Beranda / Rumah Tangga / Usai Keputusan Cerai / 146. Bayang Penyesalan 2

Share

146. Bayang Penyesalan 2

Penulis: Lis Susanawati
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-29 18:17:32

Tangis Pak Umar pecah lagi. Tersedu-sedu ia hendak meraih Yazid dan Rifky. Namun kedua bocah itu malah mepet ke Budhe Par. Rifky mengulurkan tangannya pada Bre yang duduk tidak jauh darinya. Bocah itu takut. Sementara Yazid, setelah menyalami langsung duduk di samping bundanya.

Bre segera bangkit untuk meraih anaknya. Dia tidak boleh memaksa karena Rifky masih takut. "Mungkin besok anak-anak sudah nggak merasa asing lagi, Pak. Mereka akan tahu kalau Bapak adalah kakeknya."

Pak Umar mengangguk.

"Bapak, habis perjalanan jauh. Sekarang istirahat saja dulu. Semua sudah terjadi, nggak perlu dibahas lagi. Terima kasih Bapak sudi datang menjadi wali nikahnya Mbak Asmi. Mari, Bapak istirahat dulu," ucap Hilya dengan dingin seraya bangkit dari duduknya dan mempersilakan bapaknya untuk masuk ke dalam. Ia menunjukkan kamar yang sudah dipersiapkan.

Pak Umar manut. Dia masuk ke kamar di mana dulu menjadi peraduannya dengan Bu Hayati. Lelaki itu duduk di tepi pembaringan, jiwanya kembali tersayat.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Aminah Adjaa
nyiiiiiiiiiiiiimaaaak 🥹
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
knp justru mbk Asmi sama Hilya yg ditinggalin sama suaminya terdahulu ya.. knp bukan anak pak Umar sama istri barunya.. atau anak turu pak Umar gitu..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Usai Keputusan Cerai   147. Bayang Penyesalan 3

    Tubuh Pak Umar kembali terguncang. "Hidup anak-anakku di sana juga nggak baik-baik saja, Mbakyu. Anak tiriku bercerai juga. Nurul, anak perempuanku juga terkena kasus narkoba. A-aku pun telah menerima karmaku. Hidupku nggak pernah tenang dan bahagia.""Waktu Hilya dan Bre berbulan madu di Bali, katanya sempat melihatmu.""Ya. Waktu itu ada saudara istriku mengajak kami sekeluarga menginap di resort yang sama dengan yang ditempati Hilya." Pak Umar menceritakan perjalanan hidupnya di sana yang tidak baik-baik saja. Apalagi setelah tua dan pensiun, seperti tidak ada harganya sama sekali. Masih bekerja saja tidak punya kuasa memegang uang, apalagi sesudah pensiun. Makanya untuk perjalanan ke Surabaya, ditanggung oleh Bre karena istrinya tidak peduli."Kamu berapa hari di sini?""Nggak lama, Mbakyu. Aku nggak mau membebani Asmi dan Hilya." Meskipun di Bali serasa tak berharga dan tidak dipedulikan, tapi memutuskan menetap di Surabaya juga tidak tahu diri namanya. Dia tidak pernah membiayai

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-29
  • Usai Keputusan Cerai   148. Posisiku di mana? 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- Posisiku di mana?Author's POV Dada Tristan berdegup kencang saat matanya menangkap sosok Aruna yang sudah membuka mata. Senyum harunya terbit seraya memandang wajah pucat sang istri. Diusapnya air mata di sudut netra Aruna.Aruna menoleh perlahan, matanya yang sembab menatap Tristan dengan sorot terkejut. Dia ketahuan juga akhirnya. Memang ia harus siap untuk itu. Mau sampai kapan berpura-pura sedang ia pun harus pindah di kamar perawatan.Tristan menggenggam tangannya erat. "Aku panggilkan dokter dulu."Namun Aruna menggeleng. Menghentikan Tristan yang hendak melangkah pergi. "Tidak usah, Mas. Dokter tahu aku sudah sadar," suaranya lemah, hampir tak terdengar."Runa, aku senang sekali kamu sadar. Cepat sembuh ya, kita segera pulang." Tristan menggenggam jemarinya. Aruna tersenyum kecil, tapi itu bukan senyum kebahagiaan. Namun senyum pedih seseorang yang kehilangan harapan. Rasanya seperti ada jarak yang lebih lebar di antara mereka. Ah, sejak kapan juga mer

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-30
  • Usai Keputusan Cerai   149. Posisiku di mana? 2

    Saat itu Tristan menunduk dengan tubuh terguncang karena tangis. Putus dengan Zara, ia tidak menangis meski sesaknya hati seperti apa. Sakitnya separah apa. Tapi mendengar Aruna bicara demikian, jiwanya meronta karena rasa bersalah yang teramat dalam."Kita bercerai saja. Aku sudah siap, Mas. Jangan iba padaku atas yang terjadi hari ini.""Nggak, Runa," potong Tristan cepat. "Kamu sudah berjanji padaku kalau kita akan memperbaiki semuanya. Maafkan aku sudah menyakitimu.""Mungkin memang Mas nggak bisa bersama dengan Mbak Zara atau pun Hilya. Tapi suatu hari nanti Mas bisa menemukan wanita seperti impianmu selama ini.""Runa." Tristan menggenggam erat jemarinya. "Aku nggak ingin kita bercerai. Maafkan aku. Cepat sembuh dan kita pulang. Kita mulai semuanya dari awal."Aruna terisak-isak. Dulu kalimat ini yang ingin sekali didengar. Namun disaat sekarang berada di titik terendah, ia meragukan itu. Sekian lama disaat dirinya dalam kondisi sehat, cantik, bisa melayani suaminya setiap waktu

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-30
  • Usai Keputusan Cerai   150. Posisiku di mana? 3

    "Runa saudaraku satu-satunya yang sangat aku cintai. Aku tahu mentalnya seperti apa. Makanya kalau aku tahu kenyataan yang sebenarnya, aku orang pertama yang akan menentang tindakan papa. Padahal saat itu, teman baikku mati-matian mencintai dan ingin mendekati Runa. Aku bilang ke dia, bahwa Runa sudah dilamar pria lain."Dada Tristan semakin teremas-remas."Mama sudah cerita tentang keinginan Runa untuk berpisah, juga keinginanmu untuk bertahan. Aku nggak tahu apa alasanmu bertahan? Tapi aku tahu kenapa Runa ingin berpisah. Karena dia sudah lelah dan sakit. Itu memang kesalahannya sendiri. Namun sebagai kakak, aku nggak tega. Setiap orang punya kesempatan menebus kesalahannya. Setiap orang berhak mendapatkan kata maaf."Sekali lagi aku nggak bisa nyalahin kamu. Awalnya salah papa dan adikku. Tapi kasih aku kesempatan, aku ingin Runa sembuh dulu baik secara fisik atau pun mentalnya. Baru kalian bicarakan, mau dibawa ke mana hubungan kalian.""Aku ingin memperbaiki hubungan ini, Mas. Ka

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-30
  • Usai Keputusan Cerai   151. Biar Saja 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI - Biar SajaAuthor's POV Langit siang mengintip dari balik tirai jendela kamar rumah sakit, menumpahkan cahaya terang ke dalam ruangan yang berbau antiseptik. Aruna duduk bersandar di atas ranjang perawatan, mengenakan piyama rumah sakit berwarna biru. Wajahnya masih tampak pucat.Senyumnya mengembang saat Bre masuk setelah Tristan membukakan pintu. Pria itu meletakkan sekotak buah segar di atas meja."Sudah lebih baik, Runa?" tanya Bre membalas senyum istri sahabatnya.Aruna mengerjapkan mata. Entah kenapa perasaannya bergejolak. Ia pernah menyebut Hilya sebagai pelakor. Sekarang wanita itu menjadi istri pria di depannya ini. Ia pernah menyimpan prasangka yang kini terasa begitu konyol. "Iya, Mas. Terima kasih sudah datang," jawabnya.Bre menarik kursi untuk duduk di sebelah Tristan. "Dapat salam dari Hilya, semoga kamu lekas sembuh. Dia nggak bisa ikut karena hari ini acara pernikahan kakaknya.""Oh, iya. Makasih banyak. Salam balik padanya. Apa kabarnya Hilya

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-01
  • Usai Keputusan Cerai   152. Biar Saja 2

    "Kalau dia tidak mencintaimu. Aruna tidak akan begitu terluka, begitu marah. Dia tidak akan sekuat ini bertahan di pernikahan kalian yang penuh ketidakpastian. Tujuh tahun bukan waktu yang singkat."Tristan terdiam. Tatapannya menerawang. Ingat satu setengah bulan yang lalu disaat dirinya meringkuk tak berdaya patah hati, karena Hilya hendak tunangan dengan Bre. "Makan dulu, Mas. Kamu belum makan sejak pagi tadi. Habis itu minum obat. Bandanmu panas." Aruna membawa nampan ke kamar berisi nasi, air minum, dan obat.Kala itu Tristan hanya tengkurap dan diam. Aruna sudah tahu kalau Hilya resign karena akan menikah. Ada staf kantor yang memberitahunya. Jadi sudah pasti Aruna tahu sakitnya sang suami karena apa. Hanya saja dia belum tahu siapa pria yang akan menikahi Hilya.Akhirnya Tristan bangun dan makan sedikit. Lalu berbaring lagi hingga di hari ketiga, Tristan bilang ingin ke Jakarta. Padahal tugas itu bisa dilakukan oleh kepala divisi. Aruna yang mulai tak banyak bicara hanya mengi

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-01
  • Usai Keputusan Cerai   153. Biar Saja 3

    Izam menarik napas dalam, lalu menggenggam tangan istrinya dengan lembut. Saat itu mereka duduk berhadapan di atas ranjang pengantin. Setelah ngobrol cukup lama, secara alamiah mereka memulai ritual malam pertama. "Dek, sebelum kita melewati malam ini, aku ingin kita awali semuanya dengan doa. Agar kebersamaan kita penuh berkah untuk selamanya."Mbak Asmi mengangguk, hatinya menghangat dan berdebar, meski kalimat Izam terdengar kaku dan formal. Tidak ada rayuan yang romantis.Izam merapalkan doa dengan khusyuk. Suaranya terdengar tenang, penuh keyakinan. Asmi ikut mengamini dan berharap keberkahan senantiasa menaungi rumah tangga mereka.Ustadz yang hafal adab sebelum menyentuh istrinya itu, memandang Mbak Asmi dengan tatapan teduh. Lalu mengecup tangan, kening, dan mereka larut dalam kebersamaan sebagai pasangan yang sudah halal.Di luar kamar, angin malam berhembus pelan. Bintang-bintang bertaburan di langit, seolah menjadi saksi bahwa dua hati telah dipersatukan dalam ikatan suci.

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-01
  • Usai Keputusan Cerai   154. Perpisahan 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- Perpisahan Author's POV Mobil Bre melaju perlahan memasuki halaman rumah yang luas dan tertata rapi. Pak Umar yang duduk di kursi penumpang, memandangi hunian megah itu dengan perasaan bahagia sekaligus haru. Dulu putri-putrinya hidup dalam kesulitan tanpanya. Namun sekarang kenyataan di hadapannya, mereka hidup berkecukupan dan mendapatkan suami yang sangat baik dan bertanggungjawab. Rumah ini adalah bukti bahwa Hilya hidup dengan sangat baik."Silakan masuk, Pak," ucap Bre sopan seraya membuka pintu rumah.Pak Umar menelusuri tiap sudut rumah yang besar dan elegan. Ia mencoba menekan rasa canggung yang menyergap. Kini ia berdiri di rumah menantunya yang sangat megah.Dari dalam rumah, Mak As muncul dengan senyum ramah. Wanita itu lalu mengendong Rifky untuk dibawa masuk ke dalam.Setelah duduk Pak Umar menghela napas panjang. Ia merasa lega melihat Hilya hidup bahagia. Namun ada perasaan getir yang sulit ditepis. Telah melewatkan banyak waktu mengabaikan ked

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-03

Bab terbaru

  • Usai Keputusan Cerai   210. Sang Mantan 6

    Sambil menunggu pesanan, mereka berbincang hal-hal ringan. Ngobrol tentang ini, itu, hingga merasa nyaman dan kembali enjoy. Tawa Agatha pun begitu lepas.Percakapan terhenti disaat azan Maghrib berkumandang. Mereka bergantian salat di mushola kafe. Lantas kembali duduk dan langsung memesan menu untuk makan malam.Suasana di antara mereka kian hangat. Dan Arham memanfaatkan situasi yang tepat ini untuk bicara hal serius. Kalau dirinya tidak memulai, Agatha tidak mungkin mengawali bicara. Sebab dia perempuan."Saya sudah cerita ke Mama. Tentang apa yang terjadi di antara saya, kamu, Bre, dan Hilya."Sambil menyesap jus jambu, Agatha memperhatikan Arham. "Mama awalnya kaget juga."Agatha menegakkan duduk dengan menumpukan kedua siku di atas meja. Penasaran bagaimana tanggapan Bu Rida. "Gimana reaksi beliau?""Mungkin ini takdir. Nggak ada yang tak mungkin di dunia ini. Justru Mama bilang, mungkin ini sudah menjadi garis nasib. Aku dan kamu bisa saling mengobati. Bisa menjalin silaturah

  • Usai Keputusan Cerai   209. Sang Mantan 5

    Bu Rida mengangkat cangkir teh di tangannya, ditiup sebentar lalu diseruput dengan pelan. Arham menunggu pendapat mamanya. Namun wanita itu masih diam menikmati tehnya. Usia dan pengalaman hidup, perjalanan rumit putranya, membuat Bu Rida sudah ahli mengendalikan gejolak diri. Dia ingin sehat di sisa usia, biar bisa melihat anak-anaknya bahagia. Makanya harus bisa mengontrol hati."Aku dan Agatha nggak pernah nyangka. Kami dekat, mulai cocok, saling memahami. Tapi saat tahu latar belakang masing-masing, rasanya aneh. Seperti dunia ini terlalu kecil dan sempit."Bu Rida tersenyum. "Dunia memang sempit, Ham. Tapi perasaan manusia luas sekali."Arham menatap mamanya. "Kalau aku serius dalam kedekatan kami, seperti kami bertukar pasangan. Aku mantan suami Hilya, dia mantan istrinya Bre.""Nak," ucap Bu Rida lembut. "Semua ini bukan kesengajaan. Kalian bertemu nggak sengaja di saat sudah sama-sama saling sendiri. Kamu dan Hilya sudah selesai. Agatha dan Bre pun sudah bercerai lebih dari se

  • Usai Keputusan Cerai   208. Sang Mantan 4

    USAI KEPUTUSAN CERAI - Sang Mantan 2Author's POV Arham tercekat. Ini kejutan yang sungguh luar biasa baginya. Kebetulan macam apa ini. Hening. Mereka saling pandang dalam perasaan campur aduk yang sulit dijelaskan. Kenapa tidak sejak awal saja saling bercerita, biar terungkap semuanya. Ketika hati sama-sama bertaut dan ingin lebih dekat lagi, muncul kenyataan yang sangat luar biasa."Pernikahan kami hanya setahun saja. Dia pria yang baik." Agatha menarik napas panjang sambil membuang pandang ke luar lewat sekat kaca. "Kami terakhir bertemu tiga setengah tahun yang lalu. Disaat dia sudah menikah dan istrinya tengah hamil lima bulan. Rifky diajaknya saat itu."Agatha menarik napas panjang lalu melanjutkan bicara. "Makanya saya kaget melihat Rifky kemarin. Saya masih ingat betul wajahnya."Senyum getir terbit di bibir Arham. "Lucu cerita ini, Mbak.""Ya." Agatha pun ikut tersenyum. Sama-sama mengulas senyum yang terasa pahit. Setelah diam beberapa saat, Agatha kembali bicara tentang

  • Usai Keputusan Cerai   207. Sang Mantan 3

    "Aku tahu dari anaknya Arham. Aku masih ingat wajah anak itu yang dulu di gendong Bre saat kami ketemuan di sebuah rumah makan. Tiga setengah tahun yang lalu." Agatha mengeluarkan ponsel yang sejak tadi belum dikeluarkan dari dalam sakunya. Ia menunjukkan foto Rifky yang diambilnya di area tempat bermain."Ini anak tirinya Bre?" Bu Wawan memandang Agatha."Ya. Ganteng, kan?"Bu Wawan mengangguk. Kemudian meletakkan ponsel di atas meja. "Apa itu masalah buatmu?" tanyanya lembut pada Agatha."Aku kaget, Ma. Dikala aku siap membuka hati, harus menghadapi kenyataan seperti ini. Kalau ada jodoh antara aku dan Arham. Begitu lucunya kenyataan. Kami seolah bertukar pasangan.""Semua nggak disengaja dan ini bukan lelucon. Majulah terus, Nduk. Kalian bisa sama-sama berusaha untuk saling menyembuhkan dan membina masa depan. Apapun yang terjadi di masa lalu, kalian berhak juga mendapatkan kebahagiaan. Kalau Nak Arham memang serius, terima saja. Percayalah hati kalian akan sembuh seiring berjalann

  • Usai Keputusan Cerai   206. Sang Mantan 2

    Namun hari ini dia tahu satu kenyataan. Ternyata Arham mantan suaminya Hilya, istri Bre. Lalu bagaimana dia bisa bangkit dan melupakan semuanya kalau masih saling berkaitan begini."Dari sini Mas Arham langsung mengajak Rifky pulang ke rumah?""Aku mampir ke rumah mama dulu. Sorenya baru pulang ke rumah. Mbak Gatha, mau ikut?""Sore ini saya harus mengantarkan mama keluar, Mas. Lain kali saja.""Oke." Arham mengangguk.Mereka menemani Rifky bermain hingga satu jam kemudian. Lantas keluar mall dan berpisah di parkiran.Melihat sikap Agatha yang perhatian terhadap Rifky, Arham lega. Timbul harapan hubungan mereka akan ada peningkatan. Dia tidak mempermasalahkan usianya yang lebih muda dari Agatha. Apalagi sang mama juga menyukai wanita itu. Arham ingin mewujudkan keinginan mamanya untuk segera menikah. "Mama ingin melihatmu berumah tangga lagi, sebelum mama pergi. Lihat sekarang mama sakit-sakitan. Mama berharap kamu punya pasangan dan hidup bahagia. Toh hubunganmu dengan Hilya juga su

  • Usai Keputusan Cerai   205. Sang Mantan 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- Sang MantanAuthor's POV "Rifky, salim dulu sama Tante Agatha." Rifky mengulurkan tangan kecilnya untuk menyalami wanita yang seketika itu menyondongkan tubuh padanya.Benar, tidak salah lagi. Dia anak tirinya Bre. Agatha masih ingat wajah tampannya. Untuk Rifky sendiri, tentu saja dia tidak ingat dengan Agatha. Saat bertemu kala itu baru berumur dua setengah tahun."Sudah sekolah?" tanya Agatha dengan wajah ramah."Sudah, Tante."Agatha mengusap lembut rambut Rifky. Kemudian ia berbincang dengan Arham. Namun belum membahas tentang apa yang ia ketahui. Setelah perkenalan di rest area saat itu, mereka berteman. Lumayan akrab setelah beberapa bulan kemudian. Sama-sama bekerja di bidang yang sama, jadi bertukar pengalaman. Apalagi sudah sepuluh tahun lebih Agatha meninggalkan Surabaya. Jadi dia belum begitu memahami banyaknya perubahan.Mereka sudah beberapa kali janjian makan siang di sela jam istirahat. Akan tetapi, Arham tidak banyak menceritakan tentang kehid

  • Usai Keputusan Cerai   204. Kenalan 3

    Hilya teringat satu malam yang berlalu begitu cepat saat sang suami menginginkannya. Malam di mana ia lupa menelan pil kecil yang biasa melindungi dari kemungkinan seperti ini. Hamil. Apa mungkin hamil hanya karena sekali saja lupa minum pil kontrasepsi? Tapi dia merasakan perubahan itu. "Sayang." Suara serak Bre terdengar dari balik selimut. Ia menggeliat lalu melihat istrinya duduk termenung."Kenapa? Kamu nggak enak badan?" tanya Bre sambil bangkit dan duduk merapat pada sang istri dan menyentuh keningnya.Hilya menoleh, menatap wajah suaminya yang terlihat masih mengantuk. Tadi malam Bre memang pulang dari Surabaya sudah jam sebelas. Hilya menarik napas panjang lalu berkata pelan, "Aku mual sudah beberapa hari ini, Mas. Tapi pagi ini malah tambah begah."Bre mengerutkan kening. Seketika matanya terbuka lebar karena ingat percakapan mereka suatu malam, di mana Hilya bilang lupa minum pil kontrasepsi. "Kamu hamil?""Mungkin. Aku sudah sebulan lebih telat haid."Napas Bre langsung t

  • Usai Keputusan Cerai   203. Kenalan 2

    "Kalau gitu, saya pamit dulu." Arham bangkit dari duduknya lalu menyalami Bre dan Hilya. Pria itu mendekat pada dua bocah yang masih sibuk dengan mainannya. Rifky dan Rafka langsung berdiri dan memeluk Arham. Menciuminya bergantian. Dia pun sayang pada Rafka yang tampan dan menggemaskan. Arham melangkah keluar rumah di antarkan oleh Bre, Hilya, dan anak-anak. Arham menoleh sebelum membuka pintu pagar. Melambaikan tangan yang dibalas oleh Rifky dan Rafka.Setelah itu Hilya mengajak Rifky untuk berganti pakaian ke kamarnya, sedangkan Rafka duduk bermain di karpet ditemani oleh sang papa.Sementara Arham kembali melaju di jalan utama. Sendirian lagi setelah dua hari ditemani. Namun sebenarnya dia sudah terbiasa kesepian semenjak perceraian. Hidup sendiri, kalau sakit juga sendiri. Arham tidak pernah memberitahu pada mamanya, karena Bu Rida sendiri juga sakit-sakitan. Kalau memang sudah tidak tahan, baru ia memberitahu adiknya. Itu pun setelah sangat terpaksa, karena Arham juga kasihan p

  • Usai Keputusan Cerai   202. Kenalan 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- KenalanAuthor's POV "Mas." Wanita berpakaian seragam sebuah butik itu menghampiri Arham."Tika." Arham mendekap erat Rifky.Mereka saling pandang sejenak. Wajah wanita itu berbinar. Semenjak bercerai, dia tidak pernah bertemu mantan suaminya. Berbagai cara dilakukan supaya bisa berjumpa dengan Arham, tapi tak pernah berhasil.Setiap kali melihatnya, mungkin Arham sengaja menghindar. Hubungan mereka benar-benar sudah selesai di akhir persidangan.Sudah setahun ini dia bekerja di butik yang ada di mall itu. Setahun kemarin sibuk dengan keterpurukannya. Tak ada dukungan, tak ada support karena keluarganya memang berantakan. Sudah seperti orang stres saja menghabiskan waktu ke sana ke mari tanpa teman. Karena beberapa teman dekat menjauhi, tidak peduli, dan mereka juga sibuk dengan aktivitas masing-masing.Apalagi Aruna sama sekali tidak pernah menghubunginya. Dihubungi juga tidak bisa. Ia dengar wanita itu sudah kembali bahagia dengan suami dan anaknya.Uang Idda

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status