakan kalau kekuatan Fionnan dan keahlian berpedangnya sudah setara dengan jenderal perang kerajaan. Wajar saja saja, dia bergidik ketakutan.Damio menenangkan, "Fio, tolong mundur, jangan menakuti Sir Gregorri."Fionnan mundur. Te
Elora berdiam diri di dalam kamar dengan perasaan tidak menentu. Hatinya masih tidak bisa tenang usai mendengar semua perkataan Damio. Apa maksudnya ingin bertunangan dengannya? Masa iya cuma menggantikan peran Lady Eizabell?Tidak mungkin.Apa jangan-jangan pria itu punya niat lain yang mengerikan? Atau malah ingin menjebaknya?Dia melihat dirinya sendiri di cermin meja rias. Kalau dibandingkan dengan dirinya yang ada di dunia nyata, sosok Elora si Vampire Vesper ini lebih menarik. Wajah sangat imut, rambut coklat lurus memanjang hingga punggung, lalu kulit putihnya sedikit pucat, tetapi tetap menawan."Tidak mungkin dia menyukaiku," kata Elora.Sekalipun sosok vampire-nya ini menarik hati, tapi seorang bangsawan takkan tertarik dengan yang beginian. Iya, seharusnya Damio sudah sering melihat wanita cantik di kerajaan.Apa jangan-jangan ini untuk membantunya tadi? Sir Gregorri curiga padanya, apa itu alasan agar membuat para pemburu tidak curiga?Tiba-tiba, pintu diketuk oleh seseor
Selama seharian, Elora tak melihat Damio. Entah kemana priabitu, tapi dia sudah disibukkan dengan berbagai pelatihan tata Krama bangsawan.Dia diajari oleh Isadora, seorang guru tata krama wanita dari kerajaan. Wanita paruh baya itu menepuk punggung Elora dengan pukulan kayu tipis saat posisi duduknya loyo."Nona, tetap tegak saat duduk," katanya.Elora mulai membiasakan diri menulis sambil duduk dengan tegak. Dia sedang mengerjakan soal matematika dasar yang diberikan. Seluruh pertanyaan yang diberikan terlalu mudah— seperti pelajaran anak SD. Hanya sebatas, penjumlahan, perkalian, akar kuadrat dan lain-lain."Ini saja pertanyaannya?" tanya Elora memastikan. Dia sudah menyelesaikan semua.Isadora menjawab, "iya, Nona. Ini adalah tes untuk menilai tingkatan berapa seorang Lady itu.""Tingkatan?""Kecerdasan wanita bangsawan harus diukur juga, untuk bangsawan Duke harus mendapatkan minimal seorang Lady dengan kecerdasan di tingkat dua ke atas. Ada empat tingkatan kecerdasan wanita bang
Elora tidak melihat Damio dalam dua hari belakangan. Aneh memang. Pria itu seperti lenyap dari pandangannya. Sejak dia diajari cara tersenyum yang baik, pria itu seperti menghindari pandangan dengannya. Memangnya ada apa? Bicara pun seadanya, padahal biasanya dia sangat suka mengganggunya.Hati Elora juga ikutan tidak tenang. Dia masih kepikiran tentang tempat yang ingin dikunjungi oleh Damio bersama dirinya.Apa artinya ini adalah kencan?Wajah Elora memerah, panas sekali rasanya. Dia malu memikirkan semua ini adalah kencan. Di dunia nyata, dia tak pernah diajak keluar sekalipun oleh pria lain. Jadi, dia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa.Dia menepuk kedua pipinya. "Apa-apaan aku ini ... ini bukan kencan, kenapa aku kepikiran sekali?" Pintu diketuk.Suara Haervis berkata dari balik pintu, "Nona, anda sudah siap?"Elora spontan berdiri dengan gugup sambil berseru, "Iya!" Dia meneguk ludah, dan segera berjalan cepat menuju ke pintu kamar.Dibukalah pintu tersebut. Haervis ter
Obsidian? Siapa Obsidian?Elora tidak mengerti siapa yang disebut, namun reaksi Damio sangat serius. Pria itu segera turun dari kereta kuda.Dari arah rerimbunan semak belukar dan pepohonan hutan, datanglah seorang pria tiga puluh tahunan berambut coklat. Di belakangnya, juga ada pemuda yang berpenampilan sama—yaitu mengenakan jubah hitam dengan lambang keluarga bangsawan."Oh, oh, oh, lihat siapa yang membawa vampire berbahaya," ucap si pria berambut coklat.Elora baru turun dari kereta. Dia terkejut mendengar panggilan vampire dari mulut pria itu. Darimana dia tahu? Siapa yang dia curigai sebagai vampire?Sejauh yang dia baca di dalam novel, dia belum pernah melihat ada lambang keluarga itu. Dia tidak mengenalinya.Damio berdiri di depan Elora, bersikap untuk melindunginya. "Lord Obsidian, kenapa mendadak menghentikan kereta kuda kami?""Siapa itu, Duke Grim?" Lord Obsidian menuding Elora dengan pisau perak khusus yang dia pegang. Itu adalah pisau tajam yang sanggup merobek leher va
Pertarungan semakin sengit.Mereka semua semakin pergi masuk ke dalam hutan. Elora tidak bisa melihat keberadaan mereka. Hanya saja, berkat indera penciumannya, dia bisa mengetahui keberadaan Damio."Kenapa aku cuma bisa mencium aroma darah Damio, ini tidak masuk akal ... yang tadi juga manusia 'kan? kenapa aku tidak bisa mencium darahnya?" Elora berjalan ke salah satu pohon. Lalu, dia memandangi ke kedalaman hutan.Damio ada di dekat sini.Elora mendengar ada suara langkah kaki yang cepat. Apa Damio sedang berlari ke arahnya? Atau tidak?Ttiba-tiba, tengkuk merinding, tubuhnya seperti merespon ada bahaya datang. Dia spontan menoleh.Seketika itu pula, dia dikejutkan oleh kedatangan Lord Obsidian yang sudah terluka parah, namun masih bisa tersenyum saat mengayunkan pisau peraknya ke wajah Elora."MATI!" teriak pria itu.Bertepatan itu pula, Damio melompat turun dari atas dahan pohon, lalu menepis sayatan pisau dari Lord Obsidan dengan lengannya.Alhasil, dia terluka."Damio!" Elora pa
Elora menyelimutkan jubah miliknya ke tubuhnya dan Damio yang tengah duduk di depan perapian. Suasana tak terlalu dingin sebenarnya, tapi tubuh Damio sedang demam— dia tetap harus mendapat kehangatan ekstra.Mereka hanya menggunakan dalaman, alhasil kulit tubuh mereka saling bersentuhan.Damio tak tahu lagi. Tubuhnya memanas karena hasrat naik atau demam. Isi kepalanya menjadi kotor, tak tahan dengan kondisi ini.Elora berkata, "maaf, aku memaksa kamu melakukan ini. Aku tahu ini tidak sopan, tapi kamu butuh kehangatan.""Mungkin kita harus berbaring agar selimutnya cukup," ucap Damio kemudian.Tanpa ada pemikiran buruk, Elora mengikuti arahan Damio. Dia berbaring di atas karpet yang telah dibersihkan sedikit bersama Damio.Damio memeluk Elora dari samping. Dengan begini, dia bisa lebih puas merasakan kehangatan tubuh Elora."Damio?" Elora tegang. Lengannya bisa merasakan kehangatan dari dada Damio yang keras. Darahnya berdesir cepat. Perasaan malu pun datang.Damio berbisik di belakan
Elora bangun dari tidur panjangnya. Dia mengerjap-ngerjapkan mata, melihat langit-langit yang familiar.Ah, kamar tidurnya yang biasa saja.Dia bangun sambil memijat keningnya. "Bangun tidur bukannya tubuh membaik, tapi malah sakit kepala. Apa aku kebanyakan kerja? Untung saja sekarang Minggu ... Minggu 'kan?"Dia meraih ponselnya yang ada di meja nakas samping ranjang, dan memang benar sekarang adalah Minggu jam tujuh pagi.Dia tertegun sejenak, melihat kamarnya yang berantakan seperti biasa. Entah mengapa dia merasa sangat sedih.Dia menyentuh dadanya, air mata mendadak keluar dari kedua matanya. Ini membuatnya makin bingung.Dia mengusap air mata itu, lalu bergumam, "ada apa denganku? Aku menangis? Rasanya seperti sudah bermimpi lama sekali ... Apa ini alasan kenapa tubuhku kaku?"Tak mau membuang-buang waktu, dia turun dari ranjangnya, lalu melihat diri sendiri di depan cermin meja rias. Untuk sejenak, dia memperhatikan wajah sendiri."Aneh ... Aku seperti bermimpi sangat aneh, ta
'Jangan ... Damio ... Cepat pergi, tinggalkan aku di sini. Jangan mati bersamaku.'Itu adalah kata yang seharusnya diucapkan Elora, tapi tak bisa keluar. Dia hanyalah sisa jiwa yang masih bersemayam di tubuh Elora si vampire. Suara Damio pun semakin lirih, membuktikan bahwa sebentar lagi dia benar-benar akan menghilang.Tetapi, dia tidak mau Damio ikut pergi bersamanya. Ini sangat tidak masuk akal. Kenapa pria ini mau mati bersamanya, orang yang hanya bisa menjadi beban.Dia ingin menangis.Damio membelai pipi Elora, bibirnya tersenyum. Entah mengapa dia seperti bisa mengetahui perasaan Elora yang masih tertinggal.Dia berkata, "aku tahu kamu pasti memintaku untuk pergi dari sini, tapi tidak bisa. Kakiku terluka. Aku akan menemanimu sebentar lagi. Aku sudah tidak ingin berada di dunia ini, Sayang. Jika kehidupan lain itu memang ada ... Aku ingin hidup bersamamu."Usai mendengar itu, Elora benar-benar terharu. Dia tak lagi bisa mendengarkan apapun, yang bisa dia lakukan adalah pasrah s
Pertarungan puncak sudah berlangsung berjam-jam, pasukan kerajaan yang dipimpin oleh sang raja Bernardo II dan jenderal perangnya telah mendominasi peperangan itu.Saat jenderal perang menghabisi seluruh pasukan yang bukan manusia biasa dan penyihir-penyihir kuat, Bardo dibantu oleh Hanter berhasil memojokkan Tordes.Pada dasarnya Tordes memiliki kemampuan sihir yang luar biasa, tapi fisiknya cukup lemah. Lama kelamaan, dia tidak bisa mengimbangi kecepatan dari hanter. Semua orang sudah tumbang, menyisakan dirinya dan beberapa penyihir saja.Sementara itu, para pendeta yang juga merupakan anggota dari bangsawan yang ikut berperang menetralisir efek dari ritual dengan berbagai barang suci. Beruntung, mereka tidak terlalu terlambat untuk menutup lagi gerbang menuju ke neraka.Kejadian ini mengingatkan Bardo akan deskripsi di buku semasa perang ratusan tahun silam yang menghilangkan banyak nyawa penyihir. Seperti inilah wujud dari peperangan itu.Hampir separuh pasukannya harus tiada, te
Api menjalar sangat cepat di bangunan tempat persembunyian. Elora mulai panik merasakan Hawa panas yang familiar. Kenapa setiap kali pergi selalu saja ada yang membakar tempat yang dia jadikan persembunyian?Ini memuakkan.Dia berlari di bersama si kembar untuk mengungsi ke area bangunan yang belum terbakar. Mereka menunggu kedatangan Fionnan dulu.Bagaimana pun, di luar juga cukup darurat, di mana para manusia serigala menyerang dari berbagai arah.Leandro pun masih dihadang oleh Haervis yang sudah ngos-ngosan. Sedangkan, Fionnan sibuk di belakang dengan para manusia serigala.Elora menjadi khawatir dengan mereka berdua. Dia juga khawatir terhadap Damio. Tak berselang lama dari itu, dia merasakan kehadiran yang familiar pula.Langkahnya pun terhenti.Ini membuat pelayan kembar menjadi panik dan menoleh. Mita bertanya, "nona kenapa berhenti? Ayo kita tetap berlari."Mina ikut mengatakan, "iya, Nona. Area ini sudah terbakar. Kita harus ke belakang. Di sana ada Sir Fionnan.""Damio ...
Leandro datang ke bangunan tempat persembunyian Elora. Dia sedikit beruntung karena ada serangan dari kelompok manusia serigala yang mendekat. Dengan begini, dia bisa mendekat ke jendela, tepat di mana ruangan Elora berada. Dia berniat untuk memecah jendela itu, lalu masuk.Akan tetapi, sebelum niatnya terpenuhi, Haervis sudah terlebih dahulu menghampirinya, lalu berniat menendangnya.Leandro berhasil menghindar sehingga tendangan Haervis hanya mengenai udara."Serigala sialan," umpatnya.Haervis bersiap untuk menyerang lagi. Mimik wajahnya terlihat serius, tapi sebenarnya dia juga sedikit lelah. Dia sudah bertarung terus menerus, wajar saja kehabisan tenaga.Dia tidak yakin bisa menahan vampire itu lebih lama, jadi berharap agar Fionnan segera membereskan para manusia serigala yang mengamuk.Leandro tersenyum. Dia sudah tahu kalau Haervis sudah mencapai batasnya. "Kamu pasti mati kalau melawanku begini.""Aku tidak peduli.""Kenapa kalian sangat protektif pada Elora? Aku cuma ingin m
Serangan Leandro terpaksa terhenti karena kekacauan yang terjadi tepat di tengah malam. Dia tidak bisa berkonsentrasi karena pepohonan banyak yang tersambar petir dan roboh.Dia juga tidak melihat Fionnan kembali. Pengawal itu jelas sudah kembali ke rumah untuk memperingatkan akan bahaya.Dia sendiri juga tidak mengira kalau terdengar lolongan serigala di kejauhan. Pandangannya menengadah ke langit, mendengarkan lolongan itu yang tiada henti.Semakin dekat .. dekat .. dan dekat saja."Sialan." Dia mengumpat karena tidak rela Elora diserang oleh para serigala. Tetapi, dia tidak ada waktu meladeni musuh yang tiada habisnya ini.Selain itu, manusia serigala saat bulan purnama begini sangatlah kuat, berkali-kali lipat kuatnya dari biasa. Akan butuh banyak waktu untuk meladeni mereka.Dia tidak peduli apapun, dan berlari menuju ke bangunan tempat Elora seharusnya berada.Begitu keluar hutan, dia langsung disambut oleh petir yang hampir saja menyambarnya. Berdiam diri di tengah halaman sep
Damio dan Marko perjalanan menuju ke ibu kota. Keduanya sampai dalam waktu singkat. Sesampainya di sana, tidak ada yang melihat ada seseorang yang masih hidup.Darah berceceran di mana-mana, tubuh- tubuh tercabik ada di mana-mana. Tidak ada yang enak di pandang di sini.Marko melihat semua kekacauan ini. Dia melihat juga ke tembok-tembok bangunan yang sudah rusak parah."Tuan, sepertinya pertarungan di sini baru saja selesai, saya masih bisa mencium bau vampire itu," kata Marko masih melihat sekitar.Damio tertegun melihat segalanya. Dia tidak merasa ada yang berbahaya di sini. Segalanya terlihat sudah selesai.Dia berkata, "aku tidak merasakan kehadiran seseorang yang masih hidup di sini. Apa vampire sialan itu berhasil membunuh mereka semua?""Iya, Tuan, sepertinya dia baru saja pergi.""Aku penasaran ke mana dia pergi? Kamu bisa melacaknya? Apa dia ke istana? Atau mencari Lady Eizabell?""Saya tidak yakin merasakan kehadiran vampire lain di sini, Tuan, tidak ada manusia serigala at
Jarum jam tinggal beberapa menit lagi sudah menuju ke tengah malam. Tidak ada kabar juga dari Damio.Elora terdiam di tempat yang sama dan di posisi yang sama, dekat dengan jendela. Dia menjadi tidak tenang. Entah apa yang terjadi pada tunangannya itu. Apakah dia berhasil mengalahkan Leandro, Tordes dan semua musuh-musuhnya? Ataukah malah terjebak oleh permainan licik mereka?Yang membuatnya khawatir adalah Leandro. Pria vampire itu memang kuat. Dia tidak bisa tenang menghadapi ini. Tetapi, dia berusaha menguatkan diri karena percaya terhadap Marko. Marko lebih lama hidup daripada Leandro. Lagipula, dia yakin vampire itu juga jauh lebih kuat.Hanya saja, Leandro menang dalam hal pemikiran licik. Pria itu bisa membuatnya hampir terpengaruh dahulu. Untung saja, dia diselamatkan Damio, dan kesalahpahaman di antara mereka bisa teratasi."Bagaimana keadaan Damio sekarang ..." Elora tertegun sejenak, tak melanjutkan gumamnya kala melihat ada cahaya berkedip-kedip di depan sana.Iya, di luar
Peperangan sudah mencapai puncaknya. Bardo menyerang barisan penyihir bertudung hitam yang menjaga tempat ritual sihir berlangsung. Di sebelahnya selain ada Hanter juga ada panglima perang kerajaan Lux. Pria setengah baya itu jarang sekali kelihatan di publik, dan memang hanya muncul ketika diperlukan seperti ini.Pria tersebut maju sambil menebas semua penyihir yang menghalangi. Secara menakjubkan, tubuhnya kebal terhadap sihir, karena itulah dia bisa menerobos saja tanpa terkena efek apapun."MUSTAHIL!" salah satu penyihir yang tak percaya. Dia sudah melemparkan rapalan sihirnya terhadap pria itu tetapi tidak ada efek. Padahal, sihir-sihir mereka mampu membuat para prajurit biasa berjatuhan. Mereka semua terkena sihir yang melumpuhkan otot-otot sehingga terasa seperti mati, tapi hanya tak sadarkan diri."ARRRGH!" "aagrrh!" satu per satu suara para prajurit berjatuhan terdengar di seluruh area itu. Ruangan yang sangat luas, besar, berlangit-langit tinggi, benar-benar mampu menampu