Home / Romansa / Untuk Asa (Indonesia) / 8 | Sama, Jadi Tidak Istimewa

Share

8 | Sama, Jadi Tidak Istimewa

Author: ByMiu
last update Last Updated: 2020-12-06 14:08:53

Rara bangun pukul 4 pagi. Dia tidur dengan perasaan tak tenang karena takut kesiangan. Perlahan Rara menaruh guling kecil di samping Airin. Walau Abi tidur disebelah Airin, suaminya masih lelap tertidur. Tentu saja, semalaman Abi mencari apotek yang masih buka untuk menyembuhkan alergi Rara. Abi tidak percaya dengan obat yang istrinya miliki, takutnya memiliki efek samping yang macam-macam. Jadi Abi dengan segenap usahanya mencari obat terbaik.

Pun dikecuplah dahi Airin, lalu Abi.

Rara berniat membuat sarapan dengan menu ikan bumbu acar kuning dan perkedel kentang. Agak keterlaluan memang berkutat di dapur sepagi ini, tapi inilah yang Rara lakukan sekarang. Handphonenya memutarkan video tutorial selagi dia menggigit bibir. Tak lupa dahinya dikerutkan. Dia ulang satu kali. Dua kali. Tiga kali.

Nggg... kok agak ngeri?

Oke, mari coba dulu.

Di tengah geraknya yang terbatas akibat rasa ngilu bekas jahitan, Rara berhasil sibuk ini itu selama satu jam penuh. Beruntung obat yang dibelikan Abi manjur, jadi gatal alerginya sudah tidak seberapa. Rara pun dapat sepenuhnya fokus pada pekerjaan dapur.

"Pagi-pagi berisik apa sih ini?" Tia keluar dari kamarnya dengan raut wajah kesal. Rara nyengir kuda di depan kompor seraya memegang spatula. "Kamu sadar ini jam berapa? Jam 5, Ra. Kamu sengaja ganggu waktu tidur ibu?"

Senyum Rara sedikit demi sedikit pudar. Dia menggeleng pelan, "I-ikannya tadi lompat, bu. Jadi Rara nggak sengaja teriak. Maafin Rara ya, bu."

"Kalau kamu nggak suka ibu nginep di sini, bilang. Biar ibu bisa cepet pulang ke Bandung."

Dimatikanlah kompor, lalu Rara menghampiri Tia, "Ibu salah paham. Rara suka ada ibu di sini. Airin juga senang setiap kali dimandikan ibu."

Tia melipatkan kedua tangannya, "Kamu pikir ibu tuli? Ibu itu denger semalem kamu nangis-nangis ngadu sama Abi. Sikap seperti itu yang kamu bilang suka sama ibu?"

Sungguh, kenapa setiap tindakan atau ucapan Rara seperti selalu salah dimata Tia? Kenapa Ibu mertuanya sangat membenci Rara? Salah dia apa sebenarnya? Apa karena kemarin Rara bangun kesiangan? Tidak, perubahan Tia terjadi semenjak datang ke rumah sakit untuk menjenguk dirinya yang baru melahirkan. 

"Ibu, tolong jangan berpikir gitu. Rara sayang sama ibu. Semalem Rara---"

"Kalau bukan karena hamil duluan, ibu ragu Abi masih mau nikahin kamu. Perempuan malas dan manja. Lahiran aja sampai harus caesar. Eweuh usahana pisan." (Nggak ada usahanya sama sekali).

Dan Tia melepaskan apron Rara untuk dia kenakan. Tia mencicipi hasil masakan Rara sebelum membuangnya ke tempat sampah, tanpa peduli kalau menantunya masih di sana dan melihat semuanya. Sementara Rara cuma bisa meremas dasternya dalam diam. Nafasnya tiba-tiba tertahan. Jadi ini benar karena persoalan caesar? Kebencian Tia pada dirinya lantaran dia tak mampu melahirkan secara normal?

Ya Allah...

"Rara nanti belajar masak lagi, bu. Maaf." Kata Rara, kemudian memilih kembali masuk ke kamar.

Dia memandangi Abi yang mulai mengulet dalam tidurnya. Cepat-cepat Rara menghapus air matanya yang akhir-akhir ini gampang sekali jatuh.

"Ra, kamu ngapain berdiri di depan pintu?" Mata Abi menyipit memerhatikan istrinya. Abi bangun dari ranjang, menghapus keringat di dahi Rara. Ada bau masakan yang tercium dari daster bunga-bunga itu. "Kamu masak?"

"Ibu yang masak."

"Gimana alerginya? Mau mas cariin obat lain?"

"Nggak, mas. Ini udah mendingan kok." Jawaban Rara membuat hati Abi berdesir lega. Dipeluklah tubuh istrinya sangat erat. "Berat, mas."

"Maafin buat yang semalem. Mas nggak niat marahin kamu, Ra. Mas cuma terlalu khawatir."

"Iya, maafin aku juga udah bikin mas panik."

Abi melepaskan pelukannya sebelum memegang kedua sisi wajah Rara. "Lain kali kalau ada miss komunikasi sama ibu, bilang mas. Biar hal kayak gini nggak terjadi lagi."

Rara hanya mengangguk. Tapi untuk yang barusan terjadi di dapur, apa perlu dibicarakan dengan Abi? Sebaiknya tidak usah. Jika Rara cerita jujur, nantinya hubungan antara dirinya dan Tia akan lebih runyam.

"Yaudah, sekarang kita sholat subuh dulu. Nanti keburu waktunya habis." Lanjut Abi lagi, lalu menarik Rara untuk ke kamar mandi bersama-sama.

----

"Mohon menu makanannya lebih dijaga, Ibu Larasati. Untuk sementara seafood jangan dikonsumsi dulu, karena nantinya bekas jahitan ibu bisa bertambah gatal."

"Iya. Terima kasih, dok. Mari."

Pun Rara pamit pada dokter yang baru saja melepaskan jahitan caesarnya. Jae yang sedang menunggu di luar ruangan langsung bangkit melihat kedatangan kakaknya.

"Gimana, kak? Sakit?"

"Lumayan. Yuk, kita pulang."

Jae menuntun Rara, walau kakaknya ini tidak meminta. Padahal mah dia ini anaknya anti sentuh-menyentuh. Malu, sudah besar katanya. Namun sekarang justru Jae yang berinisiatif duluan. "Temenin gue ke toko buku mau nggak, Ra? Atau lo tunggu di mobil aja nanti. Soalnya urgent nih buat tugas hari senin."

"Oke, tapi jangan lama. Nanti Airin keburu nangis."

Jae mengambil posisi hormat dengan tangan kanannya. "Siap, laksanakan."

Setibanya di toko buku mereka berjalan terpisah. Jae ke rak sejarah, sementara Rara memilih melihat-lihat novel dan sastra. Sudah lama dia tidak kemari untuk menghabiskan waktu atau sekedar numpang ngadem. Tak ada yang mengalahkan AC di toko buku. Rara pun terkekeh sendiri. Dia jadi rindu jaman-jaman sekolah.

Ponsel Rara bergetar. Ternyata ada panggilan telepon dari Abi. Senyum itu pun terbentuk diwajah cantiknya.

"Hallo, mas?" Sapanya.

"Udah selesai ke dokternya, Ra?"

"Udah. Ini lagi nemenin Jae dulu sebentar. Mas, lagi di mana?"

"Di kantor. Hari ini mas pulang agak maleman. Nanti kamu langsung tidur aja, nggak usah nungguin sampe mas pulang."

Belum sempat Rara balas bicara, sambungan terlebih dahulu terputus. Kenapa main dimatikan saja sih?! Keluh Rara bete maksimal. Moodnya dalam sekejap terjun bebas.

Ini adalah hari sabtu, dan seharusnya Abi libur. Seharusnya dia juga yang menemani Rara lepas jahitan caesar, bukan Jae. Namun Abi bilang harus ke kantor untuk training karyawan baru lagi. Ya sudahlah, Rara bisa apa selain mencoba mengerti pekerjaan suaminya.

"Eh sorry." Ucap seseorang. Tangan Rara bersentuhan dengan pengunjung lain. Mereka hendak mengambil sebuah buku yang hanya tersisa satu eksemplar. Buku puisi best seller karya Gibran Effendi.

"Silahkan mbaknya ambil aja." Ucap Rara mengalah.

"Beneran?" Ucap si wanita itu.

"Iya, nanti saya bisa minta tolong ke pegawai di sini buat dicarikan lagi."

Mata wanita itu berbinar. "Makasih, mbak. Pacar saya suka banget sama karya Gibran Effendi. Buku ini mau saya kasih ke dia."

Pun wanita itu berlalu kesenangan sambil terus berterima kasih. Rara akhirnya meminta dicarikan buku yang serupa, tapi sayangnya buku tersebut sold out. Gagal sudah niatan untuk memberikan Abi hadiah kecil, karena Abi merupakan penggemar dari Gibran Effendi. Sastra yang sederhana, tapi selalu memiliki makna luar biasa. Begitulah perkataan Abi dengan nada suara bangga. Larasati Wijaya masih mengingatnya.

Mata Rara tiba-tiba mengikuti sosok wanita yang sempat berbincang dengannya. Mungkin berkisar 25 tahun, tinggi semampai, dan memiliki rambut berwarna coklat yang cantik. Selesai melakukan pembayaran di kasir, wanita itu menghampiri seorang pria bertubuh tinggi dan familiar. Ketika pria tersebut berbalik, Rara tahu alasan kenapa siluet barusan terasa familiar. Tentu, karena pria itu adalah Amibanyu Wicaksono. Suaminya.

---

NOTE:

Ditunggu bintangnya hehe :"

Semoga suka dengan cerita ini ya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ibu Heni
wahhh abi ga jelas . belum juga kering jaitannya dah selingkuh aja.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Untuk Asa (Indonesia)   9 | Semakin Banyak

    Rara tidak mau bertindak implusif dengan melabrak atau semacamnya. Dia mencoba berpikiran positif, bahwa yang dilihatnya siang tadi adalah hal wajar. Pasalnya wanita itu mengenakan seragam kantor. Mereka pasti rekan kerja, dan buku yang dibeli oleh wanita itu sudah tentu untuk pria lain. Ya, tebakannya pasti benar. Penggemar karya Gibran Effendi sudah meluas dan bukan hanya Abi saja.Tapi... kenapa suaminya tadi harus sampai bohong saat Rara tanya sedang ada di mana? Jujur bisa, kan?"Mbak Rara, makasih loh. Si kecil nyemilin terus."Tetangga sebelah datang ke rumah guna mengembalikan wadah puding. Kemarin dia sengaja bikin banyak puding untuk bagi-bagi ke tetangga sekitar. Bagaimana pun juga Rara dan Abi adalah pendatang, dan lumayan sebagai tanda perkenalan biar ada silaturahmi."Kakaknya Mbak Rara mana, nih?" Tanya ibu itu sambil kepalanya celingak-celinguk ke dalam rumahnya.Hah? Kakak?

    Last Updated : 2020-12-09
  • Untuk Asa (Indonesia)   10 | Permulaan yang Menarik

    Satu bulan yang lalu Abimanyu dipecat dari kantor tempatnya bekerja. Pihak HRD transparan bilang mereka kurang nyaman dengan rumor yang beredar di lingkungan kantor. Mereka tahu dulu Abi adalah seorang guru yang menghamili salah satu murid didiknya. Memalukan, tapi Abi bisa apa. Ingin mengelak demi menghidupi Rara dan calon bayi mereka pun tetap dirasa keliru. Jadi, dia mencoba legowo.Marine Ardiansyah, mantan tunangan Abi, entah ada angin apa menghubunginya di siang itu. Abi tengah mengisi perut di salah satu rumah makan karena lelah setelah memasukan CV ke banyak perusahaan. Dengan enggan Abi menerima panggilan itu."Ada perlu apa kamu hubungin saya?" Tanya Abi tanpa basa-basi."Ya ampun, ini beneran Mas Abi!"Sambungan pun dimatik

    Last Updated : 2021-01-04
  • Untuk Asa (Indonesia)   11 | Tidak Terduga

    Aksi ngambek Rara berlanjut di keesokan pagi. Wajah Rara masam sekali. Bahkan dia terus menghindar saat Abi membombardir dengan pertanyaan ini itu."Apa sih pegang-pegang?" Kesal Rara begitu akan menjemur pakaian. Tangan kecil itu dipegang Abi dan Rara segera menepisnya."Biar mas bantu.""Ambil langsung itu di ember. Nggak usah pake acara sentuh-sentuhan."Memang Rara kalau sedang ngambek mudah meledak. Beruntung Tia tidak ada di rumah. Ibu mertuanya pergi ke tempat katering dan Rara harap Tia pergi cukup lama. Sebut Rara kekanak-kanakan karena kini dua orang dewasa di rumah ini membuatnya stres. Yang mengerti Rara cuma Airin dan ----"Rara! Anak lo eek!"Suara cempreng Jasmine dari arah dalam terdengar panik. Ya, hanya Airin dan sahabat semprulnya."Kan pake popok! Gapapa!" Sahut Rara sambil menggantung baju di jemuran."Ih tapi kentutnya gede banget! Gimana ini?""Sebentar. Nanggung nih!""Okay!"Kemudia

    Last Updated : 2021-01-05
  • Untuk Asa (Indonesia)   12 | Badai Pertama

    Darwin pulang dalam keadaan babak belur. Dia tak sempat diobati lantaran Abi sulit dikendalikan. Sekalinya berhasil dilerai, Abi lagi-lagi malah menghajar mantan muridnya tersebut. Kini Abi terduduk di ruang tengah, disidang oleh Dio yang mengawasi dari balik bingkai kacamatanya. Setelah Putra dan Mine ikut pulang bersama Darwin, kini menyisakan anggota keluarga Wijaya dan sang menantu saja."Coba jelaskan baik-baik. Kenapa kamu pukul teman Rara?" Tanya Dio untuk ke tiga kalinya.Kedua tangan Abi masih mengepal di atas paha, emosinya belum surut sama sekali. Rara dan Irana yang berdiri di depan pintu kamar terlihat gelisah. Untungnya Airin sudah dibawa Jae keluar rumah, menghindari sesuatu yang tidak diinginkan. Bukan berharap ada pertengkaran jilid 2, masalahnya Abi terus menunduk dan tidak menggubris pertanyaan Dio.

    Last Updated : 2021-01-08
  • Untuk Asa (Indonesia)   13 | Perang

    "Siapa yang mukul kamu sampai gini?!"Darwin Mahendra bergegas menaiki anak tangga dan mengabaikan pertanyaan Ivanka, sang Ibu. Di kamarnya, Darwin langsung membanting tubuhnya ke kasur. Pandangannya tertuju pada langit-langit kamar mewahnya, seiring pikirannya melayang pada peristiwa 10 bulan lalu saat dia mencumbu bibir ranum Rara."Sialan." Ujarnya, merasakan ujung bibirnya nyeri. Ah pantas saja. Ternyata berdarah."Darwin, cerita ke mami." Ivanka terus mengetuk pintu kamar Darwin, menuntut penjelasan panjang lebar. "Apa kamu digangguin sama anak-anak dari sekolah baru? Kamu dihajar mereka?""Bukan apa-apa. Cuma jatuh." Sahut Darwin, kemudian mulai memejamkan mata. Sosok Larasati Wijaya menjadi hal pertama yang selalu dia bayangkan. 10

    Last Updated : 2021-01-14
  • Untuk Asa (Indonesia)   14 | Katanya, Mau Belajar

    "Ra, kaus kaki udah kering? Kenapa di lemari nggak ada?""Ada di deket daleman.""Kemeja saya kok lecek gini?""Aku udah setrikain seragam kantor, kan biasanya senin pake itu. Kenapa hari ini ujug-ujug pake kemeja?"Itulah sepenggal keriweuhan antara Abi dan Rara di senin pagi. Abi pun berlari ke jemuran dengan misi mencari kaus kaki. Sementara Rara sempatkan menyuapi sang suami dengan ceplok telur, sebelum berjalan ke lemari kamar. Semalam mereka lupa waktu lantaran bermesraan seperti pengantin baru. Rara menjalankan kewajibannya sebagai istri. Sekalipun masih masa nifas dan belum bisa ke inti permainan, dia sebisa mungkin memenuhi ingin Abi dengan cara berbeda. Uhuy."Mas, udah berapa k

    Last Updated : 2021-01-22
  • Untuk Asa (Indonesia)   15 | Sulit Menghindar

    Abi baru saja bersantai di kubikelnya seusai beres dengan berbagai kerjaan. Sejak pagi hingga pukul 7, dia disibukkan dengan tampilan excel dan macam-macam angka. Memang ini hari pertamanya bekerja di tempat baru dan ada perkenalan singkat dengan karyawan lain, namun setelahnya jadwalnya padat. Pun Abi mengeluarkan ponselnya untuk mengabari Rara. Belum sempat bertanya Rara ingin martabak asin atau manis, Abi ternyata sudah menerima banyak chat dari sang istri. Ada 25 chat yang tenggelam. Astagfirullah. Ini sih bisa-bisa Abi kena amuk.Larasati Wijaya:-Mas, pernah nonton film azab? Judulnya mertua jahat pada menantu, liang lahatnya menyempit.-Mertuanya nampar si menantu-Padahal menantunya baik. Ya... walaupun nggak sempurna-sempurna amat. Masakannya kurang enak, bangunnya kadang siang, tapi dia mau belajar.-Mas? Ih dicuekin :(-Aku VN aja. Capek ngetik.Lalu Abi dengarkan satu persatu pesan suara itu. Tak jarang, Abi terkekeh selagi merap

    Last Updated : 2021-02-04
  • Untuk Asa (Indonesia)   16 | Satu Hal Terungkap

    Bahagianya Rara adalah perkara mudah. Contohnya saja soal makanan. Abi tak hanya membelikan Rara martabak asin plus manis, tapi juga sushi. Iya, sebelum mengantar Marine pulang, mereka makan malam bersama di restoran tersebut."Mas, bener nggak mau?""Iya, mas udah makan di luar." Jawab Abi, mulai membuka kancing kemejanya."Sama siapa?"Abi menelan air liurnya susah payah dan seketika merasa bersalah. "Temen kerja. Gimana enak, Ra?" Langsung Abi yang balik bertanya, takutnya Rara mengajukan pertanyaan macam-macam. Abi menemukan istrinya tahu-tahu sudah duduk bersila di lantai kamar dan terlihat lahap."BANGET. Dulu pas sekolah aku sering ke tempat sushi ini sama Mine." Antusias Rara sambil mengigit ujung sumpit, sesenang itu. "Oh ya, kenapa chat aku yang bahas film azab nggak dibales-bales? Aku kan bukan koran, masa chatnya dibaca doang.""Tenggelam, Ra.""Pin makanya. Biar chat dari aku ada di atas.""Nggak ngerti. Lagian kamu juga u

    Last Updated : 2021-02-05

Latest chapter

  • Untuk Asa (Indonesia)   23 | Jantung

    "Serius gini doang nggak bisa?" Cibir Rara. Padahal soal ekonomi dari buku paket milik Jae ini, berhasil membuat dirinya migren alias pusing 7 keliling."Emang lo bisa haa?!" Senga Jae."Hahaha ya jelas nggaklah! Lagian kalau gue bisa, ogah juga gue jelasin ke lo. Buang-buang waktu!" Jawab Rahee sambil melingkarkan tangannya pada pinggang Abi. Dia ndusel-ndusel di bahu kokoh itu, sementara sang suami hanya mampu menggelengkan kepala. Sungguh kakak-beradik ini memang sulit bicara tanpa perlu pakai urat. Selalu saja saling ngegas. "Mas, kita bobo aja yuk nemenin Airin. Biarin Jae pusing sendiri.""Bang, gue besok uts." Ujar Jae dengan raut wajah memelas."Makanya jangan main basket terus. Lagian Mas Abi pernahnya ngajar bimbingan konseling, bukan mapel ekonomi.""Gapapa, Ra. Mas kayaknya masih inget beberapa sub bahasannya."Ugh, Rara kalau gini jadi tambah gemas. Kenapa suaminya harus serba bisa? Padahal tadi usai maaf-maafan, Rara harap mere

  • Untuk Asa (Indonesia)   22 | Ibu

    Sore hari tiba.Rara sedang makan keripik ketika Abi memasuki rumah utama. Ingin berlari ke kamar tentu terlambat. Selain karena Airin tengah anteng di pangkuannya, Abi juga sudah terlanjur melihat sosok dirinya yang kumal. Maklum, baru kena air saat siang tadi kelelep di kolam renang. Jadi dia lanjutkan saja sesi ngemil, dan berusaha cuek."Cium tangan suaminya kek. Jangan masuk list calon-calon istri durhaka." Jae yang tadi membukakan pintu untuk Abi, kini berjalan melewati keduanya sambil menyindir sang kakak.Kontan Rara memincingkan mata. "Lo mau dihapus dari Kartu Keluarga? Mau gue aduin?"Jae langsung ngibrit pergi. Dalam hati Rara tertawa puas. Ada untungnya dia jatuh ke kolam renang, terbukti Rara jadi punya kartu agar Jae tidak asal bicara lagi.Pun perlahan Rara menarik tangan kanan sang suami. Cup. Sama halnya dengan tangan mungil Airin yang juga Rara arahkan untuk mencium punggung tangan Abi. Abi tersenyum senang, sambil membelai rambu

  • Untuk Asa (Indonesia)   21 | Saling Bertukar

    "Hei, jangan ngelamun."Rara menoleh ke sumber suara. Pria berseragam SMA itu datang, bergabung bersama Rara yang duduk santai di pingir kolam renang. Darwin melipat ujung celana abu-abunya, meniru Rara memasukan kakinya ke air."Loh, itu celana lo basah." Seru Rara, tahu usaha Darwin melipat celananya berakhir sia-sia. Sedengkul sudah air membasahi celana pria tersebut."Gampang, nanti tinggal pinjem punya Jae.""Terus kenapa dilipet segala? Buang-buang tenaga." Rara menggelengkan kepala, lalu ujung bibirnya tertarik ke atas, tergelak singkat. Memang Darwin satu spesies dengan adiknya, sama-sama aneh."Biar lo ketawa, Ra. Dari tadi gue perhatiin lo cemberut terus."

  • Untuk Asa (Indonesia)   20 | Mari Buat Semua Lebih Jelas

    "Istri kamu kemana? Dari kemarin pergi sama temennya yang namanya Jasmine, dan sampai sekarang nggak pulang-pulang." Kalimat Tia meluncur begitu Abi datang sambil menyeka keringat. Semalaman Abi susah tidur, merasa aneh karena Rara tidak ada di sampingnya. Padahal ini baru satu hari, tapi Abi sudah seperti kehilangan arah. Sehingga pagi-pagi buta Abi memilih jogging disekitar komplek selama satu jam penuh."Rara nginep di rumah orang tuanya." Jawab Abi setelah meminum segelas air mineral."Jangan terlalu manjain istri kamu. Lihat, dia jadi seenaknya sendiri. Masa sudah berkeluarga, masih numpang tidur di sana. Apa kata tetangga nanti?" Ujar Tia seiring membuat teh hangat dalam wadah jar."Gapapa, bu. Rara juga sudah lama nggak mampir ke rumah utama. Pasti kangen mama papanya.""Makanya kamu jangan nikahin anak kecil kayak dia. Sudah manja, nggak bisa kerjain pekerjaan rumah lagi. Repot sendiri, kan?" Sindir Tia, lalu menaruh cangkir teh tepat di depan putrany

  • Untuk Asa (Indonesia)   19 | Tidur Terpisah

    Sudah lama Rara tidak menginjakan kaki di rumah utama. Terakhir yaitu saat datang bersama Abi, memberi tahu pada kedua orang tuanya bahwa dirinya hamil dan berakhir dengan diusir. Kini dia kembali bersama putri kecilnya. Terasa aneh begitu Rara memasuki kamarnya, karena semua tetap sama, sementara dirinya telah mengalami banyak perubahan. Menjadi ibu sekaligus istri di usianya yang bahkan belum memasuki kepala 2. Hidupnya persis permainan roller coaster."Sayang, kamarnya mau mama dekor ulang?" Inisiatif Irana. "Atau kamu mau beli furniture baru? Wallpaper baru? Nanti mama atur semua.""Aku cuma nginep sehari, ma." Geleng Rara lemah. "Makasih udah bolehin aku pulang ke rumah ya, ma.""Jangan bilang gitu. Ini kan rumah kamu juga. Kamu bebas ke sini kapanpun." Irana agaknya lupa kalau kedatangan Rara bukanlah untuk liburan, melainkan akibat sedang selisih paham dengan Abi. Rara bukanlah anak kecil lagi, dia sudah menjadi istri orang. Beberapa saat yang lalu Irana

  • Untuk Asa (Indonesia)   18 | Ayo Pulang

    Dio, ayah dari Larasati Wijaya, baru saja selesai meeting dengan kliennya di gedung FWC. Kumpulan orang di lobby membuat fokusnya teralihkan. Semula dia tak terlalu ambil pusing, namun setelah melihat sosok yang ditandu oleh tim paramedis, Dio berhasil bergeming di tempat. Pria berkacamata itu segera berlari tergesa-gesa. Kenapa Rara bisa di sini? Dan apabila dilihat sekilas Rara jelas mengalami serangan panik lagi! Astaga, dunia Dio langsung runtuh!"Maaf, pak. Hanya yang berkepentingan yang dapat menemani pasien." Tahan seorang tim paramedis ketika Dio akan ikut naik ke ambulance."Saya ayahnya Rara. Dia putri saya."Pun sirene ambulance membelah jalanan siang Jakarta yang padat. Ketika orang-orang mulai berjubel keluar untuk mencari makan siang, di sini ada Dio yang terus memegang erat tangan Rara dengan perasaaan teriris. Kesadaran Rara masih terjaga, tapi sulit bernapas dan harus terhubung dengan bantuan oksigen. Sementara bagian paramedis mengecek tekanan

  • Untuk Asa (Indonesia)   17 | Panic Attack

    Rara coba telpon Abi. Satu kali. Dua kali. Tidak ada jawaban. Mine sebelumnya turun dari mobil untuk bertanya tentang tempat kerja baru Abi kepada security. Hasilnya nihil. Dengan pikiran semrawut Rara mencari kontak yang sekiranya dapat dihubungi, namun baru beberapa detik berselang, dia terdiam. Rara tidak kenal satupun teman Abi. Serenggang ini kah hubungan mereka?"Kenapa kamu tanya ke ibu? Bukannya kamu yang harusnya lebih tahu?" Kalimat Tia di ujung ponselnya terdengar. Ya, dengan nekat Rara bertanya pada sang mertua. Sungguh dia tak memiliki pilihan lain untuk menjawab rasa penasarannya."Rara lupa nama perusahaan Mas Abi yang baru, bu. Ini Rara mau nyusul ke sana. Kasian bekal makan siangnya ketinggalan.""Bukan ketinggalan, tapi sengaja. Toh bekal yang kamu buat nggak pantas dimakan." Tanpa sadar, Rara mencengkram ponselnya kuat-kuat. "Abi kerja di FWC bareng mantan tunangannya. Sudah kamu nggak usah anter ke sana. Biarin Abi lepas rindu sama Marine."

  • Untuk Asa (Indonesia)   16 | Satu Hal Terungkap

    Bahagianya Rara adalah perkara mudah. Contohnya saja soal makanan. Abi tak hanya membelikan Rara martabak asin plus manis, tapi juga sushi. Iya, sebelum mengantar Marine pulang, mereka makan malam bersama di restoran tersebut."Mas, bener nggak mau?""Iya, mas udah makan di luar." Jawab Abi, mulai membuka kancing kemejanya."Sama siapa?"Abi menelan air liurnya susah payah dan seketika merasa bersalah. "Temen kerja. Gimana enak, Ra?" Langsung Abi yang balik bertanya, takutnya Rara mengajukan pertanyaan macam-macam. Abi menemukan istrinya tahu-tahu sudah duduk bersila di lantai kamar dan terlihat lahap."BANGET. Dulu pas sekolah aku sering ke tempat sushi ini sama Mine." Antusias Rara sambil mengigit ujung sumpit, sesenang itu. "Oh ya, kenapa chat aku yang bahas film azab nggak dibales-bales? Aku kan bukan koran, masa chatnya dibaca doang.""Tenggelam, Ra.""Pin makanya. Biar chat dari aku ada di atas.""Nggak ngerti. Lagian kamu juga u

  • Untuk Asa (Indonesia)   15 | Sulit Menghindar

    Abi baru saja bersantai di kubikelnya seusai beres dengan berbagai kerjaan. Sejak pagi hingga pukul 7, dia disibukkan dengan tampilan excel dan macam-macam angka. Memang ini hari pertamanya bekerja di tempat baru dan ada perkenalan singkat dengan karyawan lain, namun setelahnya jadwalnya padat. Pun Abi mengeluarkan ponselnya untuk mengabari Rara. Belum sempat bertanya Rara ingin martabak asin atau manis, Abi ternyata sudah menerima banyak chat dari sang istri. Ada 25 chat yang tenggelam. Astagfirullah. Ini sih bisa-bisa Abi kena amuk.Larasati Wijaya:-Mas, pernah nonton film azab? Judulnya mertua jahat pada menantu, liang lahatnya menyempit.-Mertuanya nampar si menantu-Padahal menantunya baik. Ya... walaupun nggak sempurna-sempurna amat. Masakannya kurang enak, bangunnya kadang siang, tapi dia mau belajar.-Mas? Ih dicuekin :(-Aku VN aja. Capek ngetik.Lalu Abi dengarkan satu persatu pesan suara itu. Tak jarang, Abi terkekeh selagi merap

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status