Setelah dikenalkan dengan banyak ruangan di kediaman Grim, Elora masuk kamar, lalu menghempaskan diri di atas ranjang empuk.
"Aaah ... capeknya ... memangnya vampire bisa capek ya? kenapa aku lemah sekali?" ucapnya sambil memandangi langit-langit kamar yang terhias oleh lampu bertabur berlian.Dia berbicara lagi, "lampunya pasti mahal itu, ranjang ini juga empuk sekali, spreinya harum, pasti sudah diganti. Apa begini rasanya jadi bangsawan?"Dia teringat lagi pada perannya yang hanya karakter sampingan di novel. Sebagai penikmat buku genre romansa fantasi, dia miris harus terjebak di tubuh ini."Dulu aku mengkhayal gimana rasanya jadi anaknya Duke, lalu jadi istri putra mahkota, tapi kenapa malah terjebak di tubuh vampire lemah begini?" ucapnya.Kepalanya menggeleng, rasanya jahat sekali dia. Padahal, tubuh yang dia tempati ini cukup manis dan cantik.Dia terus bicara sendiri, "Tidak, tidak, maafkan aku, Elorayna, aku tidak bermaksud mengejekmu. Aku masih bingung, kok bisa aku di tubuh kamu? kalau aku di tubuh ini, terus jiwa kamu di mana? Seingatku setelah membaca novel, aku tidur, dan kemudian bangun di hutan. Apa ini mimpi? Tapi, mana ada mimpi nyata begini?"Tak berselang lama, pintu kamarnya dibuka seseorang. Sontak saja, dia menoleh cepat.Elora kaget. "Damio, kenapa kamu selalu masuk ke kamarku tanpa mengetuk dulu.""Kan kemarin aku sudah bilang, ini salahmu tidak mengunci pintu.""Kuncinya saja tidak ada, bagaimana cara menguncinya?"Damio tersenyum mendengar omelan Elora, menurutnya itu lucu. Dia heran, kok bisa ada vampire semanis dan sepolos ini?Tidak mungkin."Kenapa kamu malah senyum-senyum?" Elora masih takut kalau pria itu senyum terus, merasa seperti akan terjadi sesuatu yang buruk. Tengkuknya saja sampai merinding.Vampire itu adalah predator, tapi dia malah takut dengan sosok manusia setengah penyihir seperti Damio yang sebenarnya adalah 'mangsa'."Ayo ikut aku, jalan-jalan di halaman belakang, aku menanam banyak bunga di sana, aku juga ingin bicara banyak hal denganmu," ajak Damio dengan suaranya yang lembut.Suara pria itu dipenuhi oleh rayuan maut yang mustahil ditolak Elora. Dia berdiri tanpa disadari, lalu berjalan bersama keluar rumah.Penasaran, dia menoleh ke Damio yang berjalan di sebelahnya. Dia lagi-lagi terpesona akan keindahan pria itu.Iya, seperti patung yang dipahat sempurna, lalu diberi nyawa. Ketampanannya tidak masuk akal.Masa iya bangsawan semua seperti ini? Apa karena pengaruh deskripsi berlebihan dari penulis wanita yang selalu mengkhayalkan pria sempurna?Tanpa melihat, Damio sadar kalau diperhatikan. Dia bertanya, "kenapa menatapku terus? Mau minum darahku lagi?""Bukan, maaf. Aku cuma heran, kenapa aku menurut sekali padamu? Apa kamu melakukan guna-guna padaku? Apa darah penyihir itu mengandung sesuatu yang mempengaruhi pikiran vampire?"Damio seperti ingin tertawa. Dia berhenti berjalan, lalu menoleh ke Elora. "Aku tahu kamu vampire yang polos cenderung bodoh, dan berbeda, tapi aku tidak mengira, kamu ternyata sangat bodoh."Ekspresi wajah Elora berubah datar, agak kesal. Dari kemarin, pria ini suka sekali meledeknya lemah, tidak berdaya, kelaparan, bodoh, dan sekarang sangat bodoh?Damio tersenyum, lalu mengelus kepala Elora dengan lembut. "Maaf, jangan cemberut. Kamu menuruti perkataanku mungkin karena menyukaiku.""Tidak.""Masa?"Tidak mungkin."Damio betah memandangi Elora. Hati yang biasanya terasa dingin, entah mengapa pagi ini terasa hangat.Elora akhirnya menepis tangan Duke dari kepalanya. "Jangan menyentuhku, kamu jahat dan menakutkan.""Jangan begitu. Aku bukannya jahat, aku heran denganmu. Kamu ini vampire, terlebih lagi vampire dari daratan Vesper, kalian ini legenda hidup karena kebal matahari. Tapi, kamu malah seperti tidak tahu apapun tentang dirimu sendiri.""Memang.""Apa?""Mmm ... maksudnya aku tidak terlalu ingat diriku, aku tidak tahu." Elora asal bicara saja karena memang tidak memiliki memori apapun tentang Vampire Elora."Hilang ingatan?""Seperti itu mungkin."Mendadak, senyuman Damio lenyap dari bibirnya. Dia berubah serius dan cemas. "Apa yang kamu lakukan di kota? Aku tadi keluar sebentar menyelinap ke kota, kudengar ada Vampire Vesper yang melarikan diri dari rumah bangsawan. Itu pasti kamu 'kan?""Aku? apa iya?""Ingatan terakhir kamu apa?""Aku berlari di hutan, dikejar para pemburu vampire dari kerajaan.""Aneh sekali.""Aku juga tidak tahu." Elora mengerti kenapa ingatan Elorayna si Vampire Vesper hanya sebatas itu.Dia ditulis di novel hanya di bagian prolog— itupun langsung mati. Penulis juga tidak menjelaskan apapun sampai akhir cerita.Damio masih kelihatan cemas. Dia sendiri juga tidak mengerti, mengapa sosok Elora sangat mempengaruhi pikirannya sekarang? Untuk apa dia cemas? Apa karena mereka melakukan perjanjian sekarang?"Dia berkata, "Tenang saja, aku akan menyuruh Fionnan mencari tahu tentangmu di kota. Mungkin saja ada informasi yang belum kudapatkan. Kalau kamu dalam bahaya, aku harus tahu siapa musuh kamu."Elora terkejut dengan perhatian pria ini. Dia menolak, "kamu tidak perlu mencari tahu tentangku. Untuk apa kamu buang-buang waktu untukku? Justru sekarang yang dalam bahaya itu kamu.""Tidak lagi." Damio membuka beberapa kancing atas kemeja yang dia pakai."Mau apa?"Pria itu menunjukkan kalau dada atas kirinya telah mulus kembali. Iya, tanda lingkaran hitam yang merupakan kutukannya telah lenyap."Damio? Itu artinya kutukannya hilang? Kok bisa?"Damio menyeringai mengerikan. Dia berkata, "Aku sudah menghabisi semua orang di kediaman Marquess Raeven, termasuk Lady Eizabell."Elora melotot kaget. "Kenapa semuanya kamu bunuh!""Kamu sendiri tidak tahu yang mana, tapi salah satu dari orang terdekat Lady Eizabell 'kan, ya sudah, kubantai semua dengan Fionnan tadi pagi. Aku tak suka buang-buang waktu.""Kamu sudah gila.""Kamu benar, Elora— tanda kutukanku hilang, artinya salah satu dari mereka pelakunya."Elora meneguk ludah. Dia tidak pernah merasa setakut ini pada seseorang. Ternyata Duke Damiano Grim segila dan sekejam ini?Tunggu sebentar, kalau Lady Eizabell yang seorang antagonis utama di novel malah mati, terus siapa antagonisnya sekarang?Damio tersenyum manis seolah-olah tak melakukan hal yang salah.Melihat senyuman itu, Elora merinding, ingin kembali pulang ke dunia asalnya.***Halaman belakang kediaman Grim begitu indah dan segar. Banyak sekali bunga-bunga mawar putih tumbuh subur membentuk pagar alami yang memisahkan rumah itu dengan hutan di belakangnya.Indah sekali. Pemandangan ini membius mata Elora. Ia tidak pernah melihat sesuatu yang seindah ini.Ada meja-kursi taman yang terbuat dari besi berlapis perak ada di dekat situ.Damio menarik salah satu kursi sambil mempersilakan, "silakan."Elora menatapnya. Dia baru sadar, sejak kemarin, sikap Damio makin membaik. Dia diperlakukan seperti seorang Lady, padahal dia hanyalah vampire asing."Terima kasih." Dia duduk di kursi yang dipilihkan oleh Damio. Agak gugup. Damio tersenyum tipis.Melihat senyuman seorang bangsawan itu, Elora jadi tegang. Ini tidak masuk akal. Kenapa Damio tampan sekali? Tidak adil. Apa dia reinkarnasi dewa?Damio bertanya, "Kenapa melihatku terus begitu?" "Kamu yang melihatku terus," balas Elora masih gugup.Obrolan mereka terhenti akibat kedatangan kepala pelayan, Haervis, yang m
Damio menyerahkan setangkai bunga mawar merah kepada Elora. Dia masih menunjukkan senyum misteriusnya.Elora tak tahu harus terpesona atau ketakutan. Dia tidak pernah mendapatkan perlakuan manis dari pria manapun. Selain itu, kepalanya mendadak berputar-putar akibat mencium aroma pemikat ini lagi.Iya, ada goresan kecil di jari telunjuk Damio sehingga membuatnya berdarah.Elora memalingkan pandangan. "Kamu sengaja ya membuat dirimu terluka?""Kamu bicara apa? Ini ambil bungaku, kamu tidak mau menerima bungaku?" Damio pura-pura tak mengerti ucapan Elora. Dia jelas sedang menggoda vampire itu dengan tetesan darahnya."Tidak mau."Damio memegangi pundak Elora. Dia membungkuk sedikit agar bisa berdekatan dengan telinga wanita itu, lalu mengancam, "ambil bunganya atau aku akan menyerahkanmu ke tentara kerajaan?"Ancaman itu paling ditakuti oleh Elora. Dia sangat lemah. Hidupnya pasti berakhir mengenaskan kalau sudah bertemu pemburu vampire.Dia mengambil bunga itu meskipun sambil menutup h
Tunangan?Siapa tunangan siapa?Apa maksud ucapan Damio barusan?Elora mematung sambil menatap Damio di sebelahnya. Dia tidak bisa berkata apapun saking syoknya. Tunangan pria itu bilang? Tunangan? Seorang Duke, seorang bangsawan, tunangan dengan vampire tidak jelas? Apa mungkin cerita di novel bisa berubah sangat drastis begini?Sir Gregorri kelihatan bingung. Dia bertanya, "maaf, Duke, saya dengar anda akan bertunangan dengan Lady Eizabell, putri dari Marquess Raeven?""Tidak cocok." Damio tersenyum tanpa dosa. Dia mengerti, saat ini pembantaian keluarga Marquess Raeven belum terdengar.Tiba-tiba, pengawal pribadi Damio, Fionnan, datang— dan menghadang mereka semua. Dia tengah memegang pedang, bersiap melindung Damio.Sir Gregorri kaget. Desas-desus mengatakan kalau kekuatan Fionnan dan keahlian berpedangnya sudah setara dengan jenderal perang kerajaan. Wajar saja saja, dia bergidik ketakutan.Damio menenangkan, "Fio, tolong mundur, jangan menakuti Sir Gregorri."Fionnan mundur. Te
Elora berdiam diri di dalam kamar dengan perasaan tidak menentu. Hatinya masih tidak bisa tenang usai mendengar semua perkataan Damio. Apa maksudnya ingin bertunangan dengannya? Masa iya cuma menggantikan peran Lady Eizabell?Tidak mungkin.Apa jangan-jangan pria itu punya niat lain yang mengerikan? Atau malah ingin menjebaknya?Dia melihat dirinya sendiri di cermin meja rias. Kalau dibandingkan dengan dirinya yang ada di dunia nyata, sosok Elora si Vampire Vesper ini lebih menarik. Wajah sangat imut, rambut coklat lurus memanjang hingga punggung, lalu kulit putihnya sedikit pucat, tetapi tetap menawan."Tidak mungkin dia menyukaiku," kata Elora.Sekalipun sosok vampire-nya ini menarik hati, tapi seorang bangsawan takkan tertarik dengan yang beginian. Iya, seharusnya Damio sudah sering melihat wanita cantik di kerajaan.Apa jangan-jangan ini untuk membantunya tadi? Sir Gregorri curiga padanya, apa itu alasan agar membuat para pemburu tidak curiga?Tiba-tiba, pintu diketuk oleh seseor
Selama seharian, Elora tak melihat Damio. Entah kemana priabitu, tapi dia sudah disibukkan dengan berbagai pelatihan tata Krama bangsawan.Dia diajari oleh Isadora, seorang guru tata krama wanita dari kerajaan. Wanita paruh baya itu menepuk punggung Elora dengan pukulan kayu tipis saat posisi duduknya loyo."Nona, tetap tegak saat duduk," katanya.Elora mulai membiasakan diri menulis sambil duduk dengan tegak. Dia sedang mengerjakan soal matematika dasar yang diberikan. Seluruh pertanyaan yang diberikan terlalu mudah— seperti pelajaran anak SD. Hanya sebatas, penjumlahan, perkalian, akar kuadrat dan lain-lain."Ini saja pertanyaannya?" tanya Elora memastikan. Dia sudah menyelesaikan semua.Isadora menjawab, "iya, Nona. Ini adalah tes untuk menilai tingkatan berapa seorang Lady itu.""Tingkatan?""Kecerdasan wanita bangsawan harus diukur juga, untuk bangsawan Duke harus mendapatkan minimal seorang Lady dengan kecerdasan di tingkat dua ke atas. Ada empat tingkatan kecerdasan wanita bang
Elora tidak melihat Damio dalam dua hari belakangan. Aneh memang. Pria itu seperti lenyap dari pandangannya. Sejak dia diajari cara tersenyum yang baik, pria itu seperti menghindari pandangan dengannya. Memangnya ada apa? Bicara pun seadanya, padahal biasanya dia sangat suka mengganggunya.Hati Elora juga ikutan tidak tenang. Dia masih kepikiran tentang tempat yang ingin dikunjungi oleh Damio bersama dirinya.Apa artinya ini adalah kencan?Wajah Elora memerah, panas sekali rasanya. Dia malu memikirkan semua ini adalah kencan. Di dunia nyata, dia tak pernah diajak keluar sekalipun oleh pria lain. Jadi, dia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa.Dia menepuk kedua pipinya. "Apa-apaan aku ini ... ini bukan kencan, kenapa aku kepikiran sekali?" Pintu diketuk.Suara Haervis berkata dari balik pintu, "Nona, anda sudah siap?"Elora spontan berdiri dengan gugup sambil berseru, "Iya!" Dia meneguk ludah, dan segera berjalan cepat menuju ke pintu kamar.Dibukalah pintu tersebut. Haervis ter
Obsidian? Siapa Obsidian?Elora tidak mengerti siapa yang disebut, namun reaksi Damio sangat serius. Pria itu segera turun dari kereta kuda.Dari arah rerimbunan semak belukar dan pepohonan hutan, datanglah seorang pria tiga puluh tahunan berambut coklat. Di belakangnya, juga ada pemuda yang berpenampilan sama—yaitu mengenakan jubah hitam dengan lambang keluarga bangsawan."Oh, oh, oh, lihat siapa yang membawa vampire berbahaya," ucap si pria berambut coklat.Elora baru turun dari kereta. Dia terkejut mendengar panggilan vampire dari mulut pria itu. Darimana dia tahu? Siapa yang dia curigai sebagai vampire?Sejauh yang dia baca di dalam novel, dia belum pernah melihat ada lambang keluarga itu. Dia tidak mengenalinya.Damio berdiri di depan Elora, bersikap untuk melindunginya. "Lord Obsidian, kenapa mendadak menghentikan kereta kuda kami?""Siapa itu, Duke Grim?" Lord Obsidian menuding Elora dengan pisau perak khusus yang dia pegang. Itu adalah pisau tajam yang sanggup merobek leher va
Pertarungan semakin sengit.Mereka semua semakin pergi masuk ke dalam hutan. Elora tidak bisa melihat keberadaan mereka. Hanya saja, berkat indera penciumannya, dia bisa mengetahui keberadaan Damio."Kenapa aku cuma bisa mencium aroma darah Damio, ini tidak masuk akal ... yang tadi juga manusia 'kan? kenapa aku tidak bisa mencium darahnya?" Elora berjalan ke salah satu pohon. Lalu, dia memandangi ke kedalaman hutan.Damio ada di dekat sini.Elora mendengar ada suara langkah kaki yang cepat. Apa Damio sedang berlari ke arahnya? Atau tidak?Ttiba-tiba, tengkuk merinding, tubuhnya seperti merespon ada bahaya datang. Dia spontan menoleh.Seketika itu pula, dia dikejutkan oleh kedatangan Lord Obsidian yang sudah terluka parah, namun masih bisa tersenyum saat mengayunkan pisau peraknya ke wajah Elora."MATI!" teriak pria itu.Bertepatan itu pula, Damio melompat turun dari atas dahan pohon, lalu menepis sayatan pisau dari Lord Obsidan dengan lengannya.Alhasil, dia terluka."Damio!" Elora pa
Elora bangun dari tidur panjangnya. Dia mengerjap-ngerjapkan mata, melihat langit-langit yang familiar.Ah, kamar tidurnya yang biasa saja.Dia bangun sambil memijat keningnya. "Bangun tidur bukannya tubuh membaik, tapi malah sakit kepala. Apa aku kebanyakan kerja? Untung saja sekarang Minggu ... Minggu 'kan?"Dia meraih ponselnya yang ada di meja nakas samping ranjang, dan memang benar sekarang adalah Minggu jam tujuh pagi.Dia tertegun sejenak, melihat kamarnya yang berantakan seperti biasa. Entah mengapa dia merasa sangat sedih.Dia menyentuh dadanya, air mata mendadak keluar dari kedua matanya. Ini membuatnya makin bingung.Dia mengusap air mata itu, lalu bergumam, "ada apa denganku? Aku menangis? Rasanya seperti sudah bermimpi lama sekali ... Apa ini alasan kenapa tubuhku kaku?"Tak mau membuang-buang waktu, dia turun dari ranjangnya, lalu melihat diri sendiri di depan cermin meja rias. Untuk sejenak, dia memperhatikan wajah sendiri."Aneh ... Aku seperti bermimpi sangat aneh, ta
'Jangan ... Damio ... Cepat pergi, tinggalkan aku di sini. Jangan mati bersamaku.'Itu adalah kata yang seharusnya diucapkan Elora, tapi tak bisa keluar. Dia hanyalah sisa jiwa yang masih bersemayam di tubuh Elora si vampire. Suara Damio pun semakin lirih, membuktikan bahwa sebentar lagi dia benar-benar akan menghilang.Tetapi, dia tidak mau Damio ikut pergi bersamanya. Ini sangat tidak masuk akal. Kenapa pria ini mau mati bersamanya, orang yang hanya bisa menjadi beban.Dia ingin menangis.Damio membelai pipi Elora, bibirnya tersenyum. Entah mengapa dia seperti bisa mengetahui perasaan Elora yang masih tertinggal.Dia berkata, "aku tahu kamu pasti memintaku untuk pergi dari sini, tapi tidak bisa. Kakiku terluka. Aku akan menemanimu sebentar lagi. Aku sudah tidak ingin berada di dunia ini, Sayang. Jika kehidupan lain itu memang ada ... Aku ingin hidup bersamamu."Usai mendengar itu, Elora benar-benar terharu. Dia tak lagi bisa mendengarkan apapun, yang bisa dia lakukan adalah pasrah s
Pertarungan puncak sudah berlangsung berjam-jam, pasukan kerajaan yang dipimpin oleh sang raja Bernardo II dan jenderal perangnya telah mendominasi peperangan itu.Saat jenderal perang menghabisi seluruh pasukan yang bukan manusia biasa dan penyihir-penyihir kuat, Bardo dibantu oleh Hanter berhasil memojokkan Tordes.Pada dasarnya Tordes memiliki kemampuan sihir yang luar biasa, tapi fisiknya cukup lemah. Lama kelamaan, dia tidak bisa mengimbangi kecepatan dari hanter. Semua orang sudah tumbang, menyisakan dirinya dan beberapa penyihir saja.Sementara itu, para pendeta yang juga merupakan anggota dari bangsawan yang ikut berperang menetralisir efek dari ritual dengan berbagai barang suci. Beruntung, mereka tidak terlalu terlambat untuk menutup lagi gerbang menuju ke neraka.Kejadian ini mengingatkan Bardo akan deskripsi di buku semasa perang ratusan tahun silam yang menghilangkan banyak nyawa penyihir. Seperti inilah wujud dari peperangan itu.Hampir separuh pasukannya harus tiada, te
Api menjalar sangat cepat di bangunan tempat persembunyian. Elora mulai panik merasakan Hawa panas yang familiar. Kenapa setiap kali pergi selalu saja ada yang membakar tempat yang dia jadikan persembunyian?Ini memuakkan.Dia berlari di bersama si kembar untuk mengungsi ke area bangunan yang belum terbakar. Mereka menunggu kedatangan Fionnan dulu.Bagaimana pun, di luar juga cukup darurat, di mana para manusia serigala menyerang dari berbagai arah.Leandro pun masih dihadang oleh Haervis yang sudah ngos-ngosan. Sedangkan, Fionnan sibuk di belakang dengan para manusia serigala.Elora menjadi khawatir dengan mereka berdua. Dia juga khawatir terhadap Damio. Tak berselang lama dari itu, dia merasakan kehadiran yang familiar pula.Langkahnya pun terhenti.Ini membuat pelayan kembar menjadi panik dan menoleh. Mita bertanya, "nona kenapa berhenti? Ayo kita tetap berlari."Mina ikut mengatakan, "iya, Nona. Area ini sudah terbakar. Kita harus ke belakang. Di sana ada Sir Fionnan.""Damio ...
Leandro datang ke bangunan tempat persembunyian Elora. Dia sedikit beruntung karena ada serangan dari kelompok manusia serigala yang mendekat. Dengan begini, dia bisa mendekat ke jendela, tepat di mana ruangan Elora berada. Dia berniat untuk memecah jendela itu, lalu masuk.Akan tetapi, sebelum niatnya terpenuhi, Haervis sudah terlebih dahulu menghampirinya, lalu berniat menendangnya.Leandro berhasil menghindar sehingga tendangan Haervis hanya mengenai udara."Serigala sialan," umpatnya.Haervis bersiap untuk menyerang lagi. Mimik wajahnya terlihat serius, tapi sebenarnya dia juga sedikit lelah. Dia sudah bertarung terus menerus, wajar saja kehabisan tenaga.Dia tidak yakin bisa menahan vampire itu lebih lama, jadi berharap agar Fionnan segera membereskan para manusia serigala yang mengamuk.Leandro tersenyum. Dia sudah tahu kalau Haervis sudah mencapai batasnya. "Kamu pasti mati kalau melawanku begini.""Aku tidak peduli.""Kenapa kalian sangat protektif pada Elora? Aku cuma ingin m
Serangan Leandro terpaksa terhenti karena kekacauan yang terjadi tepat di tengah malam. Dia tidak bisa berkonsentrasi karena pepohonan banyak yang tersambar petir dan roboh.Dia juga tidak melihat Fionnan kembali. Pengawal itu jelas sudah kembali ke rumah untuk memperingatkan akan bahaya.Dia sendiri juga tidak mengira kalau terdengar lolongan serigala di kejauhan. Pandangannya menengadah ke langit, mendengarkan lolongan itu yang tiada henti.Semakin dekat .. dekat .. dan dekat saja."Sialan." Dia mengumpat karena tidak rela Elora diserang oleh para serigala. Tetapi, dia tidak ada waktu meladeni musuh yang tiada habisnya ini.Selain itu, manusia serigala saat bulan purnama begini sangatlah kuat, berkali-kali lipat kuatnya dari biasa. Akan butuh banyak waktu untuk meladeni mereka.Dia tidak peduli apapun, dan berlari menuju ke bangunan tempat Elora seharusnya berada.Begitu keluar hutan, dia langsung disambut oleh petir yang hampir saja menyambarnya. Berdiam diri di tengah halaman sep
Damio dan Marko perjalanan menuju ke ibu kota. Keduanya sampai dalam waktu singkat. Sesampainya di sana, tidak ada yang melihat ada seseorang yang masih hidup.Darah berceceran di mana-mana, tubuh- tubuh tercabik ada di mana-mana. Tidak ada yang enak di pandang di sini.Marko melihat semua kekacauan ini. Dia melihat juga ke tembok-tembok bangunan yang sudah rusak parah."Tuan, sepertinya pertarungan di sini baru saja selesai, saya masih bisa mencium bau vampire itu," kata Marko masih melihat sekitar.Damio tertegun melihat segalanya. Dia tidak merasa ada yang berbahaya di sini. Segalanya terlihat sudah selesai.Dia berkata, "aku tidak merasakan kehadiran seseorang yang masih hidup di sini. Apa vampire sialan itu berhasil membunuh mereka semua?""Iya, Tuan, sepertinya dia baru saja pergi.""Aku penasaran ke mana dia pergi? Kamu bisa melacaknya? Apa dia ke istana? Atau mencari Lady Eizabell?""Saya tidak yakin merasakan kehadiran vampire lain di sini, Tuan, tidak ada manusia serigala at
Jarum jam tinggal beberapa menit lagi sudah menuju ke tengah malam. Tidak ada kabar juga dari Damio.Elora terdiam di tempat yang sama dan di posisi yang sama, dekat dengan jendela. Dia menjadi tidak tenang. Entah apa yang terjadi pada tunangannya itu. Apakah dia berhasil mengalahkan Leandro, Tordes dan semua musuh-musuhnya? Ataukah malah terjebak oleh permainan licik mereka?Yang membuatnya khawatir adalah Leandro. Pria vampire itu memang kuat. Dia tidak bisa tenang menghadapi ini. Tetapi, dia berusaha menguatkan diri karena percaya terhadap Marko. Marko lebih lama hidup daripada Leandro. Lagipula, dia yakin vampire itu juga jauh lebih kuat.Hanya saja, Leandro menang dalam hal pemikiran licik. Pria itu bisa membuatnya hampir terpengaruh dahulu. Untung saja, dia diselamatkan Damio, dan kesalahpahaman di antara mereka bisa teratasi."Bagaimana keadaan Damio sekarang ..." Elora tertegun sejenak, tak melanjutkan gumamnya kala melihat ada cahaya berkedip-kedip di depan sana.Iya, di luar
Peperangan sudah mencapai puncaknya. Bardo menyerang barisan penyihir bertudung hitam yang menjaga tempat ritual sihir berlangsung. Di sebelahnya selain ada Hanter juga ada panglima perang kerajaan Lux. Pria setengah baya itu jarang sekali kelihatan di publik, dan memang hanya muncul ketika diperlukan seperti ini.Pria tersebut maju sambil menebas semua penyihir yang menghalangi. Secara menakjubkan, tubuhnya kebal terhadap sihir, karena itulah dia bisa menerobos saja tanpa terkena efek apapun."MUSTAHIL!" salah satu penyihir yang tak percaya. Dia sudah melemparkan rapalan sihirnya terhadap pria itu tetapi tidak ada efek. Padahal, sihir-sihir mereka mampu membuat para prajurit biasa berjatuhan. Mereka semua terkena sihir yang melumpuhkan otot-otot sehingga terasa seperti mati, tapi hanya tak sadarkan diri."ARRRGH!" "aagrrh!" satu per satu suara para prajurit berjatuhan terdengar di seluruh area itu. Ruangan yang sangat luas, besar, berlangit-langit tinggi, benar-benar mampu menampu