Tok!
Tok!
Tok!
Seorang pria paruh baya mengetuk pintu kamar majikannya dan lanjut berbicara. "Selamat pagi Nona Alyssa, sudah waktunya sarapan. Tuan Besar sudah menunggu di ruang makan."
"Ya." Terdengar suara menyahut dari dalam kamar. Kemudian, tak berselang lama pintu kamar terbuka dan seorang gadis yang memakai setelan pakaian kasual melangkah keluar. Sedangkan pria paruh baya yang berdiri di depan kamar hanya melempar senyum sembari sedikit menundukkan kepala.
Alyssa mengabaikan kepala pelayan rumahnya dan terus melangkah menuju ke ruang makan, sesampainya di sana, melihat sang ayah yang sedang makan ditemani beberapa pelayan yang berdiri di sisi kanan juga kiri ruangan. Berbagai macam hidangan mewah serta lezat pun sudah terhampar memenuhi meja makan. "Selamat pagi Ayah," sapanya sambil tersenyum sesaat setelah duduk di seberang meja depan ayahnya.
"Pagi juga Sayang." jawab pria itu selepas menelan makanan, "bagaimana tidurmu semalam?"
"Seperti biasa, nyenyak serasa di surga," timpal Alyssa sambil tersenyum manis. Lalu, menyuruh pelayan untuk menghidangkan makanan untuknya. Ia menunjuk beberapa lauk makanan yang ada di atas meja, kemudian dengan sigap salah satu pelayan menyajikan makanan tersebut.
Tak ada percakapan antara ayah dan anak itu ketika makan, tetapi setelah keduanya selesai menikmati makanan, terjadi beberapa obrolan ringan. "Alyssa," panggilnya.
"Iya Ayah."
"Ayah dengar kemarin ada beberapa orang yang membuat masalah denganmu?"
"Iyah yah."
"Apa perlu Ayah membereskan hal itu untukmu?"
"Tidak usah Yah, biar Alyssa membereskan masalah itu sendiri," tuturnya seraya mengelap mulutnya dengan tisu.
Nicholas Right Kiehl memandangi putri semata wayangnya, lalu bangkit dari tempat duduk dan bersiap berangkat kerja. Sedangkan Alyssa hanya mengembuskan napas lega selepas ayahnya pergi, dia takut kalau sang ayah akan ikut campur dalam masalahnya, sebab jika hal itu terjadi maka dirinya tidak akan dapat melakukan pembalasan dendam yang memuaskan. Selanjutnya, memanggil satu pelayan yang berdiri di sudut ruangan dan menyuruh semua pelayan lainnya untuk pergi dari ruangan.
Pelayan yang memiliki jenis kelamin laki-laki itu mendekat, kemudian bertanya pelan dengan nada suara halus nan sopan. "Apa yang anda perlukan Nona?"
"Bagaimana tugasmu?" balas Alyssa tanpa memandang pelayan yang berdiri di sampingnya.
"Sudah selesai Nona." Selesai berbicara langsung berjalan keluar dari ruangan, tapi tanpa waktu lama kembali lagi dengan membawa amplop dokumen berwarna cokelat. "Ini Nona, semua identitas pria itu ada di dalam amplop." Seraya menyerahkan benda tersebut.
Alyssa menerima amplop itu dengan senang hati, kemudian membuka dan membaca isinya yang berupa data lengkap identitas seseorang. Saat itulah kedua sudut bibirnya mengembang lebar, diikuti iris mata bersinar terang.
#
Rainbow Cafe.
Hari ini Rainbow Cafe ramai dipenuhi pengunjung, menyebabkan para pekerja di kafe tersebut kewalahan hingga tidak mempunyai waktu untuk beristirahat, termasuk pula Amara, yang harus berganti shift pagi demi membantu rekan-rekannya. Gadis itu bolak-balik mengantarkan pesanan pelanggan dari satu meja ke meja lainnya, tapi tiba-tiba dia terkejut saat menghidangkan makanan dan minuman ke salah satu meja, sebab melihat seseorang yang dikenalnya.
"Kak Owen!" sorak perempuan itu sesaat sebelum meletakkan makanan di atas meja. Sementara laki-laki yang merasa dipanggil menoleh ke asal suara serta ikut menunjukkan raut muka keterkejutan.
"Kamu di sini?" tanya Owen yang masih sedikit kaget. Pertanyaan darinya dibalas dengan anggukkan kepala dan beberapa kata. "Iya, kan aku kerja di sini Kak." Sambil meletakan makanan itu ke atas meja.
Owen mengangguk paham, lantas diam dan pandangannya beralih menyisir semua tempat, diikuti kedua jari tangannya yang mengetuk meja, gestur badannya pun terlihat sedikit risau, seolah sedang menunggu seseorang. Melihat hal tersebut, Amara memutuskan untuk bertanya. "Kak Owen sendiri di sini ada apa? Pasti janjian sama pacarnya ya?"
Laki-laki itu kembali memandang Amara, lalu menggeleng lemah sembari menjawab pertanyaan. "Enggak, aku ada janji sama customer." Seraya menunjukkan kotak kardus berukuran kecil yang ada di atas meja. Dia juga menambahkan beberapa kalimat. "Aku belum punya pacar."
Ada hal lain yang dirasakan gadis itu selepas mendengar jawaban dari Owen, seolah muncul perasaan lega juga senang di hatinya. Amara yang tak mengerti gejolak perasaan aneh di dalam hatinya memilih tak ambil pusing, lantas mengatakan beberapa hal lain pada lawan bicaranya.
"Ohh iya Kak, terima kasih atas pertolongannya kemarin."
"Iya sama-sama," sahut Owen dengan tersenyum manis. "Tapi terima kasih saja tidak cukup untuk membayar ganti rugi tenagaku yang telah terbuang loh."
Amara memandang Owen secara intens, mengetahui ada niat tersembunyi di balik kalimat tersebut. Namun, juga ingat ketika Owen harus banjir keringat dan kelelahan karena membantunya, dia pun menjadi bingung serta memutuskan bertanya. "Aku harus bayar berapa Kak?" Amara siap membayar sejumlah uang sebagai biaya ganti rugi.
Owen terkejut mendengar jawaban itu, jantungnya seketika berdegup kencang, padahal tadi dirinya hanya asal bicara. Ia kemudian memandang Amara, dan baru sadar bahwa gadis di hadapannya memiliki wajah cantik, hingga tak sadar senyuman kecil terlukis pada bibirnya.
"Kak Owen!" tegur Amara membuyarkan lamunan laki-laki itu. Owen yang tersadar langsung tergagap sesaat sebelum memberikan jawaban. "Bagaimana kalau bayarannya menemaniku jalan-jalan seharian?"
Seakan tahu bahwa jawaban itu bakal didengarnya, mimik wajah gadis tersebut terlihat biasa saja, berbeda sekali dengan detak jantungnya yang tak beraturan. Tentu saja Amara ingin menolak permintaan dari penolongnya, akan tetapi ada suara kecil di lubuk hatinya yang membuatnya memberikan jawaban berbeda.
"Baik Kak, tapi aku liburnya selasa minggu depan."
Ekspresi wajah Owen terlihat seperti orang bodoh saat mendengar jawaban tersebut. Jujur, dia sama sekali tidak menyangka bahwa gadis itu akan menerima tawarannya. Detak jantung yang kencang kini telah mereda, diikuti raut mukanya kembali normal. "Ya sudah, hari selasa nanti aku akan menjemputmu," kata Owen.
Sedangkan Amara tersenyum kecil melihat ekspresi Owen, ia lalu mengangguk pelan dan tersenyum kecil sebagai tanda setuju.
#
Pintu kafe terbuka dan seorang cowok berjalan masuk menghampiri dua orang lawan jenis yang tengah asyik bercerita. Dilihat dari raut wajah serta sorot matanya, laki-laki itu nampak kesal, napasnya pun berpacu dengan langkah kaki yang cepat, lalu berbicara saat sudah dekat langsung memotong pembicaraan dua insan lawan jenis.
"Amara! Aku ingin bicara denganmu!"
Kalimat itu menghentikan obrolan sang empu nama dengan Owen, Amara menoleh ke sumber suara dengan ekspresi terkejut, sementara Owen menatap bingung cowok yang baru saja datang dan memotong pembicaraannya secara tidak sopan. "Tidak ada hal yang harus kita bicarakan!" ketus Amara, kemudian berpaling lagi ke arah Owen.
"Tapi ...." Bintang mencoba memberikan alasan agar Amara bersedia mengobrol dengannya. Bahkan nekat menarik paksa tangan gadis itu secara kasar. "Kita harus bicara sebentar!" Sambil menarik tangan Amara.
Owen terkejut melihat kelakuan kasar cowok itu pada Amara, dia segera berdiri dari tempat duduk dan melepaskan pegangan tangan laki-laki itu terhadap Amara. "Hei! Jangan bertindak kasar pada perempuan!" Kalimat tersebut dikatakan dengan nada tegas, dan membuat laki-laki yang ada di hadapannya menatap tajam.
Kejadian kecil itu memancing perhatian para pengunjung kafe, bahkan beberapa diantaranya merekamnya dengan smartphone. Sedangkan Owen dan Bintang hanya saling menatap tajam sambil menunjukkan isyarat permusuhan. Alyssa sendiri pun dilanda bingung, pasalnya harus menghentikan kedua laki-laki itu sebelum terjadi keributan besar di kafe.
"Apa maumu!" seru Bintang sembari melotot tajam.
Owen pun tak kalah kesal, padahal sudah mencoba bersikap sopan agar tidak terjadi pertengkaran, tetapi, nampaknya semua itu sudah menjadi garis takdir. Ia menghela napas seraya balas menatap tajam juga berbicara tegas. "Gue gak tau urusan lu sama Amara, tapi gue benci serta marah karena elu udah berlaku kasar padanya!"
Amara merasa kagum dan tersanjung tatkala mendengar kata-kata Owen yang membelanya, bahkan seperti ada sesuatu di dalam hatinya yang mencair serta terasa hangat. Dia memandangi wajah Owen yang tengah berdebat dengan Bintang, lalu saat itulah merasakan bahwa panah asmara telah menghujam hatinya.
Lain halnya dengan Owen juga Bintang, kedua laki-laki itu masih saling menatap tajam sambil masing-masing diselimuti perasaan kesal, hanya tinggal menunggu waktu sebelum sesi baku hantam dimulai. Namun, kedatangan seorang gadis cantik jelita diantara mereka langsung menghentikan pertikaian yang tengah terjadi. Semua orang memandang ke arah perempuan itu, akan tetapi hanya Owen yang terlihat sangat terkejut serta syok.
"Elu ...,"ucap laki-laki berparas tampan dan berambut belah samping itu. Sementara gadis itu hanya membalas ucapan dengan senyuman indah sebelum berjalan mendekat.
"Hai ...," ujarnya.
****
Alyssa Maharani Kiehl melangkah masuk ke dalam kafe, ia berhenti sebentar sambil mencari sosok yang ingin ditemuinya, setelah melihat orang itu, langkah kakinya bergerak menuju sosok tersebut. Tentu saja kedatangan Alyssa menyita sebagian pandangan orang-orang yang sibuk menonton pertikaian, mereka bahkan seolah tak berkedip ketika menatap gadis itu.Dia kemudian melambaikan tangan kiri sambil menyapa halus juga tersenyum. "Hai ...." Hal itu langsung mengejutkan sekaligus menghentikan perdebatan tiga orang manusia, tetapi, salah seorang yang paling terkejut secara refleks memekik heran."Elu ...?"Alyssa hanya mengangguk juga tersenyum sambil tetap berjalan maju, baru setelah sampai di hadapan orang itu, dia berbicara sembari mengulurkan tangan kanan. "Mana?"Owen menatap bingung gadis itu yang berbicara sok akrab dengannya, padahal mereka sama sekali belum saling mengenal, hanya pernah bertemu sekali seca
Owen dan Amara sudah sampai di taman, selepas memarkir sepeda motor, keduanya langsung berjalan-jalan menikmati suasana taman. Sama seperti ketika dalam perjalanan menuju taman, kali ini pun mereka lebih banyak diam daripada berbicara, ada perasaan malu juga gugup yang mencegah dua insan itu untuk saling mengobrol, hingga Owen memberanikan diri memulai percakapan. "Amara." Si empu nama menoleh cepat sembari bertanya. "Iya?" "Kamu udah lama kerja di kafe?" sambung Owen. "Hampir dua tahun lah," jawabnya. Owen hanya mengangguk mendengar penuturan Amara, jujur, dia bingung harus bertanya apa lagi, sebab perasaan gugup membuatnya ragu. Untung saja gadis itu yang ganti bertanya, sehingga keakraban keduanya mulai tercipta. "Kalau kamu udah lama jualan online?" "Ya lumayan," balasnya. "Sejak aku ...." Owen menghentikan kalimatnya, seolah ada yang sengaja dia rahasi
Saat Amara dan Owen sampai di tempat parkir, tiba-tiba mereka didatangi oleh tiga orang pria yang berpenampilan garang. "Hei bagi duitnya!" ucap kasar satu dari tiga pria tersebut. Hal itu malah membuat Amara murka dan membalas tak kalah kasar."Kalian ini siapa?! Minta duit segala!"Ketiga pria itu saling berpandangan, lalu terkekeh bersama sebelum melecehkan Amara memakai kata-kata. "Gadis cantik jangan galak, sini main sama gue aja, nanti gue kasih yang enak-enak.""Hahahaha ...."Amara marah, tangan kanannya terangkat dan hendak menampar pria yang baru saja menghinanya, akan tetapi, keinginannya itu dihentikan oleh Owen. Ia menatap Owen penuh kebingungan, lalu bertanya. "Ada apa?"Owen hanya tersenyum kecil membalas perkataan Amara, lalu maju satu langkah dan berdiri di depan gadis itu sambil berkata. "Amara, pejamkan matamu sebentar, jangan buka matamu sebelum aku menyuruhmu." Anehnya
Bola mata Alyssa melebar memperhatikan setiap lekuk ruang tamu, sampai tatapan matanya terkunci pada bingkai foto keluarga, lalu beralih ke bingkai foto lainnya yang menunjukkan kedekatan Owen bersama dua temannya, anehnya, latar belakang foto tersebut nampak tidak lazim. Tiba-tiba terdengar bunyi langkah kaki mendekat, ia yang terkejut langsung kembali ke posisi duduk semula, bersikap normal seperti tamu pada umumnya. "Jadi apa tujuanmu datang kemari?" tanya Owen seketika kembali dari dapur dan meletakkan dua cangkir teh di atas meja. Mendengar pertanyaan itu Alyssa hanya tersenyum lembut, kemudian berdiri sembari mengulurkan tangan. "Kurasa kita harus berkenalan terlebih dulu," tuturnya halus. Owen mengerutkan kening sembari menatap aneh Alyssa, pasalnya gadis itu bersikap sopan, ramah juga lemah lembut, berbeda sekali ketika mereka berjumpa pertama kali. Tak lama kemudian, dia menyambut uluran tangan tersebut seraya
Sebuah sepeda motor matic yang ditumpangi dua orang lawan jenis berhenti di depan pintu gerbang bangunan rumah. Dilihat dari ukuran pintu gerbang serta tembok yang mengelilingi bangunan tersebut, sudah dapat dihitung seberapa luas dan megahnya rumah yang ada di dalamnya. Ia sudah mengira kalau perempuan yang diboncengnya berasal dari keluarga kaya, tetapi tidak menyangka bahwa ternyata sangat kaya. Lalu, kepalanya menoleh ke belakang sembari berkata."Turunlah, kita sudah sampai."Gadis yang masih duduk santai membonceng di atas sepeda motor itu mengangguk pelan, bibirnya agak cemberut, mungkin karena akan berpisah dengan lelaki yang disukainya. "Iya," jawabnya setelah turun dari sepeda motor. Kemudian, menawarkan teman barunya itu untuk singgah sebentar di rumahnya, tapi ternyata tawarannya ditolak halus."Gak usah, aku langsung pulang saja. Lagi pula udah terlalu malam untuk bertamu." Selesai memberi penjelasan,
Owen bangun dan meludah ke aspal sembari menatap tajam dua musuhnya serta memikirkan cara mengalahkan mereka. Dia memasang kuda-kuda, siap melanjutkan pertarungan, saat itulah salah seorang pria berlari ke arahnya, kemudian melakukan tendangan sambil memutar badan. Pemuda itu sedikit terkejut akan kecepatan musuh, segera menggunakan kedua lengannya untuk menahan serangan. Naas, tenaganya kalah kuat sehingga dirinya terpental mundur sebelum terjatuh.Ketika ia sedang terbaring tiba-tiba sebuah kaki hendak menginjak kuat dadanya. Owen langsung berguling untuk menghindar, lalu menendang kaki lawan guna merusak keseimbangan. Usahanya berhasil, pria itu terjatuh oleh serangannya, Owen segera memanfaatkan kesempatan memukul balik lawannya.Bugh!Bugh!Bugh!Keadaan berubah, Owen kini ganti meninju musuhnya tanpa memberikan jeda, sedangkan lawannya hanya sanggup m
Owen bangkit dengan napas hampir putus dan mulai membalas serangan, berbeda dari sebelumnya, kali ini sama sekali tidak menghindar dari setiap serangan yang terarah padanya. Imbasnya adalah luka pada wajah dan badannya bertambah. Sedangkan Bambang merasakan hal aneh, seperti menghadapi orang yang berbeda dari sebelumnya. "Sial! Bocah ini lumayan juga!" makinya dalam hati, kemudian mengayunkan tangan kanannya ke belakang dan siap memukul sekuat tenaga. "Mati kau bocah keparat!" Mendapati serangan kuat tertuju padanya, Owen melayangkan tinju lebih dulu ke pergelangan tangan lawannya sebelum bogem mentah itu mendarat ke wajahnya. Upaya tersebut berhasil, segera memanfaatkan momentum menyerang balik, meninju sekuat tenaga pelipis mata lawannya. Draaakk! Bambang terdorong mundur disertai pelipis mata kanan berdarah, dia tidak dapat melihat normal karena darah menutupi mata kanannya. Pria itu menden
Owen berdiri di depan pintu gerbang sebuah rumah, ia lalu menekan bel yang ada di dekat gerbang sambil berteriak. "Keluarlah jika kamu bukan pengecut!" Tak berselang lama gerbang terbuka, diikuti langkah kaki dua pria berbadan besar serta berwajah garang yang muncul dari balik gerbang."Kalau bertamu itu yang sopan!" tegur salah seorang dari mereka. Sementara rekannya langsung menyuruh pergi. "Pergi sana! Sebelum kamu pulang dengan kondisi tubuh tak lengkap!"Sebenarnya, dua pria penjaga gerbang merasa heran akan pemuda yang ada di hadapannya, sebab laki-laki itu memiliki wajah yang penuh luka lebam serta bersikap menantang."Suruh majikan kalian keluar!" bentak Owen, raut muka dan sorot matanya terlihat penuh kemarahan."Maaf tapi kamu ...." Belum sempat kalimat itu selesai Owen sudah berusaha menerobos masuk, akan tetapi, gerakannya dengan mudah dihentikan."Maaf Mas, bisa sopan gak!" se
Bintang mengamuk ketika berada di rumah, melempar dan menghancurkan segala benda yang ada di ruang tamu. Pikiran pemuda itu tengah kacau, pasalnya semua rencana yang tersusun rapi kini berubah berantakan. "Biadab! Bajingan! Brengsek!' Dia terus mengumpat sambil menghancurkan ruang tamu. Selanjutnya, terduduk lemas seraya tangan meremas kepala, saat itulah bibirnya menyeringai lebar tatkala muncul ide di benaknya. "Benar ...," gumam Bintang, "aku harus membunuh orang itu agar berhasil mendapatkan Amara kembali." Disusul mengeluarkan handphone serta menelepon seseorang."Halo ....""Iya, ini siapa?""Gak perlu basa-basi, gue ada kerjaan buat lu," terang Bintang."Baik, bisa bertemu di mana untuk kesepakatan kontrak?""Besok malam di Diskotek Cemara."****13.10 WIB.
22.45 WIB. Bambang duduk di pinggir jalan sambil merokok juga melepas penat bersama tiga rekannya. Pria berusia empat puluh empat tahun itu sedang dirundung bingung akibat gagal melaksanakan tugas dari Nicholas. Dia menghisap rokok dengan penuh khidmat, lalu mengembuskan asapnya sembari berharap mendapat pencerahan."Ketua," lirih salah satu rekan Bambang yang membuka suara. Si empu nama melirik ke sumber suara seraya bertanya. "Ada apa?""Apa orang-orang yang kita cari melarikan diri ke luar kota, ya?" sambung orang itu."Benar, mereka menghilang tanpa jejak sama sekali," tambah pria lainnya. Sedangkan Bambang hanya duduk merenung dengan merokok serta mendengarkan setiap pendapat dari rekan kerjanya. Ia tidak bisa membantah pendapat mereka, pasalnya hal tersebut mungkin benar, akan tetapi, dirinya memiliki pemikiran tersendiri."Ini sangat aneh dan tidak wajar."
Raut muka Bintang dipenuhi keterkejutan diikuti iris mata melebar saat melihat kehadiran Nadia di depan rumah Owen. Laki-laki yang sedang berada di dalam mobil itu penasaran dengan kedatangan calon tunangannya. "Untuk apa Nadia ke sana?" tanyanya dalam hati. Ia lalu berusaha menghubungi lagi anak buahnya, tetapi hasilnya masih seperti sebelumnya.****Di dalam rumah, suasana menjadi sangat canggung, khususnya bagi Owen yang bingung menghadapi kedua tamunya. Di depannya, sudah tersedia dua makanan yang dibawa oleh Alyssa juga Amara, tapi, dirinya bingung harus mencicipi yang mana terlebih dulu. Pemuda berparas tampan itu mendesah kecil sambil memandang kedua tamunya secara bergantian."Ayo makan!" suruh Alyssa serta Amara secara serempak. Dua gadis berparas cantik itu bertukar pandang, sebelum kembali beralih menatap Owen.Di sisi lain, Owen menelan paksa ludahnya, merasa takut dan
Bunyi ketukan pintu dari luar ruangan membuat Nicholas yang tengah sibuk bekerja secara terpaksa menatap ke asal suara. "Masuk," titahnya, diikuti pintu terbuka dan pria bernama Bambang melangkah ke dalam ruangan. "Siang, Bos," sapa lelaki bertubuh tegap juga kekar."Gimana hasil penyelidikan?" Nicholas segera bertanya ke inti masalah tanpa ingin berbasa-basi.Pria yang berdiri itu sedikit mengembuskan napas, diikuti perubahan raut muka yang terlihat kecewa. "Maaf, Bos," tuturnya, kemudian memberikan alasan. "Saya dan teman-teman sudah mencari orang-orang itu, tapi, kami sama sekali tidak menemukan jejak mereka. Seolah orang-orang tersebut tidak pernah ada.""Maksudmu?" Nicholas bertanya dengan satu alis terangkat naik. Ia bingung akan penjelasan dari anak buahnya."Kami sudah memeriksa CCTV di sekitar lokasi kecelakaan, anehnya, tidak ada satu pun CCTV yang merekam kejadian," tambah Bambang.
21.30 WIB.Danu Prasetyo bergegas masuk ke dalam mobil dan melenggang pergi menuju ke suatu tempat. Lelaki berumur dua puluh lima tahun itu memacu mobilnya dengan kecepatan normal, pasalnya sedang tidak terburu-buru untuk sampai ke tempat tujuan. Dua puluh menit berselang, dirinya sudah berada di Diskotik Purnama, lantas selepas memarkir mobil, segera berjalan masuk ke dalam diskotik untuk bertemu seseorang. Ia mengedarkan pandangan, lalu mengulas senyum saat melihat seorang gadis sedang melambaikan tangan padanya, kemudian melangkah menuju ke tempat gadis itu berada."Hai," sapa Danu pada perempuan yang sedang duduk sambil meminum alkohol serta menikmati alunan musik."Duduklah," pintanya.Danu kemudian duduk, kepalanya bergerak ke kiri juga kanan sesuai alunan musik yang sedang bergema keras. Ia memanggil pelayan untuk memesan alkohol dan beberapa makanan ringan, sesudah itu mulai mengaj
Amara duduk santai di ruang tamu, melepas lelah setelah hampir dua jam bersih-bersih rumah. Ia yang hari ini masih shift siang memilih menghabiskan waktu pagi dengan merapikan beberapa bagian sudut rumahnya yang terlihat kotor. Gadis itu tiba-tiba mengabaikan acara pada televisi saat mengingat pembicaraan dengan Alyssa tempo hari, jujur, dia tidak tahu maksud kawan barunya dengan berkata seperti itu, tetapi hal tersebut membuatnya resah."Aku menyukai Owen." Kalimat dari Alyssa itu seperti terukir pada benak Amara.Huft ....Gadis yang memilki senyum manis itu mengembuskan napas dan mencoba membuang pikiran tersebut, walau begitu, di lubuk hatinya terdapat ketakutan kalau Owen akan lebih memilih Alyssa dibanding dirinya. Tiba-tiba terdengar bunyi bel pada pintu rumah yang membuatnya tersadar dari lamunan, Amara segera beranjak dari bangku serta berjalan ke arah pintu."Pagi, Amar
Nicholas Right Kiehl duduk di ruang kerja dengan resah sesudah mendengar hal buruk yang menimpa teman dari putrinya. Ayah satu orang anak itu takut kalau nanti Alyssa akan menuduh dirinya yang melakukan hal tersebut. Ia lalu mengembuskan napas secara berat, diiringi iris mata menatap bingkai foto keluarga yang ada di atas meja. "Sekarang, apa yang harus aku lakukan, Sayang?" Nicholas bermonolog dalam hati seraya berharap mendapat jawaban dari masalah yang akan datang, apalagi takut jika putri semata wayangnya akan terseret arus permasalahan berbahaya. Sekali lagi dirinya membuang napas berat, kemudian berteriak memanggil satu anak buahnya yang ada di luar ruangan. "Bambang!" Tanpa menunggu lama si empu nama berjalan masuk dengan tergesa-gesa serta mimik wajah ketakutan. "I ... iyyaaa, Bos," jawabnya gugup. "Cari tahu penyebab kecelakaan yang dialami Owen!" tegas pria yang tengah duduk gelisah. "Aku tidak ingin
"Amara!" panggil Alyssa sembari berjalan menghampiri. Sedangkan si empu nama berhenti melangkah seraya menoleh ke belakang. "Ada apa?" tanyanya.Gadis berambut sebahu itu tersenyum sejenak sambil memandang lekat-lekat wajah temannya. "Bisa kita bicara sebentar?" terang Alyssa. Diikuti gerakan kepala menoleh ke kanan juga kiri, memastikan tidak ada yang menguping pembicaraan.Amara mengerutkan kening sambil menatap bingung, merasa ada hal penting yang ingin dibicarakan temannya. "Ada apa?" sahut perempuan berambut panjang."Bisa kita bicara di tempat lain," imbuh Alyssa. Lalu, mengajak pergi ke tempat yang nyaman untuk mengobrol. Amara setuju dengan ajakan Alyssa, kemudian melangkah bersama menuju kantin rumah sakit.***Walau sedikit merasa bersalah karena membuat dua teman gadisnya marah, tapi pemuda itu merasa nyaman juga damai. Jujur, dia tertekan dengan kehadiran Amara
Owen membuka mata dan melihat Alyysa tertidur di sampingnya dalam posisi duduk,tangan kanannya lalu bergerak menyentuh kepala gadis itu sambil berkata pelan. "Alyssa." Membuat si pemilik nama terkejut sekaligus terbangun, kemudian segera melayangkan pertanyaan dengan nada panik."Owen, bagian mana yang sakit? Aku panggil Dokter sekarang!""Jangan," lirih pemuda itu, "aku baik-baik saja." Ia berbohong, padahal merasakan sakit pada kaki kiri juga tulang rusuk sebelah kanan. Saat memandang paras Alyssa, melihat kedua mata temannya itu bengkak seperti habis menangis. Owen menghela napas panjang, lalu meminta temannya kembali duduk."Alyssa, duduklah."Gadis berwajah cantik itu menurut, kembali duduk tenang sembari menatap sedih. Bibirnya menyimpulkan senyum manis sebelum bertanya tentang kronologis kecelakaan. Sedangkan Owen membuang napas panjang serta memejamkan mata mencoba mengingat kecelakaan yang dialami