POV Susanti. “Maksud kamu apa? Sudahlah Susanti minggir sana! Kamu pasti mau bikin masalah denganku, kan?” jawab Mas Fawas tanpa menoleh padaku sedikit pun.“Iya, habisnya kamu itu punya otak enggak dipakai. Sudah baik orang mau jenguk kamu, tapi malah kamu usir. Begitu kok, ngakunya lulusan S3. Aku enggak percaya Mas, aku yakin kamu itu cuma nembak ijazahnya. Es tungtung aja kamu tidak lulus, kan? Kalau kamu benar-benar lulusan S3 pasti kelakuan kamu tidak seperti itu. Dasar otak jongkok!” makiku kesal.Seketika dia menoleh padaku dan melotot. Dikira dia aku takut? Sama sekali tidak! Kupelototi balik sampai mataku terasa hampir copot.“Kamu, ya, bisa enggak sih, kalau tidak menghina aku begitu? Kamu ngaca, dong! Siapa sebenarnya diri kamu itu! Tidak usah ngatain orang gitu. Jikalau aku tidak sakit sudaj kuSmackDown kamu, Susanti!” bentak Mas Fawas.“Akan tetapi, apa yang aku bilang itu benar kan, Mas? Kalau otakmu itu otak jongkok!” Mas Fawas terlihat kesal dan mengepalkan tanganny
POV SUSANTI“Mulai dari nol ya, Mbak?” ucap petugas SPBU ramah, saat kami mengisi bensin.“Bukan, Mas, kami dari rumah sakit,” jawabku ketus pada petugas SPBU. Petugasnya malah tertawa begitu juga dengan mbak Wulan yang duduk di belakang bersama orang tuanya dan Mas Fawas. Sedang aku duduk di depan samping pak sopir. Aku malas di belakang ada Mas Fawas.Hari ini memang hari kepulangan Mas Fawas ke rumahnya dan aku ikut dalam rombongan mobil Mas Fawas. Karena aku tadi malas sekali bersama Mas Ilham. Pasalnya Mbak Fatki dan Mas Fais satu mobil dengan Mas Ilham juga perempuan yang dibawa Mas Ilham.Aku benar-benar kesel sama dia. Ternyata benar apa yang dibilang Leni kemarin. Mas Ilham tidak memberiku kabar karena ada perempuan lain di hatinya. Lalu untuk apa dia mengajakku serius? Dan untuk apa pula dia pulang ke Indonesia lagi? Bukankah baru tiga hari yang lalu dia berangkat ke London. Dasar laki-laki memang ya, selalu saja bikin emosi.“Mbak Susanti, kenapa sih, kok, kayaknya b
POV Susanti. Menderita sekali. hatiku benar-benar sakit dan baru kali ini aku merasakan sakit yang teramat sangat. Dulu aku putus cinta dengan pacarku waktu SMA tidak begini, tapi sekarang rasanya seperti tercabik-cabik kuku tajam. Ngilu dan sakit.Ya, Allah, saat aku kehilangan harapan dan rencana tolong ingatkan aku bahwa Cinta-MU jauh lebih besar dari pada kekecewaanku dan rencana yang Engkau siapkan untuk hidupku jauh lebih baik dari pada impianku.Sekali lagi kupandangi foto Mas Ilham. Iya, sih, apa yang dibilang Mas Fawas memang benar adanya. Mas Ilham itu ganteng pasti perempuan mana pun akan suka padanya, terlepas dari kekurangan dia yang tidak nampak. Dia seperti opa-opa Korea. Apalah dayaku yang hanya Upik Abu.Duh, Mas, Ilham. Jika kamu hanya menyakitiku saja aku bisa terima lahir batin, tapi sepertinya ini akan berdampak pada Emak dan bapak karena kamu dan keluargamu sudah meminta aku pada Emak dan bapak. Aku harus bilang apa pada mereka? Jika aku katakan yang sejujurnya
POV Susanti. Aku akan kasih caption yang membahagiakan. Tak ingin kutunjukkan rasa kesal dan sakit hatiku pada Mas Ilham justru aku akan menunjukkan ke dia bahwa aku baik-baik saja, meski dia mengingkari janji manisnya padaku.Mas Ilham sedang online, tapi dia tidak mengirim pesan padaku. Pasti Mas Ilham tahu kalau aku pun sedang online. Ah, rupanya hati manusia itu tidak bisa ditebak. Secepat kilat bisa berubah. Kemarin baik, hari ini jahat. Kemarin jatuh cinta, hari ini patah hati. Kemarin dicintai, hari ini dikhianati. Kemarin kita jatuh cinta pada si dia, hari ini kita jatuh cinta pada yang lain. Memanglah pantas jika kita setiap selesai salat harus berdoa minta diteguhkan hati agar selalu istiqomah dalam hal apa pun itu, meskipun hati kita dibolak-balikkan oleh Yang Maha Kuasa setidaknya jika kita terus berdoa maka Allah akan membolak-balikkan hati kita dalam hal yang baik.“Dulu aku, kau puja ....Dulu aku, kau cinta ....Tapi kini kau hina .... nanananana ....Mana janji mani
POV Susanti. “Lah, aku suruh kasihan gimana sama kamu, Mas? Kamu itu baik-baik saja. Sudah sehat kembali. HB kamu juga sudah normal lagi. Kasihan kenapa, sih? Oh, aku tahu kasihan karena Susanti diambil Ilham begitu? Kamu patah hati terus aku enggak merasa kasihan sama kamu?”“Bukan begitu juga konsepnya Wulan, sudahlah kalau kamu enggak tahu mendingan diam aja!”“Sudah-sudah kalian ini kayak Tom and Jerry aja berantem terus. Tidak di rumah, tidak di rumah sakit, tidak di mobil. Ibu pusing dengarnya. Wulan, Fawas, kalian sudah dewasa jangan suka meremehkan orang lain apalagi berbicara seenak sendiri menyinggung perasaan orang lain. Ibu tidak suka! Ibu tidak pernah mengajarkan kalian begitu. Terutama kamu Fawas, berusahalah untuk selalu menghormati orang lain, kalau kamu ingin dihormati. Ingat kamu seorang ayah, kamu punya anak yang harus meniru kamu karena kamu adalah contoh untuk anak kamu, paham, kan?” sahut ibunya Mas Fawas. Rasain emang enak diceramahi?Mas Fawas diam saja tida
POV Susanti. Kami bertiga lalu menyusul rombongan Mas Fawas masuk ke dalam rumah Bu Hajah Halimah.“Tapi, Mbak, kita enggak usah lama-lama, ya? Kita langsung pamitan pulang. Beneran, deh, Mbak, Aku malas banget ketemu Mas Ilham ditambah lagi ada Mas Fawas yang bikin otakku makin mendidih. Mbak sih, enggak tahu kayak mana kelakuan Mas Fawas,” ucapku pada Mbak Fatki.“Iya, beneran. Kita kan, memang harus pamitan dulu sama buleknya Mas Fais dan sama semuanya. Masa kita langsung pulang kan, enggak sopan,” jawab Mbak Fatki. Memang sih, benar apa yang dibilang Mbak Fatki. Akhirnya kami masuk ke dalam rumah dan benar saja Mas Ilham dan perempuan itu duduk bersebelahan. Herannya perempuan itu dan Mas Ilham sejak tadi memang tidak saling bicara. Mas Ilham fokus pada HP-nya. Begitu juga dengan perempuan itu.Melihat kedatanganku Mas Ilham langsung menoleh ke arahku dan melengkungkan senyumnya. Buru-buru aku membuang muka. Memang dia saja yang bisa membuat galau hatiku. Aku pun bisa dengan aku
“Selamat atas pernikahan kalian berdua dan aku benar-benar tidak menyangka, Dik, bahwa kamu akan melupakanku secepat ini. Baru saja kamu menjanda 7 bulan kamu sudah menikah dengan pria lain. Aku tahu, Dik, salahku begitu banyak padamu, tapi aku juga yakin bahwa kamu pun masih mencintaiku. Pasti kamu menikah karena pelampiasan semata kan, Dik? Karena kamu menginginkan hartanya saja? Karena dia ganteng kan, Dik? Tolong katakan padaku bahwa semua itu benar agar aku tidak terlampau sedih,” ucap Mas Arman.Mendengar ucapan Mas Arman justru Mas Fais hanya tersenyum simpul. Aku yang ketar-ketir takut terjadi perkelahian di antara keduanya. Untunglah Mas Fais bisa menyikapinya dengan santai. Mungkin Mas Fais sudah terbiasa dengan sikap Mas Arman.Hari ini memang kami sengaja mengunjungi Mas Arman dan ini pun ide Mas Fais. Kata Mas Fais, dia ingin hidupnya damai dan tenteram. Dia tidak ingin ada seorang pun yang dendam padanya. Oleh sebab itu Mas Fais mengajakku ke sini untuk bersilaturahm
“Mau tobat ataupun tidak itu bukan urusanmu, Dik. Ini Hidupku. Pilihanku, jadi kamu tidak berhak mencampurinya apalagi menasihatiku!”“Iya, aku tahu Mas, ini hidupmu. Ini pilihanmu. Aku tahu itu. Aku hanya ingin kamu sedikit saja berubah setidaknya kamu bertahan sampai ke luar dari penjara ini dan bertemu dengan anak kamu.”“A—pa? A—nak? Apakah Reni sudah melahirkan?" tanya Mas Arman terbata matanya berkaca-kaca.“Iya, Mas, Reni sudah melahirkan dan kamu juga harus tahu kalau Reni sudah meninggal," kataku lagi.Mas Arman kaget lalu diam. Matanya lurus memandang ke depan dan tatapannya kosong. Beberapa detik kemudian dia menangis. Aku tahu pasti dia sedih karena ibu dari anaknya telah meninggal.“Reni, maafkan aku di saat-saat terakhirmu aku tidak ada di sampingmu. Maaf karena tidak bisa menjadi suami yang baik untukmu. Cukuplah aku saja yang menanggung dosa kita jangan kamu karena kesalahan ini semua bersumber dariku. Tuhan ampunilah dosa Reni. Aku tahu Engkau adalah Tuhan yang m
POV Kayla. Setelah pemakaman bapak keluarga pun segera mengurus perempuan yang mengaku sebagai istri mudanya bapak. Ternyata perempuan itu tidak mengharapkan harta seperti yang dituduhkan Kak Siwi. Perempuan itu benar-benar tulus pada bapak.Mereka benar-benar ke sini untuk memberikan penghormatan terakhir. Melihat ketulusan itu bang Dafa dan Bang Romi mengakui anak remaja itu sebagai adiknya dan berjanji akan memberikan biaya pendidikan sampai jenjang tinggi.Emak jangan ditanya perempuan itu terus mengerang pasti emak tidak terima atas keputusan dua putranya bahkan tadi Emak sempat kejang.“Abang mau bicara dengamu, Kay. Ini serius! Ayo, ikut Abang. Aku yang masih duduk di atas sajadahku setelah salat ashar langsung mengikuti Bang Daffa untuk berkumpul di ruang tamu. Di sana sudah banyak berkumpul saudara-saudara Bang Dafa ada paman, Kak Siwi, Risa, dan banyak lagi, tapi tunggu dulu ada satu orang yang menarik perhatianku siapa dia aku seperti pernah melihatnya? Ya, kini aku ingat
POV Kayla. “Kamu siapa? Kenapa kamu datang ke sini, hah?! Kami tidak punya keluarga seperti kamu dan kami tidak mengundang siapa pun yang tidak kami kenal. Cepat pergi!” usir Kak Siwi. Aku yakin sekali kalau Kak Siwi mengenali wanita itu ‘kan kemarin dia sudah melihatnya di ponselku sedangkan emak hanya meliriik saja. Emak terus saja menangis. Ah ... ini masih babak baru pasti setelah ini akan terjadi keributan besar.“Cepat sana, pergi! Cepat! Kami tidak punya kerabat seperti kamu!” usir Kak Siwi lagi seraya mendorong-dorong tubuh wanita itu.“Lepaskan Ibuku jangan kau sentuh Ibuku!” bela anak bujangnya. Wah ternyata punya nyali juga dia. Aku kira dia hanya anak ingusan yang sembunyi di ketiak ibunya ternyata dia jagoan yang berani membela ibunya dari terkaman harimau.“Kamu siapa? Nggak usah ikut campur anak kecil! Cepetan sana pergi kalian! Pergi! Rumah ini tidak menerima orang yang tidak kami kenal!” Kak Siwi terus saja mengusir perempuan itu namun perempuan itu sama sekali tid
POV Kayla.“Dasar pembunuh! Dialah pembunuh bapakku. Dialah pembunuh bapak kami! Dafa pokoknya jeblosin Kayla ke penjara aku. Pokoknya aku enggak mau tahu masukin dia ke penjara!” teriak Kak Siwi. Jari telunjuknya menudingku.Dia menuduhku membunuh bapak terserah saja ‘toh aku tidak secara langsung membunuhnya. Aku hanya memberikan informasi akurat dan rahasia besarnya selama ini, jadi kalau bapak meninggal ya, itu sudah takdirnya bukan karena aku yang bunuh. Jadi, untuk apa aku takut aku santai saja menghadapi mereka bahkan kini aku duduk di sebelah emak yang terbaring lemah. Tatapannya penuh kebencian padaku. Ah ... terserah saja. Dibenci emak tidak akan pernah membuatku rugi yang penting dendamku terbalaskan.Sementara Bang Daffa sama sekali tidak menanggapi perkataan Kak Siwi. Begitu pun dengan Bang Romi. Mereka semua justru khusuk mendoakan Bapak.Entahlah kalau setelah acara pemakaman ini mungkin aku akan disidang, tapi ya, seperti yang aku katakan tadi aku sama sekali tidak t
POV Kayla. “Wah ... so sweet sekali, tapi sayangnya itu basi dan sepertinya Mak sekarang nggak suka tuh sama kamu! Dari tatapannya Emak saja terlihat sangat marah. Andai Mak bisa ngomong pasti Emak sudah ngusir kamu dari sini, Kay!” kata Kak Siwi lagi. “Kalau emang Emak nggak suka padaku baru-baru ini ya, telat dong! Karena aku sudah nggak suka sama emak sejak dahulu,” jawabku. Kak Siwi bengong.“Dasar nggak waras! LAWANG!” umpat Kak Siwi.“Kok, orang gila ngatain gila, sih!” kataku lagi.“Diam kamu, Kay! Kamu ngatain aku gila lagi akan kubuat kamu mampus gak bisa ngomong selamanya mulutmu itu!”“Enggak takut! Lakuin aja kalau bisa,” jawabku dengan senyuman sinis.Kulirik emak. Lagi-lagi emak hanya menggeleng saja. Jangankan basmi Kak Siwi, emak yang selama ini baik padaku pun bisa aku bikin diam alias stroke.“Mak ... Mak kenapa seperti ketakutan gitu, sih? Padahal kan, aku sayang sama Emak dan juga Mak sayang sama aku. Tenang aja ya, aku bakal kasih sesuatu sama emak, tapi aku
POV Kayla. “Halo ... selamat pagi! Emak apa kabar? Eh ... ada Kak Siwi,” sapaku saat aku buka pintu lalu menghampiri emak.“Eh ... perempuan kurang ajar mau apa kamu ke sini, hah! Kamu mau merayu emakku lagi biar kamu dapat tanah warisan atau kebun gitu, ya! Enggak cukup kamu ngambil rumah itu dari kami?” kata Kak Siwi. Dia menarik jilbabku sampai hampir terlepas bahkan jarumnya pun menusuk kulitku.“Apa-apaan sih, Kak! Ngeselin banget lepas nggak!” protesku.“Aku enggak akan lepas sampai kamu minta maaf sama aku dan kamu balikin rumah itu ke Emak lagi!” jawabnya.“Oh ... iya? Yakin?” jawabku seraya kusikut perut Kak siwi kuat sekali.“Aww sakit! Setan kamu, ya, Kayla!” jerit Ka Siwi. Dia memegangi perutnya sambil berjongkok.“Duh, maaf ya, Kak. Sengaja! Ha ha!” ucapku.“Emph! Emph!” Emak bersuara. Aku yakin dia sangat kesal padaku dan hendak mengumpatku, tapi karena Mak sudah kena stroke jadinya emak tidak bisa menyampaikan unek-uneknya.“Kenapa, Mak? Mau ngomong apa? Kasihan b
POV Kayla. “Oo ...ternyata pelakor! Orang elit dan berpendidikan tinggi pun bisa ya, jadi pelakor!”“Dokter kok, pelakor! Cantik-cantik sukanya sama suami orang. Padahal dapat bujangan juga bisa!”“Namanya juga cinta tahi kucing pun rasa coklat!”“Amit-amit na’uzubillahminzalik dunia udah mau kiamat sampai-sampai pada rebutan suami.”“Sekarang banyak perempuan muka badak, muka tembok! Enggak bisa berkaca diri terbawa hawa nafsu!”“Iya, sudah gitu nyalahin istri sah lagi! Iih ... enggak malu banget!”“Pelakor mana pada punya urat malu. Urat malunya udah putus!”“Iya, betul! Menjijikan sekali lebih najis daripada kotoran hewan!”“Iya, ngeri ya ... padahal karir mereka bagus loh, dokter! Ternyata enggak menjamin!”“Jangan cuma nyalahin pelakornya, tapi lakinya juga. Mereka itu kan, sama-sama mau. Sama-sama gatal, sama-sama nggak punya kehormatan!”“Pendidikan tinggi enggak menjamin orangnya pun bermoral tinggi!”“Makanya itu harus belajar adab juga.”“Dokter Dafa bingung kali milih sal
POV Kayla. “Kurang ajar kamu, ya, Kayla!” Risa tidak terima mendengar ucapanku. Dia menyerangku, tapi aku buru-buru melepaskan sepatuku lalu kupukulkan ke bahunya! Bugh! Bugh!Tepat sasaran. Risa mengaduh kesakitan. Dia bermaksud menarik jilbabku, tapi aku sudah lebih dulu menjambak rambutnya.“Aww! Sakit-sakit! Lepaskan!” teriak Risa sampai suster yang kebetulan melintas berlarian untuk melerai kami.“Mbak, lepas, Mbak! Kasihan Dokter Risa. Udah lepas! Mbak, tidak tahu dia siapa?! Tolong lepas!” seru para suster.“Rasain kamu! Mampus kamu, Risa! Sekali lagi kamu bikin masalah sama aku bukan hanya rambutmu yang aku jambak, tapi kepalamu aku lepaskan dari tubuhmu! Memang kamu kira aku takut sama kamu? Rasain ini dokter gila,” makiku pada Risa.“Kamu itu yang gila buktinya kamu yang menyerangku!” Risa masih saja playing victim.“Ooh ... gitu! Ini gimana? Sakit tidak!” kutarik bulu mata palsu Risa biar dia tahu rasa.“Aww saaaaakkkiit mataku! Bulu mataku! Dasar kamu gila Kayla!” teri
POV Kayla. “Kayla, tolong panggil suster untuk membantuku!” pinta Bang Daffa.“Males, iiih! Abang panggilan aja sendiri itu kan, ada tombol di atas kepala Bapak. Tinggal pencet aja sih, kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala!” tolakku sinis.“Astaghfirullahaladzim ... Kayla ini darurat ya, Allah!” pekik Bang Dafa. Dia terlihat bingung dengan sikapku lalu tanpa pikir panjang dia memencet bel yang ada di atas kepala bapak berkali-kali.“Nah ... gitu bisa kan, pencet bel sendiri! Kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala?!” seruku.“Kayla, cepat bantu sini! Tolong ini!” pinta Bang Dafa lagi tanpa menoleh ke arahku. Dia memang terlihat sibuk sekali.“Apaan sih, Bang, males lah! Aku mau keluar. Aku malas bertemu Abang. Orang Bapak 'tuh cuma kejang biasa itu kena ayan. Udah deh, enggak usah terlalu lebai,” jawabku lagi. Gegas aku keluar. Di pintu aku berpapasan dengan perawat yang terburu-buru masuk ke ruangan ini.“Dasar monster! Aku pastikan kamu segera akan punah dari muka bumi ini. Monste
POV Kayla. “Pak, hei jangan mati dulu!” seruku seraya kutepuk-tepuk pipinya lebih tepatnya aku tampar.“Paaakk!” Kali ini kutekan lengan kanan bapak yang terpasang selang infus. Jika Bapak tidak sedang dalam keadaan kejang pasti dia akan berteriak kesakitan, tapi aku yakin sih, dia pun merasakan sakit. Ah ... sungguh ini merupakan kenikmatan hakiki yang aku nanti-nanti selama ini.“Pak, ada satu rahasia lagi yang harus Bapak tahu dan ini tentu sangat mengejutkan. Tahukah Bapak, bahwa istri tercinta bapak itu adalah penebar fitnah. Bapak tidak tahu kan, kalau ternyata istri Bapak sejak muda dulu sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Bapak? Karena aksinya terpergok oleh orang tuaku, Emak lalu memfitnah mereka dan terjadilah tragedi besar pembunuhan yang Bapak dalangi. Bagaimana Pak, apakah informasi ini mengejutkan Bapak?”Kulirik jam di pergelangan tanganku dan sepertinya sudah lebih dari 10 menit bapak kejang. Hebat sekali dia tidak meregang nyawa. Apa dia seperti kucing yang p