Home / Fantasi / Upik Abu dan Bola Cahaya / Bab 6. Kisah Bowo, Ainun dan Laila

Share

Bab 6. Kisah Bowo, Ainun dan Laila

Author: Beyouna
last update Last Updated: 2022-08-18 17:03:24

"Aku tak mau berpisah denganmu Bowo! kau sudah berjanji menikahiku!"

"Aku tak bisa Ainun. Jika kita menikah, kita mau makan apa? aku sama sekali tak punya pekerjaan."

"Lantas kau memilih Laila karna ia memiliki Peternakan Ayam?"

"Ini kesempatanku untuk merubah hidup Ainun. Mengertilah! Peternakan ayam milik keluarga Laila itu sangat besar, orangtuanya berjanji akan memberikan seperempat dari ternak ayam itu menjadi hak milikku jika aku menikahi putrinya."

"Lantas bagaimana nasibku Bowo? kau lupa, aku mengandung anakmu sekarang? sudah memasuki empat minggu Bowo!"

"Aku mencintaimu Ainun, hanya saja kau harus ikuti rencanaku. Aku takkan membiarkanmu sendirian."

"Apa rencanamu?"

"Kau akan kubawa ke rumah kami setelah aku menikahinya nanti. Akan kuperkenalkan kau sebagai sepupuku yang hamil di luar nikah."

"Bagaimana kau bisa meyakinkannya?"

"Dia cinta mati padaku Ainun, dia akan menurutiku."

***

Rencana Bowo benar-benar terjadi. Ia menguasai seperempat dari ternak ayam milik keluarga Laila. Peternakan dibangun di halaman belakang rumah seluas dua hektar.

Ainun benar-benar diboyong ke rumah mereka, diperkenalkan sebagai sepupu yang diusir keluarganya karna hamil di luar nikah.

Awalnya, semua berjalan seperti rencana Bowo. Naasnya, seiring perkembangan kehamilan Ainun, fisik Ainun tidaklah semenarik saat ia gadis dahulu. Banyak goresan streachmark di perut, bokong dan paha. Wajah yang menghitam dan rambut yang kusam.

Bowo tak bergairah lagi melihat Ainun, cintanya kian memudar. Ditambah ia melihat istrinya yang terawat dan masih kencang, menjadikannya semakin tak perduli lagi pada Ainun.

Ainun menyesali segalanya, perubahan sikap Bowo semakin menyiksanya. Bowo bahkan tak segan bermesraan dengan istrinya di depannya. Parahnya lagi, saat Ainun meminta Bowo mengelus perutnya, Bowo malah meludah dan seolah jijik dengan Ainun.

Saat Laila pergi, Ainun berusaha merayu Bowo. Ia mendatangi kamar Bowo dan berusaha mencumbu Bowo yang sedang tertidur. Terkaget, Bowo tak sengaja menolak tubuh Ainun hingga terpental ke belakang. Ainun kesakitan minta tolong, di pahanya mengalir darah kental.

Bowo panik, ia ketakutan. Ia minta tolong sekencang-kencangnya.

Di rumah sakit, Ainun melahirkan prematur. Bayi perempuan itu ditempatkan di inkubator selama dua minggu. Biaya sepenuhnya ditanggung oleh Bowo.

Pasca melahirkan, Laila mendengar desas-desus dari para pekerja kalau Ainun mereka dapati pingsan di kamar mereka dalam keadaan mengenakan pakaian tidur yang terbuka. Laila mempertanyakan ini pada Bowo.

"Jujur padaku? kenapa dia pingsan di kamar kita?"

"Dia merayuku Laila, ia sepertinya tengah dirasuki gairah. Tak sengaja aku menolaknya kencang, dia jatuh dan pingsan."

Laila merasa marah. Ia mengatakan akan mengusir Ainun dari rumah. Namun, ternyata rasa cinta Bowo masih ada terhadap Ainun. Meski itu hanya tersisa rasa iba. Ainun tak punya keluarga, yatim piatu sama seperti dirinya.

"Laila, biarlah dia di rumah kita saja. Kita tempatkan ia di belakang. Biarkan ia membesarkan anaknya di situ. Kita beri ia makan seadanya. Jika kau meragukanku, kau bisa mengawasiku dengan cara menyuruh Pekerja untuk memperhatikan setiap gerak-gerikku di rumah."

Laila luluh dengan segala macam bujukan Bowo. Ainun di bawa ke rumah mereka beserta bayinya. Namun Ainun tak mau, ia bertahan mengatakan pada Laila bahwa anak yang ia lahirkan adalah anak dari Bowo.

Mendengar itu, Laila sempat ribut berhari-hari lamanya dengan Bowo. Hingga akhirnya luluh dan memilih percaya pada Bowo, bahwa Ainun sedikit mengalami gangguan jiwa akibat trauma yang dia alami. Bahwa Ainun harus dibawa pulang, daripada berkoar-koar di luaran menciptakan isu miring di masyarakat.

Ainun dibawa ke belakang rumah, ia ditempatkan bersama bayinya di kandang ayam yang sebelumnya dibersihkan dahulu. Kakinya dipasung sebelah. Ruang gerak Ainun benar-benar dibatasi. Rantai yang mengekang kakinya hanya menjuntai sepanjang lima meter. Artinya, Ainun hanya bisa bergerak sejauh lima meter, sekalipun itu untuk mandi ataupun buang air.

Ainun benar-benar tersiksa, mengasuh bayi dalam kondisi mental terguncang dan fisik yang terpasung. Ia benar-benar seperti gila. Kecantikan dahulu sudah pudar sama sekali, ditutupi oleh kotoran yang jarang dibersihkan, dan guratan wajah yang tampak menua akibat stress berkepanjangan. Makanan yang ia perolehpun tak layak, makanan sisa layaknya untuk ternak.

Belum lagi jika hujan melanda, rembesan hujan tak bisa terelakkan, karna dinding-dinding kandang ayam terdiri dari susunan papan yang jarang-jarang. Ainun berulang kali berpindah-pindah tempat, melindingi bayinya dari hujan dan dingin.

Apalagi di saat libur di hari besar. Para pekerja, pak Bowo dan Istrinya bepergian selama beberapa hari. Tinggallah Ainun dan anaknya dalam kondisi terpasung.

Selama mereka berlibur, Ainun berjuang bertahan hidup. Ia menjangkau tanaman singkong yang tumbuh di sekitar kandang ayam. Memakan daunnya mentah-mentah, membakar singkong jika hujan tak turun. Jika hujan turun, singkong terpaksa dimakan mentah-mentah.

Selama bertahun-tahun Ainun bertahan dalam keterpasungan. Anaknya diberi nama Upik. Ia bahkan kehilangan semangat memberikan nama yang lebih baik untuk anaknya. Mendengar nama itu, para Pekerja kerap menamai anaknya si Upik Abu.

Upik lincah berjalan kesana kemari, Ibunya sudah tak senormal dulu lagi, mentalnya benar-benar terganggu. Upik belajar bicara dari orang-orang sekitarnya, memakan apapun yang ia genggam, termasuk serangga ataupun cacing. Baginya, ia sama saja seperti ayam-ayam yang ia lihat. Ia bahkan tak ragu memakan pakan ayam yang bertabur di tanah.

Di saat usianya lima tahun, ada seorang Pekerja perempuan yang sempat bertahan di sana selama setahun lebih. Mengajari Upik berbicara dan makan dengan layak. Keberadaannya di sana juga membawa dampak besar bagi Ainun dan Upik sendiri. Saat jam pulang kerja, ia menyempatkan membersihkan tubuh Ainun dan Upik. Membawa bekal makanan dari rumahnya agar mereka makan dengan layak.

Hingga saat usia Upik menjelang tujuh tahun, Pekerja itu diberhentikan karna mengancam pak Bowo bahwa ia akan mengadu pada bu Laila tentang pelecehan yang ia dapatkan dari pak Bowo.

Kepergian Pekerja itu membuat Upik dan Ibunya kehilangan. Mereka kembali kotor dan tak terurus. Hanya saja, Upik sudah mulai paham apa yang harus ia makan dan tidak boleh dimakan.

***

Malam itu, mendung gelap menutupu langit, angin semilir hilir-mudik membelai rambut kusut Ainun. Sudah sepuluh tahun ia dalam keterpasungan, dan tak ada seorangpun yang tahu bahkan peduli bahwa malam itu Ainun mengalami demam tinggi. Upik tertidur di pangkuannya, lelap sekali. Tubuh Ainun tiba-tiba mengejang, ia menggigil gemetar. Wajahnya pucat, giginya geratakan, nafasnya terputus-putus.

Hujan deras kemudian mengguyur kandang itu, rembesannya menembus dinding papan membasahi tubuh Ainun yang sudah menggigil hebat. Semakin lama, angin semakin kencang beserta hujan. Dinginnya hantaman angin dan hujan tak mampu lagi ia tahankan. Ia tarik terpal yang melapisi sebagian dinding-dinding ruangan, ia selimutkan anaknya dan menundukkan tubuhnya seolah ingin melindungi anaknya dari terpaan derasnya hujan.

***

Pagi hari, cuaca lembab dan dingin. Aktifitas para Pekerja di kandang ayam sudah mulai terlihat. Tiba-tiba terdengar suara Upik menangis histeris. Ia hendak bergerak, namun tertahan tubuh kaku Ibunya di atasnya. Para Pekerja yang mendengar itu datang menghampiri, mereka terkejut mendapati tubuh Ainun telah kaku menjadi jasad.

Mendapati hal itu, atas pertimbangan agar warga sekitar tidak mengetahui keberadaan Ainun selama ini disembunyikan, pak Bowo akhirnya memutuskan mengubur Ainun di kebun singkong agak jauh dari peternakan. Layaknya ternak mati yang dikubur begitu saja, tanpa doa, tanpa nisan.

Upik yang malang, dengan usia yang masih sepuluh tahun, kerap sendirian di dalam kandang. Ia mencari-cari keberadaan Ibunya. Selama ini ia dalam kesendirian, seorang diri bagai ternak di dalam kandang.

___________________

Related chapters

  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 7. Petualangan

    Sampan terus mengikuti arus sungai, saat Pemuda bola cahaya itu melepas genggamannya dari tangan Upik, cahaya yang keluar meredup kembali. Upik yang menyadari itu langsung tersentak, ia masih belum percaya dengan penglihatannya baru saja. Kilas balik tentang kisah hidup orangtuanya dan dirinya. "Bagaimana perasaanmu?" tanya Pemuda itu. Upik tiba-tiba menunduk, isaknya terdengar sesak. Sebenarnya ia tidak mengerti tentang arti hidupnya sampai saat ini. Ia lahir dan hidup dengan penuh kepalsuan dan pembodohan. Membayangkan betapa sulit dan menyedihkannya akhir hidup Ibunya, Upik terisak terputus-terputus, "Maaak..." lirihnya, air mata dan ingusnya seketika membanjiri wajahnya. Tikus yang seolah mengerti kondisi Upik naik ke atas pundaknya, berdecit seolah mengatakan turut berdukanya. "Ini sudah ditakdirkan Upik, aku akan selalu membantumu dalam kondisi apapun. Perjalanan menemukan jati dirimu akan dimulai dari sini.""Jati diri?""Ya! selama ini kau terkurung dan disembunyikan, saa

    Last Updated : 2022-08-18
  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 8. Orang Gila

    ***Aliran sungai yang tenang perlahan membawa sampan menuju pinggiran sungai. Tak begitu jauh terlihat aktifitas warga setempat seperti menyuci pakaian, menyuci piring, mandi dan beberapa anak-anak yang bermain air. Awalnya Upik sumringah, ia sudah membayangkan perubahan hidupnya akan di mulai dari pinggir sungai ini. Bayangan bisa berdampingan dengan masyarakat, beraktifitas seperti orang-orang kebanyakan, dan bercengkrama dengan sesama layaknya manusia, kian membuatnya bersemangat. Tubuhnya ia bungkukkan, kepalanya ia condongkan ke depan, seolah tak sabar menyapa mereka yang berada di pinggiran sungai tersebut. Namun sayang, saat sampan mendekati orang-orang tersebut, respon ketakutan yang ia dapat. Orang-orang yang sedang beraktifitas di pinggir sungai mendadak beringsut, menunjukkan gestur mengusir. Tangan mereka dipukul-pukulkan ke air menghalau sampan mendekat. "Orang gilaaa...! orang gilaa...!" sorakan dari anak-anak yang mengiringi halauan orang tua mengusir Upik untuk men

    Last Updated : 2022-09-02
  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 9. Drama Mandi

    ***Mereka melihat Upik sendirian di atas sampan, penampilan yang tak wajar atau lebih tepatnya seperti orang tak waras, dengan tas karung usang di tangannya. Tiga orang laki-laki tersebut mendadak tertawa, meledek dan ada pula yang menyiram-nyiramkan air ke arah Upik. Salah seoerang yang memegang botol minuman meludah ke arah Upik, yang memegang alat dayung, memukul-mukulkan dayungnya ke sampan yang dinaiki Upik, dan yang berdiri sambil memegang Jala meniru-nirukan gestur kera dengan suara khas keranya. Upik beringsut menjauhkan posisi duduknya dari mereka, dia ketakutan, tas karungnya ia pegang erat-erat, ia tutup matanya sambil berharap Mpus merubah dirinya seketika menjadi manusia bersih dan terlihat normal, agar tiga orang tersebut berhenti membulinya. Berapa kalipun Upik menutup matanya sambil berharap Mpus merubahnya, atau memperlihatkan keajaibannya, saat Upik membuka mata, keadaan tetap sama saja. Hingga sampan milik tiga orang laki-laki tersebut perlahan menjauhinya. Upi

    Last Updated : 2022-09-02
  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 10. Nur dan Bagus

    ***Sore menjelang petang, Mpus dan Upik sudah berjalan jauh dari tepian sungai. Mereka bertemu beberapa orang yang berlalu lalang yang selalu melihat mereka dengan tatapan heran, terutama melihat Mpus. Dari sekian orang yang mereka lalui, ada beberapa yang menyempatkan menyapa. "Dari mana ini ya Mbak dan Masnya?""Kita dari Desa sebelah pak." Mpus yang menjawab. "Ooo, pantas terlihat asing. Mas dan Mbaknya mau kemana?"Mpus dan Upik saling berpandangan, sampai saat ini mereka belum memiliki tujuan. "Kami baru saja di usir oleh orangtua kami Pak, dia adik saya. Ayah kami menikah lagi dengan perempuan jahat." Mpus mulai mengarang sebuah kisah. "Aduuh, kasihan sekali. Padahal kalian terlihat cantik dan tampan. Bahkan pakaian Mas terlihat sangat berbeda dengan pemuda-pemuda yang biasa saya lihat.""Pakaian saya kenapa Pak?" Mpus memperhatikan pakaiannya dari bawah. "Seperti Pemuda Pengembara saja yang saya lihat di filem-filem, hehehhe..." Mpus dan Upik saling berpandangan. Upik t

    Last Updated : 2022-09-02
  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 11. Energi Habis

    ***Kriiieeeetttt.... Suara derit pintu terdengar pelan, sosok tersebut mendekati Upik, duduk di sisi dipan dengan mata yang menatap dari kepala sampai ke kaki Upik. "Nuurr..." bisiknya mendekatkan wajahnya ke telinga Upik. Upik menggeliat, lelah seharian membuatnya tak peka dengan bisikan itu. Sosok itu membelai rambut Upik, wajah yang penuh nafsu mendekati leher dan dada Upik. Nafasnya memburu, mengendus aroma tubuh Upik. Tikus putih yang sedari tadi tertidur di balik bantal, menyadari kehadiran seseorang di bilik itu. Tikus tampak memperhatikan sosok tersebut, ia kemudian berdecit keras-keras seolah ingin membangunkan Upik. Mendengar suara decitan tikus tersebut begitu mengganggu. Sosok tersebut menangkap tikus itu dan melemparkannya ke dinding. Tikus terpental ke dinding dan jatuh ke lantai terkulai lemas. Menyadari ada yang tak beres, Upik terbangun. Ia melihat sosok itu tengah berada di atas tubuhnya, duduk berjongkok. "Siapa kamu?!" Upik panik, ia duduk dan mundur. Mel

    Last Updated : 2022-09-02
  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 12. Pengikut

    ***Upik mendekap tas karungnya, matanya tak lepas melihat ke arah botol yang semeteran jaraknya dengan tempat ia bersembunyi. Ia berada di tengah-tengah kolong. Tempat itu benar-benar tidaklah nyaman. Di tepi kolong yang berbentuk segi empat itu, hujan sangatlah deras menghantam tanah, menyebabkan percikannya membasahi tubuh Upik. Upik berusaha menjangkau botol tersebut dengan kakinya, berharap bisa menendangnya agar menjauhi posisinya. Belum sampai kakinya mengenai botol, tiba-tiba sosok dari atas menyembulkan kepalanya ke bawah. Membuat Upik terkejut bukan kepalang. Keadaan semakin didramatisir dengan kilat dan petir yang bersahutan. Suasana gelap, membuat kepala yang menyembul ke bawah tak memperlihatkan dengan jelas wajah si pemilik. Kepala yang menyembul itu seperti memperhatikan sekitar, Upik berharap kilatan cahaya tak memperlihatkan keberadaan dirinya di bawah kolong. Sebuah tangan meraba-raba mencari botol yang jatuh, dan saat botol tersebut bisa diraih, kepala tersebut ter

    Last Updated : 2022-09-03
  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 13. Keputus Asaan

    ***"Kke, kesinikan kepalamu lagi! mendekat!" perintah Mpus. Si Laki-laki itu menuruti perintah Mpus. "Siapa namamu?""Saya Liom Tuan, Julian Liom.""Namamu unik, seperti nama seorang bangsawan."Mpus meletakkan telapak tangannya ke kepala Liom, ia berencana melihat latar belakangnya dari memorinya. Dalam sekejap, Mpus sudah berada di alam memori Liom. Mpus melihat ia tengah berada di sebuah rumah yang besar. Di sana ia melihat Liom diseret dan dimasukkan ke dalam sebuah gudang oleh laki-laki bertubuh besar dan tegap. Di belakangnya seorang wanita yang tersenyum penuh kemenangan. Liom adalah anak semata wayang dari pemilik Perkebunan di desa itu. Ibunya sudah lama meninggal, dan Bapaknya menikahi wanita muda yang kejam. Sejak remaja Liom dicekoki beberapa obat-obatan oleh Ibu tirinya, hingga ketergantungan. Liom tak pernah bersekolah sejak lulus SMP. Liom selalu dikurung di kamarnya, karna diduga menderita berbagai macam penyakit. Liom ketergantungan obat-obatan terlarang. Penyup

    Last Updated : 2022-09-03
  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 14. Uang

    ***Tiga orang anak muda sedang menyusuri jalan setapak yang menurun. Di sebelah kanan mereka adalah dinding tebing yang curam setinggi lima belas meteran dari tempat mereka berpijak, sementara sebelah kiri adalah jurang yang landai setinggi lima meteran. Di bawah adalah pemukiman warga. Jalanan tampak basah, mungkin tadi habis turun hujan lokal, mereka tampak berhati-hati menuruni jalan yang tak lebar itu. Tiba-tiba, seorang yang bernama Liom berhenti. "Ngapain berhenti? katanya kuat?" tanya Mpus. "Aku masih kuat kok, hanya saja aku memikirkan sesuatu." Liom tampak mengamati Mpus dan Upik. "Apa?" Mpus melihat dirinya sendiri dari bawah karna merasa Liom memperhatikannya. "Kau yakin mengenakan pakaian itu sepanjang perjalanan kita?""Kenapa dengan pakaianku?""Kau terlihat seperti Pendekar Kapak Naga yang pernah kutonton di tv.""Siapa itu?""Yang jelas, pakaianmu itu tak cocok dikenakan di zaman sekarang. Kau keluar dari zaman apa sih?"Mpus memperhatikan pakaiannya dari bawah k

    Last Updated : 2022-09-04

Latest chapter

  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 55. Meledak

    "KENAPA KAU SERAHKAN BAYIKU, B4JINGAAAAN!!!" Praaankk!! Praaangggg!!! Santi mengamuk, ia yang seharusnya masih lemah dan berdarah-darah melangkah menuju sebuah vas bunga besar di atas nakas dan melemparkannya ke arah Mpus. Vas bunga itu pecah berkeping-keping dengan tumpahan air yang mengisi vas itu menggenang di lantai. Mpus bergeming, ia berdiri menatap pintu masuk ruang tamu sambil bersidekap. "Apa maksudnya ini? jadi, jadi kau tadi diam tak menjawab bukan karena kehendakmu, Santi?" tanya Liom tampak bingung. "Aku yakin, pria aneh ini yang menahanku untuk tidak bereaksi! entah apa maksudnya?! apa kau langsung gil4 saat mendapati jumlah uang dan mendengar nominal sepuluh juta dolar?! Hah! tak kusangka orang aneh sepertimu bahkan lebih matrealistis dari orang sepertiku!" cecar Santi sembari menunjuk-nunjuk ke arah Mpus dengan netra melotot dan berair. Liom menatap nyalang ke arah Mpus yang masih bergeming tak menyahut, ia mengernyitkan keningnya tak mengerti. Liom menoleh ke ar

  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 54. Bayiku...

    ***Mpus yang menyadari Wijaya telah berada di dekat mereka segera pasang badan. Ia menghalangi Wijaya untuk mendekat. "Kau, siapa? penampilanmu aneh sekali! dari tadi aku salah fokus padamu! apakah kau semacam dukun atau paranormal?" tanya Wijaya memperhatikan Mpus dari ujung kaki ke kepala. "Kau tak berhak atas bayi itu! enyahlah dari sini!" "Oh, ya?! begitukah? kau tak bertanya dulu pada Santi? isteriku?" tanyanya percaya diri. Mpus berpaling, melihat ke arah Santi yang sedang memeluk bayinya. Santi tampak ragu dan menatap Mpus dan Wijaya bergantian. "Ayo, mari! berikan bayi itu padaku, Santi!" ucap Wijaya masih percaya diri. "Kau telah berjanji akan menceraikan kedua isterimu jika aku berhasil melahirkan anak laki-laki, Mas!" Wijaya berdecak kesal. Ia menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal dan membuang cerutunya sembarang. "Sepertinya ada yang kau tak mengerti, Santi! aku tak mungkin menceraikan mereka!""Apa maksudmu, Mas? bukankah kau yang kemarin bersumpah akan men

  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 53. Wijaya, menemui Santi

    *** Wijaya adalah suami Santi, seorang pria berpengaruh di Kota ini. Menikahi Santi baginya adalah sebuah kesalahan yang ternyata berbuah manis. Hanya saja, manisnya buah tak bisa ia miliki begitu saja, karna Santi bukanlah wanita lemah dan bodoh seperti sangkaannya pertama kali, demikian buah manis itu tak pula dengan mudah ia peroleh karna terhalang oleh dua orang Istrinya. Sebenarnya Wijaya menikahi Santi tidaklah ia rencanakan. Hanya main-main, demikian dengan Surat Perjanjian yang ia tandatangai asal saja. Baginya, tidur dengan banyak wanita, dan tak ada satupun yang mengandung anaknya, sudahlah membuktikan bahwa dirinyalah yang bermasalah. Tapi tidak dengan Santi, Ia ternyata benar-benar mengandung darah dagingnya. Awalnya, Wijaya meragukan kalau yang dikandung Santi adalah darah dagingnya. Seperti kebanyakan wanita yang mendatanginya dan mengaku hamil. Namun, karna kepercayaan diri Santi yang tinggi, Santi juga dalam keadaan perawan saat ia nikahi, dan ia bersedia melakukan

  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 52. Teror Kedua

    ***Sudah seminggu Santi mengajari Upik dan Mpus, ada beberapa perkembangan yang ia hasilkan. Mengajari di pagi dan sore hari, tentu dalam sepekan ia bisa membuat Upik bisa berhitung dan mengeja huruf, dan Mpus dengan luar biasanya sudah bisa membaca, menulis dan menghitung, meski masih terbata-bata dan terkadang masih ada yang salah. Santi memamerkan pencapaiannya pada Mpus. "Tempo dua minggu, Mpus akan lancar menulis, membaca dan berhitung." "Heeei, kau hanya fokus mengajari Mpus?" tanya Liom tak terima. "Dia bisa karna memang otaknya luar biasa encer!""Upik bagaimana?""Dia, yaaah... mungkin tempo sebulan kurang lebih." "Kau mengacuhkannya?""Ya enggaklah! aku professional.""Hadiah bisa kau terima, kalau dua-duanya bisa baca, tulis dan hitung." tegas Liom. "Ah, menyebalkan!" sungut Santi. Tiba-tiba bel pintu berbunyi, Santi melangkah menuju pintu. Ia buka, dan seorang Kurir bunga sudah ada di depan. "Dengan ibu Santi?" tanyanya. "Ya!" jawab Santi bingung. "Ada titipan b

  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 51. Hari Belajar Pertama

    ***Ruangan belajar ditata sendiri oleh Santi. Ruangan itu berada di balkon lantai dua. Sengaja ia pilih tempat itu agar proses belajar mengajar berkesan santai dan tidak kaku. Santi sendiri bukanlah lulusan Sarjana Pendidikan. Namun, ia pernah melakukan kegiatan amal di sebuah Panti Asuhan selama sebulan penuh, dalam hal mengajar buta aksara. Dia bukanlah tipe penyabar, namun tehnik mengajarnya cukup membuat orang-orang yang ada di kelasnya bisa menangkap dengan cepat apa yang ia ajarkan. Tempo sebulan, ia mampu mencetak setidaknya dua belas orang bisa membaca, menulis dan berhitung.Liom datang dari belakang, menyapa Santi. "Kau tampak bersemangat. Apa ini karna lima batang emas itu?""Yaa, mungkin! tapi lebih ke rasa simpatikku pada kalian semua.""Simpatik?""Kalian melindungiku, itu membuatku tersentuh.""Hmmm, bukan karna kau tiba-tiba terkagum-kagum dengan pesona Mpus, kan?" tebak Liom menggoda Santi. "Kau bicara apa?!" Santi terlihat gugup. "Aku paham kok. Jangankan kau w

  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 50. Terpesona

    ***Liom dan Upik langsung mengejar dan melihat ke bawah. Mata mereka melotot, tangan mereka seakan ingin meraih, namun hanya railing tangga yang bisa mereka raih dan genggam. Sementara si Kurir berlari menghindar dan mendekati Lelaki asing yang masih bersujud kesakitan. Liom dan Upik melihat ke bawah, Santi berada di sana, namun tidak ada hal yang mengenaskan terjadi. Santi sedang digendong melayang oleh Mpus. Melihat itu, Liom dan Upik langsung terduduk lemas, mereka menghembuskan nafas lega. Tak terbayangkan jika Santi mengalami hal yang mengerikan itu, jatuh dari lantai dua dalam keadaan hamil besar. Tubuh Santi digendong Mpus masih dalam keadaan melayang. Mata mereka beradu, namun Mpus segera mendongakkan wajahnya melihat ke atas. Sementara Santi masih syok dan terperangah. Antara percaya dan tidak percaya, mereka berdua benar-benar sedang melayang di udara, kaki Mpus sama sekali tidak menapak di lantai. Ia pandangi wajah Mpus yang teduh dan tampan. Seketika ia terjebak lagi

  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 49. Teror Pertama

    ***Sosok itu menekan tombol-tombol itu, kemudian membuka-buka berkas yang ada di sana. Sepertinya sosok itu berhasil membuka pintu brankas itu. Mpus membuka pintu kamar itu lebar, sosok itu langsung menoleh dan terkejut. Ia tampak tak menduga seseorang bisa menyadari apa yang ia lakukan di kamar Bambang. "Kau lupa dengan sumpahmu, Rian?" tanya Mpus. "Aaaaah, kukira kau siapa!?" Rian tampak sedikit lega dan memasukkan berkas itu kembali ke dalam brankas. "Kau sedang apa?" tanya Mpus. "Aku sedang mengganti pin sandinya, aku khawatir Santi melihatku tadi menekan tombol sandinya.""Aku berharap kau tak lupa akan sumpahmu!" "Aku tak mungkin berkhianat. Meskipun kemarin Julian tidak membuat perjanjian darah padaku di depanmu, aku takkan berkhianat!""Kuharap demikian, kalau kau berusaha mengkhianati Liom, kau pasti tahu akibatnya.""Aku sudah selesai merubah pinnya, apa kau mau bertahan di sini?" Rian beranjak dari posisi berjongkoknya, hendak keluar kamar. Mpus membiarkan Rian berl

  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 48. Hadiah

    ***Lima hari dalam perawatan, akhirnya Liom diperbolehkan pulang, namun harus terus melakukan kontrol rutin ke Rumah Sakit. Mpus, Upik, Rian dan Santi berada satu mobil dengan Liom. Tujuan mereka adalah ke rumah Bambang di tengah-tengah Perkebunan. Ya, rumah masa kecil Liom dan keluarganya, sekaligus rumah yang didiami Rianti selama ini."Santi, kau tidur dengan Upik di kamar tamu lantai dua ya!? dan aku bersama Mpus." Liom membuka percakapan. "Ogah banget berbagi kamar dengan perempuan kampung ini." jawab Santi. "Yasudah, kamu tidur bersama Mpus saja." kata Liom. "Kamu apa-apaan sih, Liom!? di rumah ini ada banyak kamar tamu, kenapa gak masing-masih saja sih?" "Kamu sedang hamil besar, seseorang harus selalu ada di sisimu untuk berjaga-jaga." terang Liom. "Okee! oke! baiklah! tapi, aku tak mau seranjang dengannya." "Di kamar tamu nomor dua, itu khusus untuk anak. Jd ranjangnya ada dua, selesai kan?!" jelas Liom pada Santi. Santi hanya diam meski tetap bersungut-sungut tak je

  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 47. Identitas Baru

    ***"Sudah, sudah! Liom, memangnya di situ siapa nama aku dan Mpus tertulis?" tanya Upik. "Apa?! kau bahkan tak tahu membaca?" tanya Santi menertawakan Upik. "Aku juga tak tahu membaca." jawab Mpus memandang Santi yang seketika terdiam saat dipandangi tajam oleh Mpus. "Aaah, begini Santi. Selain untuk melindungimu, aku juga memberikan sebuah tugas untukmu. Kau tentu paham, kau di sini tidak gratisan kan?" ucap Liom. "Apa maksudmu, Liom!?" tanya Santi melangkah mendekati Liom. "Kau tentu tahu, Bapakku telah memutuskan hubungan dengan keluarga besar kita. Aku bahkan mengambil resiko, menyembunyikan istri seorang Pengusaha kaya di kota ini. Tentu kau juga paham itu tak gratis.""Liom, kupikir kau menolongku karna aku sepupumu satu-satunya. Kau tulus melakukan itu.""Kau bahkan tak perduli padaku, saat aku membutuhkan pertolongan dari semua orang.""Aaah, baiklah! aku terdesak, apa yang kau butuhkan dariku?!" tanya Santi. "Kau hanya perlu mengajari Mpus dan Upik belajar membaca, ber

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status