POV Fawas. “Ooo, jadi Mas Fawas minta beliin bakso Sony untuk Mbak Susanti, aku kira untuk dimakan sendiri ya, enggak aku kasih!” seru Wulan. Duh, dia buka kartu lagi.“Kamu mau bakso Sony? Kenapa tidak bilang kan, kita bisa beli dulu tadi,” sahut Ilham.“Em, itu karena si Mas Fawas yang bilang mau kasih kalau beli lagi kan, mubazir,” jawab Santi.“Huuh, dasar tukang modus!” celetuk Wulan lagi. Ilham menatapku tajam. Kalau tidak sakit sudah kutantang dia.“Sudah-sudah jangan dibahas lagi. Sini duduk!” Susanti dan Ilham duduk di sebelah ranjangku.“Ingat Mas, bohong itu dosa. Kamu itu ya, tukang bohong. Bisulan baru tahu rasa!” Susanti memarahiku. Aku bisa apa memang nyatanya baksonya tidak ada. Rupanya bakso jauh lebih penting dari pada keadaanku. Nasib ... nasib ....“Ham, kamu katanya mau berangkat S3 apa tidak sayang tuh, jodoh sudah di depan mata ditinggal gitu aja. Kalau disambar orang lain gimana?” kataku pada Ilham. Aku sengaja mengalihkan pembicaraan Susanti kalau tidak begi
POV Kayla.“Kayla, Kamu ngomong apa jangan asal menuduh gitu. Dia ini saudara jauh bapak mertuamu,” sahut seseorang yang duduk tak jauh dari perempuan itu. Ya, aku ingat dia adalah datuknya Bang Daffa, tapi sudah urutan yang paling jauh.“Datuk, tidak usah menutup-nutupi deh, aku tidak heran zaman sekarang laki-laki punya istri lebih dari satu apalagi kalau hartanya banyak seperti bapak mertuaku ini, tapi sangat disayangkan ya, kenapa sembunyi-sembunyi seandainya seperti Bang Daffa yang menikahi istri mudanya secara terang-terangan pastilah ada sedikit keikhlasan dari istri tertua. Kasihan sekali ya, Mak, sudah tua kritis di ICU, eh tidak tahunya suaminya menyimpan rahasia besar. Bapak, apakah Bapak tidak merasa berdosa karena selama ini yang menemani Bapak dari nol adalah Emak? Malah beristri lagi. Sebenarnya aku tidak mau ikut campur terlalu dalam hanya saja aku minta pada kalian jangan rahasiakan ini lagi kalau sampai kalian masih tetap merahasiakannya aku yang akan bongkar semuan
POV Kayla. Sebelum Aku memulai rencanaku ini aku harus memperhatikan situasinya aku takut seseorang akan merekamku dan melaporkannya kepada anak-anak bapak. Sebenarnya aku akan jujur pada anak-anak bapak, tapi nanti setelah orang tuanya.“Aku mau tanya sama Bapak apa yang sudah Bapak lakukan selama kurang lebih 20 tahun ini selain Bapak menyakiti emak dengan sudah menduakannya?” tanyaku, bapak hanya menggeleng saja.“Pak, sekarang emak sedang kritis di ruang ICU karena aku sudah membongkar rahasia besarnya selama ini. Ternyata bukan hanya Bapak saja yang jahat. Emak pun demikian dan inilah yang akan aku beritahukan kepada Bapak. Semoga saja Bapak tidak syok, tidak kaget, dan tidak menyusul masuk ke ruang ICU.”“Mak—su ka—mu apa?” tanya bapak.“Sabar dong, Pak, aku pasti akan memberitahukannya. Pak aku ini bukan hanya menantu yang berprofesi sebagai bidan, tapi aku ada misi tersendiri di keluarga Bapak. Aku akui Bapak hebat bisa memikat banyak wanita dan juga hebat dalam melenyapkan
POV Kayla. Meski aku yakin Mak itu tidak akan pernah bisa sembuh seperti sedia kala, tapi aku memang harus mengatakan ini pada Bang Dafa agar imageku di mata dia tetaplah seorang istri yang baik dan juga menantu yang baik. Rencanaku nanti memang karena aku yang akan langsung mengatakannya pada emak itu pun jika emak sehat lagi dengan begitu Mak akan langsung lewat.Kemarin kritis karena mengetahui kenyataan siapa sebenarnya aku dan sekarang harus menerima kenyataan lagi sebuah rahasia besar yang bapak simpan. Aku yakin kali ini langsung akan bertemu dengan malaikat maut.“Iya, Kay. Aku janji tidak akan beritahukannya ke Emak. Lagi pula aku tidak berani lagi ngomong macam-macam sama emak takut sakitnya makin tambah parah,” jawab Bang Dafa.“Sebelumnya aku mau tanya sama Abang dulu, tadi Abang masuk ke sini memang di luar tidak ada orang?”“Tidak ada siapa-siapa tadi di luar. Makanya Abang buru-buru masuk takut kenapa-kenapa, tapi rupanya pengakuan kamu berbeda. Ayolah, katakan sek
POV Kayla. “Hai, Daffa apa kabar tambah ganteng saja, kamu. Semoga sukses selalu ya, Nak?” sapa Datuk.Cih, sok baik dasar ular berkepala dua tadi saja marah-marah padaku sekarang giliran ada Bang Dafa sok baik, sok bijak, heran deh, dengan orang-orang di sini sudah tua, sudah bau tanah, bukannya banyak bertaubat malah nambahin dosa.“Baik, Datuk,” jawab Bang Dafa ketus. Datuk melirikku pasti dia menyalahkanku atas sikap Bang Dafa karena memang dia tidak biasanya ketus pada orang-orang.“Kenapa mau datang ke sini tidak bilang sama Datuk, kalau bilang kan, tadi Datuk sekalian bawain kamu makanan. Datuk ini baru selesai makan. Kayla juga kenapa suaminya datang malah disuruh berdiri begitu enggak sopan. Pasti kamu kan, yang ngundang Dafa ke sini. Kamu itu tidak tahu diri. Lihatlah suamimu sedang sibuk bekerja malah kamu undang ke sini,” ucap Datuk.“Apa urusannya dengan Datuk? Ke sini harus bilang-bilang sama Datuk. Lagi pula bukan urusan Datuk, aku mau mengundang Bang Dafa ke sini ata
Assalamualaikum selamat pagi semua. Kalian apa kabar? Semoga sehat selalu di mana pun kalian berada.Happy reading semoga terhibur 💕Pov Susanti.🌸🌸🌸“Murung banget sih, San. Ayolah LDR bukan akhir dari segalanya,” ucap seseorang yang sangat aku kenal suaranya seraya meletakkan paper bag di samping bantalku.Aku memang sejak kepergian Mas Ilham keluar negeri untuk melanjutkan studi di S3-nya aku sedikit kurang bersemangat. Ternyata begini ya, rasanya ditinggal pergi jauh pas lagi sayang-sayangnya. Untung saja bukan putus ataupun ditinggal Innalillahi kalau sampai itu terjadi mungkin saja aku akan terpuruk lebih jauh dari ini.“Mbak Fatki! Ya, Allah, sejak kapan ada di sini, Mbak!” pekikku.Kaget sekali saat tiba-tiba Mbak Fatki memasuki kamar ini, meskipun kamar ini juga merupakan miliknya karena aku saat ini berada di ruko bersama karyawan baru.“Sejak tadilah, aku panggil-panggil kamu dari bawah, tapi enggak dengar. Katanya Leni, kamu lagi diam saja sejak dua hari yang lalu,” ja
POV Susanti. “Mungkin Ilhamnya lagi banyak persiapan untuk kuliah kan, itu dadakan. Harusnya kamu senang juga dong, setidaknya ibunya Ilham sudah berniat baik memberikan kabar padamu. Sudah jangan sedih gitu. Senyum dong, aku mau tahu Susanti yang selalu ceria dan gembira walau bagaimana pun keadaannya. Ya, sudah yuk, kita turun aja di bawah. Ada Ibuku dan Mas Fais, kita bawa bakso Sony. kamu mau enggak? Katanya Leni dari kemarin kamu tidak langsung makan makanya tadi aku order kesukaan kamu."“Serius Mbak? Alhamdulillah ... ayo, kita turun! Aku mau makan bakso!” ajakku semangat. Benar saja ada ibunya Mbak Fatki dan juga Mas Fais .“Nah, pengantin baru makannya lahap banget!” tegurku pada Mas Fais dia hanya terkekeh saja.“Apa kabar Mas, Bulek. Apa kabar juga kamu Leni?” tanyaku basa-basi.“Apaan sih, kamu San! Tiap saat ketemu juga,” jawab Leni seraya memukul pahaku.“Ya, kali aja kan, kamu juga lagi enggak semangat seperti aku."“Kalau aku ikutan nggak semangat seperti kamu gim
POV Susanti. Aku merasa di mana hanya aku yang berjuang mengkhawatirkannya sedangkan dia tidak ada niatan apa pun, meski hanya memberikan kabar padaku. Ternyata memang berharap pada manusia adalah seni menyakiti diri sendiri. Itulah kenapa kita sangat dilarang untuk berharap pada makhluk.Aku kembali ke kamar dan memeriksa lagi ponselku dari mulai story WA atau panggilan telepon dan ternyata yang aku harapkan tidak juga menghubungiku. Apa Mas Ilham sekarang berubah pikiran ya, jadi dia tidak lagi peduli padaku? Astagfirullah ... kenapa aku semakin berharap justru semakin sakit. Padahal aku sadar betul bahwa aku tidak mau berharap pada manusia. Ternyata teori tidak segampang praktik. Aku benar-benar kesal.“Susanti buruan salat habis ini kita selesaiin obrasan baju yang sudah kita jahit semalam. Sudah kamu enggak usah galau terus. Benar kata Mbak Fatki kalau jodoh enggak akan ke mana. Pasti kamu lagi mikirin si Ilham, kan?” ujar Leni.“Iya, benar, Len. Aku lagi mikirin Mas Ilham ke
POV Kayla. Setelah pemakaman bapak keluarga pun segera mengurus perempuan yang mengaku sebagai istri mudanya bapak. Ternyata perempuan itu tidak mengharapkan harta seperti yang dituduhkan Kak Siwi. Perempuan itu benar-benar tulus pada bapak.Mereka benar-benar ke sini untuk memberikan penghormatan terakhir. Melihat ketulusan itu bang Dafa dan Bang Romi mengakui anak remaja itu sebagai adiknya dan berjanji akan memberikan biaya pendidikan sampai jenjang tinggi.Emak jangan ditanya perempuan itu terus mengerang pasti emak tidak terima atas keputusan dua putranya bahkan tadi Emak sempat kejang.“Abang mau bicara dengamu, Kay. Ini serius! Ayo, ikut Abang. Aku yang masih duduk di atas sajadahku setelah salat ashar langsung mengikuti Bang Daffa untuk berkumpul di ruang tamu. Di sana sudah banyak berkumpul saudara-saudara Bang Dafa ada paman, Kak Siwi, Risa, dan banyak lagi, tapi tunggu dulu ada satu orang yang menarik perhatianku siapa dia aku seperti pernah melihatnya? Ya, kini aku ingat
POV Kayla. “Kamu siapa? Kenapa kamu datang ke sini, hah?! Kami tidak punya keluarga seperti kamu dan kami tidak mengundang siapa pun yang tidak kami kenal. Cepat pergi!” usir Kak Siwi. Aku yakin sekali kalau Kak Siwi mengenali wanita itu ‘kan kemarin dia sudah melihatnya di ponselku sedangkan emak hanya meliriik saja. Emak terus saja menangis. Ah ... ini masih babak baru pasti setelah ini akan terjadi keributan besar.“Cepat sana, pergi! Cepat! Kami tidak punya kerabat seperti kamu!” usir Kak Siwi lagi seraya mendorong-dorong tubuh wanita itu.“Lepaskan Ibuku jangan kau sentuh Ibuku!” bela anak bujangnya. Wah ternyata punya nyali juga dia. Aku kira dia hanya anak ingusan yang sembunyi di ketiak ibunya ternyata dia jagoan yang berani membela ibunya dari terkaman harimau.“Kamu siapa? Nggak usah ikut campur anak kecil! Cepetan sana pergi kalian! Pergi! Rumah ini tidak menerima orang yang tidak kami kenal!” Kak Siwi terus saja mengusir perempuan itu namun perempuan itu sama sekali tid
POV Kayla.“Dasar pembunuh! Dialah pembunuh bapakku. Dialah pembunuh bapak kami! Dafa pokoknya jeblosin Kayla ke penjara aku. Pokoknya aku enggak mau tahu masukin dia ke penjara!” teriak Kak Siwi. Jari telunjuknya menudingku.Dia menuduhku membunuh bapak terserah saja ‘toh aku tidak secara langsung membunuhnya. Aku hanya memberikan informasi akurat dan rahasia besarnya selama ini, jadi kalau bapak meninggal ya, itu sudah takdirnya bukan karena aku yang bunuh. Jadi, untuk apa aku takut aku santai saja menghadapi mereka bahkan kini aku duduk di sebelah emak yang terbaring lemah. Tatapannya penuh kebencian padaku. Ah ... terserah saja. Dibenci emak tidak akan pernah membuatku rugi yang penting dendamku terbalaskan.Sementara Bang Daffa sama sekali tidak menanggapi perkataan Kak Siwi. Begitu pun dengan Bang Romi. Mereka semua justru khusuk mendoakan Bapak.Entahlah kalau setelah acara pemakaman ini mungkin aku akan disidang, tapi ya, seperti yang aku katakan tadi aku sama sekali tidak t
POV Kayla. “Wah ... so sweet sekali, tapi sayangnya itu basi dan sepertinya Mak sekarang nggak suka tuh sama kamu! Dari tatapannya Emak saja terlihat sangat marah. Andai Mak bisa ngomong pasti Emak sudah ngusir kamu dari sini, Kay!” kata Kak Siwi lagi. “Kalau emang Emak nggak suka padaku baru-baru ini ya, telat dong! Karena aku sudah nggak suka sama emak sejak dahulu,” jawabku. Kak Siwi bengong.“Dasar nggak waras! LAWANG!” umpat Kak Siwi.“Kok, orang gila ngatain gila, sih!” kataku lagi.“Diam kamu, Kay! Kamu ngatain aku gila lagi akan kubuat kamu mampus gak bisa ngomong selamanya mulutmu itu!”“Enggak takut! Lakuin aja kalau bisa,” jawabku dengan senyuman sinis.Kulirik emak. Lagi-lagi emak hanya menggeleng saja. Jangankan basmi Kak Siwi, emak yang selama ini baik padaku pun bisa aku bikin diam alias stroke.“Mak ... Mak kenapa seperti ketakutan gitu, sih? Padahal kan, aku sayang sama Emak dan juga Mak sayang sama aku. Tenang aja ya, aku bakal kasih sesuatu sama emak, tapi aku
POV Kayla. “Halo ... selamat pagi! Emak apa kabar? Eh ... ada Kak Siwi,” sapaku saat aku buka pintu lalu menghampiri emak.“Eh ... perempuan kurang ajar mau apa kamu ke sini, hah! Kamu mau merayu emakku lagi biar kamu dapat tanah warisan atau kebun gitu, ya! Enggak cukup kamu ngambil rumah itu dari kami?” kata Kak Siwi. Dia menarik jilbabku sampai hampir terlepas bahkan jarumnya pun menusuk kulitku.“Apa-apaan sih, Kak! Ngeselin banget lepas nggak!” protesku.“Aku enggak akan lepas sampai kamu minta maaf sama aku dan kamu balikin rumah itu ke Emak lagi!” jawabnya.“Oh ... iya? Yakin?” jawabku seraya kusikut perut Kak siwi kuat sekali.“Aww sakit! Setan kamu, ya, Kayla!” jerit Ka Siwi. Dia memegangi perutnya sambil berjongkok.“Duh, maaf ya, Kak. Sengaja! Ha ha!” ucapku.“Emph! Emph!” Emak bersuara. Aku yakin dia sangat kesal padaku dan hendak mengumpatku, tapi karena Mak sudah kena stroke jadinya emak tidak bisa menyampaikan unek-uneknya.“Kenapa, Mak? Mau ngomong apa? Kasihan b
POV Kayla. “Oo ...ternyata pelakor! Orang elit dan berpendidikan tinggi pun bisa ya, jadi pelakor!”“Dokter kok, pelakor! Cantik-cantik sukanya sama suami orang. Padahal dapat bujangan juga bisa!”“Namanya juga cinta tahi kucing pun rasa coklat!”“Amit-amit na’uzubillahminzalik dunia udah mau kiamat sampai-sampai pada rebutan suami.”“Sekarang banyak perempuan muka badak, muka tembok! Enggak bisa berkaca diri terbawa hawa nafsu!”“Iya, sudah gitu nyalahin istri sah lagi! Iih ... enggak malu banget!”“Pelakor mana pada punya urat malu. Urat malunya udah putus!”“Iya, betul! Menjijikan sekali lebih najis daripada kotoran hewan!”“Iya, ngeri ya ... padahal karir mereka bagus loh, dokter! Ternyata enggak menjamin!”“Jangan cuma nyalahin pelakornya, tapi lakinya juga. Mereka itu kan, sama-sama mau. Sama-sama gatal, sama-sama nggak punya kehormatan!”“Pendidikan tinggi enggak menjamin orangnya pun bermoral tinggi!”“Makanya itu harus belajar adab juga.”“Dokter Dafa bingung kali milih sal
POV Kayla. “Kurang ajar kamu, ya, Kayla!” Risa tidak terima mendengar ucapanku. Dia menyerangku, tapi aku buru-buru melepaskan sepatuku lalu kupukulkan ke bahunya! Bugh! Bugh!Tepat sasaran. Risa mengaduh kesakitan. Dia bermaksud menarik jilbabku, tapi aku sudah lebih dulu menjambak rambutnya.“Aww! Sakit-sakit! Lepaskan!” teriak Risa sampai suster yang kebetulan melintas berlarian untuk melerai kami.“Mbak, lepas, Mbak! Kasihan Dokter Risa. Udah lepas! Mbak, tidak tahu dia siapa?! Tolong lepas!” seru para suster.“Rasain kamu! Mampus kamu, Risa! Sekali lagi kamu bikin masalah sama aku bukan hanya rambutmu yang aku jambak, tapi kepalamu aku lepaskan dari tubuhmu! Memang kamu kira aku takut sama kamu? Rasain ini dokter gila,” makiku pada Risa.“Kamu itu yang gila buktinya kamu yang menyerangku!” Risa masih saja playing victim.“Ooh ... gitu! Ini gimana? Sakit tidak!” kutarik bulu mata palsu Risa biar dia tahu rasa.“Aww saaaaakkkiit mataku! Bulu mataku! Dasar kamu gila Kayla!” teri
POV Kayla. “Kayla, tolong panggil suster untuk membantuku!” pinta Bang Daffa.“Males, iiih! Abang panggilan aja sendiri itu kan, ada tombol di atas kepala Bapak. Tinggal pencet aja sih, kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala!” tolakku sinis.“Astaghfirullahaladzim ... Kayla ini darurat ya, Allah!” pekik Bang Dafa. Dia terlihat bingung dengan sikapku lalu tanpa pikir panjang dia memencet bel yang ada di atas kepala bapak berkali-kali.“Nah ... gitu bisa kan, pencet bel sendiri! Kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala?!” seruku.“Kayla, cepat bantu sini! Tolong ini!” pinta Bang Dafa lagi tanpa menoleh ke arahku. Dia memang terlihat sibuk sekali.“Apaan sih, Bang, males lah! Aku mau keluar. Aku malas bertemu Abang. Orang Bapak 'tuh cuma kejang biasa itu kena ayan. Udah deh, enggak usah terlalu lebai,” jawabku lagi. Gegas aku keluar. Di pintu aku berpapasan dengan perawat yang terburu-buru masuk ke ruangan ini.“Dasar monster! Aku pastikan kamu segera akan punah dari muka bumi ini. Monste
POV Kayla. “Pak, hei jangan mati dulu!” seruku seraya kutepuk-tepuk pipinya lebih tepatnya aku tampar.“Paaakk!” Kali ini kutekan lengan kanan bapak yang terpasang selang infus. Jika Bapak tidak sedang dalam keadaan kejang pasti dia akan berteriak kesakitan, tapi aku yakin sih, dia pun merasakan sakit. Ah ... sungguh ini merupakan kenikmatan hakiki yang aku nanti-nanti selama ini.“Pak, ada satu rahasia lagi yang harus Bapak tahu dan ini tentu sangat mengejutkan. Tahukah Bapak, bahwa istri tercinta bapak itu adalah penebar fitnah. Bapak tidak tahu kan, kalau ternyata istri Bapak sejak muda dulu sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Bapak? Karena aksinya terpergok oleh orang tuaku, Emak lalu memfitnah mereka dan terjadilah tragedi besar pembunuhan yang Bapak dalangi. Bagaimana Pak, apakah informasi ini mengejutkan Bapak?”Kulirik jam di pergelangan tanganku dan sepertinya sudah lebih dari 10 menit bapak kejang. Hebat sekali dia tidak meregang nyawa. Apa dia seperti kucing yang p