Aku Kayla, asli muli Lampung, seorang bidan desa. Wanita yang dijodohkan emak dengan Bang Dafa. Awalnya aku menolak karena aku sudah punya tambahan hati sendiri, seorang abdi negara apalagi setelah tahu kabar angin bahwa Bang Dafa pernah pulang membawa pacarnya dari kota yang juga seorang dokter makin membuatku yakin untuk menolak perjodohan itu. Akan tetapi setelah aku melihat Bang Dafa aku jadi jatuh cinta padanya dan benar-benar berniat merebut Bang Dafa dari pacarnya. Baru pacaran, kan? Enggak salah dong, kalau aku rebut! Kecuali kalau mereka sudah menikah, maka aku tidak akan merebutnya. Pacaran kan, statusnya belum apa-apa hanya baru sebatas pengenalan saja. Meskipun aku gadis desa, tapi aku percaya dan yakin aku akan menjadi pemenangnya. Karena ada emak Bang Dafa yang mendukungku.Bang Dafa, tengoklah aku di sini. Ada aku yang mencintaimu. Aku berjanji akan setia padamu sampai mati. Kalau kita berumah tangga pasti kita akan bahagia. Kamu ganteng dan aku canti
POV Fais. "Wulan!” panggilku saat mau memasuki rumah Bude Halimah, dia baru saja turun dari taxi. “Ck, Wulan-Wulan! Kakak! Aku ini kakakmu!” protesnya! “Ya, sorry! Mbak Wulan, itu kenapa si Sintia bisa datang ke sini?” “Mana aku tahu? Ini yang mau aku tanyakan ke satpam!” jawabnya ketus lalu masuk ke dalam. Terlihat satpam yang sedang kebingungan. “Pak, kok, si Sinting itu diizinkan masuk, sih! Sembarangan aja. Udah bosan kerja di sini?” tanya Wulan. Sepertinya memang dia sedang dalam keadaan sangat marah. Karena sebelumnya dia tidak pernah begitu. “Maaf, Non, tadi itu, saya lagi ke toilet, nah, Bibi keluar buang sampah. Kata Bibi, Mbak Sintianya nyelonong masuk aja. Cek aja CCTV-nya kalau Non Wulan enggak percaya. Jangan pecat saya, Non, nanti anak istri saya gimana?” “Tau, ah, Pak. Ayo, cepetan masuk, seret itu si Sinting!” titah Wulan. Benar saja, Sintia sedang mengacungkan pisau buah ke pergelangan tangannya. Mamahku sedang berusaha membujuk. Kalau dia mau mati bunuh d
“Apa dia harus dipindahkan ke ruang perawatan, Dok?” tanya mamah.“Tidak perlu, nanti sore bisa pulang. Silakan lengkapi administrasinya terlebih dahulu, Bu,” jawab dokter.Mamah dibantu mbok segera mengurus semuanya. Aku lebih memilih untuk istirahat ditemani pak satpam.“Mas, memang Mas Fawas beneran ke Paris?” tanya satpam, aku hanya menggeleng saja karena aku memang benar-benar tidak tahu.“Tadi si, pamit mau ke makam Non Meisya sama ibu, bapak dan anak-anaknya. Kok, tiba-tiba ke Paris, ya?” ujar satpam lagi.“Apa saya telepon Mas Fawas saja, ya, Mas?” Aku menggeleng.“Jangan! Biarin aja Fawas sama anak-anaknya. Dia juga kan, baru hari ini ke luar rumah kalau kita kasih kabar enggak mengenakan nanti dia tambah stres. Mendingan Pak Satpam telepon Wulan aja kasih tahu dia kalau Sintia tidak kenapa-kenapa,” jawabku.“Ha ha ... apa kubilang, memang dia itu hanya ekting saja. Kalian harusnya enggak bawa dia ke rumah sakit biar kapok!” ucap Wulan. Pak satpam telepon, tapi diloudspeaker
“Loh, Ibu nyamperin Nak Fais?” tanya bapaknya Risa. Seraya menyambutku hangat. Seperti biasa kami berpelukan dan saling bertukar kabar.“Tidak, Pak. Kebetulan saja Fais mau turun, jadi sekalian,” jawab ibu.Kulihat mamah tampak biasa saja, biasanya mamah akan sangat senang jika besannya datang. Begitu juga dengan papah. Ini kok, mereka berdua terkesan biasa saja. Apa sudah terjadi sesuatu?“Mah, kenapa? Sakitkah?” tanyaku. Mamah menggeleng. Zahra melototiku.“Mamah, kamu sedang pusing mikirin kelanjutan pernikahan kalian, Nak. Mau kami, ya, kamu tetap menajdi menantu kami. Sedang kamu sudah meminta izin untuk menikah lagi. Sejujurnya Bapak syok dan tidak terima. Masa kamu memutuskan segala sesuatu sebelah pihak saja?” ujar bapaknya Risa.“Aku tidak memutuskan sebelah pihak, Pak. Aku dan Risa sudah diskusikan ini dan kami sepakat untuk mengakhiri pernikahan kami,” jawabku sesopan mungkin. Aku tidak tega kalau menyakiti hati orang tua.“Tapi, Bapak tidak setuju dan Bapak yakin sekali ka
🌸🌸🌸POV Risa.Hati ini resah gundah gulana. Bagaimana tidak laki-laki yang aku cintai sudah dua hari ini mengacuhkanku.Aku yang tidak bisa dan tidak biasa diacuhkan merasa sangat tersinggung. Selama ini aku selalu diperlukan bak ratu oleh ke dua orang tuaku, keluargaku dan juga oleh Mas Fais. Apa pun yang aku mau dan butuhkan mereka selalu siap siaga memberi dan mengabulkan.Biasanya pun Mas Dafa begitu, tapi entah kenapa kelakuan dia tidak biasanya itu benar-benar membuatku tidak nyaman dan juga ingin sekali berontak.4 tahun hubungan yang kami jalani selalu berjalan mulus dan Mas Dafa mencintaiku dengan tulus. Tanpa menuntut ini dan itu. Padahal jika dia mau dan inginkan diriku aku siap dan rela. Inilah yang membuatku yakin bahwa Mas Dafa adalah laki-laki baik hati yang dengan setulus hati mau menjaga kesucian cinta kami.Kadang aku yang merasa malu sendiri dan seperti tidak punya harga diri pasalnya aku seperti menyodorkan begitu saja dengan mudah dan gratis tubuh ini pada Mas
Sekar kembali menelepon Mas Dafa semoga saja dijawab.“Halo, Kar?”Yei ... akhirnya dijawab juga.“Hallo ... Mas? Apa kabar?Ke mana saja itu princessmu uring-uringan nyariin kamu.”“Oh, ada di rumah, ini lagi free. Aku kemarin-kemarin sibuk banyak kerjaan, jadi enggak sempat untuk telepon Risa.”“Ya, udah, buruan gih, telepon Mbak Risanya. Dia galau banget itu.”“Sudah kutelepon tadi tidak diangkat mungkin dia ngambek. Biarlah nanti saja kutelepon lagi. Aku mau packing dulu, mau pulang kampung,” jawab Mas Dafa.Oh, iya? Mas Dafa telepon aku? Kok, HP-ku enggak bunyi. Segera kuambil HP yang aku kantongi benar saja 5 panggilan tak terjawab dari Mas Dafa.“Mau ke mana, Mas?” tanya Sekar lagi.“Pulang kampung ada urusan bentar, Kar. Salam ya, untuk Risa.”“Iya, Mas. Hati-hati di jalan, ya?”Panggilan berkahir dan aku langsung siap-siap make up dan memasukkan baju ala kadarnya ke koper.“Sibuk banget, Mbak. Mau nyusul Mas Dafa?”“Iya, aku curiga dia mau ketemu sama cewek yang dijodohkan em
“Udahlah, Bu. Enggak usah risau begitu. Namanya kan, mereka baru pacaran dan baru calon. Sebelum janur kuning melengkung dan janji suci terucap Bang Dafa bukan milik siapa pun kecuali orang tuanya. Jadi, aku masih bisa merebut hati Bang Dafa dan juga masih berpeluang banyak untuk menjadi istrinya,” timpal perempuan itu. “Iya, benar juga yang kamu bilang, Nak, semoga saja Dafa itu beneran jodoh kamu. Ibu sudah tidak sabar punya menantu dokter,” jawab wanita tua itu lalu melirik tajam padaku.Sabar, tenang, Risa ... mereka bukan tandinganmu. Ingat Risa, derajatmu lebih tinggi dari pada mereka. Tidak pantas kamu adu mulut dengan masyarakat rendahan seperti mereka.“Bang Dafa. Sudah makan belum? Kita makan dulu, yuk? Aku yang buat sambal seruitnya loh!” ajak cewek itu lagi.“Nanti saja. Abang belum lapar. Tadi sebelum berangkat sudah makan sama Risa,” jawab Mas Dafa berbohong pandangannya tidak beralih sedikit pun pada layar ponselnya. Padahal aku pun lapar. Ah, Mas Dafa memang pandai
🌸🌸🌸“Astaghfirullahaladzim, Ibu!” Histeris aku melihat ibunya Mas Arman yang masih ada di luar halaman padahal ini sudah jam 11 siang. Aku menyebutnya ibu Mas Arman karena sebentar lagi kami resmi bercerai baik secara agama maupun negara.Aku segera turun dari motor Susanti walaupun dia belum mematikan mesin motornya dan belum sempurna berhenti.Kuhampiri ibu yang sepertinya sudah benar-benar lemas. Pasti beliau dehidrasi mana matahari terik sekali hari ini. Ke mana semua orang?“Susanti bantu aku mendorong kursi roda Ibu!” titahku. Susanti sigap membantu. Meski, tubuh ibu bertambah kurus, tapi ini kalau mau masuk rumah sedikit menanjak. Aku tidak kuat jika sendirian.Peluh ibu sudah bercucuran. Wajahnya pucat sekali dan juga tubuhnya menghitam akibat sengatan matahari. Ibu tidak memakai baju hanya singlet dan celana pendek saja. Aku yakin ibu sudah dijemur dari pagi.Ke mana penghuni rumah ini? Kalau pun mereka bepergian harusnya ibu dibawa masuk dulu. Apa mereka tidak punya otak
POV Kayla. Setelah pemakaman bapak keluarga pun segera mengurus perempuan yang mengaku sebagai istri mudanya bapak. Ternyata perempuan itu tidak mengharapkan harta seperti yang dituduhkan Kak Siwi. Perempuan itu benar-benar tulus pada bapak.Mereka benar-benar ke sini untuk memberikan penghormatan terakhir. Melihat ketulusan itu bang Dafa dan Bang Romi mengakui anak remaja itu sebagai adiknya dan berjanji akan memberikan biaya pendidikan sampai jenjang tinggi.Emak jangan ditanya perempuan itu terus mengerang pasti emak tidak terima atas keputusan dua putranya bahkan tadi Emak sempat kejang.“Abang mau bicara dengamu, Kay. Ini serius! Ayo, ikut Abang. Aku yang masih duduk di atas sajadahku setelah salat ashar langsung mengikuti Bang Daffa untuk berkumpul di ruang tamu. Di sana sudah banyak berkumpul saudara-saudara Bang Dafa ada paman, Kak Siwi, Risa, dan banyak lagi, tapi tunggu dulu ada satu orang yang menarik perhatianku siapa dia aku seperti pernah melihatnya? Ya, kini aku ingat
POV Kayla. “Kamu siapa? Kenapa kamu datang ke sini, hah?! Kami tidak punya keluarga seperti kamu dan kami tidak mengundang siapa pun yang tidak kami kenal. Cepat pergi!” usir Kak Siwi. Aku yakin sekali kalau Kak Siwi mengenali wanita itu ‘kan kemarin dia sudah melihatnya di ponselku sedangkan emak hanya meliriik saja. Emak terus saja menangis. Ah ... ini masih babak baru pasti setelah ini akan terjadi keributan besar.“Cepat sana, pergi! Cepat! Kami tidak punya kerabat seperti kamu!” usir Kak Siwi lagi seraya mendorong-dorong tubuh wanita itu.“Lepaskan Ibuku jangan kau sentuh Ibuku!” bela anak bujangnya. Wah ternyata punya nyali juga dia. Aku kira dia hanya anak ingusan yang sembunyi di ketiak ibunya ternyata dia jagoan yang berani membela ibunya dari terkaman harimau.“Kamu siapa? Nggak usah ikut campur anak kecil! Cepetan sana pergi kalian! Pergi! Rumah ini tidak menerima orang yang tidak kami kenal!” Kak Siwi terus saja mengusir perempuan itu namun perempuan itu sama sekali tid
POV Kayla.“Dasar pembunuh! Dialah pembunuh bapakku. Dialah pembunuh bapak kami! Dafa pokoknya jeblosin Kayla ke penjara aku. Pokoknya aku enggak mau tahu masukin dia ke penjara!” teriak Kak Siwi. Jari telunjuknya menudingku.Dia menuduhku membunuh bapak terserah saja ‘toh aku tidak secara langsung membunuhnya. Aku hanya memberikan informasi akurat dan rahasia besarnya selama ini, jadi kalau bapak meninggal ya, itu sudah takdirnya bukan karena aku yang bunuh. Jadi, untuk apa aku takut aku santai saja menghadapi mereka bahkan kini aku duduk di sebelah emak yang terbaring lemah. Tatapannya penuh kebencian padaku. Ah ... terserah saja. Dibenci emak tidak akan pernah membuatku rugi yang penting dendamku terbalaskan.Sementara Bang Daffa sama sekali tidak menanggapi perkataan Kak Siwi. Begitu pun dengan Bang Romi. Mereka semua justru khusuk mendoakan Bapak.Entahlah kalau setelah acara pemakaman ini mungkin aku akan disidang, tapi ya, seperti yang aku katakan tadi aku sama sekali tidak t
POV Kayla. “Wah ... so sweet sekali, tapi sayangnya itu basi dan sepertinya Mak sekarang nggak suka tuh sama kamu! Dari tatapannya Emak saja terlihat sangat marah. Andai Mak bisa ngomong pasti Emak sudah ngusir kamu dari sini, Kay!” kata Kak Siwi lagi. “Kalau emang Emak nggak suka padaku baru-baru ini ya, telat dong! Karena aku sudah nggak suka sama emak sejak dahulu,” jawabku. Kak Siwi bengong.“Dasar nggak waras! LAWANG!” umpat Kak Siwi.“Kok, orang gila ngatain gila, sih!” kataku lagi.“Diam kamu, Kay! Kamu ngatain aku gila lagi akan kubuat kamu mampus gak bisa ngomong selamanya mulutmu itu!”“Enggak takut! Lakuin aja kalau bisa,” jawabku dengan senyuman sinis.Kulirik emak. Lagi-lagi emak hanya menggeleng saja. Jangankan basmi Kak Siwi, emak yang selama ini baik padaku pun bisa aku bikin diam alias stroke.“Mak ... Mak kenapa seperti ketakutan gitu, sih? Padahal kan, aku sayang sama Emak dan juga Mak sayang sama aku. Tenang aja ya, aku bakal kasih sesuatu sama emak, tapi aku
POV Kayla. “Halo ... selamat pagi! Emak apa kabar? Eh ... ada Kak Siwi,” sapaku saat aku buka pintu lalu menghampiri emak.“Eh ... perempuan kurang ajar mau apa kamu ke sini, hah! Kamu mau merayu emakku lagi biar kamu dapat tanah warisan atau kebun gitu, ya! Enggak cukup kamu ngambil rumah itu dari kami?” kata Kak Siwi. Dia menarik jilbabku sampai hampir terlepas bahkan jarumnya pun menusuk kulitku.“Apa-apaan sih, Kak! Ngeselin banget lepas nggak!” protesku.“Aku enggak akan lepas sampai kamu minta maaf sama aku dan kamu balikin rumah itu ke Emak lagi!” jawabnya.“Oh ... iya? Yakin?” jawabku seraya kusikut perut Kak siwi kuat sekali.“Aww sakit! Setan kamu, ya, Kayla!” jerit Ka Siwi. Dia memegangi perutnya sambil berjongkok.“Duh, maaf ya, Kak. Sengaja! Ha ha!” ucapku.“Emph! Emph!” Emak bersuara. Aku yakin dia sangat kesal padaku dan hendak mengumpatku, tapi karena Mak sudah kena stroke jadinya emak tidak bisa menyampaikan unek-uneknya.“Kenapa, Mak? Mau ngomong apa? Kasihan b
POV Kayla. “Oo ...ternyata pelakor! Orang elit dan berpendidikan tinggi pun bisa ya, jadi pelakor!”“Dokter kok, pelakor! Cantik-cantik sukanya sama suami orang. Padahal dapat bujangan juga bisa!”“Namanya juga cinta tahi kucing pun rasa coklat!”“Amit-amit na’uzubillahminzalik dunia udah mau kiamat sampai-sampai pada rebutan suami.”“Sekarang banyak perempuan muka badak, muka tembok! Enggak bisa berkaca diri terbawa hawa nafsu!”“Iya, sudah gitu nyalahin istri sah lagi! Iih ... enggak malu banget!”“Pelakor mana pada punya urat malu. Urat malunya udah putus!”“Iya, betul! Menjijikan sekali lebih najis daripada kotoran hewan!”“Iya, ngeri ya ... padahal karir mereka bagus loh, dokter! Ternyata enggak menjamin!”“Jangan cuma nyalahin pelakornya, tapi lakinya juga. Mereka itu kan, sama-sama mau. Sama-sama gatal, sama-sama nggak punya kehormatan!”“Pendidikan tinggi enggak menjamin orangnya pun bermoral tinggi!”“Makanya itu harus belajar adab juga.”“Dokter Dafa bingung kali milih sal
POV Kayla. “Kurang ajar kamu, ya, Kayla!” Risa tidak terima mendengar ucapanku. Dia menyerangku, tapi aku buru-buru melepaskan sepatuku lalu kupukulkan ke bahunya! Bugh! Bugh!Tepat sasaran. Risa mengaduh kesakitan. Dia bermaksud menarik jilbabku, tapi aku sudah lebih dulu menjambak rambutnya.“Aww! Sakit-sakit! Lepaskan!” teriak Risa sampai suster yang kebetulan melintas berlarian untuk melerai kami.“Mbak, lepas, Mbak! Kasihan Dokter Risa. Udah lepas! Mbak, tidak tahu dia siapa?! Tolong lepas!” seru para suster.“Rasain kamu! Mampus kamu, Risa! Sekali lagi kamu bikin masalah sama aku bukan hanya rambutmu yang aku jambak, tapi kepalamu aku lepaskan dari tubuhmu! Memang kamu kira aku takut sama kamu? Rasain ini dokter gila,” makiku pada Risa.“Kamu itu yang gila buktinya kamu yang menyerangku!” Risa masih saja playing victim.“Ooh ... gitu! Ini gimana? Sakit tidak!” kutarik bulu mata palsu Risa biar dia tahu rasa.“Aww saaaaakkkiit mataku! Bulu mataku! Dasar kamu gila Kayla!” teri
POV Kayla. “Kayla, tolong panggil suster untuk membantuku!” pinta Bang Daffa.“Males, iiih! Abang panggilan aja sendiri itu kan, ada tombol di atas kepala Bapak. Tinggal pencet aja sih, kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala!” tolakku sinis.“Astaghfirullahaladzim ... Kayla ini darurat ya, Allah!” pekik Bang Dafa. Dia terlihat bingung dengan sikapku lalu tanpa pikir panjang dia memencet bel yang ada di atas kepala bapak berkali-kali.“Nah ... gitu bisa kan, pencet bel sendiri! Kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala?!” seruku.“Kayla, cepat bantu sini! Tolong ini!” pinta Bang Dafa lagi tanpa menoleh ke arahku. Dia memang terlihat sibuk sekali.“Apaan sih, Bang, males lah! Aku mau keluar. Aku malas bertemu Abang. Orang Bapak 'tuh cuma kejang biasa itu kena ayan. Udah deh, enggak usah terlalu lebai,” jawabku lagi. Gegas aku keluar. Di pintu aku berpapasan dengan perawat yang terburu-buru masuk ke ruangan ini.“Dasar monster! Aku pastikan kamu segera akan punah dari muka bumi ini. Monste
POV Kayla. “Pak, hei jangan mati dulu!” seruku seraya kutepuk-tepuk pipinya lebih tepatnya aku tampar.“Paaakk!” Kali ini kutekan lengan kanan bapak yang terpasang selang infus. Jika Bapak tidak sedang dalam keadaan kejang pasti dia akan berteriak kesakitan, tapi aku yakin sih, dia pun merasakan sakit. Ah ... sungguh ini merupakan kenikmatan hakiki yang aku nanti-nanti selama ini.“Pak, ada satu rahasia lagi yang harus Bapak tahu dan ini tentu sangat mengejutkan. Tahukah Bapak, bahwa istri tercinta bapak itu adalah penebar fitnah. Bapak tidak tahu kan, kalau ternyata istri Bapak sejak muda dulu sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Bapak? Karena aksinya terpergok oleh orang tuaku, Emak lalu memfitnah mereka dan terjadilah tragedi besar pembunuhan yang Bapak dalangi. Bagaimana Pak, apakah informasi ini mengejutkan Bapak?”Kulirik jam di pergelangan tanganku dan sepertinya sudah lebih dari 10 menit bapak kejang. Hebat sekali dia tidak meregang nyawa. Apa dia seperti kucing yang p