Mas Arman dan rentenir itu masih terlibat debat kusir dengan Perawat jaga, entah dokter yang tadi menangani Intan ke mana. Mungkin sedang salat atau mungkin saja sedang ke toilet. Pasti mereka meminta membawa paksa pulang si Intan.“Dia, itu adik, saya, jadi saya yang berhak menentukan dia akan rawat di sini atau tidak!” Mas Arman menggebrak meja.“San, bagaimana ini?” Susanti menggeleng, dia sudah pucat pasti Susanti sangat panik.Aku telepon Paman Tohir, tapi tidak juga dijawab.Paman angkat dong, sudah sampai mana. Kami benar-benar butuh kehadiran paman.“Pasien yang sudah masuk ke rumah sakit ini dan dalam keadaan tidak baik-baik saja, maka siapa pun orangnya dilarang membawa pulang. Kami takut terjadi sesuatu pada pasien yang kemudian kami akan dituntut atas tuduhan yang tidak-tidak.” Perawat itu tetap tidak mengizinkan Intan dibawa pergi padahal kami belum melengkapi administrasinya.“Halah, terserah saja. Aku akan bawa istriku!” bentak Rentenir itu. Se per sekian detik kemudian
POV Dafa.Assalamu’alaikum ... bantu follow akunku ya, Guys.🌸🌸🌸Kurang ajar, berani sekali Fatki menghindar dariku apa dia lupa kalau aku ini punya kekuasaan di kampung? Aku akan buat perhitungan padanya. Perempuan itu rupanya sudah tidak bisa lagi disabarin.Suami Risa, ya, dia begitu, pasti karena si Fais itu. Aku akan buat perhitungan juga padanya. Cintaku ini tidak boleh tertolak. Aku harus mendapat apa pun yang aku inginkan.Fatki, cinta pertamaku yang kini sudah bersemi lagi. Pasti sudah terjadi sesuatu pada rumah tangga Fatki, itu kenapa dia selalu saja sendirian.Pengadilan agama tempo hari pasti karena dia sedang bermasalah dengan suaminya. Kalau benar seperti dugaanku, maka aku akan lebih gencar lagi mengambil hatinya.Sebenarnya semua ini bukan murni kesalahan Fatki, ini semua karena kesalahan orang tuaku yang tidak menginginkan punya menantu dan besan orang miskin.Orang tuaku pun benar-benar kelewatan mereka rela menjodohkan aku dengan anak dari keluarga berpunya demi
POV DAFA.Aku tersenyum membaca WA, Risa. Wanita itu selalu saja bisa membuatku senang dan terhibur begini, tapi entahlah hatiku sudah tidak sepenuhnya pada dia. Aku ingin Fatki.Segera kutancap gas. Ingin segera sampai apartemen. Bukan karena ingin segera bertemu Risa, tapi karena ingin segera mandi dan istirahat. Aku akan cari tahu tentang keberadaan Fatki.Sebelum sampai rumah aku sempatkan untuk belanja dulu. Aku ingat stok beberapa makanan beku di kulkas sudah kosong. Biasanya aku akan belanja bersama Risa, tapi aku ini aku lebih memilih untuk belanja sendiri.Tak sengaja aku bertemu kembali dengan Fais. Dia sedang bersama seorang pria dan juga perempuan cantik.Boleh juga selera Fais. Semua gadis yang dia dekati cantik-cantik.Dia membeli alat kontrasepsi ketika sampai di kasir. Cih, ternyata dugaanku benar. Mana bisa laki-laki normal menghindar dari perempuan. Itu sudah cukup membuktikan bahwa Fais tidak seperti yang aku kira.Aku gegas mengekor di barisannya. Mengantre untuk b
POV DAFA.~k~u🌸🌸🌸“Sayang, lama banget sih, aku sudah hampir 2 jam di sini,” keluh Risa.“Iya, maaf ya, Beb. Ini aku bawakan coklat kesukaan kamu.”“Terima kasih. Mas. Cepat sana coba buka pintunya tidak bisa dibuka salah password terus.”Aku mengangguk kucoba berkali-kali pun tidak bisa. “Kamu sudah coba pencet belnya?” tanyaku. Barangkali memang di dalam ada keluargaku.“Sudah, Mas, tetap tidak dibuka. Memang ada orang?” tanya Risa curiga.“Tidak tahu, barangkali aja ada. Kan, keluargaku juga tahu passwordnya,” jawabku.Kupencet bel. Baru sekali pencet sudah terbuka pintunya.“Abang, kamu akhirnya pulang juga!” teriak Kayla senang. Dia mencoba untuk memelukku.“Ooo ... rupanya kamu yang ada di sini! Kurang ajar kamu ya, masuk rumah orang tanpa permisi!” bentak Risa. Dia mendorong tubuh Kayla hingga tersungkur.“Risa, jangan gitu dong! Jangan main kasar! Kasihan Kayla.” Kubentak Risa, lalu menolong Kayla.Meskipun aku tidak suka pada Kayla bukan berarti aku membiarkan Risa bertind
POV DAFA.Kulirik Kayla, dia kesal sekali, tapi tetap saja tidak bisa berbuat apa-apa.Perutku sudah kenyang, tapi kepalaku rasanya mau pecah. Mereka berdua benar-benar membuatku pusing.“Tadi aku ketemu Fais,” ucapku berusaha mengalihkan perhatian Risa agar dia tidak ribut saja.“Di mana, Mas?”“Di rumah sakit dan di swalayan.” Kemudian aku ceritakan semuanya yang terjadi hari ini pada Risa.Dia terlihat bete karena aku berkali-kali menyebutkan nama Fatki. Entah kesal padaku atau cemburu pada Fais. Aku tidak tahu.“Sudahlah, Mas, jangan dibahas. Aku malas bahas mereka. Besok mediasi kami. Semoga saja Mas Fais tidak datang agar memudahkan semuanya,” jawab Risa.Aku mengangguk saja. Sekarang jauh di lubuk hatiku ingin agar Fais dan Risa kembali bersatu, tapi di sisi lain aku pun sayang pada Risa.“Ya, sudah, aku istirahat dulu ya, Beb. Gerah mau mandi dulu. Besok aku dinas pagi.” Risa mengiyakan.“Eh, udik! Beresin ini meja makannya. Enggak usah beralasan sakit kaki segala enggak usah
Assalamu’alaikum ... selamat pagi semua. .. bantu follow akunku, yuk?🌸🌸🌸Aku dan Susanti di kantor polisi selama kurang lebih 6 jam ada sekitar 20 pertanyaan yang ditanyakan padaku dan Susanti saat diperiksa menjadi saksi.Aku dan Susanti di periksa dalam ruang berbeda. Oleh sebab itu kami sama sekali tidak bisa berkomunikasi. Untung saja polisi yang memeriksaku baik hati. Setelah berkas-berkas laporan dan saksi selesai barulah kami pulang.Mas Fais tadi pulang duluan sebentar karena ada sesuatu yang urgen lalu kembali lagi dan Mas Fais pun diperiksa sama seperti kami apa lagi dia sebagai pelapor.Aku memang tidak tahu sama sekali tentang siapa itu rentenir yang berstatus suaminya Reni.Kalau polisi tidak memberi tahu tentu saja aku tidak akan tahu kalau dia adalah bandar narkoba. Secara tidak langsung hukuman dia berat sekali karena menurut polisi sudah buronan lama dan selalu saja bisa lepas dari kejaran polisi.Mungkin mereka diperiksanya lebih lama lagi apa lagi status merek
“Apaan sih, San, enggak mungkin juga kan, aku marahin Mas Fais. Jangan ngadi-ngadi, deh, buruan habisin. Ayo, cepetan! Kamu mau pulang apa mau jadi penunggu warung makan ini?”“Pulang dong, Mbak. Sabar, ya? Aku kan, harus mengunyah makananku ini 33 kali biar lambungku mencernanya tidak kepayahan,” jawab Susanti. Pintar sekali dia beralasan.Aku buru-buru menghabiskan makananku sedang Mas Fais terlihat masih memesan makanan untuk dibawa pulang. Kalau sudah begini aku jadi tidak enak. Mas Fais baik sekali dari pertama kenal hingga saat ini. Aku bingung mau balas kebaikan dia dengan apa.“Nah, kan, malah Mbak yang bengong. Lihatin apa, sih?” Tangan Susanti dikibas-kibaskan di depan wajahku.“Bukan bengong, San ...."“Aaa ... aku tahu pasti Mbak Fatki masih memperhatikan Mas Fais, kan? Benar kan, Mbak, apa yang aku bilang duren itu lebih menggoda,” ucap Susanti ngalor ngidul enggak jelas.“Susanti, apaan sih, kamu! Asal aja, kalau Mas Fais dengar kan, aku malu. Aku itu bukan memperhatikan
“Di bawah saja, ayo, Ibu temani!”Aku akhirnya turun lagi ke bawah, tapi pas mau turun dan berhadapan dengan jendela aku melihat ruko Mas Arman masih terang lampunya, baik lantai atas maupun bawah. Apa Reni jam segini belum tidur? Atau malah sudah bangun, tapi sepertinya ada yang janggal. Dari gorden yang tipis itu terlihat gambar dua aktivitas manusia entah itu Reni atau bukan yang jelas seperti aktivitas orang dewasa.Ah, barang kali teman dia atau juga saudaranya yang menemani Reni malam ini karena dia sendirian sudah gitu masih hamil pula.“Malah berhenti di situ, ayo, turun, Nak!”“I—ya, Buk.”Aku bersih-bersih badan masih kepikiran ruko Reni. Benarkah itu dia, kalau benar berarti dia berkhianat. Kasihan juga Mas Arman dibohongi istrinya sendiri.~k~u🌸🌸🌸[Fatki, tidak usah kirim makanan ke sini, Citra sama bibimu sudah kirim. Ini kami sedang menuju ke rumah sakit umum daerah untuk rujukan visum si Intan, doakan semua berjalan lancar, ya?]Kubaca berulang-ulang pesan WA dari pa
POV Kayla. Setelah pemakaman bapak keluarga pun segera mengurus perempuan yang mengaku sebagai istri mudanya bapak. Ternyata perempuan itu tidak mengharapkan harta seperti yang dituduhkan Kak Siwi. Perempuan itu benar-benar tulus pada bapak.Mereka benar-benar ke sini untuk memberikan penghormatan terakhir. Melihat ketulusan itu bang Dafa dan Bang Romi mengakui anak remaja itu sebagai adiknya dan berjanji akan memberikan biaya pendidikan sampai jenjang tinggi.Emak jangan ditanya perempuan itu terus mengerang pasti emak tidak terima atas keputusan dua putranya bahkan tadi Emak sempat kejang.“Abang mau bicara dengamu, Kay. Ini serius! Ayo, ikut Abang. Aku yang masih duduk di atas sajadahku setelah salat ashar langsung mengikuti Bang Daffa untuk berkumpul di ruang tamu. Di sana sudah banyak berkumpul saudara-saudara Bang Dafa ada paman, Kak Siwi, Risa, dan banyak lagi, tapi tunggu dulu ada satu orang yang menarik perhatianku siapa dia aku seperti pernah melihatnya? Ya, kini aku ingat
POV Kayla. “Kamu siapa? Kenapa kamu datang ke sini, hah?! Kami tidak punya keluarga seperti kamu dan kami tidak mengundang siapa pun yang tidak kami kenal. Cepat pergi!” usir Kak Siwi. Aku yakin sekali kalau Kak Siwi mengenali wanita itu ‘kan kemarin dia sudah melihatnya di ponselku sedangkan emak hanya meliriik saja. Emak terus saja menangis. Ah ... ini masih babak baru pasti setelah ini akan terjadi keributan besar.“Cepat sana, pergi! Cepat! Kami tidak punya kerabat seperti kamu!” usir Kak Siwi lagi seraya mendorong-dorong tubuh wanita itu.“Lepaskan Ibuku jangan kau sentuh Ibuku!” bela anak bujangnya. Wah ternyata punya nyali juga dia. Aku kira dia hanya anak ingusan yang sembunyi di ketiak ibunya ternyata dia jagoan yang berani membela ibunya dari terkaman harimau.“Kamu siapa? Nggak usah ikut campur anak kecil! Cepetan sana pergi kalian! Pergi! Rumah ini tidak menerima orang yang tidak kami kenal!” Kak Siwi terus saja mengusir perempuan itu namun perempuan itu sama sekali tid
POV Kayla.“Dasar pembunuh! Dialah pembunuh bapakku. Dialah pembunuh bapak kami! Dafa pokoknya jeblosin Kayla ke penjara aku. Pokoknya aku enggak mau tahu masukin dia ke penjara!” teriak Kak Siwi. Jari telunjuknya menudingku.Dia menuduhku membunuh bapak terserah saja ‘toh aku tidak secara langsung membunuhnya. Aku hanya memberikan informasi akurat dan rahasia besarnya selama ini, jadi kalau bapak meninggal ya, itu sudah takdirnya bukan karena aku yang bunuh. Jadi, untuk apa aku takut aku santai saja menghadapi mereka bahkan kini aku duduk di sebelah emak yang terbaring lemah. Tatapannya penuh kebencian padaku. Ah ... terserah saja. Dibenci emak tidak akan pernah membuatku rugi yang penting dendamku terbalaskan.Sementara Bang Daffa sama sekali tidak menanggapi perkataan Kak Siwi. Begitu pun dengan Bang Romi. Mereka semua justru khusuk mendoakan Bapak.Entahlah kalau setelah acara pemakaman ini mungkin aku akan disidang, tapi ya, seperti yang aku katakan tadi aku sama sekali tidak t
POV Kayla. “Wah ... so sweet sekali, tapi sayangnya itu basi dan sepertinya Mak sekarang nggak suka tuh sama kamu! Dari tatapannya Emak saja terlihat sangat marah. Andai Mak bisa ngomong pasti Emak sudah ngusir kamu dari sini, Kay!” kata Kak Siwi lagi. “Kalau emang Emak nggak suka padaku baru-baru ini ya, telat dong! Karena aku sudah nggak suka sama emak sejak dahulu,” jawabku. Kak Siwi bengong.“Dasar nggak waras! LAWANG!” umpat Kak Siwi.“Kok, orang gila ngatain gila, sih!” kataku lagi.“Diam kamu, Kay! Kamu ngatain aku gila lagi akan kubuat kamu mampus gak bisa ngomong selamanya mulutmu itu!”“Enggak takut! Lakuin aja kalau bisa,” jawabku dengan senyuman sinis.Kulirik emak. Lagi-lagi emak hanya menggeleng saja. Jangankan basmi Kak Siwi, emak yang selama ini baik padaku pun bisa aku bikin diam alias stroke.“Mak ... Mak kenapa seperti ketakutan gitu, sih? Padahal kan, aku sayang sama Emak dan juga Mak sayang sama aku. Tenang aja ya, aku bakal kasih sesuatu sama emak, tapi aku
POV Kayla. “Halo ... selamat pagi! Emak apa kabar? Eh ... ada Kak Siwi,” sapaku saat aku buka pintu lalu menghampiri emak.“Eh ... perempuan kurang ajar mau apa kamu ke sini, hah! Kamu mau merayu emakku lagi biar kamu dapat tanah warisan atau kebun gitu, ya! Enggak cukup kamu ngambil rumah itu dari kami?” kata Kak Siwi. Dia menarik jilbabku sampai hampir terlepas bahkan jarumnya pun menusuk kulitku.“Apa-apaan sih, Kak! Ngeselin banget lepas nggak!” protesku.“Aku enggak akan lepas sampai kamu minta maaf sama aku dan kamu balikin rumah itu ke Emak lagi!” jawabnya.“Oh ... iya? Yakin?” jawabku seraya kusikut perut Kak siwi kuat sekali.“Aww sakit! Setan kamu, ya, Kayla!” jerit Ka Siwi. Dia memegangi perutnya sambil berjongkok.“Duh, maaf ya, Kak. Sengaja! Ha ha!” ucapku.“Emph! Emph!” Emak bersuara. Aku yakin dia sangat kesal padaku dan hendak mengumpatku, tapi karena Mak sudah kena stroke jadinya emak tidak bisa menyampaikan unek-uneknya.“Kenapa, Mak? Mau ngomong apa? Kasihan b
POV Kayla. “Oo ...ternyata pelakor! Orang elit dan berpendidikan tinggi pun bisa ya, jadi pelakor!”“Dokter kok, pelakor! Cantik-cantik sukanya sama suami orang. Padahal dapat bujangan juga bisa!”“Namanya juga cinta tahi kucing pun rasa coklat!”“Amit-amit na’uzubillahminzalik dunia udah mau kiamat sampai-sampai pada rebutan suami.”“Sekarang banyak perempuan muka badak, muka tembok! Enggak bisa berkaca diri terbawa hawa nafsu!”“Iya, sudah gitu nyalahin istri sah lagi! Iih ... enggak malu banget!”“Pelakor mana pada punya urat malu. Urat malunya udah putus!”“Iya, betul! Menjijikan sekali lebih najis daripada kotoran hewan!”“Iya, ngeri ya ... padahal karir mereka bagus loh, dokter! Ternyata enggak menjamin!”“Jangan cuma nyalahin pelakornya, tapi lakinya juga. Mereka itu kan, sama-sama mau. Sama-sama gatal, sama-sama nggak punya kehormatan!”“Pendidikan tinggi enggak menjamin orangnya pun bermoral tinggi!”“Makanya itu harus belajar adab juga.”“Dokter Dafa bingung kali milih sal
POV Kayla. “Kurang ajar kamu, ya, Kayla!” Risa tidak terima mendengar ucapanku. Dia menyerangku, tapi aku buru-buru melepaskan sepatuku lalu kupukulkan ke bahunya! Bugh! Bugh!Tepat sasaran. Risa mengaduh kesakitan. Dia bermaksud menarik jilbabku, tapi aku sudah lebih dulu menjambak rambutnya.“Aww! Sakit-sakit! Lepaskan!” teriak Risa sampai suster yang kebetulan melintas berlarian untuk melerai kami.“Mbak, lepas, Mbak! Kasihan Dokter Risa. Udah lepas! Mbak, tidak tahu dia siapa?! Tolong lepas!” seru para suster.“Rasain kamu! Mampus kamu, Risa! Sekali lagi kamu bikin masalah sama aku bukan hanya rambutmu yang aku jambak, tapi kepalamu aku lepaskan dari tubuhmu! Memang kamu kira aku takut sama kamu? Rasain ini dokter gila,” makiku pada Risa.“Kamu itu yang gila buktinya kamu yang menyerangku!” Risa masih saja playing victim.“Ooh ... gitu! Ini gimana? Sakit tidak!” kutarik bulu mata palsu Risa biar dia tahu rasa.“Aww saaaaakkkiit mataku! Bulu mataku! Dasar kamu gila Kayla!” teri
POV Kayla. “Kayla, tolong panggil suster untuk membantuku!” pinta Bang Daffa.“Males, iiih! Abang panggilan aja sendiri itu kan, ada tombol di atas kepala Bapak. Tinggal pencet aja sih, kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala!” tolakku sinis.“Astaghfirullahaladzim ... Kayla ini darurat ya, Allah!” pekik Bang Dafa. Dia terlihat bingung dengan sikapku lalu tanpa pikir panjang dia memencet bel yang ada di atas kepala bapak berkali-kali.“Nah ... gitu bisa kan, pencet bel sendiri! Kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala?!” seruku.“Kayla, cepat bantu sini! Tolong ini!” pinta Bang Dafa lagi tanpa menoleh ke arahku. Dia memang terlihat sibuk sekali.“Apaan sih, Bang, males lah! Aku mau keluar. Aku malas bertemu Abang. Orang Bapak 'tuh cuma kejang biasa itu kena ayan. Udah deh, enggak usah terlalu lebai,” jawabku lagi. Gegas aku keluar. Di pintu aku berpapasan dengan perawat yang terburu-buru masuk ke ruangan ini.“Dasar monster! Aku pastikan kamu segera akan punah dari muka bumi ini. Monste
POV Kayla. “Pak, hei jangan mati dulu!” seruku seraya kutepuk-tepuk pipinya lebih tepatnya aku tampar.“Paaakk!” Kali ini kutekan lengan kanan bapak yang terpasang selang infus. Jika Bapak tidak sedang dalam keadaan kejang pasti dia akan berteriak kesakitan, tapi aku yakin sih, dia pun merasakan sakit. Ah ... sungguh ini merupakan kenikmatan hakiki yang aku nanti-nanti selama ini.“Pak, ada satu rahasia lagi yang harus Bapak tahu dan ini tentu sangat mengejutkan. Tahukah Bapak, bahwa istri tercinta bapak itu adalah penebar fitnah. Bapak tidak tahu kan, kalau ternyata istri Bapak sejak muda dulu sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Bapak? Karena aksinya terpergok oleh orang tuaku, Emak lalu memfitnah mereka dan terjadilah tragedi besar pembunuhan yang Bapak dalangi. Bagaimana Pak, apakah informasi ini mengejutkan Bapak?”Kulirik jam di pergelangan tanganku dan sepertinya sudah lebih dari 10 menit bapak kejang. Hebat sekali dia tidak meregang nyawa. Apa dia seperti kucing yang p