Bandara Soekarno-Hatta
09.00 WIB.
Kehadiran seorang wanita muda yang berjalan di lobi bandara langsung menarik perhatian semua orang, khususnya para laki-laki yang memperhatikan perempuan seolah tanpa berkedip. Sedangkan si perempuan itu tetap berjalan normal, terlihat santai dan tidak peduli pada tatapan orang-orang. Namanya adalah Alyssa Maharani Kiehl, putri dari pengusahaan ternama di Indonesia yang baru saja menyelesaikan pendidikan di luar negeri. Memiliki paras cantik dan kulit putih, ditambah berbadan langsing dengan tinggi 167cm.
Setelah keluar dari lobi bandara, Alyssa langsung disambut oleh dua orang pria yang mengenakan setelan jas serba hitam. Kedua orang itu selain mempunyai badan yang six pack juga memiliki wajah lumayan tampan untuk seukuran pengawal atau supir.
"Selamat datang kembali, Nona," sambut salah satu pria sambil menurunkan pandangan, diikuti pria lain yang ada di sebelah orang itu yang melakukan hal serupa.
Alyssa melihat dua orang itu sesaat, sebelum sudut bibirnya bergerak ke atas disertai ucapan dari mulut. "Ya, terima kasih. Ayo pulang." Selesai berbicara ia melewati dua pria itu dan melangkah menuju ke mobil.
Kedua pria itu langsung bergerak cepat, satu pria mengambil alih tas koper yang dibawa majikannya, sedangkan pria lainnya segera berlari ke mobil untuk membukakan pintu. Tak perlu waktu lama bagi mereka untuk melenggang pergi dari bandara.
#
Owen tengah berkendara berkeliling kota untuk mencari beberapa barang yang sedang dibutuhkan oleh pembeli onlinenya. Pemuda itu pindah dari satu toko ke toko yang lain, dari satu tempat ke tempat lain guna mendapatkan barang dengan harga lebih murah tetapi memiliki kualitas sama. Baginya, hal tersebut wajar dilakukan sebagai pedagang, sebab kalau tidak seperti itu maka dirinya akan rugi dan usahanya akan bangkrut. Owen ingat salah satu prinsip bisnis yang dipelajari ketika masih duduk di bangku sekolah dasar.
Dengan modal minimal harus mendapatkan hasil maksimal.
Akhirnya, setelah banyak membuang waktu untuk mencari barang, dirinya berhasil menemukan barang yang sesuai. Selepas melakukan pembayaran, ia keluar dari toko handphone sambil membawa tiga handphone second yang baru saja dibelinya, rencananya adalah menjual barang itu sosial media dengan harga lebih tinggi. Owen tersenyum puas seraya berjalan menuju tempat sepeda motornya terparkir, meski tiga barang itu merupakan barang bekas, tetapi masih bisa digunakan secara normal, dan tentu saja pemuda itu yakin bahwa barangnya akan dengan cepat terjual.
Tiba-tiba Owen berhenti melangkah, disusul bola mata yang melihat ke arah mobil mewah berwarna hitam yang melaju kencang di jalan raya, seakan tidak memperdulikan para pengguna jalan raya yang lain. Hingga mobil tersebut menyerempet pengendara sepada motor sampai terjatuh.
Druuuak!
Kejadian itu segera mengundang perhatian orang-orang yang berada di sekitar lokasi, semua orang langsung bergegas dan berbondong-bondong berlarian ke lokasi, termasuk Owen yang ikut melihat karena penasaran. Anehnya, bukannya terlebih dulu menolong korban, tetapi orang-orang malah mengerumuni mobil tersebut dan berteriak marah sambil menggedor pintu mobil.
"Woi keluar!"
"Bangsat, kalau bawa mobil yang bener!"
"Hajar orangnya dan bakar mobilnya!"
Merupakan teriakan amarah dari segelintir orang, namun hal berbeda dilakukan oleh Owen, saat semua orang sibuk dan marah kepada pengendara mobil tersebut, dia seorang diri membantu korban serta membawanya ke pinggir jalan. Untung saja korban kecelakaan itu masih sadar walau mendapatkan sejumlah luka, sehingga sedikit memudahkan usahanya. Selesai dengan hal itu, Owen bergegas menuju mobil tersebut dan meminta pertanggung jawaban.
Tak berselang lama dua orang yang duduk di kursi depan keluar dari mobil, sementara perempuan yang berada di bangku belakang tetap berdiam diri di dalam mobil. Kedua pria itu meminta maaf dan berusaha menenangkan situasi, hal itu bisa berlangsung beberapa detik sampai seorang perempuan keluar dari mobil sembari berbicara.
"Berapa yang harus aku bayar," ucap gadis tersebut dengan nada merendahkan. Tatapan matanya pun terlihat menghina disertai senyum sinis yang terlukis dari bibir.
Semua orang yang tadi marah kini terdiam, apalagi sesudah melihat kecantikan dari wanita itu sambil menunjukkan sejumlah uang yang sangat banyak. Suara-suara yang tadi memprotes kini sepenuhnya hilang seperti ditelan bumi.
Sedangkan perempuan itu tersenyum puas melihat respon semua orang, dia tahu bahwa uang memiliki kekuatan untuk mengendalikan manusia. Namun, senyum itu redup saat seseorang membalas perkataannya.
"Bukan seperti itu caranya." Owen memutuskan untuk bersuara setelah melihat orang-orang terdiam hanya karena sejumlah uang. "Kau harus meminta maaf terlebih dulu, lalu membawanya ke Rumah Sakit dan baru mengganti rugi," tambahnya.
Kini semua pandangan tertuju ke arah Owen, termasuk dua pria yang merupakan pengawal dan supir, serta seorang gadis yang tadi berbicara angkuh juga bersikap sombong.
Perempuan itu adalah Alyssa Maharani Kiehl, yang kini tengah kesal dan memandang marah ke arah Owen. Dia lalu berjalan ke arah pemuda itu sambil mengeluarkan kartu nama dari dalam dompet, selanjutnya, menyerahkan sejumlah uang dan kartu nama. "Bagaimana kalau kau saja yang mengurusnya, jika kurang datanglah ke rumahku dan akan kuberikan uang yang lebih banyak."
Sementara dua orang yang menjadi pengawal dari Alyssa hanya diam, tidak berani menghentikan sikap dari majikannya, karena mereka takut berurusan dengan orang tua Alyssa.
"Nampaknya kau tidak memahami ucapanku tadi." Owen merespon kalimat Alyssa, dia tidak menerima uang dan kartu nama tersebut, malah bersikap santai dengan dengan tangan masuk ke dalam saku celana. "Kau harus meminta maaf terlebih dulu, membawanya ke Rumah Sakit dan baru mengganti rugi." Dia mengulangi kalimat yang tadi dikatakannya.
Hal tersebut membuat Alyssa marah, karena respon yang diberikan oleh lawan bicaranya sangat berbeda dengan yang diharapkan olehnya. Walau begitu, ekspresi wajahnya terlihat aneh, seperti ada rasa terkejut tapi juga senang. Ia pun tersenyum, kemudian meminta maaf. "Baiklah, maafkan kelancanganku." Selanjutnya, menyuruh dua pengawalnya untuk membawa korban kecelakaan tersebut ke Rumah Sakit, sedangkan dirinya akan pulang menggunakan taksi.
Kedua pria itu hendak menolak perintah, tapi setelah melihat sorot mata kejam dari majikannya mereka memilih mengurungkan niat dan menuruti perintah. Kejadian itu pun mereda dengan sendirinya, satu per satu orang mulai pergi dan kembali melakukan kegiatan, termasuk Owen yang hendak pulang ke rumah. Namun, langkah kaki laki-laki itu terhenti oleh sebuah suara.
"Tunggu!"
"Ada apa?" Owen menoleh ke belakang dan bertanya.
"Siapa namamu?" tanya balik Alyssa.
"Owen." Ia hanya menjawab singkat, sebelum melanjutkan langkah kaki.
Sementara Alyssa hanya memandang laki-laki itu pergi sambil tersenyum. Dia pun bergumam dalam hati. "Cowok yang menarik."
#
19.00 WIB.
Amara baru saja selesai mengantarkan makanan ke meja pelanggan, ketika akan kembali berjalan ke dapur dia melihat pintu kafe terbuka, serta secara refleks menyapa pelanggan yang baru saja datang. "Selamat datang ...." Kalimatnya terputus karena mengetahui pelanggan yang datang adalah mantan kekasihnya. Amara pun berusaha mengatur perasaannya yang sedang bergejolak, sebab dirinya harus profesional dalam bekerja.
"Selamat datang, silakan pilih tempat duduk dan akan saya ambilkan buku menu."
"Amara, aku ingin ngobrol denganmu," ujar Bintang pada mantan kekasih.
"Maaf, tetapi saya sedang bekerja," sahutnya cepat.
"Tapi ada yang harus kita bicarakan," timpal Bintang. Namun, kali ini Amara tidak membalas ucapan tersebut, memilih berbalik arah dan kembali ke dapur.
Pemuda itu pun tak kehabisan akal, akan tetap berada di kafe sampai kafe tutup agar bisa berbicara empat mata dengan cinta lamanya.
****
23.15 WIB. Setelah jam kerjanya selesai, Amara segera berganti pakaian dan bergegas pulang, akan tetapi, saat dirinya berjalan melewati pintu kafe dikejutkan oleh kehadiran Bintang yang berdiri di luar kafe dan sedang menunggunya. Kejadian ini terasa sedikit familiar baginya, sehingga menimbulkan gejolak perasaan berserta kenangan kecil yang muncul. Namun, ia menekan perasaannya, sebab tidak ingin kembali merasakan sakit yang sama seperti di masa lalu. Amara kemudian berjalan menuju tempat sepeda motornya terparkir, mengabaikan laki-laki itu dan berpura-pura tak melihatnya. Di sisi lain, Bintang sedari tadi menunggu Amara selesai bekerja. Senyum di bibirnya seketika mengembang tatkala mengetahui mantan kekasihnya keluar dari kafe serta bersiap pulang, maka tanpa membuang waktu segera memanggilnya. "Amara!" Mendengar namanya dipanggil, si empu nama segera mempercepat langkah ka
Tok!Tok!Tok!Seorang pria paruh baya mengetuk pintu kamar majikannya dan lanjut berbicara. "Selamat pagi Nona Alyssa, sudah waktunya sarapan. Tuan Besar sudah menunggu di ruang makan.""Ya." Terdengar suara menyahut dari dalam kamar. Kemudian, tak berselang lama pintu kamar terbuka dan seorang gadis yang memakai setelan pakaian kasual melangkah keluar. Sedangkan pria paruh baya yang berdiri di depan kamar hanya melempar senyum sembari sedikit menundukkan kepala.Alyssa mengabaikan kepala pelayan rumahnya dan terus melangkah menuju ke ruang makan, sesampainya di sana, melihat sang ayah yang sedang makan ditemani beberapa pelayan yang berdiri di sisi kanan juga kiri ruangan. Berbagai macam hidangan mewah serta lezat pun sudah terhampar memenuhi meja makan. "Selamat pagi Ayah," sapanya sambil tersenyum sesaat sete
Alyssa Maharani Kiehl melangkah masuk ke dalam kafe, ia berhenti sebentar sambil mencari sosok yang ingin ditemuinya, setelah melihat orang itu, langkah kakinya bergerak menuju sosok tersebut. Tentu saja kedatangan Alyssa menyita sebagian pandangan orang-orang yang sibuk menonton pertikaian, mereka bahkan seolah tak berkedip ketika menatap gadis itu.Dia kemudian melambaikan tangan kiri sambil menyapa halus juga tersenyum. "Hai ...." Hal itu langsung mengejutkan sekaligus menghentikan perdebatan tiga orang manusia, tetapi, salah seorang yang paling terkejut secara refleks memekik heran."Elu ...?"Alyssa hanya mengangguk juga tersenyum sambil tetap berjalan maju, baru setelah sampai di hadapan orang itu, dia berbicara sembari mengulurkan tangan kanan. "Mana?"Owen menatap bingung gadis itu yang berbicara sok akrab dengannya, padahal mereka sama sekali belum saling mengenal, hanya pernah bertemu sekali seca
Owen dan Amara sudah sampai di taman, selepas memarkir sepeda motor, keduanya langsung berjalan-jalan menikmati suasana taman. Sama seperti ketika dalam perjalanan menuju taman, kali ini pun mereka lebih banyak diam daripada berbicara, ada perasaan malu juga gugup yang mencegah dua insan itu untuk saling mengobrol, hingga Owen memberanikan diri memulai percakapan. "Amara." Si empu nama menoleh cepat sembari bertanya. "Iya?" "Kamu udah lama kerja di kafe?" sambung Owen. "Hampir dua tahun lah," jawabnya. Owen hanya mengangguk mendengar penuturan Amara, jujur, dia bingung harus bertanya apa lagi, sebab perasaan gugup membuatnya ragu. Untung saja gadis itu yang ganti bertanya, sehingga keakraban keduanya mulai tercipta. "Kalau kamu udah lama jualan online?" "Ya lumayan," balasnya. "Sejak aku ...." Owen menghentikan kalimatnya, seolah ada yang sengaja dia rahasi
Saat Amara dan Owen sampai di tempat parkir, tiba-tiba mereka didatangi oleh tiga orang pria yang berpenampilan garang. "Hei bagi duitnya!" ucap kasar satu dari tiga pria tersebut. Hal itu malah membuat Amara murka dan membalas tak kalah kasar."Kalian ini siapa?! Minta duit segala!"Ketiga pria itu saling berpandangan, lalu terkekeh bersama sebelum melecehkan Amara memakai kata-kata. "Gadis cantik jangan galak, sini main sama gue aja, nanti gue kasih yang enak-enak.""Hahahaha ...."Amara marah, tangan kanannya terangkat dan hendak menampar pria yang baru saja menghinanya, akan tetapi, keinginannya itu dihentikan oleh Owen. Ia menatap Owen penuh kebingungan, lalu bertanya. "Ada apa?"Owen hanya tersenyum kecil membalas perkataan Amara, lalu maju satu langkah dan berdiri di depan gadis itu sambil berkata. "Amara, pejamkan matamu sebentar, jangan buka matamu sebelum aku menyuruhmu." Anehnya
Bola mata Alyssa melebar memperhatikan setiap lekuk ruang tamu, sampai tatapan matanya terkunci pada bingkai foto keluarga, lalu beralih ke bingkai foto lainnya yang menunjukkan kedekatan Owen bersama dua temannya, anehnya, latar belakang foto tersebut nampak tidak lazim. Tiba-tiba terdengar bunyi langkah kaki mendekat, ia yang terkejut langsung kembali ke posisi duduk semula, bersikap normal seperti tamu pada umumnya. "Jadi apa tujuanmu datang kemari?" tanya Owen seketika kembali dari dapur dan meletakkan dua cangkir teh di atas meja. Mendengar pertanyaan itu Alyssa hanya tersenyum lembut, kemudian berdiri sembari mengulurkan tangan. "Kurasa kita harus berkenalan terlebih dulu," tuturnya halus. Owen mengerutkan kening sembari menatap aneh Alyssa, pasalnya gadis itu bersikap sopan, ramah juga lemah lembut, berbeda sekali ketika mereka berjumpa pertama kali. Tak lama kemudian, dia menyambut uluran tangan tersebut seraya
Sebuah sepeda motor matic yang ditumpangi dua orang lawan jenis berhenti di depan pintu gerbang bangunan rumah. Dilihat dari ukuran pintu gerbang serta tembok yang mengelilingi bangunan tersebut, sudah dapat dihitung seberapa luas dan megahnya rumah yang ada di dalamnya. Ia sudah mengira kalau perempuan yang diboncengnya berasal dari keluarga kaya, tetapi tidak menyangka bahwa ternyata sangat kaya. Lalu, kepalanya menoleh ke belakang sembari berkata."Turunlah, kita sudah sampai."Gadis yang masih duduk santai membonceng di atas sepeda motor itu mengangguk pelan, bibirnya agak cemberut, mungkin karena akan berpisah dengan lelaki yang disukainya. "Iya," jawabnya setelah turun dari sepeda motor. Kemudian, menawarkan teman barunya itu untuk singgah sebentar di rumahnya, tapi ternyata tawarannya ditolak halus."Gak usah, aku langsung pulang saja. Lagi pula udah terlalu malam untuk bertamu." Selesai memberi penjelasan,
Owen bangun dan meludah ke aspal sembari menatap tajam dua musuhnya serta memikirkan cara mengalahkan mereka. Dia memasang kuda-kuda, siap melanjutkan pertarungan, saat itulah salah seorang pria berlari ke arahnya, kemudian melakukan tendangan sambil memutar badan. Pemuda itu sedikit terkejut akan kecepatan musuh, segera menggunakan kedua lengannya untuk menahan serangan. Naas, tenaganya kalah kuat sehingga dirinya terpental mundur sebelum terjatuh.Ketika ia sedang terbaring tiba-tiba sebuah kaki hendak menginjak kuat dadanya. Owen langsung berguling untuk menghindar, lalu menendang kaki lawan guna merusak keseimbangan. Usahanya berhasil, pria itu terjatuh oleh serangannya, Owen segera memanfaatkan kesempatan memukul balik lawannya.Bugh!Bugh!Bugh!Keadaan berubah, Owen kini ganti meninju musuhnya tanpa memberikan jeda, sedangkan lawannya hanya sanggup m
Bintang mengamuk ketika berada di rumah, melempar dan menghancurkan segala benda yang ada di ruang tamu. Pikiran pemuda itu tengah kacau, pasalnya semua rencana yang tersusun rapi kini berubah berantakan. "Biadab! Bajingan! Brengsek!' Dia terus mengumpat sambil menghancurkan ruang tamu. Selanjutnya, terduduk lemas seraya tangan meremas kepala, saat itulah bibirnya menyeringai lebar tatkala muncul ide di benaknya. "Benar ...," gumam Bintang, "aku harus membunuh orang itu agar berhasil mendapatkan Amara kembali." Disusul mengeluarkan handphone serta menelepon seseorang."Halo ....""Iya, ini siapa?""Gak perlu basa-basi, gue ada kerjaan buat lu," terang Bintang."Baik, bisa bertemu di mana untuk kesepakatan kontrak?""Besok malam di Diskotek Cemara."****13.10 WIB.
22.45 WIB. Bambang duduk di pinggir jalan sambil merokok juga melepas penat bersama tiga rekannya. Pria berusia empat puluh empat tahun itu sedang dirundung bingung akibat gagal melaksanakan tugas dari Nicholas. Dia menghisap rokok dengan penuh khidmat, lalu mengembuskan asapnya sembari berharap mendapat pencerahan."Ketua," lirih salah satu rekan Bambang yang membuka suara. Si empu nama melirik ke sumber suara seraya bertanya. "Ada apa?""Apa orang-orang yang kita cari melarikan diri ke luar kota, ya?" sambung orang itu."Benar, mereka menghilang tanpa jejak sama sekali," tambah pria lainnya. Sedangkan Bambang hanya duduk merenung dengan merokok serta mendengarkan setiap pendapat dari rekan kerjanya. Ia tidak bisa membantah pendapat mereka, pasalnya hal tersebut mungkin benar, akan tetapi, dirinya memiliki pemikiran tersendiri."Ini sangat aneh dan tidak wajar."
Raut muka Bintang dipenuhi keterkejutan diikuti iris mata melebar saat melihat kehadiran Nadia di depan rumah Owen. Laki-laki yang sedang berada di dalam mobil itu penasaran dengan kedatangan calon tunangannya. "Untuk apa Nadia ke sana?" tanyanya dalam hati. Ia lalu berusaha menghubungi lagi anak buahnya, tetapi hasilnya masih seperti sebelumnya.****Di dalam rumah, suasana menjadi sangat canggung, khususnya bagi Owen yang bingung menghadapi kedua tamunya. Di depannya, sudah tersedia dua makanan yang dibawa oleh Alyssa juga Amara, tapi, dirinya bingung harus mencicipi yang mana terlebih dulu. Pemuda berparas tampan itu mendesah kecil sambil memandang kedua tamunya secara bergantian."Ayo makan!" suruh Alyssa serta Amara secara serempak. Dua gadis berparas cantik itu bertukar pandang, sebelum kembali beralih menatap Owen.Di sisi lain, Owen menelan paksa ludahnya, merasa takut dan
Bunyi ketukan pintu dari luar ruangan membuat Nicholas yang tengah sibuk bekerja secara terpaksa menatap ke asal suara. "Masuk," titahnya, diikuti pintu terbuka dan pria bernama Bambang melangkah ke dalam ruangan. "Siang, Bos," sapa lelaki bertubuh tegap juga kekar."Gimana hasil penyelidikan?" Nicholas segera bertanya ke inti masalah tanpa ingin berbasa-basi.Pria yang berdiri itu sedikit mengembuskan napas, diikuti perubahan raut muka yang terlihat kecewa. "Maaf, Bos," tuturnya, kemudian memberikan alasan. "Saya dan teman-teman sudah mencari orang-orang itu, tapi, kami sama sekali tidak menemukan jejak mereka. Seolah orang-orang tersebut tidak pernah ada.""Maksudmu?" Nicholas bertanya dengan satu alis terangkat naik. Ia bingung akan penjelasan dari anak buahnya."Kami sudah memeriksa CCTV di sekitar lokasi kecelakaan, anehnya, tidak ada satu pun CCTV yang merekam kejadian," tambah Bambang.
21.30 WIB.Danu Prasetyo bergegas masuk ke dalam mobil dan melenggang pergi menuju ke suatu tempat. Lelaki berumur dua puluh lima tahun itu memacu mobilnya dengan kecepatan normal, pasalnya sedang tidak terburu-buru untuk sampai ke tempat tujuan. Dua puluh menit berselang, dirinya sudah berada di Diskotik Purnama, lantas selepas memarkir mobil, segera berjalan masuk ke dalam diskotik untuk bertemu seseorang. Ia mengedarkan pandangan, lalu mengulas senyum saat melihat seorang gadis sedang melambaikan tangan padanya, kemudian melangkah menuju ke tempat gadis itu berada."Hai," sapa Danu pada perempuan yang sedang duduk sambil meminum alkohol serta menikmati alunan musik."Duduklah," pintanya.Danu kemudian duduk, kepalanya bergerak ke kiri juga kanan sesuai alunan musik yang sedang bergema keras. Ia memanggil pelayan untuk memesan alkohol dan beberapa makanan ringan, sesudah itu mulai mengaj
Amara duduk santai di ruang tamu, melepas lelah setelah hampir dua jam bersih-bersih rumah. Ia yang hari ini masih shift siang memilih menghabiskan waktu pagi dengan merapikan beberapa bagian sudut rumahnya yang terlihat kotor. Gadis itu tiba-tiba mengabaikan acara pada televisi saat mengingat pembicaraan dengan Alyssa tempo hari, jujur, dia tidak tahu maksud kawan barunya dengan berkata seperti itu, tetapi hal tersebut membuatnya resah."Aku menyukai Owen." Kalimat dari Alyssa itu seperti terukir pada benak Amara.Huft ....Gadis yang memilki senyum manis itu mengembuskan napas dan mencoba membuang pikiran tersebut, walau begitu, di lubuk hatinya terdapat ketakutan kalau Owen akan lebih memilih Alyssa dibanding dirinya. Tiba-tiba terdengar bunyi bel pada pintu rumah yang membuatnya tersadar dari lamunan, Amara segera beranjak dari bangku serta berjalan ke arah pintu."Pagi, Amar
Nicholas Right Kiehl duduk di ruang kerja dengan resah sesudah mendengar hal buruk yang menimpa teman dari putrinya. Ayah satu orang anak itu takut kalau nanti Alyssa akan menuduh dirinya yang melakukan hal tersebut. Ia lalu mengembuskan napas secara berat, diiringi iris mata menatap bingkai foto keluarga yang ada di atas meja. "Sekarang, apa yang harus aku lakukan, Sayang?" Nicholas bermonolog dalam hati seraya berharap mendapat jawaban dari masalah yang akan datang, apalagi takut jika putri semata wayangnya akan terseret arus permasalahan berbahaya. Sekali lagi dirinya membuang napas berat, kemudian berteriak memanggil satu anak buahnya yang ada di luar ruangan. "Bambang!" Tanpa menunggu lama si empu nama berjalan masuk dengan tergesa-gesa serta mimik wajah ketakutan. "I ... iyyaaa, Bos," jawabnya gugup. "Cari tahu penyebab kecelakaan yang dialami Owen!" tegas pria yang tengah duduk gelisah. "Aku tidak ingin
"Amara!" panggil Alyssa sembari berjalan menghampiri. Sedangkan si empu nama berhenti melangkah seraya menoleh ke belakang. "Ada apa?" tanyanya.Gadis berambut sebahu itu tersenyum sejenak sambil memandang lekat-lekat wajah temannya. "Bisa kita bicara sebentar?" terang Alyssa. Diikuti gerakan kepala menoleh ke kanan juga kiri, memastikan tidak ada yang menguping pembicaraan.Amara mengerutkan kening sambil menatap bingung, merasa ada hal penting yang ingin dibicarakan temannya. "Ada apa?" sahut perempuan berambut panjang."Bisa kita bicara di tempat lain," imbuh Alyssa. Lalu, mengajak pergi ke tempat yang nyaman untuk mengobrol. Amara setuju dengan ajakan Alyssa, kemudian melangkah bersama menuju kantin rumah sakit.***Walau sedikit merasa bersalah karena membuat dua teman gadisnya marah, tapi pemuda itu merasa nyaman juga damai. Jujur, dia tertekan dengan kehadiran Amara
Owen membuka mata dan melihat Alyysa tertidur di sampingnya dalam posisi duduk,tangan kanannya lalu bergerak menyentuh kepala gadis itu sambil berkata pelan. "Alyssa." Membuat si pemilik nama terkejut sekaligus terbangun, kemudian segera melayangkan pertanyaan dengan nada panik."Owen, bagian mana yang sakit? Aku panggil Dokter sekarang!""Jangan," lirih pemuda itu, "aku baik-baik saja." Ia berbohong, padahal merasakan sakit pada kaki kiri juga tulang rusuk sebelah kanan. Saat memandang paras Alyssa, melihat kedua mata temannya itu bengkak seperti habis menangis. Owen menghela napas panjang, lalu meminta temannya kembali duduk."Alyssa, duduklah."Gadis berwajah cantik itu menurut, kembali duduk tenang sembari menatap sedih. Bibirnya menyimpulkan senyum manis sebelum bertanya tentang kronologis kecelakaan. Sedangkan Owen membuang napas panjang serta memejamkan mata mencoba mengingat kecelakaan yang dialami