🌸🌸🌸Pagi yang cerah menyapa. Hangatnya sinar mentari masuk melalui ventilasi jendela. Aku dan Susanti sudah bergelut dengan mesin jahit sejak selesai tahajud semalam, meski ngantuk tapi aku tetap semangat karena target uang yang aku kumpulkan untuk aku bayarkan kepada Hajah Halimah sebentar lagi akan cukup.Aku benar-benar selut dengan Susanti dia semangat kerjanya benar-benar patut diancungi jempol.“Fatki, Mas Nanang nemu ini di depan pintu masuk. Ada kartu ucapannya. *Masih tetap semangat, kan?* Ini dari siapa?” tanya Mas Nanang menghampiriku ke atas.“Oh, iya, Mas, sudah tidak kaget lagi ini sudah mawar ke 5 yang dikirim untukku eh ... maksudnya entah untuk siapa yang jelas dikirim ke sini.”“Oh, jadi mawar-mawar yang ada di meja sofa kamu itu dapat kiriman dari orang?” tebak Mas Nanang.“Iya, betul sekali. Anda berhak mendapatkan hadiah voucher belanja es balon sebesar 500 perak,” gurauku pada Mas Nanang.“Hem ... ogah amat! Besok belanja sendiri juga bisa,” jawab Mas Nanang
🌸🌸“Fatki, ingat pesan Ibu. Jangan sampai hanya karena uang semata kamu jadi manusia tegaan dan tidak lagi mau berbuat baik,” ucap ibuku.Aku tahu ibu masih saja merasa kasihan dan tidak enak pada mantan besannya itu. Tapi, beliau tidak berani bicara terang-terangan padaku.“Iya, Bu. Aku tahu batasan mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak. Mas Arman harus dikasih pelajaran kalau tidak benar kata Mas Nanang tadi dia akan terus merong-rong padaku. Ibu lebih tidak tega pada Mas Arman atau padaku? Kok, Ibu malah membela Mas Arman?”“Bu—kan begitu, Nak. Ada yang Ibu khawatirkan lebih dari itu. Kamu perempuan dan di sini sendirian. Kalau Arman dendam maka dia akan berbuat nekat padaku. Itu yang Ibu khawatirkan. Ibu takut terjadi sesuatu padamu. Ibu tidak mau kehilangan kamu.”“Insya Allah aman, Bu. Mas Arman bebas bersyarat tentu dia tidak akan berbuat yang tidak-tidak yang akan merugikan dirinya sendiri. Apalagi sekarang ibunya sakit pasti dia akan memikirkan nasib ibunya juga.”“Or
“Sudahlah, Dik ... bukankah aku sudah berkata berkali-kali padamu bahwa aku sangat mencintai kamu dan aku tidak ingin berpisah denganmu? Reni itu hanya selingan semata Dik, aku tidak 100% mencintai dia. Di dalam dasar hatiku hanya kamu yang aku cintai, Dik, bukan orang lain, jadi tolonglah jangan mengungkit-ungkit itu lagi.”“Kamu itu lucu, Mas. Meminta padaku untuk tidak mengungkit-ungkit, Mas. Ini bukan tentang ungkit, mengungkit Mas, memang sumber masalah kita, ya kamu itu, Mas. Kok, sekarang dengan penuh percaya diri kamu bilang padaku bahwa aku datang ke sini karena rindu padamu. Tidak Mas, aku datang ke sini untuk menyelesaikan semuanya,” terangku panjang lebar kali tinggi.“Selesai? Apanya yang selesai, Dik? Tanpa ucapan talak dan tanpa tanda tangan dariku kamu tidak bisa aku ceraikan!” Mas Arman mulai tersulut emosinya.“Itu teori dari mana, Mas? Asal aku datang ke pengadilan dan pengadilan mengabulkan gugatan ceraikan lalu keluar akta cerai, semua beres! Jadi, mau kamu tand
Agar rasa penasaran Mas Arman hilang aku pun segera mengeluarkan uang dari dalam dompetku sejumlah 2 juta rupiah.Begitu melihat uang Mas Arman langsung tersenyum dan cepat-cepat hendak mengambilnya. Sekuat tenaga kupukul tangannya agar tidak celamitan mengambil sesuatu yang bukan miliknya.“Uang ini untuk Mas, kan, Dik? Kamu bilang tadi tidak mau membantu Mas, ini sekarang kamu mengeluarkan uang. Ternyata kamu hanya mengerjaiku saja, Dik. Sudah membuatku benar-benar panik. Ternyata walau bagaimana pun keras dan juteknya kamu, tetap saja kamu mau memenuhi permintaanku. Aku tahu bahwa kamu itu masih sangat sayang padaku dan juga tidak tega padaku, kan?” ucap Mas Arman penuh percaya diri.“Aku memang akan membantumu Mas, tapi dengan satu syarat. Kertas HVS kosong ini yang akan menjadi syaratnya.”“Maksudnya gimana, Dik? Ini kertas kosong. Syarat apa?” Mas Arman terlihat bingung dan membolak-balik kertas HVS kosong yang dipegangnya.“Jadi gini, Mas. Tolong Mas Arman buat surat pernyata
Aku bukan takut tapi memberikan kesempatan pada Mas Arman untuk menelepon adiknya itu. Lagi pula ada Mas Nanang dan pakde. Mereka siap siaga jika terjadi sesuatu padaku. Memukulku berarti Mas Arman cari perkara. Ya, sudah tidak apa-apa palingan hanya menunggu 5 menit toh waktu 5 menit tidak sebanding dengan waktu yang akan terbebas selama-lamanya dari Mas Arman.“Ada apa sih, Mas? Aku itu masih tidur. Kenapa kamu menelponku,” ucap Intan yang tiba-tiba saja ke luar dari ruang tengah.Ya Allah ternyata dia masih tidur dan Mas Arman tidak tahu kalau adiknya masih di dalam rumah dan tidur? Mereka ini memang benar-benar sudah tidak ada yang saling peduli satu sama lain atau gimana? Satu rumah kok, enggak tahu. Dasar Mas Arman!“Ya Tuhan, Intan, ternyata kamu di rumah. Mas pikir kamu itu berangkat kuliah atau cari kerja ini malah masih tidur aja ini sudah jam 10 pagi. Jangan biasakan seperti ini terus Intan!” omel Mas Arman. Intan tetap saja tidak menanggapi malahan mulutnya mengikuti
Reni bersama dengan laki-laki yang entah siapa terlihat sangat akrab lalu laki-laki itu tanpa malu colek-colek pipi dan dagu Reni.Memang sih ini bukan urusanku, tapi ini perbuatan maksiat apalagi Reni ini merupakan istri orang lain. Kita tidak boleh membiarkan maksiat ada di mana-mana.Begitu melihatku turun dari mobil Reni langsung berpaling muka dan pura-pura tidak kenal padaku.“Raleni kamu pindah kerjanya di sini sejak kapan?” tanyaku kepadanya, tapi dia seolah tidak mendengar terus aja mengobrol dengan teman prianya.“Reni, ini kamu jangan macam-macam ya, kamu sudah punya suami kamu juga sedang hamil. Harusnya kamu menjaga kehormatanmu sebagai seorang istri bukan malah dekat dengan pria lain.”Spontan laki-laki yang ada di samping Reni menyahut ucapanku.“Oh ... jangan salah paham, Mbak? Aku dan Reni hanya teman biasa saja.”“Kalau berteman saja tidak seharusnya colek-colek begitu,” sahutku.“Apaan sih, kamu ikut campur urusan orang lain saja!” bentak Reni.“Bukan ikut campur
🌸🌸🌸Aku ingin tahu reaksi ibu bagaimana jika mengetahui menantu kesayangannya itu ber ha ha hi hi dengan pria lain di luar rumah dalam keadaan sedang hamil.Ibu hanya melotot seraya melirik kanan dan melirik kiri saja tangannya mengepal seakan ingin memukulku. Mungkin dia tidak percaya dengan aduanku.Aku biarkan saja toh semua ini tidak akan pernah terjadi kalau keluarganya Mas Arman tidak berantakan.Ibu makan dengan lahap meski kedua beliau menangis, entah air mata apa yang dikeluarkan ibu.Air mata cicak atau air mata kadal sebab setiap sebab ibu pandai sekali bersandiwara. .“Kasihan banget, sejak tadi tidak ada yang menunggu entah anak-anaknya ke mana,” ucap keluarga pasien yang ada di sebelah ibu.Jilbabku ditarik-tarik ibu, sepertinya ibu ingin berbicara padaku.“Ada apa, Bu? Apa ingin sesuatu lagi?”Ibu Mas Arman mengangguk lalu menunjuk pada perutnya menggunakan kedipan matanya.Oh Ibu mau pipis kalau mau pipis bisa aja enggak apa-apa kan, Ibu pakai pampers. Kalau mau
Bruk!Aku dorong motor matic Intan hingga roboh.“Kalau enggak bisa bawa motor enggak usah sok-sokan bergayaan bawa motor di tempat umum. Itu membahayakan nyawa orang lain atau sepertinya kamu sengaja melakukan ini?”Lagi-lagi Intan hanya diam saja dia mengangkat motornya dibantu beberapa orang yang melintas di depan kami.Tak berselang lama Mas Arman datang dengan menenteng plastik belanjaan berlogo Indo April.“Ada apa, Intan? Kenapa motornya roboh,” tanya Mas Arman.“Dirobohin sama mantan istrimu, Mas!” jawab Intan kesel.Mas Arman langsung menatapku nyalang. Cih, dasar laki-laki menyek-menyek.“Belum puas kamu, Dik, bikin aku hidup sengsara? Sekarang kamu malahan cari masalah lain dengan Intan!” bentak Mas Arman padaku.“Aku tidak perlu mengeluarkan banyak statement dan keringat apalagi harus berdebat kusir dengan dua manusia tidak tahu malu seperti kalian di sini. Ada CCTV, Mas, kamu bisa lihat di sana siapa yang salah dan siapa yang benar baru setelahnya kamu bebas berkoment
POV Kayla. Setelah pemakaman bapak keluarga pun segera mengurus perempuan yang mengaku sebagai istri mudanya bapak. Ternyata perempuan itu tidak mengharapkan harta seperti yang dituduhkan Kak Siwi. Perempuan itu benar-benar tulus pada bapak.Mereka benar-benar ke sini untuk memberikan penghormatan terakhir. Melihat ketulusan itu bang Dafa dan Bang Romi mengakui anak remaja itu sebagai adiknya dan berjanji akan memberikan biaya pendidikan sampai jenjang tinggi.Emak jangan ditanya perempuan itu terus mengerang pasti emak tidak terima atas keputusan dua putranya bahkan tadi Emak sempat kejang.“Abang mau bicara dengamu, Kay. Ini serius! Ayo, ikut Abang. Aku yang masih duduk di atas sajadahku setelah salat ashar langsung mengikuti Bang Daffa untuk berkumpul di ruang tamu. Di sana sudah banyak berkumpul saudara-saudara Bang Dafa ada paman, Kak Siwi, Risa, dan banyak lagi, tapi tunggu dulu ada satu orang yang menarik perhatianku siapa dia aku seperti pernah melihatnya? Ya, kini aku ingat
POV Kayla. “Kamu siapa? Kenapa kamu datang ke sini, hah?! Kami tidak punya keluarga seperti kamu dan kami tidak mengundang siapa pun yang tidak kami kenal. Cepat pergi!” usir Kak Siwi. Aku yakin sekali kalau Kak Siwi mengenali wanita itu ‘kan kemarin dia sudah melihatnya di ponselku sedangkan emak hanya meliriik saja. Emak terus saja menangis. Ah ... ini masih babak baru pasti setelah ini akan terjadi keributan besar.“Cepat sana, pergi! Cepat! Kami tidak punya kerabat seperti kamu!” usir Kak Siwi lagi seraya mendorong-dorong tubuh wanita itu.“Lepaskan Ibuku jangan kau sentuh Ibuku!” bela anak bujangnya. Wah ternyata punya nyali juga dia. Aku kira dia hanya anak ingusan yang sembunyi di ketiak ibunya ternyata dia jagoan yang berani membela ibunya dari terkaman harimau.“Kamu siapa? Nggak usah ikut campur anak kecil! Cepetan sana pergi kalian! Pergi! Rumah ini tidak menerima orang yang tidak kami kenal!” Kak Siwi terus saja mengusir perempuan itu namun perempuan itu sama sekali tid
POV Kayla.“Dasar pembunuh! Dialah pembunuh bapakku. Dialah pembunuh bapak kami! Dafa pokoknya jeblosin Kayla ke penjara aku. Pokoknya aku enggak mau tahu masukin dia ke penjara!” teriak Kak Siwi. Jari telunjuknya menudingku.Dia menuduhku membunuh bapak terserah saja ‘toh aku tidak secara langsung membunuhnya. Aku hanya memberikan informasi akurat dan rahasia besarnya selama ini, jadi kalau bapak meninggal ya, itu sudah takdirnya bukan karena aku yang bunuh. Jadi, untuk apa aku takut aku santai saja menghadapi mereka bahkan kini aku duduk di sebelah emak yang terbaring lemah. Tatapannya penuh kebencian padaku. Ah ... terserah saja. Dibenci emak tidak akan pernah membuatku rugi yang penting dendamku terbalaskan.Sementara Bang Daffa sama sekali tidak menanggapi perkataan Kak Siwi. Begitu pun dengan Bang Romi. Mereka semua justru khusuk mendoakan Bapak.Entahlah kalau setelah acara pemakaman ini mungkin aku akan disidang, tapi ya, seperti yang aku katakan tadi aku sama sekali tidak t
POV Kayla. “Wah ... so sweet sekali, tapi sayangnya itu basi dan sepertinya Mak sekarang nggak suka tuh sama kamu! Dari tatapannya Emak saja terlihat sangat marah. Andai Mak bisa ngomong pasti Emak sudah ngusir kamu dari sini, Kay!” kata Kak Siwi lagi. “Kalau emang Emak nggak suka padaku baru-baru ini ya, telat dong! Karena aku sudah nggak suka sama emak sejak dahulu,” jawabku. Kak Siwi bengong.“Dasar nggak waras! LAWANG!” umpat Kak Siwi.“Kok, orang gila ngatain gila, sih!” kataku lagi.“Diam kamu, Kay! Kamu ngatain aku gila lagi akan kubuat kamu mampus gak bisa ngomong selamanya mulutmu itu!”“Enggak takut! Lakuin aja kalau bisa,” jawabku dengan senyuman sinis.Kulirik emak. Lagi-lagi emak hanya menggeleng saja. Jangankan basmi Kak Siwi, emak yang selama ini baik padaku pun bisa aku bikin diam alias stroke.“Mak ... Mak kenapa seperti ketakutan gitu, sih? Padahal kan, aku sayang sama Emak dan juga Mak sayang sama aku. Tenang aja ya, aku bakal kasih sesuatu sama emak, tapi aku
POV Kayla. “Halo ... selamat pagi! Emak apa kabar? Eh ... ada Kak Siwi,” sapaku saat aku buka pintu lalu menghampiri emak.“Eh ... perempuan kurang ajar mau apa kamu ke sini, hah! Kamu mau merayu emakku lagi biar kamu dapat tanah warisan atau kebun gitu, ya! Enggak cukup kamu ngambil rumah itu dari kami?” kata Kak Siwi. Dia menarik jilbabku sampai hampir terlepas bahkan jarumnya pun menusuk kulitku.“Apa-apaan sih, Kak! Ngeselin banget lepas nggak!” protesku.“Aku enggak akan lepas sampai kamu minta maaf sama aku dan kamu balikin rumah itu ke Emak lagi!” jawabnya.“Oh ... iya? Yakin?” jawabku seraya kusikut perut Kak siwi kuat sekali.“Aww sakit! Setan kamu, ya, Kayla!” jerit Ka Siwi. Dia memegangi perutnya sambil berjongkok.“Duh, maaf ya, Kak. Sengaja! Ha ha!” ucapku.“Emph! Emph!” Emak bersuara. Aku yakin dia sangat kesal padaku dan hendak mengumpatku, tapi karena Mak sudah kena stroke jadinya emak tidak bisa menyampaikan unek-uneknya.“Kenapa, Mak? Mau ngomong apa? Kasihan b
POV Kayla. “Oo ...ternyata pelakor! Orang elit dan berpendidikan tinggi pun bisa ya, jadi pelakor!”“Dokter kok, pelakor! Cantik-cantik sukanya sama suami orang. Padahal dapat bujangan juga bisa!”“Namanya juga cinta tahi kucing pun rasa coklat!”“Amit-amit na’uzubillahminzalik dunia udah mau kiamat sampai-sampai pada rebutan suami.”“Sekarang banyak perempuan muka badak, muka tembok! Enggak bisa berkaca diri terbawa hawa nafsu!”“Iya, sudah gitu nyalahin istri sah lagi! Iih ... enggak malu banget!”“Pelakor mana pada punya urat malu. Urat malunya udah putus!”“Iya, betul! Menjijikan sekali lebih najis daripada kotoran hewan!”“Iya, ngeri ya ... padahal karir mereka bagus loh, dokter! Ternyata enggak menjamin!”“Jangan cuma nyalahin pelakornya, tapi lakinya juga. Mereka itu kan, sama-sama mau. Sama-sama gatal, sama-sama nggak punya kehormatan!”“Pendidikan tinggi enggak menjamin orangnya pun bermoral tinggi!”“Makanya itu harus belajar adab juga.”“Dokter Dafa bingung kali milih sal
POV Kayla. “Kurang ajar kamu, ya, Kayla!” Risa tidak terima mendengar ucapanku. Dia menyerangku, tapi aku buru-buru melepaskan sepatuku lalu kupukulkan ke bahunya! Bugh! Bugh!Tepat sasaran. Risa mengaduh kesakitan. Dia bermaksud menarik jilbabku, tapi aku sudah lebih dulu menjambak rambutnya.“Aww! Sakit-sakit! Lepaskan!” teriak Risa sampai suster yang kebetulan melintas berlarian untuk melerai kami.“Mbak, lepas, Mbak! Kasihan Dokter Risa. Udah lepas! Mbak, tidak tahu dia siapa?! Tolong lepas!” seru para suster.“Rasain kamu! Mampus kamu, Risa! Sekali lagi kamu bikin masalah sama aku bukan hanya rambutmu yang aku jambak, tapi kepalamu aku lepaskan dari tubuhmu! Memang kamu kira aku takut sama kamu? Rasain ini dokter gila,” makiku pada Risa.“Kamu itu yang gila buktinya kamu yang menyerangku!” Risa masih saja playing victim.“Ooh ... gitu! Ini gimana? Sakit tidak!” kutarik bulu mata palsu Risa biar dia tahu rasa.“Aww saaaaakkkiit mataku! Bulu mataku! Dasar kamu gila Kayla!” teri
POV Kayla. “Kayla, tolong panggil suster untuk membantuku!” pinta Bang Daffa.“Males, iiih! Abang panggilan aja sendiri itu kan, ada tombol di atas kepala Bapak. Tinggal pencet aja sih, kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala!” tolakku sinis.“Astaghfirullahaladzim ... Kayla ini darurat ya, Allah!” pekik Bang Dafa. Dia terlihat bingung dengan sikapku lalu tanpa pikir panjang dia memencet bel yang ada di atas kepala bapak berkali-kali.“Nah ... gitu bisa kan, pencet bel sendiri! Kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala?!” seruku.“Kayla, cepat bantu sini! Tolong ini!” pinta Bang Dafa lagi tanpa menoleh ke arahku. Dia memang terlihat sibuk sekali.“Apaan sih, Bang, males lah! Aku mau keluar. Aku malas bertemu Abang. Orang Bapak 'tuh cuma kejang biasa itu kena ayan. Udah deh, enggak usah terlalu lebai,” jawabku lagi. Gegas aku keluar. Di pintu aku berpapasan dengan perawat yang terburu-buru masuk ke ruangan ini.“Dasar monster! Aku pastikan kamu segera akan punah dari muka bumi ini. Monste
POV Kayla. “Pak, hei jangan mati dulu!” seruku seraya kutepuk-tepuk pipinya lebih tepatnya aku tampar.“Paaakk!” Kali ini kutekan lengan kanan bapak yang terpasang selang infus. Jika Bapak tidak sedang dalam keadaan kejang pasti dia akan berteriak kesakitan, tapi aku yakin sih, dia pun merasakan sakit. Ah ... sungguh ini merupakan kenikmatan hakiki yang aku nanti-nanti selama ini.“Pak, ada satu rahasia lagi yang harus Bapak tahu dan ini tentu sangat mengejutkan. Tahukah Bapak, bahwa istri tercinta bapak itu adalah penebar fitnah. Bapak tidak tahu kan, kalau ternyata istri Bapak sejak muda dulu sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Bapak? Karena aksinya terpergok oleh orang tuaku, Emak lalu memfitnah mereka dan terjadilah tragedi besar pembunuhan yang Bapak dalangi. Bagaimana Pak, apakah informasi ini mengejutkan Bapak?”Kulirik jam di pergelangan tanganku dan sepertinya sudah lebih dari 10 menit bapak kejang. Hebat sekali dia tidak meregang nyawa. Apa dia seperti kucing yang p