Vickal menatap Anggun datar, matanya terlihat genit membuat Anggun makin kalap dibuatnya. Bagaimana bisa pria yang baru saja ia kenal kini berlaku genit kepadanya dalam hitungan jam?!
"Apa kau bilang? Jangan menatapku segenit itu. Dasar pria mesum! Turun kau dari ranjangku!" Anggun mulai mengusir, ia meraih bantal dan memukulkan benda empuk itu ke tubuh Vickal berkali-kali. "Jangan berharap ada malam pertama diantara kita. Pergi kau! Tidur di sofa dan jangan sekali-kali mendekati ranjangku."Vickal lantas turun dari ranjang, ia berdiri dan bersedekap. "Baik kalau begitu, cepatlah tidur dan jangan main game. Jika kau tidak menurut pada saya maka saya akan menidurimu malam ini juga."Anggun menganga, sungguh tak percaya jika cheetah yang terlihat diam dan tenang kini mulai menunjukkan taring di depannya. Bagaimana bisa pria ini bersikap galak terhadapnya sementara di depan orang-orang ia terlihat kalem dan begitu luar biasa? Ah, inikah berkah akibat ketiban E'ek cicak? Sungguh sialan!"Oke, oke. Aku tidak akan bermain game lagi, aku akan tidur seperti yang kau perintahkan." Anggun akhirnya menurut, ia mematikan ponsel lalu melemparkannya ke atas meja dengan kesal. Menarik selimut dengan tatapan marah, Anggun bersiap untuk tidur. "Aku tidur sekarang!"****Malam itu berlalu dengan penuh pergolakan batin, setidaknya itu yang dirasakan Anggun saat berada di kamar bersama Vickal. Harapannya untuk menikahi Vicky, sahabat masa kecilnya harus pupus saat ia harus menerima kenyataan bahwa ia salah memilih orang membuatnya merasa menyesal seumur hidup.Setelah membersihkan diri, Anggun turun dari kamar. Wajah gadis itu terlihat pucat dan tidak baik-baik saja. Ya, tentu saja tidak baik karena untuk pertama kali dalam hidupnya ia mulai disetir oleh pria yang sama sekali tidak ia cintai. Menyusul dibelakangnya terdapat Vickal yang membawa koper berisi pakaian milik Anggun untuk dibawa ke dalam mobil.Seluruh keluarga menebar senyum, berekspektasi tentang malam pertama mereka yang mungkin jauh lebih hot dari malam pertama manapun. Anggun membetulkan letak kacamatanya dan menyusul beberapa anggota keluarga yang berkumpul di ruang makan untuk sarapan pagi."Wah, selamat pagi pengantin baru. Kenapa terlihat tidak bersemangat? Apakah Vickal tidak melakukan tugasnya dengan baik?" Andini merasa penasaran, menanyakan hal itu secara tersamar.Anggun merengut, kesal dengan pertanyaan semacam itu. Duduk di kursi ruang makan, Anggun tidak menjawab apapun yang menjadi pertanyaan ibu mertuanya."Anggun ada apa? Oh, apakah kamu lelah?" Andini lagi-lagi bertanya dengan wajah dibuat khawatir, ia menyentuh tangan Anggun yang terasa begitu dingin sehabis mandi. "Aku akan menasehati Vickal agar memperlakukanmu dengan lembut. Sayang sekali pasti terasa sakit ya?!"Anggun menatap Andini dengan tatapan dingin, ia menarik tangannya lalu menatap piring yang kosong di hadapannya. Perlahan ia menarik napas dalam-dalam lalu menganggukkan kepala. "Ya luar biasa sakit sekali.""Kasihan sekali Kesayanganku ini. Sungguh malam pertama yang begitu berkesan," ucap Andini dengan wajah dibuat khawatir namun menyimpan rasa geli yang tak mampu untuk ia hindarkan.Anggun mengerutkan dahi, rupanya ada kesalahpahaman diantara mereka. Gadis itu lantas buru-buru menekankan ucapannya. "Tidak ada malam pertama malam ini dan selamanya tidak akan ada."Vickal yang baru saja selesai meletakkan koper di bagasi mobil segera bergabung dengan keluarga di meja makan. Andini menganga, tak percaya jika Anggun bisa berkata selantang itu.Mendapati putranya telah hadir, Andini lantas menepuk tangan Vickal sedikit kencang. "Hei perjaka, apa yang sudah kau perbuat pada istrimu? Kenapa ia berwajah masam seperti itu? Tidakkah kau melakukannya dengan pelan-pelan dan hati-hati?"Vickal menatap Anggun sekilas, tak mengerti dengan bahan obrolan mereka saat ini. "Ya, tentu saja dengan hati-hati. Saya tidak akan seceroboh itu."Andini mengangguk, ia menatap Anggun sekali lagi. "Kau dengar Menantuku, Vickal akan membahagiakanmu malam ini. Jangan takut ya, dia pasti akan bersikap lembut padamu.""Terserah kalian mau bicara apa?! Yang jelas tidak akan ada malam pertama, malam kedua, ataupun malam seterusnya." Anggun terlihat ketus, ia meraih nasi dengan centong nasi yang tersedia.Semua orang terdiam hingga akhirnya Vickal sendiri yang membuka suara. "Jangan khawatir, saya akan segera menunaikan tugas dengan sempurna. Saya akan segera memberi kalian cucu."Anggun menoleh cepat, matanya melotot ke arah Vickal. Ia marah dengan ucapan pria tersebut. "Vickal—"Pria dengan wajah rupawan itu menyeruput tehnya dengan tenang, ia meletakkan cangkir lalu menatap Anggun dengan tatapan datar namun tajam. "Sebuah pernikahan akan selalu menghasilkan. Mari kita lihat hal baik apa yang akan kita hasilkan nanti, Nona Anggun. Apakah kau setuju dengan saya?"*****"Jangan pernah berpikir bahwa aku akan menyetujui apa ucapanmu, Vickal." Anggun mendesis, sudah pasti ia tidak pernah setuju dengan apa yang dikatakan pria tersebut.Seluruh keluarga tampak menatap Anggun dan Vickal dengan tatapan tegang. Sepertinya akan selalu ada badai setiap kali mereka bersama dan lihat sekarang, pada hari pertama setelah pernikahan mereka keduanya terlihat seperti Tom dan Jerry. Bahkan tanda-tanda untuk berbaikan pun tidak ada, sungguh sebaiknya mereka banyak berdoa untuk keselamatan mereka masing-masing.Vickal terus menatap Anggun, tatapannya yang tajam tentu saja membuat gadis manapun meleleh tapi hal itu sama sekali tidak berefek pada Anggun. Kesal karena terus ditatap seperti itu, Anggun memiliki inisiatif untuk menginjak kaki Vickal hingga sang pemuda mengaduh kesakitan.Anggun tersenyum tipis, ia kembali mengamati nasi yang mengepul panas diatas piringnya dengan tatapan syahdu. "Sungguh hari yang indah, wahai keluarga besar mari kita sarapan bersama-sama."
Saat mereka sibuk sarapan pagi, bel rumah terdengar berbunyi. Anggun meletakkan sendoknya lalu menatap satu per satu orang yang hadir di acara makan pagi tersebut dengan tatapan serius. "Oh ya, aku mengajak Ratih untuk menemaniku pulang kampung nanti. Aku butuh seseorang untuk menemani mengobrol, mungkin dia saat ini sudah berada di depan pintu dan menekan bel rumah. Aku akan datang dan mempersilakannya masuk."Anggun berdiri dari duduknya lalu pergi membukakan pintu. Andini terdiam sesaat, merasa heran dengan sikap Anggun yang berada di luar batas. Saat ini mereka akan pulang kampung dan tidak menutup kemungkinan untuk berbulan madu lantas kenapa anak gadis ini justru mengajak sahabatnya bersama? Apakah otak Anggun terbentur tadi sewaktu mandi? Entahlah.Vickal yang mendengar pengakuan itu hanya diam tak bersuara. Sedari awal Anggun memang bersikap aneh kepadanya, ia tidak bisa marah begitu saja karena memang sedari awal Anggun begitu membencinya.Seluruh anggota keluarga menunggu An
Setelah semua barang bawaan sudah diangkut ke dalam mobil, perjalanan panjang menuju kampung halaman Vickal yang terdapat di pesisir selatan kota tersebut dimulai. Tidak hanya mobil Vickal saja yang berangkat, namun ada mobil Nyonya Andini dan juga Pak Hermawan yang turut serta mengantar sang keponakan menuju ke rumah mertua dan juga kakeknya.Rombongan pertama, sebuah mobil SUV warna merah yang dikemudikan oleh Vickal terlihat memimpin jalan. Mobil itu ditumpangi Vickal, Vicky, Anggun, dan juga sahabatnya Ratih. Perjalanan memakan waktu cukup lama mengingat mereka terjebak macet karena kebetulan hari itu adalah hari libur dimana banyak warga kota yang memilih berlibur dengan menggunakan mobil pribadi mereka."Nggun, nggak lelah kamu main game melulu?" Ratih menyindir Anggun yang sedari tadi sibuk memainkan games dan memilih diam di kursi belakang.Vickal melirik mereka dari kaca spion depan, sebagai driver Vickal tetap fokus pada jalanan panjang yang terhampar di hadapannya tersebut.
Vickal lantas menepikan mobil, bergantian dengan Vicky dalam menyetir mobil. Perjalanan masih panjang, terlebih saat berangkat ke rumah Anggun, Vickal harus menyetir mobilnya sendirian selama hampir delapan sampai sembilan jam."Maaf Mbak, bisa gantian tempat duduk nggak? Saya ingin duduk di belakang sambil lurusin punggung" ucap Vickal pada Ratih yang duduk di samping Anggun.Ratih menoleh sekilas ke arah Anggun yang rupanya cepet banget molornya. Ia tersenyum lalu mengangguk dengan ringan. "Ya, boleh Mas. Silakan."Gadis berwajah manis dan periang itu lantas membuka pintu mobil, ia berganti tempat duduk dengan Vickal. Rasanya tidak masalah jika ia duduk di depan dan membiarkan si Pak Sopir meluruskan punggung di belakang kursi kemudi."Makasih ya Mbak," ucap Vickal lirih tanpa mengurangi rasa sopannya terhadap wanita.Setelah turun dan berganti posisi, perjalanan kembali dilanjutkan. Melewati jalan tol yang panjang dan terkadang macet m
"Melakukan apa?" Tiba-tiba Anggun menyahut ucapan Vickal. Sebuah reaksi yang benar-benar mengguncang dada Vickal saat itu.Anggun membalasnya dengan nada lirih, kendati kepalanya masih tertunduk namun Vickal dibuat kebat-kebit karenanya. Terdiam cukup lama, Vickal mencoba menunggu reaksi Anggun setelahnya. Jantung yang semula berdebar mulai teratur kini harus mengalami guncangan paling hebat.Vickal menahan napas ketika Anggun membetulkan letak kepalanya yang tertunduk cukup dalam, suasana tidak mengenakkan seperti ini jangan sampai Anggun terbangun dan justru menuduhnya yang tidak-tidak.Setelah sekian lama menunggu reaksi Anggun, Vickal dapat bernapas lega karena nyatanya Anggun hanya mengigau dalam keadaan mata masih terpejam. Mengembuskan napas di udara, wajah Vickal memanas luar biasa. Untung saja Anggun tidak terbangun, coba saja si rakun ini bangun mungkin dia akan langsung menyerang secara ganas.Tersenyum tipis, Vickal mengusap wajahnya yang panas dingin tidak karuan. Baru ju
Anggun menggosok pipinya pada bantal berulang kali, terasa sangat lembut dan juga nyaman. Rasa hangat yang ditawarkan sang selimut membuatnya sejenak terlena, ia tersenyum dengan mata masih terpejam. Kenyamanan ini selalu ia rasakan ketika hari libur telah tiba di kamarnya yang besar dan juga hangat.Namun tunggu dulu, bukankah ia sedang dalam perjalanan menuju ke kampung halaman Vickal? Lalu kamar siapa yang ia tempati kali ini? Tidak mungkin 'kan jika ia berada di kamarnya sendiri?! Melalui gagasan itu, Anggun buru-buru membuka matanya dengan cepat. Setelah mengumpulkan nyawanya yang masih tercecer, Anggun dengan cepat bangun dari tidurnya. Gadis itu menendang selimut, memandang sekitar dengan tatapan asing dan juga bingung. Kamar siapakah ini? Kenapa tidak ada orang sama sekali?Deburan ombak menyapa telinga Anggun, gadis itu sejenak tertarik lalu beringsut bangun dari ranjang. Dengan kaki telanjang, Anggun berjalan menuju ke jendela kaca besar dan menyibak tirai putih yang menutu
Vickal lantas membopong tubuh Anggun memasuki kamar, meskipun ia sudah menjanjikan pada keluarganya bahwa Anggun akan baik-baik saja dibawah penangananya namun hal itu sama sekali tidak berlaku untuk Kakek Jayadi. Pria tua berambut putih dan memiliki tahi lalat di pipi itu mengikuti langkah Vickal sampai di depan pintu kamar mereka."Cucuku, apa yang terjadi pada istrimu? Kenapa ia mendadak pingsan? Apa kau melakukan sesuatu yang jahat padanya tadi malam?" Kakek Jayadi memberondong Vickal kendati ia terus mengekor cucunya dengan perasaan was-was.Vickal tak menjawab, ia merebahkan tubuh Anggun di atas ranjang lalu berbalik badan menatap kakeknya. Vickal mengembuskan napas panjang, dari sekian jumlah anggota keluarganya hanya Kakek Jayadi-lah yang begitu khawatir dengan Anggun. Hanya beliau-lah satu-satunya orang yang peduli dengan keberadaan orang asing yang baru saja masuk ke dalam keluarganya."Kakek, Anggun baik-baik saja. Sebentar lagi dia pasti siuman," ucap Vickal mencoba menena
Mendengar Kakek Jayadi berkata demikian, tatapan Anggun lantas tertuju pada pria tua berambut putih dengan tatapan serius. "Semuanya?""Ya, tentang pernikahan kamu yang tidak sesuai ekspektasi bukan?!" Kakek menjawab dengan jujur, ia tersenyum tipis lalu menarik napas. "Sedari kecil Vicky dan Vickal tidak bisa terpisahkan. Barulah sekitar usia sepuluh tahun mereka terpisah karena ayah mereka meninggal karena sebuah kecelakaan mobil. Andini, ibu sambung mereka memilih pergi ke kota dan membawa Vicky. Aku sengaja menahan Vickal di sini karena jujur aku sendiri takut akan kesendirian. Setelah putraku meninggal, aku melihat masa tuaku begitu suram. Aku tidak memiliki siapapun kecuali hanya Vickal. Beruntung anak itu mau tinggal dan menemaniku sampai sekarang."Keduanya kini diam, Anggun menyimak cerita itu dengan kedua tangan saling beradu sedangkan Kakek Jayadi terdiam guna mengenang masa-masa sulit yang pernah ia lalui selepas anak laki-lakinya meninggal kala itu. Kembali menarik napas,
Vicky terdiam, berat baginya untuk menuruti kata ibu sambung. Bagaimanapun Vickal adalah saudara laki-lakinya, ia tidak bisa melakukan kecurangan itu demi sebuah harta tapi...."Ngerti nggak sih Vicky?!" Andini setengah membentak, menahan suaranya agar tidak terdengar orang lain. Wanita itu hendak menjewer kuping Vicky namun segera ditepis oleh si empunya kuping."Iya-iya Bu, iya. Vicky ngerti kok," ucap Vicky lalu mundur beberapa langkah untuk menghindari serangan tiba-tiba dari Andini.Wanita paruh baya itu tersenyum puas lalu menganggukkan kepala, ia berkacak pinggang sekali lagi. "Bagus, itu baru anaknya Andini. Ya sudah, kamu segera mandi sana. Bau sekali badanmu!"Vicky menarik napas lalu berbalik badan meninggalkan Andini. Kini di depan gudang itu hanya tinggal Andini seorang diri, sambil tersenyum puas Andini bersedekap dan membayangkan indahnya masa depan. "Dengan memperalat Vicky, aku akan mendapatkan harta dari Hariyadi. Andini akan menjadi wanita paling kaya se-Indonesia."
****"Apakah kamu yakin Mas?" Vicky terlihat bingung, untuk sesaat ia terbengong dengan keputusan Vickal yang menurutnya diluar nalar. "Mas, kamu dan Anggun sekarang suami istri. Jika aku berada ditengah kalian, aku takut Anggun tidak bisa berpaling dariku. Maaf ya Mas, bukannya aku sombong atau apa tapi ini demi kebaikan rumah tangga kalian juga."Vickal terdiam, tanpa diketahui Vicky pria itu meremas jarinya di dalam saku celana dengan erat. Sebenarnya apa yang dikatakan adiknya memanglah benar, jika ia membiarkan Vicky terus hadir dalam rumah tangganya maka sejauh apapun Vickal berusaha maka Anggun tetap tidak akan bisa melupakan Vicky dan terus mencintainya. Namun di lain sisi, Vickal tidak mau dicap sebagai seorang pria yang tak berperasaan. Ia tidak cukup mengenal Anggun, sebuah kesulitan bagi dirinya untuk mengenali gadis itu terlebih mereka baru mengenal dalam hitungan hari. Rasanya pasti sulit untuk Anggun menjalani hari di tempat terasing seperti ini tanpa ada satupun keluar
Mendengar Kakek Jayadi berkata demikian, tatapan Anggun lantas tertuju pada pria tua berambut putih dengan tatapan serius. "Semuanya?""Ya, tentang pernikahan kamu yang tidak sesuai ekspektasi bukan?!" Kakek menjawab dengan jujur, ia tersenyum tipis lalu menarik napas. "Sedari kecil Vicky dan Vickal tidak bisa terpisahkan. Barulah sekitar usia sepuluh tahun mereka terpisah karena ayah mereka meninggal karena sebuah kecelakaan mobil. Andini, ibu sambung mereka memilih pergi ke kota dan membawa Vicky. Aku sengaja menahan Vickal di sini karena jujur aku sendiri takut akan kesendirian. Setelah putraku meninggal, aku melihat masa tuaku begitu suram. Aku tidak memiliki siapapun kecuali hanya Vickal. Beruntung anak itu mau tinggal dan menemaniku sampai sekarang."Keduanya kini diam, Anggun menyimak cerita itu dengan kedua tangan saling beradu sedangkan Kakek Jayadi terdiam guna mengenang masa-masa sulit yang pernah ia lalui selepas anak laki-lakinya meninggal kala itu. Kembali menarik napas,
Vickal lantas membopong tubuh Anggun memasuki kamar, meskipun ia sudah menjanjikan pada keluarganya bahwa Anggun akan baik-baik saja dibawah penangananya namun hal itu sama sekali tidak berlaku untuk Kakek Jayadi. Pria tua berambut putih dan memiliki tahi lalat di pipi itu mengikuti langkah Vickal sampai di depan pintu kamar mereka."Cucuku, apa yang terjadi pada istrimu? Kenapa ia mendadak pingsan? Apa kau melakukan sesuatu yang jahat padanya tadi malam?" Kakek Jayadi memberondong Vickal kendati ia terus mengekor cucunya dengan perasaan was-was.Vickal tak menjawab, ia merebahkan tubuh Anggun di atas ranjang lalu berbalik badan menatap kakeknya. Vickal mengembuskan napas panjang, dari sekian jumlah anggota keluarganya hanya Kakek Jayadi-lah yang begitu khawatir dengan Anggun. Hanya beliau-lah satu-satunya orang yang peduli dengan keberadaan orang asing yang baru saja masuk ke dalam keluarganya."Kakek, Anggun baik-baik saja. Sebentar lagi dia pasti siuman," ucap Vickal mencoba menena
Anggun menggosok pipinya pada bantal berulang kali, terasa sangat lembut dan juga nyaman. Rasa hangat yang ditawarkan sang selimut membuatnya sejenak terlena, ia tersenyum dengan mata masih terpejam. Kenyamanan ini selalu ia rasakan ketika hari libur telah tiba di kamarnya yang besar dan juga hangat.Namun tunggu dulu, bukankah ia sedang dalam perjalanan menuju ke kampung halaman Vickal? Lalu kamar siapa yang ia tempati kali ini? Tidak mungkin 'kan jika ia berada di kamarnya sendiri?! Melalui gagasan itu, Anggun buru-buru membuka matanya dengan cepat. Setelah mengumpulkan nyawanya yang masih tercecer, Anggun dengan cepat bangun dari tidurnya. Gadis itu menendang selimut, memandang sekitar dengan tatapan asing dan juga bingung. Kamar siapakah ini? Kenapa tidak ada orang sama sekali?Deburan ombak menyapa telinga Anggun, gadis itu sejenak tertarik lalu beringsut bangun dari ranjang. Dengan kaki telanjang, Anggun berjalan menuju ke jendela kaca besar dan menyibak tirai putih yang menutu
"Melakukan apa?" Tiba-tiba Anggun menyahut ucapan Vickal. Sebuah reaksi yang benar-benar mengguncang dada Vickal saat itu.Anggun membalasnya dengan nada lirih, kendati kepalanya masih tertunduk namun Vickal dibuat kebat-kebit karenanya. Terdiam cukup lama, Vickal mencoba menunggu reaksi Anggun setelahnya. Jantung yang semula berdebar mulai teratur kini harus mengalami guncangan paling hebat.Vickal menahan napas ketika Anggun membetulkan letak kepalanya yang tertunduk cukup dalam, suasana tidak mengenakkan seperti ini jangan sampai Anggun terbangun dan justru menuduhnya yang tidak-tidak.Setelah sekian lama menunggu reaksi Anggun, Vickal dapat bernapas lega karena nyatanya Anggun hanya mengigau dalam keadaan mata masih terpejam. Mengembuskan napas di udara, wajah Vickal memanas luar biasa. Untung saja Anggun tidak terbangun, coba saja si rakun ini bangun mungkin dia akan langsung menyerang secara ganas.Tersenyum tipis, Vickal mengusap wajahnya yang panas dingin tidak karuan. Baru ju
Vickal lantas menepikan mobil, bergantian dengan Vicky dalam menyetir mobil. Perjalanan masih panjang, terlebih saat berangkat ke rumah Anggun, Vickal harus menyetir mobilnya sendirian selama hampir delapan sampai sembilan jam."Maaf Mbak, bisa gantian tempat duduk nggak? Saya ingin duduk di belakang sambil lurusin punggung" ucap Vickal pada Ratih yang duduk di samping Anggun.Ratih menoleh sekilas ke arah Anggun yang rupanya cepet banget molornya. Ia tersenyum lalu mengangguk dengan ringan. "Ya, boleh Mas. Silakan."Gadis berwajah manis dan periang itu lantas membuka pintu mobil, ia berganti tempat duduk dengan Vickal. Rasanya tidak masalah jika ia duduk di depan dan membiarkan si Pak Sopir meluruskan punggung di belakang kursi kemudi."Makasih ya Mbak," ucap Vickal lirih tanpa mengurangi rasa sopannya terhadap wanita.Setelah turun dan berganti posisi, perjalanan kembali dilanjutkan. Melewati jalan tol yang panjang dan terkadang macet m
Setelah semua barang bawaan sudah diangkut ke dalam mobil, perjalanan panjang menuju kampung halaman Vickal yang terdapat di pesisir selatan kota tersebut dimulai. Tidak hanya mobil Vickal saja yang berangkat, namun ada mobil Nyonya Andini dan juga Pak Hermawan yang turut serta mengantar sang keponakan menuju ke rumah mertua dan juga kakeknya.Rombongan pertama, sebuah mobil SUV warna merah yang dikemudikan oleh Vickal terlihat memimpin jalan. Mobil itu ditumpangi Vickal, Vicky, Anggun, dan juga sahabatnya Ratih. Perjalanan memakan waktu cukup lama mengingat mereka terjebak macet karena kebetulan hari itu adalah hari libur dimana banyak warga kota yang memilih berlibur dengan menggunakan mobil pribadi mereka."Nggun, nggak lelah kamu main game melulu?" Ratih menyindir Anggun yang sedari tadi sibuk memainkan games dan memilih diam di kursi belakang.Vickal melirik mereka dari kaca spion depan, sebagai driver Vickal tetap fokus pada jalanan panjang yang terhampar di hadapannya tersebut.
Saat mereka sibuk sarapan pagi, bel rumah terdengar berbunyi. Anggun meletakkan sendoknya lalu menatap satu per satu orang yang hadir di acara makan pagi tersebut dengan tatapan serius. "Oh ya, aku mengajak Ratih untuk menemaniku pulang kampung nanti. Aku butuh seseorang untuk menemani mengobrol, mungkin dia saat ini sudah berada di depan pintu dan menekan bel rumah. Aku akan datang dan mempersilakannya masuk."Anggun berdiri dari duduknya lalu pergi membukakan pintu. Andini terdiam sesaat, merasa heran dengan sikap Anggun yang berada di luar batas. Saat ini mereka akan pulang kampung dan tidak menutup kemungkinan untuk berbulan madu lantas kenapa anak gadis ini justru mengajak sahabatnya bersama? Apakah otak Anggun terbentur tadi sewaktu mandi? Entahlah.Vickal yang mendengar pengakuan itu hanya diam tak bersuara. Sedari awal Anggun memang bersikap aneh kepadanya, ia tidak bisa marah begitu saja karena memang sedari awal Anggun begitu membencinya.Seluruh anggota keluarga menunggu An