Penyesalan besar telah mendera seorang Anggun Clarissa, di mana ia bersedia membeli kucing justru cheetah ganas yang ia dapat. Tak ayal, Vickal sama sekali tidak mau melepaskannya, hal ini membuat Anggun merasa rugi lebih besar dari yang ia kira.
Selama ini, selama mengenal Vicky, Anggun sama sekali tidak tahu jika teman masa kecilnya itu memiliki saudara kembar. Entah apa yang terjadi, Vicky sendiri juga tidak pernah menceritakan perihal itu pada Anggun. Benar-benar kejadian fatal hingga akhirnya Anggun masuk ke dalam kubangan pasir hisap yang membuatnya tak mampu keluar karena Vickal telanjur menggenggamnya."Mbak Anggun, saatnya sesi foto-foto. Berpose yang manis ya biar kami bisa mengabadikan momen romantis kalian," ucap sang fotografer yang disewa Hermawan dengan nada sedikit genit.Pria itu tersenyum cemerlang, bersiap mengarahkan kamera digital ke arah Anggun dan juga Vickal. Anggun ingin mengamuk hanya saja ia teringat pada pamannya yang begitu susah payah menyediakan pesta untuk dirinya.Melihat Anggun tak kunjung bangkit dari kursi pelaminan dan sang fotografer menunggu terlalu lama, Vickal merasa gemas. Tanpa babibu dan juga permisi, Vickal lantas meraih pinggang Anggun dan merapatkan ke tubuhnya. Pria itu sedikit kasar menarik tubuh Anggun agar bergegas bangkit, sungguh pria yang tidak suka dengan tipe wanita klemar-klemer macam Anggun.Anggun menjengit, ia nyaris berteriak atau memukul kepala Vickal jika tidak teringat bahwa kini ia berada di depan tamu undangan. "Yang sopan kamu ya?! Kamu memperlakukanku seperti boneka, Bujang lapuk!"Vickal tak ambil pusing, ia menatap ke arah sang fotografer dengan tatapan dingin. Tangan kirinya sibuk menekan punggung Anggun agar lebih merapat ke tubuhnya untuk mengambil sesi pemotretan. "Bukankah ini momen bersejarah? Kenapa tidak mengabadikannya dengan ekspresi terbaik."Anggun menggeram, tubuhnya mengaku saat Vickal berusaha terus menekan punggungnya agar lebih menempel ke tubuh pria itu. "Jangan memaksaku! Awas saja, jika sampai bukit kembarku menyentuh kulitmu seinchi saja, aku tidak segan untuk memukul kepalamu dengan guci di seberang sana."Keduanya nampak bercakap dengan suara berbisik-bisik, tidak ingin percakapan mereka yang penuh dengan dendam didengar oleh siapapun. Melihat kedua mempelai berdiri dengan posisi tidak tenang, sang fotografer menggeleng tak mengerti. "Mbak Anggun, mana pose romantisnya? Ini foto sekali seumur hidup loh. Yuk yang romantis yuk!"Romantis-romantis, kampret! Anggun membatin dengan kesal. Gadis itu menoleh ke arah kamera, tubuhnya terus menahan agar tangan Vickal tidak terus berusaha untuk menempelkan tubuhnya."Sekarang apakah kau sudah senang Nona Anggun?" tanya Vickal lirih seraya membetulkan jas pengantin yang ia pakai dan duduk kembali di kursi pelaminan ketika acara berfoto telah usai.Anggun mendengkus, ia terpaksa duduk di sebelah Vickal. "Apakah aku terlihat senang, Tuan Cheetah yang terhormat? Lihat wajahku, lihat!"Vickal menatap Anggun sejenak, gadis itu melorotkan matanya dengan tatapan sangat marah. "Wajahmu cantik, memang kenapa? Jangan berlagak seperti singa betina. Wajahmu itu terlihat seperti rakun kehilangan anak.""Apa kau bilang?!" Anggun mencuramkan alis, nada suaranya sedikit meninggi ketika pria itu mengatainya sebagai seekor lemur. "Aku bukan rakun.""Ya seperti itulah kenyataannya, tidak mungkin saya akan memujimu dengan sebutan kucing yang imut." Vickal menjawab asal, membuat darah tinggi Anggun naik segera ke atas ubun-ubun."Sungguh, aku tidak habis pikir kenapa kucing yang aku beli berubah menjadi seekor cheetah ganas. Kalau aku tahu aku akan memiliki nasib seburuk ini, sebelum membuka karungnya aku pastikan sudah menghanyutkannya di sungai." Anggun menggelengkan kepala, merasa sial karena harus memilih suami yang salah karena ternyata mereka adalah anak kembar."Jadi kamu menyesal telah menikah dengan saya?" Vickal mencoba menegaskan, menatap Anggun dengan tatapan penasaran."Jika ya kenapa? Apakah kamu akan melepaskanku?" Anggun balik bertanya, berharap Vickal muak kepadanya dan akhirnya menyerah.Sayangnya Vickal menggeleng, ia lalu menatap ke beberapa tamu undangan yang terlihat begitu berseri-seri dengan hidangan yang tersaji di hadapan mereka. "Tidak. Bukankah saya sudah bilang saya tidak akan melepaskanmu.""Dasar kamu!" Anggun kembali kesal, ia memukul bahu Vickal dengan sangat keras beberapa kali. Gadis cantik itu mencoba menyakiti Vickal, merasa kesal dan juga kecewa. Wajah rupawan gadis yang baru saja melepas masa lajangnya tersebut memerah, sungguh ia ingin menangis sekarang. "Kamu memang suami sialan! Apa salahku sebelumnya padamu, apa?!""Salahmu?" Vickal balik bertanya, menahan tangan Anggun agar tidak lagi memukuli bahunya. "Salahmu adalah membeli Cheetah dalam karung.""Kamu—kamu bikin sebal?!" Anggun kembali meronta, memukuli bahu Vickal dengan keras.Menghela napas, Vickal mencoba menahan sabar. "Lakukan saja terus, apa kau ingin memukuli punggung saya juga? Kebetulan punggung saya sedikit pegal karena perjalanan jauh, mungkin kamu ingin menunjukkan rasa baktimu sekarang di depan orang-orang tentu saja saya akan berterimakasih untuk hal itu."Mendengar penuturan Vickal, mendadak pukulan demi pukulan yang mendarat di bahu pria itu terhenti. Anggun menurunkan tangan lalu meremas jarinya dengan gemas, Ya Tuhan sungguh ia ingin menangis sekarang.Menundukkan wajah, Anggun mulai menitikkan air mata karena merasa tertekan dan stres. Memori otaknya kembali mengulang pada awal kejadian, dimana semuanya berlalu dengan begitu cepat.Anggun menahan tangis, ia semakin sedih saat ia teringat akan peristiwa kejatuhan E'ek cicak malam itu. Benarkah E'ek cicak membawa kesialan untuk dirinya? Rasanya tidak ingin percaya tapi lihatlah sekarang, ia ingin menikah dengan Vicky tapi yang ia dapatkan adalah Vickal, si bujang lapuk saudara kembar Vicky.Ingin menyanggah tapi pria ini telah mengekangnya dan tidak mau melepaskannya. Sungguh kesialan yang bertubi-tubi, kesialan karena kejatuhan E'ek cicak yang tidak akan ia lupakan seumur hidup.****Senja telah membayang, acara resepsi berjalan dengan lancar meskipun ada insiden yang tidak mengenakkan. Sore itu acara resepsi sudah selesai, beberapa orang terlihat sibuk membereskan meja dan kursi undangan. Mereka terlihat bahu membahu membersihkan rumah Pak Hermawan yang begitu besar dan juga luas.Anggun duduk di kursi sudut di ruang dapur, terdiam cukup lama karena tidak menyangka jika pilihannya harus meleset sejauh ini. Riuh anggota keluarga yang hendak ingin makan malam sama sekali tidak mencuri perhatiannya.Pak Hermawan menghela napas, ia menatap keponakannya dari ambang pintu dengan tatapan menyesal. Perlahan ia mendekati Anggun lalu duduk di sebelahnya. "Maafkan aku, Anggun. Aku tidak tahu jika yang datang pertama kali itu adalah Vickal bukan Vicky yang kamu maksud."Hermawan kembali menarik napas, ia menyentuh tangan Anggun hingga tatapan keduanya bertemu satu sama lain. "Paman minta maaf ya karena Paman tidak bisa berbuat apa-apa untukmu."Anggun menatap bola mata pamannya dengan tatapan hancur, perlahan ia mengulas senyum tipis. "Semua ini bukan kesalahan Paman. Aku yang tidak teliti sebelumnya, seharusnya aku lebih mengenal mereka lebih awal sehingga tidak salah-salah seperti ini."Keduanya terdiam cukup lama, menyadari kesalahan masing-masing dimana Hermawan yang begitu terburu-buru dan juga Anggun yang begitu ceroboh hingga tidak menyadari jika Vicky yang asli memiliki saudara kembar bernama Vickal."Anggun, Pak Hermawan, mari makan dulu. Kita harus mengakrabkan diri di meja makan," ucap Andini seraya menghampiri Anggun dan juga Hermawan di sudut ruangan.Pak Hermawan mengangguk, ia lalu bangkit dan meraih tangan Anggun untuk segera pergi ke meja makan. "Ayo makan dulu, sudah seharian kamu tidak makan karena sibuk dengan pernikahan."Anggun menurut meskipun ia terpaksa. Mengikuti langkah pamannya, kini Anggun telah bergabung dengan keluarga besar Vicky Rahmanto. Semua nampak tersenyum bahagia kecuali Anggun, Vicky, dan juga Vickal."Anggun, sekarang kami adalah keluargamu. Gadis cantik ini namanya Rani, dia adik angkat Vicky. Jika ada apa-apa dan kamu malu mengatakannya padaku, kamu bisa bicara dengan Rani." Andini mencoba memperkenalkan gadis cantik yang duduk disebelahnya.Gadis bernama Rani tersenyum manis, ia menganggukkan kepala tanda memperkenalkan diri. "Hallo Mbak Anggun, saya Rani. Saya baru lulus SMA tahun ini, semoga kita bisa akrab sebagai saudara ya."Anggun tak menjawab, kekesalan demi kekesalan kini membuncah dalam diri gadis tersebut. Tak menjawab apapun, Anggun justru sibuk menyiapkan makanan untuk dirinya sendiri.Melihat hal itu, Andini saling pandang satu sama lain. "Anggun, sekarang statusmu adalah istri. Sebelum mendahulukan isi piringmu alangkah lebih baiknya kamu mendahulukan isi piring suamimu."Anggun terdiam, ia menatap Andini dan beberapa anggota keluarga lainnya yang kini tengah memperhatikannya. Menarik napas dalam-dalam, Anggun lalu mengambil centong nasi dan mengambil nasi untuk ia letakkan di piring pria sebelahnya. "Nasi untukmu, Vicky. Apakah kamu suka ikan laut? Aku rasa kamu lebih suka dengan daging sapi."Anggun lalu mengambil daging sapi yang sudah diolah menjadi rendang dengan sendok, gadis itu menumpahkan banyak lauk di atas piring hingga menutupi nasi.Andini tersenyum geli, ia menutupi mulutnya karena tidak tahan untuk tidak tertawa. "Kamu pintar sekali Anggun, Vickal memang suka daging sapi. Ia lebih suka lauk daripada nasi, hmm... Sungguh yang namanya jodoh apapun pasti saling mengerti. Ini bukan kebetulan tapi benar-benar jodoh."Gadis itu menatap Vickal sekilas, ada wajah kesal yang kini tertahan di wajah Vickal. Meskipun demikian Anggun berusaha untuk bersikap masa bodoh, ia dengan tanpa rasa berdosa lalu melanjutkan makan di piringnya sendiri.Suasana ruang makan kini mulai riuh, mereka saling berbincang banyak hal. Perhatian Andini perlahan teralih ke arah Anggun, ia tersenyum tipis lalu menatap ke arah Vickal yang sedari tadi hanya diam. "Vickal, apa rencanamu setelah ini? Apakah kamu akan mengajak Anggun berbulan madu?"Wanita paruh baya dengan rambut masih disanggul itu menatap intens ke arah Vickal. Sekilas menatap ke arah Vicky, Andini kembali memusatkan perhatiannya pada Vickal. "Aku dengar ada promo wisata ke Raja Ampat, kenapa tidak mengajak Anggun kesana saja? Udara yang dingin cocok sekali untuk kalian bercocok tanam."Mata Anggun membulat, ia nyaris melotot ke arah ibu mertuanya. Andini hanya terkekeh melihat reaksi Anggun yang sepertinya kesal sekali terhadapnya.Vickal belum menjawab, ia masih berusaha untuk mengunyah dan menelan makanannya. "Saya akan membawa Anggun pulang ke kampung, Bu.""Apa?" Andini terkejut, ia mencuramkan alis saat mendengar pengakuan Vickal. "Apa kau yakin? Kamu baru saja menikah loh?!""Ya, saya harus mengawasi beberapa penginapan di area pantai. Saya tidak bisa pergi berbulan madu untuk saat ini, lagipula bukankah Anggun begitu tidak menyukai saya? Apa artinya bulan madu baginya," ucap Vickal dengan tenang lantas menatap Anggun untuk sesaat. "Bukan begitu, Nona Anggun?"****Gadis itu menerima tatapan yang ditujukan ke arahnya dengan tajam, kedua mempelai saling bertukar pandangan dengan kilat cahaya yang berbeda. Tak ada yang tahu apa yang dipikirkan oleh kedua orang ini sama persis hanya saja mungkin perang dunia ketiga mungkin akan segera terjadi.Suasana ruang makan yang ramai dan sesekali berdenting akibat alat makan yang diadu, sama sekali tidak menyurutkan niat keduanya untuk saling menunjukkan siapa yang telah melakukan kesalahan fatal hingga pernikahan yang tak diinginkan itu terjadi."Oh, jangan seperti itu Vickal." Andini bersuara, wajahnya terlihat khawatir saat kedua anaknya saling berpandangan tak biasa. "Kalian adalah pasangan baru, setidaknya ambil cuti dari pekerjaanmu dan ajak pasanganmu berwisata. Ya, meskipun tidak mewah seharusnya kamu membahagiakan Anggun."Vickal menghela napas, ia memutus kontak mata dengan Anggun lalu kembali fokus pada makanan yang terhampar diatas piringnya. Tak ada komentar dari pria itu, ia terlihat tenang n
Vickal memilih untuk tidak membuat kegaduhan semakin parah malam itu dengan cara kembali masuk ke kamar mandi dan memakai pakaian kotor yang semula ia pakai. Sungguh dirinya merasa menjadi pengantin pria paling apes sedunia dimana ia harus menikah tanpa persiapan apapun dan harus menikahi seekor rakun yang begitu rewel.Selepas memakai pakaiannya kembali, Vickal keluar dari kamar mandi. Rambutnya yang basah menyisakan beberapa tetes air yang mengalir melewati dahi dan juga pipinya. Pria itu nampak cuek, melirik sekilas ke arah Anggun yang memperhatikannya dengan begitu detail. "Ada apa? Tidak pernah melihat orang seganteng saya?"Anggun lantas memalingkan wajah, ia tidak ingin pria ini menilainya dengan beraneka macam penilaian tak jelas. "Aku tidak tahu kenapa kamu harus hadir disaat suasana genting seperti ini?! Entah, apakah aku harus bersyukur atau kesal karena hal ini."Vickal tak berkomentar, ia berjalan menuju ke pintu untuk keluar dari kamar pribadi milik Anggun. "Kamu terlalu
Vickal menatap Anggun datar, matanya terlihat genit membuat Anggun makin kalap dibuatnya. Bagaimana bisa pria yang baru saja ia kenal kini berlaku genit kepadanya dalam hitungan jam?! "Apa kau bilang? Jangan menatapku segenit itu. Dasar pria mesum! Turun kau dari ranjangku!" Anggun mulai mengusir, ia meraih bantal dan memukulkan benda empuk itu ke tubuh Vickal berkali-kali. "Jangan berharap ada malam pertama diantara kita. Pergi kau! Tidur di sofa dan jangan sekali-kali mendekati ranjangku."Vickal lantas turun dari ranjang, ia berdiri dan bersedekap. "Baik kalau begitu, cepatlah tidur dan jangan main game. Jika kau tidak menurut pada saya maka saya akan menidurimu malam ini juga."Anggun menganga, sungguh tak percaya jika cheetah yang terlihat diam dan tenang kini mulai menunjukkan taring di depannya. Bagaimana bisa pria ini bersikap galak terhadapnya sementara di depan orang-orang ia terlihat kalem dan begitu luar biasa? Ah, inikah berkah akibat ketiban E'ek cicak? Sungguh sialan
"Jangan pernah berpikir bahwa aku akan menyetujui apa ucapanmu, Vickal." Anggun mendesis, sudah pasti ia tidak pernah setuju dengan apa yang dikatakan pria tersebut.Seluruh keluarga tampak menatap Anggun dan Vickal dengan tatapan tegang. Sepertinya akan selalu ada badai setiap kali mereka bersama dan lihat sekarang, pada hari pertama setelah pernikahan mereka keduanya terlihat seperti Tom dan Jerry. Bahkan tanda-tanda untuk berbaikan pun tidak ada, sungguh sebaiknya mereka banyak berdoa untuk keselamatan mereka masing-masing.Vickal terus menatap Anggun, tatapannya yang tajam tentu saja membuat gadis manapun meleleh tapi hal itu sama sekali tidak berefek pada Anggun. Kesal karena terus ditatap seperti itu, Anggun memiliki inisiatif untuk menginjak kaki Vickal hingga sang pemuda mengaduh kesakitan.Anggun tersenyum tipis, ia kembali mengamati nasi yang mengepul panas diatas piringnya dengan tatapan syahdu. "Sungguh hari yang indah, wahai keluarga besar mari kita sarapan bersama-sama."
Saat mereka sibuk sarapan pagi, bel rumah terdengar berbunyi. Anggun meletakkan sendoknya lalu menatap satu per satu orang yang hadir di acara makan pagi tersebut dengan tatapan serius. "Oh ya, aku mengajak Ratih untuk menemaniku pulang kampung nanti. Aku butuh seseorang untuk menemani mengobrol, mungkin dia saat ini sudah berada di depan pintu dan menekan bel rumah. Aku akan datang dan mempersilakannya masuk."Anggun berdiri dari duduknya lalu pergi membukakan pintu. Andini terdiam sesaat, merasa heran dengan sikap Anggun yang berada di luar batas. Saat ini mereka akan pulang kampung dan tidak menutup kemungkinan untuk berbulan madu lantas kenapa anak gadis ini justru mengajak sahabatnya bersama? Apakah otak Anggun terbentur tadi sewaktu mandi? Entahlah.Vickal yang mendengar pengakuan itu hanya diam tak bersuara. Sedari awal Anggun memang bersikap aneh kepadanya, ia tidak bisa marah begitu saja karena memang sedari awal Anggun begitu membencinya.Seluruh anggota keluarga menunggu An
Setelah semua barang bawaan sudah diangkut ke dalam mobil, perjalanan panjang menuju kampung halaman Vickal yang terdapat di pesisir selatan kota tersebut dimulai. Tidak hanya mobil Vickal saja yang berangkat, namun ada mobil Nyonya Andini dan juga Pak Hermawan yang turut serta mengantar sang keponakan menuju ke rumah mertua dan juga kakeknya.Rombongan pertama, sebuah mobil SUV warna merah yang dikemudikan oleh Vickal terlihat memimpin jalan. Mobil itu ditumpangi Vickal, Vicky, Anggun, dan juga sahabatnya Ratih. Perjalanan memakan waktu cukup lama mengingat mereka terjebak macet karena kebetulan hari itu adalah hari libur dimana banyak warga kota yang memilih berlibur dengan menggunakan mobil pribadi mereka."Nggun, nggak lelah kamu main game melulu?" Ratih menyindir Anggun yang sedari tadi sibuk memainkan games dan memilih diam di kursi belakang.Vickal melirik mereka dari kaca spion depan, sebagai driver Vickal tetap fokus pada jalanan panjang yang terhampar di hadapannya tersebut.
Vickal lantas menepikan mobil, bergantian dengan Vicky dalam menyetir mobil. Perjalanan masih panjang, terlebih saat berangkat ke rumah Anggun, Vickal harus menyetir mobilnya sendirian selama hampir delapan sampai sembilan jam."Maaf Mbak, bisa gantian tempat duduk nggak? Saya ingin duduk di belakang sambil lurusin punggung" ucap Vickal pada Ratih yang duduk di samping Anggun.Ratih menoleh sekilas ke arah Anggun yang rupanya cepet banget molornya. Ia tersenyum lalu mengangguk dengan ringan. "Ya, boleh Mas. Silakan."Gadis berwajah manis dan periang itu lantas membuka pintu mobil, ia berganti tempat duduk dengan Vickal. Rasanya tidak masalah jika ia duduk di depan dan membiarkan si Pak Sopir meluruskan punggung di belakang kursi kemudi."Makasih ya Mbak," ucap Vickal lirih tanpa mengurangi rasa sopannya terhadap wanita.Setelah turun dan berganti posisi, perjalanan kembali dilanjutkan. Melewati jalan tol yang panjang dan terkadang macet m
"Melakukan apa?" Tiba-tiba Anggun menyahut ucapan Vickal. Sebuah reaksi yang benar-benar mengguncang dada Vickal saat itu.Anggun membalasnya dengan nada lirih, kendati kepalanya masih tertunduk namun Vickal dibuat kebat-kebit karenanya. Terdiam cukup lama, Vickal mencoba menunggu reaksi Anggun setelahnya. Jantung yang semula berdebar mulai teratur kini harus mengalami guncangan paling hebat.Vickal menahan napas ketika Anggun membetulkan letak kepalanya yang tertunduk cukup dalam, suasana tidak mengenakkan seperti ini jangan sampai Anggun terbangun dan justru menuduhnya yang tidak-tidak.Setelah sekian lama menunggu reaksi Anggun, Vickal dapat bernapas lega karena nyatanya Anggun hanya mengigau dalam keadaan mata masih terpejam. Mengembuskan napas di udara, wajah Vickal memanas luar biasa. Untung saja Anggun tidak terbangun, coba saja si rakun ini bangun mungkin dia akan langsung menyerang secara ganas.Tersenyum tipis, Vickal mengusap wajahnya yang panas dingin tidak karuan. Baru ju
Vicky terdiam, berat baginya untuk menuruti kata ibu sambung. Bagaimanapun Vickal adalah saudara laki-lakinya, ia tidak bisa melakukan kecurangan itu demi sebuah harta tapi...."Ngerti nggak sih Vicky?!" Andini setengah membentak, menahan suaranya agar tidak terdengar orang lain. Wanita itu hendak menjewer kuping Vicky namun segera ditepis oleh si empunya kuping."Iya-iya Bu, iya. Vicky ngerti kok," ucap Vicky lalu mundur beberapa langkah untuk menghindari serangan tiba-tiba dari Andini.Wanita paruh baya itu tersenyum puas lalu menganggukkan kepala, ia berkacak pinggang sekali lagi. "Bagus, itu baru anaknya Andini. Ya sudah, kamu segera mandi sana. Bau sekali badanmu!"Vicky menarik napas lalu berbalik badan meninggalkan Andini. Kini di depan gudang itu hanya tinggal Andini seorang diri, sambil tersenyum puas Andini bersedekap dan membayangkan indahnya masa depan. "Dengan memperalat Vicky, aku akan mendapatkan harta dari Hariyadi. Andini akan menjadi wanita paling kaya se-Indonesia."
****"Apakah kamu yakin Mas?" Vicky terlihat bingung, untuk sesaat ia terbengong dengan keputusan Vickal yang menurutnya diluar nalar. "Mas, kamu dan Anggun sekarang suami istri. Jika aku berada ditengah kalian, aku takut Anggun tidak bisa berpaling dariku. Maaf ya Mas, bukannya aku sombong atau apa tapi ini demi kebaikan rumah tangga kalian juga."Vickal terdiam, tanpa diketahui Vicky pria itu meremas jarinya di dalam saku celana dengan erat. Sebenarnya apa yang dikatakan adiknya memanglah benar, jika ia membiarkan Vicky terus hadir dalam rumah tangganya maka sejauh apapun Vickal berusaha maka Anggun tetap tidak akan bisa melupakan Vicky dan terus mencintainya. Namun di lain sisi, Vickal tidak mau dicap sebagai seorang pria yang tak berperasaan. Ia tidak cukup mengenal Anggun, sebuah kesulitan bagi dirinya untuk mengenali gadis itu terlebih mereka baru mengenal dalam hitungan hari. Rasanya pasti sulit untuk Anggun menjalani hari di tempat terasing seperti ini tanpa ada satupun keluar
Mendengar Kakek Jayadi berkata demikian, tatapan Anggun lantas tertuju pada pria tua berambut putih dengan tatapan serius. "Semuanya?""Ya, tentang pernikahan kamu yang tidak sesuai ekspektasi bukan?!" Kakek menjawab dengan jujur, ia tersenyum tipis lalu menarik napas. "Sedari kecil Vicky dan Vickal tidak bisa terpisahkan. Barulah sekitar usia sepuluh tahun mereka terpisah karena ayah mereka meninggal karena sebuah kecelakaan mobil. Andini, ibu sambung mereka memilih pergi ke kota dan membawa Vicky. Aku sengaja menahan Vickal di sini karena jujur aku sendiri takut akan kesendirian. Setelah putraku meninggal, aku melihat masa tuaku begitu suram. Aku tidak memiliki siapapun kecuali hanya Vickal. Beruntung anak itu mau tinggal dan menemaniku sampai sekarang."Keduanya kini diam, Anggun menyimak cerita itu dengan kedua tangan saling beradu sedangkan Kakek Jayadi terdiam guna mengenang masa-masa sulit yang pernah ia lalui selepas anak laki-lakinya meninggal kala itu. Kembali menarik napas,
Vickal lantas membopong tubuh Anggun memasuki kamar, meskipun ia sudah menjanjikan pada keluarganya bahwa Anggun akan baik-baik saja dibawah penangananya namun hal itu sama sekali tidak berlaku untuk Kakek Jayadi. Pria tua berambut putih dan memiliki tahi lalat di pipi itu mengikuti langkah Vickal sampai di depan pintu kamar mereka."Cucuku, apa yang terjadi pada istrimu? Kenapa ia mendadak pingsan? Apa kau melakukan sesuatu yang jahat padanya tadi malam?" Kakek Jayadi memberondong Vickal kendati ia terus mengekor cucunya dengan perasaan was-was.Vickal tak menjawab, ia merebahkan tubuh Anggun di atas ranjang lalu berbalik badan menatap kakeknya. Vickal mengembuskan napas panjang, dari sekian jumlah anggota keluarganya hanya Kakek Jayadi-lah yang begitu khawatir dengan Anggun. Hanya beliau-lah satu-satunya orang yang peduli dengan keberadaan orang asing yang baru saja masuk ke dalam keluarganya."Kakek, Anggun baik-baik saja. Sebentar lagi dia pasti siuman," ucap Vickal mencoba menena
Anggun menggosok pipinya pada bantal berulang kali, terasa sangat lembut dan juga nyaman. Rasa hangat yang ditawarkan sang selimut membuatnya sejenak terlena, ia tersenyum dengan mata masih terpejam. Kenyamanan ini selalu ia rasakan ketika hari libur telah tiba di kamarnya yang besar dan juga hangat.Namun tunggu dulu, bukankah ia sedang dalam perjalanan menuju ke kampung halaman Vickal? Lalu kamar siapa yang ia tempati kali ini? Tidak mungkin 'kan jika ia berada di kamarnya sendiri?! Melalui gagasan itu, Anggun buru-buru membuka matanya dengan cepat. Setelah mengumpulkan nyawanya yang masih tercecer, Anggun dengan cepat bangun dari tidurnya. Gadis itu menendang selimut, memandang sekitar dengan tatapan asing dan juga bingung. Kamar siapakah ini? Kenapa tidak ada orang sama sekali?Deburan ombak menyapa telinga Anggun, gadis itu sejenak tertarik lalu beringsut bangun dari ranjang. Dengan kaki telanjang, Anggun berjalan menuju ke jendela kaca besar dan menyibak tirai putih yang menutu
"Melakukan apa?" Tiba-tiba Anggun menyahut ucapan Vickal. Sebuah reaksi yang benar-benar mengguncang dada Vickal saat itu.Anggun membalasnya dengan nada lirih, kendati kepalanya masih tertunduk namun Vickal dibuat kebat-kebit karenanya. Terdiam cukup lama, Vickal mencoba menunggu reaksi Anggun setelahnya. Jantung yang semula berdebar mulai teratur kini harus mengalami guncangan paling hebat.Vickal menahan napas ketika Anggun membetulkan letak kepalanya yang tertunduk cukup dalam, suasana tidak mengenakkan seperti ini jangan sampai Anggun terbangun dan justru menuduhnya yang tidak-tidak.Setelah sekian lama menunggu reaksi Anggun, Vickal dapat bernapas lega karena nyatanya Anggun hanya mengigau dalam keadaan mata masih terpejam. Mengembuskan napas di udara, wajah Vickal memanas luar biasa. Untung saja Anggun tidak terbangun, coba saja si rakun ini bangun mungkin dia akan langsung menyerang secara ganas.Tersenyum tipis, Vickal mengusap wajahnya yang panas dingin tidak karuan. Baru ju
Vickal lantas menepikan mobil, bergantian dengan Vicky dalam menyetir mobil. Perjalanan masih panjang, terlebih saat berangkat ke rumah Anggun, Vickal harus menyetir mobilnya sendirian selama hampir delapan sampai sembilan jam."Maaf Mbak, bisa gantian tempat duduk nggak? Saya ingin duduk di belakang sambil lurusin punggung" ucap Vickal pada Ratih yang duduk di samping Anggun.Ratih menoleh sekilas ke arah Anggun yang rupanya cepet banget molornya. Ia tersenyum lalu mengangguk dengan ringan. "Ya, boleh Mas. Silakan."Gadis berwajah manis dan periang itu lantas membuka pintu mobil, ia berganti tempat duduk dengan Vickal. Rasanya tidak masalah jika ia duduk di depan dan membiarkan si Pak Sopir meluruskan punggung di belakang kursi kemudi."Makasih ya Mbak," ucap Vickal lirih tanpa mengurangi rasa sopannya terhadap wanita.Setelah turun dan berganti posisi, perjalanan kembali dilanjutkan. Melewati jalan tol yang panjang dan terkadang macet m
Setelah semua barang bawaan sudah diangkut ke dalam mobil, perjalanan panjang menuju kampung halaman Vickal yang terdapat di pesisir selatan kota tersebut dimulai. Tidak hanya mobil Vickal saja yang berangkat, namun ada mobil Nyonya Andini dan juga Pak Hermawan yang turut serta mengantar sang keponakan menuju ke rumah mertua dan juga kakeknya.Rombongan pertama, sebuah mobil SUV warna merah yang dikemudikan oleh Vickal terlihat memimpin jalan. Mobil itu ditumpangi Vickal, Vicky, Anggun, dan juga sahabatnya Ratih. Perjalanan memakan waktu cukup lama mengingat mereka terjebak macet karena kebetulan hari itu adalah hari libur dimana banyak warga kota yang memilih berlibur dengan menggunakan mobil pribadi mereka."Nggun, nggak lelah kamu main game melulu?" Ratih menyindir Anggun yang sedari tadi sibuk memainkan games dan memilih diam di kursi belakang.Vickal melirik mereka dari kaca spion depan, sebagai driver Vickal tetap fokus pada jalanan panjang yang terhampar di hadapannya tersebut.
Saat mereka sibuk sarapan pagi, bel rumah terdengar berbunyi. Anggun meletakkan sendoknya lalu menatap satu per satu orang yang hadir di acara makan pagi tersebut dengan tatapan serius. "Oh ya, aku mengajak Ratih untuk menemaniku pulang kampung nanti. Aku butuh seseorang untuk menemani mengobrol, mungkin dia saat ini sudah berada di depan pintu dan menekan bel rumah. Aku akan datang dan mempersilakannya masuk."Anggun berdiri dari duduknya lalu pergi membukakan pintu. Andini terdiam sesaat, merasa heran dengan sikap Anggun yang berada di luar batas. Saat ini mereka akan pulang kampung dan tidak menutup kemungkinan untuk berbulan madu lantas kenapa anak gadis ini justru mengajak sahabatnya bersama? Apakah otak Anggun terbentur tadi sewaktu mandi? Entahlah.Vickal yang mendengar pengakuan itu hanya diam tak bersuara. Sedari awal Anggun memang bersikap aneh kepadanya, ia tidak bisa marah begitu saja karena memang sedari awal Anggun begitu membencinya.Seluruh anggota keluarga menunggu An