“Lah, ya, sudah deh, siapa pun itu semoga saja orang baik yang dikirimkan kok Allah untuk Mbak Fatki sebagai gantinya Mas Arman.”“Mikitny, kamu kejauhan deh, San! Aku aja belum mikirin ke sana yang aku pikirkan itu sekarang adalah gimana caranya memajukan usaha kita ini dan gimana caranya agar sidang perceraianku itu berjalan dengan lancar. Kamu tahu sendiri kan, Mas Arman itu biang kerok ini barusan aja Citra WA kalau Mas Arman itu main judi. Uang yang dipinjam dari Mbak tadi pagi dipakainya judi sudah gitu dia dipukul pakai palu kepalanya sampai bocor sama Intan, sekarang mereka lagi ke rumah sakit.”“Waduh, seru tuh, Mbak. Ah, Intan, sih, enggak ngajak-ngajak aku. Kepingin juga tuh aku kasih bogem kepalanya Mas Arman pakai batu bata biar tambah benjol biar otaknya itu bisa berpikir jernih.”“Huuss! Kamu itu kalau ngomong sembarangan! Kamu kalau mukul orang tanpa alasan juga itu bisa kena pasal Susanti. Sudah ayo, tidur, aku ngantuk banget besok kita tuh harus finishing semua pes
“Mbak-Mbak, itu securitynya sudah datang. Udah ngusir Intan sama Reni,” kata Susanti, dia masih setia berdiri di jendela.“Ya, sudah San, kalau udah ada security aman tutup lagi jendelanya. Ayo, kita ttidu!”Intan dan Reni tidak terima diusir oleh security dia terus saja mengumpat dan mengata-ngataiku sebagai manusia super tega tidak punya hati dan juga manusia berhati iblis.[Belum kaya sudah sombong kamu Mbak Fatki, ruko nyewa aja gayanya selangit tidak mau menolongku sama sekali. Awas aja aku akan buat penghitungan denganmu. Kamu benar-benar manusia tidak berguna Mbak, tidak bisa menolong orang lain! Aku doakan kamu itu tidak akan pernah dapat pelanggan jahit lagi biar kamu tahu rasa dan ikut merasakan betapa susah dan sakitnya orang ketika tidak punya uang seperti yang sedang aku dan keluargaku alami saat ini.]Terserah saja Intan kamu mau ngomong apa yang jelas saat ini tidak akan aku beri, meski kamu memohon padaku.Kembali kublokir nomor WA-nya Intan agar dia tidak menggangguk
Happy reading everyone ❤️🌸🌸🌸“Bukan! Intan mau minta duit sama Mbak, itu dia kirim Wa ke Mbak, maki-maki karena enggak dibukain pintu. Katanya Mbak ini sombong enggak mau ngasih pinjaman uang ke dia padahal dia lagi butuh banget.“Waduh, terus kalau sampai dia tahu sekarang Mas Arman ada di sini lagi bisa-bisa jadi masalah.”“Makanya itu Susanti, Mbak enggak mau buka pintu. Biarin aja kita tutup sampai Mas Arman dibawa pergi sama security. Ya sudah lebih baik kita bikin sarapan setelah itu kita jahit sebentar nanti jam 11.00 siang kita berangkat ke pasar cari kain borkat untuk ustazah Zahra.“Siap, Bos! Alhamdulillah akhirnya aku merasakan sibuknya menjadi wanita karir,” ujat Susanti girang. ***Siang ini begitu terik, ketika tiba-tiba seseorang menghampiriku dengan kasar lalu menarik jilbab yang aku kenakan.Serangan yang tidak seimbang membuatku jatuh tumbang. Aku tidak kenal dia siapa tiba-tiba saja dia menarikku dan mempermalukan aku di depan umum.Aku coba-coba mengingat-in
Setelah peristiwa memalukan di pasar tadi aku dan Susanti lebih memilih untuk lebih waspada. Takutnya ada serangan susulan dan itu akan sangat merugikan kami.Tangan kanan kiri kami menenteng plastik besar hasil berburu kain hari ini. Kalau mereka kembali menyerang itu artinya kami sulit melawan.Aku sampai pesan jasa kurir online untuk membawa belanjaan kami.Berburu kain beda pasar dan itu tempatnya lumayan jauh dari ruko kami. Kalau tidak macet menempuh jarak perjalanan sekitar 35 menitan dan kalau macet bisa 1 jaman lebih.“Aku tidak bisa tinggal diam akan aku adukan pada Mbak Wulan,” gerutu Susanti.“Jangan sekarang, San. Mas Fawas dan calon istrinya tinggal hitungan hari mau nikah kalau kita main adu begitu saja rasanya kurang etis. Lagi pula siapa yang mau percaya sama kita. Kan, kita ini hanya orang lain yang kebetulan bisa kenal baik dengan para sultan itu. Kita harus jaga hubungan baik kita. Ingat, San, kita ini hanya wong cilik yang pasti akan kalah kalau main adu-aduan beg
Bruk!Intan jatuh. Dia berteriak kesakitan.“Kurang ajar kamu, Mbak, Fatki!” umpatnya. Beberapa orang yang lewat menolong Intan. Pasti mereka mengira Intan kecelakaan.“Aduh, sakit! Hati-hati Pak, kakiku kena knalpot!” teriak Intan.“Tunggu di sini Mbak, aku juga mau nolongin Intan,” ucap Susanti.Eh, tumben itu anak mau berbaik hati.Tapi, tunggu dulu, kok, Susanti lepasin sandalnya?“Aau, sakit, Pak, kakiku sepertinya keseleo!” teriak Intan lagi.“Aaa!”Saat teriak itulah Susanti memasukkan sendal miliknya ke mulut Intan. Spontan aksinya membuat semua orang heran.“Makan ini sendal bulukku Intan! Gimana rasanya? Enak, kan? Ini sendal tadi sudah aku pakai jalan jauh dan juga sudah nginjek tai kucing!” ucap Susanti.Intan berontak, tapi tenaga Susanti jauh lebih kuat. Mulut Intan dimasukin sendal Susanti sambil ditekan-tekan.“Eh, Mbak, apa-apaan ini, kok, malah gitu!” ujar Mas-mas yang nolongin Intan, dia mencekal tangan Susanti.“Diam kamu, Mas! Apa mau aku sumpel juga mulutmu pakai
Duh, aku jadi teriak-teriak gini karena kalah ramai dengan suara yang lain mana ada anak-anak kecil juga yang suaranya memenuhi ruangan sudah seperti PAUD.“Mbak, kayaknya bagian lenganku ini susah untuk gerak,” ujar Mas Fais.Ustazah Zahra menghampirinya.“Mana, coba di angkat ke atas!” pinta ustazah.“Tuh, kan, Mah, agak sempit!” ujar Mas Fais lagi.“Eh, iya. Sudah turunin nanti burket itu Mbak Fatkinya!” tegur ustazah.Aku tersenyum, muka Mas Fais memerah pasti dia malu dibilang begitu.“Mas, maaf itu Mas Faisnya masih pakai baju kemeja, coba dilepas dulu. Kalau masih sempit juga ya, berarti memang kesalahanku,” ucapku hati-hati.Kini giliran Mas Fais yang senyum-senyum lalu masuk kamar mandi.“Senyum mulu! Enggak capek apa itu mulut!” tegur adik Mas Fais.“Zahra, ah, kamu itu jahil, deh! Biarin aja Fais senyum. Jarang-jarang loh, dia senyum,” sahut ustazah.“Gimana, Mas? Cukup atau masih sempit?” tanyaku pada Mas Fais yang berjalan menghampiri kami.“Eghem. Masih sedikit sempit, M
🌸🌸🌸“Ada apa sih, gitu aja heboh! Norak, deh!” seru calon istri Mas Fawas. Aku lebih memilih diam karena jujur aku takut pada Mas Fais dan juga deg-degan“Mbak, lihat deh memang ini enggak bisa kalau enggak di ombak dan digedein lagi. Kalau hanya ditambahin inner ini kayaknya enggak pas gitu deh. Coba deh, Mbak Fatki yang urusin ini,” ujar Susanti. Dia sudah sangat terlihat bete.Aku jai curiga entah bajunya yang memang beneran tidak muat atau memang Susanti yang sudah malas duluan dengan calon istri Mas Fawas.“Ya, sudah sana kamu kerjain yang lain aja biar ini aku yang tangani. Mas Fais mohon maaf bajunya bisa dikasihin ke Susanti dulu ya, Susanti yang benerin Saya mau benerin baju calon istri Mas Fawas.” Mas Fais menggangguk, tapi kali ini pandangannya tidak melihat kepadaku dia menunduk.“Katanya penjahit profesional benerin bajun aja enggak bisa. Ngeselin banget sih!” omel calon istri Mas Fawas.“Mbak penjahit profesional pun kalau baju sudah tidak muat begini memang engga
“Kamu selalu saja belain ibumu. Padahal aku yang akan menjadi pendamping hidupmu selamanya, tak pernah sekali pun kamu membelaku!” keluh cukup calon istri Mas Fawas.“Bukan begitu, Dik, yang aku tahu apa pun yang dikatakan oleh Ibu itu adalah benar dan aku sangat menyayangi ibuku. Sayangku padamu dan juga pada ibu itu berbeda. Kalau kamu sayang sama aku, maka kamu harus ikutin aturan Ibu, karena surgaku ada pada ibu dan surgamu ada padaku. Kamu bilang sendiri kan, akan melakukan apa pun demi membahagiakan aku dan keluargaku? Tolonglah kali ini saja lagi pula resepsi nanti semua baju-baju kamu tidak disentuh oleh Ibu hanya ijabnya saja dan baju ijab pun hanya dipakai sebentar,” bujuk Mas Fawas.“Tapi, Mas. Justru ijabnya itu yang sakral. Tolong dong, kamu kasih pengertian pada Ibu.”“Tidak bisa, Dik, lagi pula ini bukan sepenuhnya salah Ibu. Kan, aku sudah bilang sama kamu minta desain baju kamu itu yang menutup aurat kamu itu calon menantu Hajah. Ibu Bapakku itu Haji, keluarga besa
POV Kayla. Setelah pemakaman bapak keluarga pun segera mengurus perempuan yang mengaku sebagai istri mudanya bapak. Ternyata perempuan itu tidak mengharapkan harta seperti yang dituduhkan Kak Siwi. Perempuan itu benar-benar tulus pada bapak.Mereka benar-benar ke sini untuk memberikan penghormatan terakhir. Melihat ketulusan itu bang Dafa dan Bang Romi mengakui anak remaja itu sebagai adiknya dan berjanji akan memberikan biaya pendidikan sampai jenjang tinggi.Emak jangan ditanya perempuan itu terus mengerang pasti emak tidak terima atas keputusan dua putranya bahkan tadi Emak sempat kejang.“Abang mau bicara dengamu, Kay. Ini serius! Ayo, ikut Abang. Aku yang masih duduk di atas sajadahku setelah salat ashar langsung mengikuti Bang Daffa untuk berkumpul di ruang tamu. Di sana sudah banyak berkumpul saudara-saudara Bang Dafa ada paman, Kak Siwi, Risa, dan banyak lagi, tapi tunggu dulu ada satu orang yang menarik perhatianku siapa dia aku seperti pernah melihatnya? Ya, kini aku ingat
POV Kayla. “Kamu siapa? Kenapa kamu datang ke sini, hah?! Kami tidak punya keluarga seperti kamu dan kami tidak mengundang siapa pun yang tidak kami kenal. Cepat pergi!” usir Kak Siwi. Aku yakin sekali kalau Kak Siwi mengenali wanita itu ‘kan kemarin dia sudah melihatnya di ponselku sedangkan emak hanya meliriik saja. Emak terus saja menangis. Ah ... ini masih babak baru pasti setelah ini akan terjadi keributan besar.“Cepat sana, pergi! Cepat! Kami tidak punya kerabat seperti kamu!” usir Kak Siwi lagi seraya mendorong-dorong tubuh wanita itu.“Lepaskan Ibuku jangan kau sentuh Ibuku!” bela anak bujangnya. Wah ternyata punya nyali juga dia. Aku kira dia hanya anak ingusan yang sembunyi di ketiak ibunya ternyata dia jagoan yang berani membela ibunya dari terkaman harimau.“Kamu siapa? Nggak usah ikut campur anak kecil! Cepetan sana pergi kalian! Pergi! Rumah ini tidak menerima orang yang tidak kami kenal!” Kak Siwi terus saja mengusir perempuan itu namun perempuan itu sama sekali tid
POV Kayla.“Dasar pembunuh! Dialah pembunuh bapakku. Dialah pembunuh bapak kami! Dafa pokoknya jeblosin Kayla ke penjara aku. Pokoknya aku enggak mau tahu masukin dia ke penjara!” teriak Kak Siwi. Jari telunjuknya menudingku.Dia menuduhku membunuh bapak terserah saja ‘toh aku tidak secara langsung membunuhnya. Aku hanya memberikan informasi akurat dan rahasia besarnya selama ini, jadi kalau bapak meninggal ya, itu sudah takdirnya bukan karena aku yang bunuh. Jadi, untuk apa aku takut aku santai saja menghadapi mereka bahkan kini aku duduk di sebelah emak yang terbaring lemah. Tatapannya penuh kebencian padaku. Ah ... terserah saja. Dibenci emak tidak akan pernah membuatku rugi yang penting dendamku terbalaskan.Sementara Bang Daffa sama sekali tidak menanggapi perkataan Kak Siwi. Begitu pun dengan Bang Romi. Mereka semua justru khusuk mendoakan Bapak.Entahlah kalau setelah acara pemakaman ini mungkin aku akan disidang, tapi ya, seperti yang aku katakan tadi aku sama sekali tidak t
POV Kayla. “Wah ... so sweet sekali, tapi sayangnya itu basi dan sepertinya Mak sekarang nggak suka tuh sama kamu! Dari tatapannya Emak saja terlihat sangat marah. Andai Mak bisa ngomong pasti Emak sudah ngusir kamu dari sini, Kay!” kata Kak Siwi lagi. “Kalau emang Emak nggak suka padaku baru-baru ini ya, telat dong! Karena aku sudah nggak suka sama emak sejak dahulu,” jawabku. Kak Siwi bengong.“Dasar nggak waras! LAWANG!” umpat Kak Siwi.“Kok, orang gila ngatain gila, sih!” kataku lagi.“Diam kamu, Kay! Kamu ngatain aku gila lagi akan kubuat kamu mampus gak bisa ngomong selamanya mulutmu itu!”“Enggak takut! Lakuin aja kalau bisa,” jawabku dengan senyuman sinis.Kulirik emak. Lagi-lagi emak hanya menggeleng saja. Jangankan basmi Kak Siwi, emak yang selama ini baik padaku pun bisa aku bikin diam alias stroke.“Mak ... Mak kenapa seperti ketakutan gitu, sih? Padahal kan, aku sayang sama Emak dan juga Mak sayang sama aku. Tenang aja ya, aku bakal kasih sesuatu sama emak, tapi aku
POV Kayla. “Halo ... selamat pagi! Emak apa kabar? Eh ... ada Kak Siwi,” sapaku saat aku buka pintu lalu menghampiri emak.“Eh ... perempuan kurang ajar mau apa kamu ke sini, hah! Kamu mau merayu emakku lagi biar kamu dapat tanah warisan atau kebun gitu, ya! Enggak cukup kamu ngambil rumah itu dari kami?” kata Kak Siwi. Dia menarik jilbabku sampai hampir terlepas bahkan jarumnya pun menusuk kulitku.“Apa-apaan sih, Kak! Ngeselin banget lepas nggak!” protesku.“Aku enggak akan lepas sampai kamu minta maaf sama aku dan kamu balikin rumah itu ke Emak lagi!” jawabnya.“Oh ... iya? Yakin?” jawabku seraya kusikut perut Kak siwi kuat sekali.“Aww sakit! Setan kamu, ya, Kayla!” jerit Ka Siwi. Dia memegangi perutnya sambil berjongkok.“Duh, maaf ya, Kak. Sengaja! Ha ha!” ucapku.“Emph! Emph!” Emak bersuara. Aku yakin dia sangat kesal padaku dan hendak mengumpatku, tapi karena Mak sudah kena stroke jadinya emak tidak bisa menyampaikan unek-uneknya.“Kenapa, Mak? Mau ngomong apa? Kasihan b
POV Kayla. “Oo ...ternyata pelakor! Orang elit dan berpendidikan tinggi pun bisa ya, jadi pelakor!”“Dokter kok, pelakor! Cantik-cantik sukanya sama suami orang. Padahal dapat bujangan juga bisa!”“Namanya juga cinta tahi kucing pun rasa coklat!”“Amit-amit na’uzubillahminzalik dunia udah mau kiamat sampai-sampai pada rebutan suami.”“Sekarang banyak perempuan muka badak, muka tembok! Enggak bisa berkaca diri terbawa hawa nafsu!”“Iya, sudah gitu nyalahin istri sah lagi! Iih ... enggak malu banget!”“Pelakor mana pada punya urat malu. Urat malunya udah putus!”“Iya, betul! Menjijikan sekali lebih najis daripada kotoran hewan!”“Iya, ngeri ya ... padahal karir mereka bagus loh, dokter! Ternyata enggak menjamin!”“Jangan cuma nyalahin pelakornya, tapi lakinya juga. Mereka itu kan, sama-sama mau. Sama-sama gatal, sama-sama nggak punya kehormatan!”“Pendidikan tinggi enggak menjamin orangnya pun bermoral tinggi!”“Makanya itu harus belajar adab juga.”“Dokter Dafa bingung kali milih sal
POV Kayla. “Kurang ajar kamu, ya, Kayla!” Risa tidak terima mendengar ucapanku. Dia menyerangku, tapi aku buru-buru melepaskan sepatuku lalu kupukulkan ke bahunya! Bugh! Bugh!Tepat sasaran. Risa mengaduh kesakitan. Dia bermaksud menarik jilbabku, tapi aku sudah lebih dulu menjambak rambutnya.“Aww! Sakit-sakit! Lepaskan!” teriak Risa sampai suster yang kebetulan melintas berlarian untuk melerai kami.“Mbak, lepas, Mbak! Kasihan Dokter Risa. Udah lepas! Mbak, tidak tahu dia siapa?! Tolong lepas!” seru para suster.“Rasain kamu! Mampus kamu, Risa! Sekali lagi kamu bikin masalah sama aku bukan hanya rambutmu yang aku jambak, tapi kepalamu aku lepaskan dari tubuhmu! Memang kamu kira aku takut sama kamu? Rasain ini dokter gila,” makiku pada Risa.“Kamu itu yang gila buktinya kamu yang menyerangku!” Risa masih saja playing victim.“Ooh ... gitu! Ini gimana? Sakit tidak!” kutarik bulu mata palsu Risa biar dia tahu rasa.“Aww saaaaakkkiit mataku! Bulu mataku! Dasar kamu gila Kayla!” teri
POV Kayla. “Kayla, tolong panggil suster untuk membantuku!” pinta Bang Daffa.“Males, iiih! Abang panggilan aja sendiri itu kan, ada tombol di atas kepala Bapak. Tinggal pencet aja sih, kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala!” tolakku sinis.“Astaghfirullahaladzim ... Kayla ini darurat ya, Allah!” pekik Bang Dafa. Dia terlihat bingung dengan sikapku lalu tanpa pikir panjang dia memencet bel yang ada di atas kepala bapak berkali-kali.“Nah ... gitu bisa kan, pencet bel sendiri! Kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala?!” seruku.“Kayla, cepat bantu sini! Tolong ini!” pinta Bang Dafa lagi tanpa menoleh ke arahku. Dia memang terlihat sibuk sekali.“Apaan sih, Bang, males lah! Aku mau keluar. Aku malas bertemu Abang. Orang Bapak 'tuh cuma kejang biasa itu kena ayan. Udah deh, enggak usah terlalu lebai,” jawabku lagi. Gegas aku keluar. Di pintu aku berpapasan dengan perawat yang terburu-buru masuk ke ruangan ini.“Dasar monster! Aku pastikan kamu segera akan punah dari muka bumi ini. Monste
POV Kayla. “Pak, hei jangan mati dulu!” seruku seraya kutepuk-tepuk pipinya lebih tepatnya aku tampar.“Paaakk!” Kali ini kutekan lengan kanan bapak yang terpasang selang infus. Jika Bapak tidak sedang dalam keadaan kejang pasti dia akan berteriak kesakitan, tapi aku yakin sih, dia pun merasakan sakit. Ah ... sungguh ini merupakan kenikmatan hakiki yang aku nanti-nanti selama ini.“Pak, ada satu rahasia lagi yang harus Bapak tahu dan ini tentu sangat mengejutkan. Tahukah Bapak, bahwa istri tercinta bapak itu adalah penebar fitnah. Bapak tidak tahu kan, kalau ternyata istri Bapak sejak muda dulu sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Bapak? Karena aksinya terpergok oleh orang tuaku, Emak lalu memfitnah mereka dan terjadilah tragedi besar pembunuhan yang Bapak dalangi. Bagaimana Pak, apakah informasi ini mengejutkan Bapak?”Kulirik jam di pergelangan tanganku dan sepertinya sudah lebih dari 10 menit bapak kejang. Hebat sekali dia tidak meregang nyawa. Apa dia seperti kucing yang p