VELIN mengerjap pelan saat bias cahaya matahari masuk ke dalam kamar dan mendera di penglihatannya. Sudah terlalu pagi! Velin meregangkan otot kakunya, ternyata tidur dengan posisi duduk menekuk membuat seluruh tulang dan sarafnya kaku.
Sejenak, ia berjalan ke depan cermin panjang yang berdiri tegak di dekat lemari. Menatap wajahnya yang sungguh tidak baik-baik saja. Daripada disebut manusia, Velin malah lebih pantas disebut sebagai Zombi! Wajah sembab dengan mata bengkak akibat menangis semalam. Rambut yang berantakan karena Velin terus menjambak tanpa henti ketika emosinya meluap mengingat Sean.
Semua karena Sean! Lelaki itu benar-benar lebih mirip Iblis daripada manusia.
Dari dulu, Sean adalah masalah yang tidak mampu Velin atasi dari hidupnya. Sekuat apa pun ia menyingkirkan lelaki itu, sialnya ... Sean tetap berdiri kokoh di depannya.
Entah alasan apa yang membuat Sean begitu semangat mengganggu dirinya?
Suka? Tidak mungkin! Jika Sean menyukainya, lelaki itu tidak mungkin menyakitinya.
Masih jelas di ingatannya kejadian saat masih SMA dulu, saat Sean dengan sengaja mengguyurnya menggunakan air yang dicampur adonan telur. Kemudian menyeret paksa ke gudang dan mengurung semalaman. Bayangkan bagaimana mentalnya saat itu.
Minta maaf? Jelas tidak!
Sean malah dengan bangganya menyebar foto Velin yang seperti anak kucing jatuh di got. Bahkan saat satpam sekolah menemukan Velin esoknya dalam keadaan pingsan, Sean sama sekali tidak merasa bersalah.
Apa lelaki itu pantas disebut manusia?
Bukan hanya itu yang dilakukan Sean padanya. Masih banyak lagi! Dan Velin tidak ingin mengingat akan itu, karena terlalu banyak kepahitan di dalamnya.
Velin kira semuanya akan baik-baik saja setelah lulus dari SMA. Kehidupan yang normal kembali, tanpa ketakutan, tanpa penindasan dan tanpa air mata. Namun, nyatanya itu hanya berlaku sementara. Sepertinya, takdir buruk masih terlalu nyaman berada di garis sisinya.
Seharusnya, Velin tidak perlu menghadiri reuni itu, sehingga ia tidak perlu bertemu dengan luka masa lalu. Seharusnya! Sialnya, semua sudah terlanjur, dan Velin menyesal akan itu.
Pertemuannya kembali dengan Sean setalah 5 tahun membuka luka lama dan membentuk luka baru yang jauh lebih mengerikan dan perih. Lelaki itu jelas seorang iblis! Reuni itu petaka!
Bagaimana tidak? Di malam reuni itu, Sean memaksa Velin pulang bersamanya tanpa peduli penolakan. Menyeret paksa tanpa memberi kesempatan untuk melarikan diri. Dan mengerikannya, di tengah jalan nan sepi, Sean dengan kejinya mencumbuinya.
“Lo milik gue!” Suara bariton itu masih terngiang di telinga. Dan lidah yang bercampur saliva masih terasa di seluruh tubuhnya. Mencap seseorang sebagai milik tanpa membutuhkan persetujuan.
“Jika menolak, orang-orang terdekat lo bakal dalam masalah.” Itu ancaman yang membuat Velin diam tanpa perlawanan saat itu.
Sean bukan manusia!
——
“Berengsek!” Teriakan menggema di dalam kamar bersamaan dengan vas bunga yang melayang tepat di cermin. Hancur berkeping! Meluapkan amarah seperti itu sedikit mengurangi beban pikiran.
Velin terduduk di lantai dingin. Menangisi takdir yang bermain terus menerus tanpa henti. Tangannya mengepal kuat hingga buku-buku jarinya tampak memutih. Kebenciannya pada Sean semakin besar! Lelaki itu perlu dihindari agar dunianya tidak miris dan tragis.
Ketukan di pintu kamar refleks membuat Velin mengarahkan pandangannya ke sana. Namun, ia tidak memiliki niat untuk membukanya.
Lagi, seseorang di luar itu kembali mengetuk dan sedikit brutal. Velin yakin itu Mili! Dengan cepat ia menghapus air mata. Alasannya sederhana karena ia tidak ingin Mili tahu apa yang menimpanya.
“Vel, buka pintunya!” Suara Mili terdengar lantang. “Ini sudah siang. Sumpah, mbak khawatir.” Kemudian nada suara itu berubah menjadi pelan. Jelas, si empunya suara sangat khawatir padanya. Velin hanya menatap pintu yang tertutup.
“Baiklah, mbak tidak memaksamu keluar dari kamar. Tapi, usahakan untuk makan meskipun sesuap. Makanannya mbak letak di kulkas, nanti kamu panasi. Mbak pergi.”
Tidak ada lagi suara setelahnya. Mili sepertinya benar-benar pergi.
Sepi!
Sunyi!
Velin masih menatap pintu dan itu berlangsung beberapa menit. Kemudian mendengus kasar sebelum memutuskan memaksa kakinya untuk berjalan ke luar kamar.
Saat tiba di ruang tamu yang berhubungan langsung dengan dapur, kaki Velin lemas seketika. Sosok yang ingin ia hindari, yang memberi luka begitu perih sedang duduk beralas bantal kecil sembari menata rapi makanan di atas meja bundar.
Satu pertanyaan menyeruak di otak Velin, kenapa Sean ada di flat mereka?
Velin memutar tubuhnya. Kembali ke kamar adalah jalan terbaik untuk saat ini sebelum Sean sadar akan kehadirannya. Ia tidak ingin terus berurusan dengan Iblis yang sewaktu-waktu menyeretnya dalam masalah yang lebih mengerikan.
Cukup!
Sialnya, sebelum kaki melangkah, lelaki itu telah menyadari kehadirannya. Kemudian bangkit menuju ke arahnya lantas membawanya menuju meja.
“Lo harus makan,” ucapnya lembut. Velin sempat terkejut akan nada itu tetapi kemudian menggeleng, ia tidak boleh terhanyut.
“Mili bilang, lo belum keluar kamar sejak pagi dan belum sarapan.” Sean mendudukkan Velin di bantalan sofa, kemudian menyodorkan semangkuk bubur ayam.
“Kenapa kamu di sini?” Pelan tetapi terdengar dingin.
Sean tersenyum simpul. “Gue khawatir.”
Velin menggigit bibir bagian dalamnya saat mendengar kalimat itu. Khawatir? Persetan dengan itu!
“Pergilah! Aku tidak butuh kamu, apalagi kekhawatiranmu.” Sekuat tenaga Velin menahan agar air matanya tidak jatuh.
“Gue pergi, tapi itu nanti.”
Velin menepis tangan Sean yang berusaha menyendokkan bubur ke mulutnya, sehingga jatuh mengotori lantai.
“Aku mohon, pergi!” Bulir-bulir air mata jatuh tanpa bisa dibendung. “Aku membencimu!” pekik Velin bersamaan dengan mangkuk bubur yang melayang ke sembarang arah.
Sean menggeram tertahan. Tangannya mengepal sempurna. Sebisa mungkin ia menahan diri untuk tidak meluapkan kemarahannya karena sikap Velin yang menurutnya terlalu berlebihan.
“Enyahlah ke neraka!” Velin berlalu menuju kamar, meninggalkan Sean yang mematung dan kekacauan di ruang tamu.
Velin menjatuhkan dirinya di lantai, menekuk kedua kakinya dan menyusupkan kepalanya, menjadikan kedua lengan sebagai bantalan.
Rasa sesak menggerogoti hatinya, terisak tanpa henti. Entah seperti apa lagi takdir yang menghampirinya. Mungkin akan ada yang lebih gila dari sekedar apa yang ia alami beberapa hari ini!
Skenario yang tercipta begitu apik!
“Mencintaimu dalam diam adalah luka terindah!” –Velin Ashakira——SENYUM tipis tercetak jelas di bibir tipis Velin setelah berhasil memoles liptint. Sentuhan terakhir untuk menyempurnakan penampilannya yang sebenarnya sangat sederhana. Pakaian yang digunakan hanya kemeja kotak merah tua lengan panjang, sengaja digulung untuk mempermudah gerak. Dan celana jeans biru tua yang menutupi kaki jenjangnya.“Vel!”Velin mendengkus pelan saat ketukan keras dan teriakan menggema bersamaan dari luar kamar. Pelakunya tentu saja Mili, si perempuan yang kata orang-orang lebih mirip seperti kakak kandungnya.“Vel, sarapan.”Suara itu kembali terdengar. Velin tidak menyahut, justru lebih memilih berjalan ke pintu, sebelum itu, ia sempat meraih tas selempang berukuran sedang yang tergeletak di atas ranjang.“Kamu ... kerja?” Pertanyaan itu keluar dari bibir Mili saat kepala Velin menyembul dari celah pintu yang ter
“Benci dan cinta itu dua hal yang memiliki perbedaan tipis. Tanpa sadar, saat kamu membenci, tiba-tiba cinta telah terselip di antaranya.” –Hafiz Altariksyah——“KALAU tahu kayak gini jadinya, mending gue enggak ikut.” Seira melirik Sean yang tengah fokus menyetir. Pipinya sengaja digembungkan kemudian mendengkus kasar.Sean mengacak rambut Seira gemas. “Lo gemasin banget, sumpah. Kalau bukan adik, sudah gue awetkan terus gue letak di museum.”Seira menepis tangan Sean dari rambutnya. Kemudian menatap horor sekaligus menghadiahi satu pukulan kuat di lengan sang tertua.Hanya kekehan sebagai respons dari tindakan sang bungsu.“Sean, lo enggak boleh goda calon pacar gue kayak gitu.” Suara bariton yang lebih rendah terdengar di antara mereka. Pemilik suara itu adalah Hafiz, lelaki yang memiliki wajah seperti tokoh dalam animasi.Namun, sayan
Berhenti membuat luka untukku. Jika tidak, kamu akan melihatku mati dalam remuk!" –Velin Ashakira ——"MOCHA latte, satu ya, Mas." Velin tersenyum kepada kasir yang sedang menulis pesanannya."Siap." Sang kasir menjawab sembari memamerkan senyum sebagai balasan dari keindahan yang diberikan oleh Velin.Hanya butuh beberapa menit, dan mocha latte sudah berada di tangan Velin."Mbak, cantik. Kalau senyum, cantiknya tambah," goda kasir itu sembari mengembalikan sisa uang Velin.Velin mengangguk sembari berkata, "Terima kasih." Lantas meninggalkan kafe.Satu hal yang Velin tidak sadari. sejak tadi, ada seseorang yang duduk di sudut kafe sedang memperhatikan interaksi Velin dan sang kasir.Sean! Ya, orang itu adalah Sean.Rahang mengeras sempurna, bersamaan sorot mata yang memerah karena rasa marah dan cemburu bercampur menjadi satu.Lelaki itu ikut keluar, menyusul Velin yang
Jika tak sanggup memberi, setidaknya tetap berada di sisiku." – Sean Varza Nasution——HAFIZ menggeleng berulang kali, lantaran terlalu bosan melihat tingkah aneh seorang Sean. Sahabatnya itu benar-benar sudah gila! Sudah hampir 1 jam, lelaki yang memiliki pesona yang mampu membuat perempuan-perempuan di belahan dunia histeris, sedang tersenyum layaknya orang bodoh yang baru jatuh cinta.Kadang memukul kepalanya sendiri, lalu mengusap wajah frustrasi. Bahkan terkadang juga mengacak rambutnya sendiri.Rasanya, Hafiz ingin sekali menendang punggung itu agar kembali sadar.Oke, bukan untuk pertama kalinya Hafiz melihat Sean seperti itu. Namun, kali ini jauh lebih buruk. Dan penyebabnya adalah perempuan yang tengah tertidur nyenyak di sofa dengan mulut menganga.Tidak sempurna tetapi kecantikan yang terlihat natural.Velin Ashakira!Segaris senyum tertera di bibir Hafiz. Sepertinya, ia tahu kelemahan seorang
Bagaimana aku bertahan hidup, jika sandaranku telah menjadi asing?" –Velin Ashakira——VELIN menatap layar handphone yang menyala, menampilkan serial drama dari negara Korea Selatan. Park Seo Joon dan Park Min Young, si tampan dan si cantik yang membintangi drama 'What's Wrong With Secretary Kim'. Sebenarnya, Velin tidak sepenuhnya terfokus pada drama itu, sebab otaknya melayang pada kejadian siang di mana seorang iblis mengganggu ketenangannya.Bahkan pergelangan kakinya masih terasa sakit akibat ulah lelaki yang sangat ia benci itu.Seandainya membunuh itu tidak berdosa dan tidak masuk penjara, mungkin Velin sudah menancapkan belati di perut Sean.Anehnya, meskipun pemikiran itu terlintas, Velin tidak berani mengambil tindakan lebih. Bukan hanya karena takut dosa atau takut masuk penjara, Sean itu mengerikan tanpa bisa diatasi.Seperti memiliki kelainan jiwa!"Kamu bisa menguras handphone
"Rasaku mendalam, meskipun kamu lerai dengan berbagai cara." –Sean Varza Nasution——VELIN mengerjap berkali-kali dari tidur nyenyaknya, lantaran bias cahaya mentari yang menyembul dari balik tirai jendela warna biru muda menusuk tepat pada netranya."Aish ...." Ia mengacak rambut kasar. Setahu dirinya, gorden itu telah tertutup hingga tak mampu memberi celah pada bias mentari yang menggilai pagi.Lalu?"Hai, Sayang. Sudah siang, bangun dong."Belum sepenuhnya mata terbuka, suara bariton menyapa tepat pada rungu.Mata menajam sepenuhnya, mengarah pada lelaki yang masih berdiri di dekat jendela. Tangannya begitu lihai merapikan gorden menjadi lebih rapi dan satu padu.Ternyata!Velin spontan terduduk di ranjang. Meremas selimut kuat hingga membuat buku-buku jari memutih. Bagaimana bisa manusia yang memiliki kelainan jiwa itu bisa berada di kamarnya?"Bangun, Honey! Lo sudah melewatkan
"Ketika takdir berputar pada satu poros, haruskah aku menyesalinya atau menghakiminya?"–Velin Ashakira ——MATA indah itu mengerjap pelan, dan sejurus kemudian terbuka lebar. Hal pertama yang disaksikan adalah langit-langit kamar serba putih dan bau obat-obatan yang menusuk indra penciuman.Rumah sakit! Itu yang terlintas di pikirannya.Seketika bulu kuduknya berdiri. Ia benci tempat yang selalu mengingatkan dirinya pada kenangan buruk.Dengan tergesa, dia melepaskan jarum infus dari pergelangan tangan."Aw ...." Sedikit memekik karena sakit dan setetes darah mengalir dari sana.Namun, Velin tidak peduli, memilih menyingkap selimut dan berjalan menuju pintu.Tangan sudah berada di kenop, bersiap membuka, tetapi terurungkan karena seseorang dari luar terlebih dahulu membuka pintu itu."Kamu sudah sadar? Kenapa infusnya dilepas?" Gafa melemparkan pertanyaan secara beruntun kepada Velin, membuat perempuan c
"Setiap benci yang tercipta, ada satu alasan yang mendalam." –Author ‘Velin-Sean’(Ayne Kim)——Velin kira semuanya akan baik-baik saja setelah ia melepas Gafa. Ia pikir semua akan setenang biasanya setelah menenggelamkan diri di kehidupan Sean. Nyatanya ia malah semakin terjebak dan mungkin akan merangkak untuk keluar dari sana, jika ia tak mati terendam oleh tumpukan lara.Siapa yang hendak Velin salahkan?Keputusan bodoh yang ia ambil saat emosi membuatnya tidak mampu bergerak sedikit pun. Kakinya seolah terantai besi yang panas. Dan semakin lama akan membekas, tanpa mampu ia hilangkan!Dan manusia bisa berubah menjadi iblis. Lalu, iblis yang terobsesi akan menjadi parasit yang menggerogoti makhluk lain.Ya, itulah Sean.Velin menyesal karena langkah yang ia ambil tidak tepat sama sekali. Imajinasinya telah dikalahkan oleh Realita."Gimana, Dok? Harus dirawat?" Sean melempar pertanyaan pada Dokter yang sedang memeriksa kondi