âKenapa kamu lihat ke sini cepat masuk!â titah Mas Arman pada anak rentenir itu. Anak laki-laki itu sepertinya sedang memikirkan sesuatu. Mungkinkah dia takut ulahnya terbongkar jika Intan ditemukan?âJangan kamu bentak-bentak anakku demi adikmu yang tidak tahu diri itu!â Mas Arman balik dimarah oleh istri rentenir itu. Mas Arman langsung melempem seperti kerupuk tersiram air.âMaâaf, Bu, bukan maksudku untuk bentak anak Ibu, tapi supaya dia cepat masuk kamar mandi,â jawab Mas Arman. Huh, dasar menyek-menyek beraninya sama mantan istri dan adiknya saja. Sama orang lain melempem gitu!âLebih baik kalian semua keluar. Intan tidak ada di sini!â bentakku.Mas Arman lagi-lagi langsung nyelonong masuk ke kamar mandi. Bersamaan itu juga Susanti teriak.Duh, Susanti pasti khawatir kami semua ketahuan. Hitungan ke tiga Mas Arman tidak juga keluar. Aku langsung menghampiri dia.Ya, Allah, ya, Rabbi ... Intan tidak ada dan Mas Arman masih memeriksa kamar mandi yang hanya berukuran 1.5x2m itu.âM
Teriakan Mas Arman tidak aku pedulikan. Aku kembali duduk bersama Susanti untuk mengecek bahan yang baru saja dibawa oleh rombongan pengajian tadi.âIntan, di atas loteng kamar mandi, Nduk, dia tidak bisa turun,â bisik ibu.Kulihat ke depan Mas Arman sudah tidak ada.Gegas aku dan Susanti lari naik ke lantai dua, nafas sampai ngos-ngosan.âSan, tolong ambil kursi jahit kita cepat!â pintaku.Kami masing-masing bawa satu kursi lalu menumpuk vertikal. Intan naik melalui lubang plavon yang memang sengaja dibuat untuk mengecek atap. Untung saja pas dibuatnya di kamar mandi. Nasibnya Intan masih bagus.âPelan-pelan, Tan!"âKamu bisa naik kok, enggak bisa turun?â tanyaku.âEntah Mbak, aku tadi mungkin keburu takut makanya bisa naik. Itu naik manjat kran yang berjajar itu. Untung saja kamar mandi ini ada showernya. Tapi kayaknya itu patah Mbak,â jelas Intan.âEnggak apa-apa nanti aku minta benerin sama yang punya yang penting kamu aman,â jawabku.Aku benar-benar lega Intan bisa lepas dari Mas
Terdengar sesekali paman menghela nafas dan beristighfar.âKurang ajar si Arman. Harusnya dia belajar dari tindak pidana yang pernah dia terima. Dia itu kan, bebas bersyarat, kok, nekat bikin masalah lagi?â ucap Paman.Benar juga, Mas Arman bebas bersyarat. Apa mungkin dia lupa atau nekat saja? Kalau dia masuk bui lagi kan, kasihan, calon anaknya.âPantas saja acara syukuran kontrakan baru dan juga acara nikahan Intan, Paman dan yang lain tidak diundang. Ternyata begini ceritanya.ââRasanya Paman ini ingin sekali memukuli si Arman. Tangan paman sudah gatal. Anak seperti Arman tidak pantas dikasih ampun. Otaknya di dengkul. Masa sudah tua masih berpikir tol*l begitu. Menjual adiknya demi uang, demi kepentingan dia sendiri. Kan, itu breng5*k namanya.ââIntan juga, bebel. Otaknya tidak dipakai. Padahal sekolah tinggi. Inilah akibat yang harus dia tanggung.âMendengar paman sangat marah Intan makin histeris nangisnya.Kemudian paman mengubah panggilan telepon dengan video call.Begitu te
âPenuh seberapa? Mana, longgar gini. Aku tetap mau jahit di sini. Aku akan bayar berapa pun mahalnya,â jawab Mas Arman sok, iyes. Dia mengeluarkan dompetnya yang berisi uang lembaran merah semua.âAku tidak butuh uang itu, Mas. Jahitanku sudah banyak. Maaf cari penjahit lainnya saja,â tolakku mentah-mentah.âSombong sekali kamu, Dik, baru juga jadi tukang jahit sudah menolak rezeki nomplok dariku!â seru Mas Arman rupanya dia terpancing emosinya.âAku bukan sombong, Mas, aku memang banyak jahitan. Sudahlah sana pergi atau aku panggil lagi nih, security. Kamu ingat kan, Mas, kalau kamu itu terpidana yang bebas bersyarat? Atau kamu sudah lupa? Awas saja kamu mendekam lagi di bui,â kataku mengingatkan Mas Arman. Dia langsung tidak bisa berkutik sama sekali.âJangan coba-coba mengancamku, Dik, aku ini sekarang banyak uang jadi aku bebas berbuat apa pun,â jawab Mas Arman jumawa.âDuit seberapa, sih, banyak amat bergaya. Sombong kamu, Mas. Sudahlah sana kamu pulang!â Kulempar plastik kresek
âOoo ... jadi kamu yang manas-manasin Fatki biar pisah sama aku? Kamu mau nungguin jandanya dia? Dengar ya, orang sok jagoan, aku ini tidak akan pernah mau bercerai dengan Fatki dan jika kamu mau sama dia langkahi dulu mayatku!â seru Mas Arman.Meski, Mas Fais terlihat sangat kesal, tapi dia sama sekali tidak mau menanggapi. Mas Fais fokus menolong Intan dibantu sopirnya.Intan fisiknya ternyata kuat, dia sama sekali tidak pingsan padahal dua kali dia terjerembab akibat dibanting oleh Mas Arman Samapi bibirnya berdarah-darah gitu.âWoi, ini kuping apa wajan! Enggak dengar kamu, aku ngomong apa!â bentak Mas Arman lagi.Mas Fais sepertinya sudah sangat terganggu, dia menarik kerah baju Mas Arman lalu mendorongnya hingga dia terbentur dinding. Mas Arman mengaduh kesakitan dan tidak bicara apa-apa lagi.âBawa ke rumah sakit, ayo, cepat!â titah Mas Fais.âBu, aku ke rumah sakit dulu. Ibu buruan masuk dan kunci. Jangan bukakan pintu untuk siapa pun.ââIya, hati-hati, Nak.âGegas aku dan Sus
âTidak ada, Mbak. Saya memang sengaja disuruh datang ke sini sama Bos muda. Suruh nemenin Mbak Fatki, takut orang yang tadi tiba-tiba datang dan buat onar.ââDuh, Mas Fais so sweet banget sih, jiwa pelindungnya itu loh, bikin hatiku meleleh. Eeeeh ....â sahut Susanti.âDuh, jadi enggak enak aku, Pak. Jadi merepotkan Bapak,â jawabku sungkan.âEnggak repot kok, Mbak, justru saya senang bisa bolak-balik begini dari pada saya suruh nunggu di kampus dia kayak orang ilang. Ya, mendingan ke sini,â jawab beliau.âIya, betul itu, Pak. Ngomong-ngomong itu Bapak bawa apa? Untuk kami atau bukan?â tanya Susanti.âEh, iya, sampai lupa, kan? Ini bawa camilan katanya Mas Fais biar kita enggak bosan di sini dan enggak kelaparan.ââWaah ... serius, Pak? Duh, jadi enak nih, tahu aja kalau kita garing di sini. Mana banyak banget.â Susanti langsung mengambil plastik keresek itu dan mengambil jajanannya.Mas Fais baik sekali pada kami, semoga saja Allah balas dengan sebaik-baiknya pembalasan.âJangan ngala
Kalau tidak macet paman akan sampai sini sebelum Maghrib. Semoga saja semuanya berjalan lancar.Aku harus segera menelepon ibu untuk menanyakan keadaan beliau takut Mas Arman nekat.âBu, Assalamualaikum ....â sapaku begitu sambungan telepon terjawab.âWaâalaikumsalam ... gimana keadaan Intan, Nak?ââSudah ditangani dokter, setelah Paman Tohir datang kami akan langsung lapor polisi agar Intan segera divisum.ââAlhamdulillah kalau begitu. Kamu hati-hati ya, Nak. Sepertinya si Arman akan menyusul Intan ke sana. Itu di luar ada beberapa anak buah rentenir itu mengawasi ruko kita,â terang ibu.âAh, yang benar, Bu? Kalau begitu berarti Ibu dalam bahaya?â jawabku panik.âTidak, Nak, Ibu tetap di dalam justru Ibu mengkhawatirkan kamu dan Susanti.,ââKami baik-baik saja, Bu. Kalau Mas Arman ke sini juga dia pasti tidak akan berani bertindak di luar batas. Di sini banyak orang,â jawabku.âIya, syukurlah. Semoga saja ya, Nak. Ibu mau tutup roling dornya dulu itu orang-orangnya pergi naik mobil.
Mas Arman dan rentenir itu masih terlibat debat kusir dengan Perawat jaga, entah dokter yang tadi menangani Intan ke mana. Mungkin sedang salat atau mungkin saja sedang ke toilet. Pasti mereka meminta membawa paksa pulang si Intan.âDia, itu adik, saya, jadi saya yang berhak menentukan dia akan rawat di sini atau tidak!â Mas Arman menggebrak meja.âSan, bagaimana ini?â Susanti menggeleng, dia sudah pucat pasti Susanti sangat panik.Aku telepon Paman Tohir, tapi tidak juga dijawab.Paman angkat dong, sudah sampai mana. Kami benar-benar butuh kehadiran paman.âPasien yang sudah masuk ke rumah sakit ini dan dalam keadaan tidak baik-baik saja, maka siapa pun orangnya dilarang membawa pulang. Kami takut terjadi sesuatu pada pasien yang kemudian kami akan dituntut atas tuduhan yang tidak-tidak.â Perawat itu tetap tidak mengizinkan Intan dibawa pergi padahal kami belum melengkapi administrasinya.âHalah, terserah saja. Aku akan bawa istriku!â bentak Rentenir itu. Se per sekian detik kemudian
POV Kayla. Setelah pemakaman bapak keluarga pun segera mengurus perempuan yang mengaku sebagai istri mudanya bapak. Ternyata perempuan itu tidak mengharapkan harta seperti yang dituduhkan Kak Siwi. Perempuan itu benar-benar tulus pada bapak.Mereka benar-benar ke sini untuk memberikan penghormatan terakhir. Melihat ketulusan itu bang Dafa dan Bang Romi mengakui anak remaja itu sebagai adiknya dan berjanji akan memberikan biaya pendidikan sampai jenjang tinggi.Emak jangan ditanya perempuan itu terus mengerang pasti emak tidak terima atas keputusan dua putranya bahkan tadi Emak sempat kejang.âAbang mau bicara dengamu, Kay. Ini serius! Ayo, ikut Abang. Aku yang masih duduk di atas sajadahku setelah salat ashar langsung mengikuti Bang Daffa untuk berkumpul di ruang tamu. Di sana sudah banyak berkumpul saudara-saudara Bang Dafa ada paman, Kak Siwi, Risa, dan banyak lagi, tapi tunggu dulu ada satu orang yang menarik perhatianku siapa dia aku seperti pernah melihatnya? Ya, kini aku ingat
POV Kayla. âKamu siapa? Kenapa kamu datang ke sini, hah?! Kami tidak punya keluarga seperti kamu dan kami tidak mengundang siapa pun yang tidak kami kenal. Cepat pergi!â usir Kak Siwi. Aku yakin sekali kalau Kak Siwi mengenali wanita itu âkan kemarin dia sudah melihatnya di ponselku sedangkan emak hanya meliriik saja. Emak terus saja menangis. Ah ... ini masih babak baru pasti setelah ini akan terjadi keributan besar.âCepat sana, pergi! Cepat! Kami tidak punya kerabat seperti kamu!â usir Kak Siwi lagi seraya mendorong-dorong tubuh wanita itu.âLepaskan Ibuku jangan kau sentuh Ibuku!â bela anak bujangnya. Wah ternyata punya nyali juga dia. Aku kira dia hanya anak ingusan yang sembunyi di ketiak ibunya ternyata dia jagoan yang berani membela ibunya dari terkaman harimau.âKamu siapa? Nggak usah ikut campur anak kecil! Cepetan sana pergi kalian! Pergi! Rumah ini tidak menerima orang yang tidak kami kenal!â Kak Siwi terus saja mengusir perempuan itu namun perempuan itu sama sekali tid
POV Kayla.âDasar pembunuh! Dialah pembunuh bapakku. Dialah pembunuh bapak kami! Dafa pokoknya jeblosin Kayla ke penjara aku. Pokoknya aku enggak mau tahu masukin dia ke penjara!â teriak Kak Siwi. Jari telunjuknya menudingku.Dia menuduhku membunuh bapak terserah saja âtoh aku tidak secara langsung membunuhnya. Aku hanya memberikan informasi akurat dan rahasia besarnya selama ini, jadi kalau bapak meninggal ya, itu sudah takdirnya bukan karena aku yang bunuh. Jadi, untuk apa aku takut aku santai saja menghadapi mereka bahkan kini aku duduk di sebelah emak yang terbaring lemah. Tatapannya penuh kebencian padaku. Ah ... terserah saja. Dibenci emak tidak akan pernah membuatku rugi yang penting dendamku terbalaskan.Sementara Bang Daffa sama sekali tidak menanggapi perkataan Kak Siwi. Begitu pun dengan Bang Romi. Mereka semua justru khusuk mendoakan Bapak.Entahlah kalau setelah acara pemakaman ini mungkin aku akan disidang, tapi ya, seperti yang aku katakan tadi aku sama sekali tidak t
POV Kayla. âWah ... so sweet sekali, tapi sayangnya itu basi dan sepertinya Mak sekarang nggak suka tuh sama kamu! Dari tatapannya Emak saja terlihat sangat marah. Andai Mak bisa ngomong pasti Emak sudah ngusir kamu dari sini, Kay!â kata Kak Siwi lagi. âKalau emang Emak nggak suka padaku baru-baru ini ya, telat dong! Karena aku sudah nggak suka sama emak sejak dahulu,â jawabku. Kak Siwi bengong.âDasar nggak waras! LAWANG!â umpat Kak Siwi.âKok, orang gila ngatain gila, sih!â kataku lagi.âDiam kamu, Kay! Kamu ngatain aku gila lagi akan kubuat kamu mampus gak bisa ngomong selamanya mulutmu itu!ââEnggak takut! Lakuin aja kalau bisa,â jawabku dengan senyuman sinis.Kulirik emak. Lagi-lagi emak hanya menggeleng saja. Jangankan basmi Kak Siwi, emak yang selama ini baik padaku pun bisa aku bikin diam alias stroke.âMak ... Mak kenapa seperti ketakutan gitu, sih? Padahal kan, aku sayang sama Emak dan juga Mak sayang sama aku. Tenang aja ya, aku bakal kasih sesuatu sama emak, tapi aku
POV Kayla. âHalo ... selamat pagi! Emak apa kabar? Eh ... ada Kak Siwi,â sapaku saat aku buka pintu lalu menghampiri emak.âEh ... perempuan kurang ajar mau apa kamu ke sini, hah! Kamu mau merayu emakku lagi biar kamu dapat tanah warisan atau kebun gitu, ya! Enggak cukup kamu ngambil rumah itu dari kami?â kata Kak Siwi. Dia menarik jilbabku sampai hampir terlepas bahkan jarumnya pun menusuk kulitku.âApa-apaan sih, Kak! Ngeselin banget lepas nggak!â protesku.âAku enggak akan lepas sampai kamu minta maaf sama aku dan kamu balikin rumah itu ke Emak lagi!â jawabnya.âOh ... iya? Yakin?â jawabku seraya kusikut perut Kak siwi kuat sekali.âAww sakit! Setan kamu, ya, Kayla!â jerit Ka Siwi. Dia memegangi perutnya sambil berjongkok.âDuh, maaf ya, Kak. Sengaja! Ha ha!â ucapku.âEmph! Emph!â Emak bersuara. Aku yakin dia sangat kesal padaku dan hendak mengumpatku, tapi karena Mak sudah kena stroke jadinya emak tidak bisa menyampaikan unek-uneknya.âKenapa, Mak? Mau ngomong apa? Kasihan b
POV Kayla. âOo ...ternyata pelakor! Orang elit dan berpendidikan tinggi pun bisa ya, jadi pelakor!ââDokter kok, pelakor! Cantik-cantik sukanya sama suami orang. Padahal dapat bujangan juga bisa!ââNamanya juga cinta tahi kucing pun rasa coklat!ââAmit-amit naâuzubillahminzalik dunia udah mau kiamat sampai-sampai pada rebutan suami.ââSekarang banyak perempuan muka badak, muka tembok! Enggak bisa berkaca diri terbawa hawa nafsu!ââIya, sudah gitu nyalahin istri sah lagi! Iih ... enggak malu banget!ââPelakor mana pada punya urat malu. Urat malunya udah putus!ââIya, betul! Menjijikan sekali lebih najis daripada kotoran hewan!ââIya, ngeri ya ... padahal karir mereka bagus loh, dokter! Ternyata enggak menjamin!ââJangan cuma nyalahin pelakornya, tapi lakinya juga. Mereka itu kan, sama-sama mau. Sama-sama gatal, sama-sama nggak punya kehormatan!ââPendidikan tinggi enggak menjamin orangnya pun bermoral tinggi!ââMakanya itu harus belajar adab juga.ââDokter Dafa bingung kali milih sal
POV Kayla. âKurang ajar kamu, ya, Kayla!â Risa tidak terima mendengar ucapanku. Dia menyerangku, tapi aku buru-buru melepaskan sepatuku lalu kupukulkan ke bahunya! Bugh! Bugh!Tepat sasaran. Risa mengaduh kesakitan. Dia bermaksud menarik jilbabku, tapi aku sudah lebih dulu menjambak rambutnya.âAww! Sakit-sakit! Lepaskan!â teriak Risa sampai suster yang kebetulan melintas berlarian untuk melerai kami.âMbak, lepas, Mbak! Kasihan Dokter Risa. Udah lepas! Mbak, tidak tahu dia siapa?! Tolong lepas!â seru para suster.âRasain kamu! Mampus kamu, Risa! Sekali lagi kamu bikin masalah sama aku bukan hanya rambutmu yang aku jambak, tapi kepalamu aku lepaskan dari tubuhmu! Memang kamu kira aku takut sama kamu? Rasain ini dokter gila,â makiku pada Risa.âKamu itu yang gila buktinya kamu yang menyerangku!â Risa masih saja playing victim.âOoh ... gitu! Ini gimana? Sakit tidak!â kutarik bulu mata palsu Risa biar dia tahu rasa.âAww saaaaakkkiit mataku! Bulu mataku! Dasar kamu gila Kayla!â teri
POV Kayla. âKayla, tolong panggil suster untuk membantuku!â pinta Bang Daffa.âMales, iiih! Abang panggilan aja sendiri itu kan, ada tombol di atas kepala Bapak. Tinggal pencet aja sih, kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala!â tolakku sinis.âAstaghfirullahaladzim ... Kayla ini darurat ya, Allah!â pekik Bang Dafa. Dia terlihat bingung dengan sikapku lalu tanpa pikir panjang dia memencet bel yang ada di atas kepala bapak berkali-kali.âNah ... gitu bisa kan, pencet bel sendiri! Kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala?!â seruku.âKayla, cepat bantu sini! Tolong ini!â pinta Bang Dafa lagi tanpa menoleh ke arahku. Dia memang terlihat sibuk sekali.âApaan sih, Bang, males lah! Aku mau keluar. Aku malas bertemu Abang. Orang Bapak 'tuh cuma kejang biasa itu kena ayan. Udah deh, enggak usah terlalu lebai,â jawabku lagi. Gegas aku keluar. Di pintu aku berpapasan dengan perawat yang terburu-buru masuk ke ruangan ini.âDasar monster! Aku pastikan kamu segera akan punah dari muka bumi ini. Monste
POV Kayla. âPak, hei jangan mati dulu!â seruku seraya kutepuk-tepuk pipinya lebih tepatnya aku tampar.âPaaakk!â Kali ini kutekan lengan kanan bapak yang terpasang selang infus. Jika Bapak tidak sedang dalam keadaan kejang pasti dia akan berteriak kesakitan, tapi aku yakin sih, dia pun merasakan sakit. Ah ... sungguh ini merupakan kenikmatan hakiki yang aku nanti-nanti selama ini.âPak, ada satu rahasia lagi yang harus Bapak tahu dan ini tentu sangat mengejutkan. Tahukah Bapak, bahwa istri tercinta bapak itu adalah penebar fitnah. Bapak tidak tahu kan, kalau ternyata istri Bapak sejak muda dulu sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Bapak? Karena aksinya terpergok oleh orang tuaku, Emak lalu memfitnah mereka dan terjadilah tragedi besar pembunuhan yang Bapak dalangi. Bagaimana Pak, apakah informasi ini mengejutkan Bapak?âKulirik jam di pergelangan tanganku dan sepertinya sudah lebih dari 10 menit bapak kejang. Hebat sekali dia tidak meregang nyawa. Apa dia seperti kucing yang p