"Amara!" panggil Alyssa sembari berjalan menghampiri. Sedangkan si empu nama berhenti melangkah seraya menoleh ke belakang. "Ada apa?" tanyanya.
Gadis berambut sebahu itu tersenyum sejenak sambil memandang lekat-lekat wajah temannya. "Bisa kita bicara sebentar?" terang Alyssa. Diikuti gerakan kepala menoleh ke kanan juga kiri, memastikan tidak ada yang menguping pembicaraan.
Amara mengerutkan kening sambil menatap bingung, merasa ada hal penting yang ingin dibicarakan temannya. "Ada apa?" sahut perempuan berambut panjang.
"Bisa kita bicara di tempat lain," imbuh Alyssa. Lalu, mengajak pergi ke tempat yang nyaman untuk mengobrol. Amara setuju dengan ajakan Alyssa, kemudian melangkah bersama menuju kantin rumah sakit.
***
Walau sedikit merasa bersalah karena membuat dua teman gadisnya marah, tapi pemuda itu merasa nyaman juga damai. Jujur, dia tertekan dengan kehadiran Amara
Nicholas Right Kiehl duduk di ruang kerja dengan resah sesudah mendengar hal buruk yang menimpa teman dari putrinya. Ayah satu orang anak itu takut kalau nanti Alyssa akan menuduh dirinya yang melakukan hal tersebut. Ia lalu mengembuskan napas secara berat, diiringi iris mata menatap bingkai foto keluarga yang ada di atas meja. "Sekarang, apa yang harus aku lakukan, Sayang?" Nicholas bermonolog dalam hati seraya berharap mendapat jawaban dari masalah yang akan datang, apalagi takut jika putri semata wayangnya akan terseret arus permasalahan berbahaya. Sekali lagi dirinya membuang napas berat, kemudian berteriak memanggil satu anak buahnya yang ada di luar ruangan. "Bambang!" Tanpa menunggu lama si empu nama berjalan masuk dengan tergesa-gesa serta mimik wajah ketakutan. "I ... iyyaaa, Bos," jawabnya gugup. "Cari tahu penyebab kecelakaan yang dialami Owen!" tegas pria yang tengah duduk gelisah. "Aku tidak ingin
Amara duduk santai di ruang tamu, melepas lelah setelah hampir dua jam bersih-bersih rumah. Ia yang hari ini masih shift siang memilih menghabiskan waktu pagi dengan merapikan beberapa bagian sudut rumahnya yang terlihat kotor. Gadis itu tiba-tiba mengabaikan acara pada televisi saat mengingat pembicaraan dengan Alyssa tempo hari, jujur, dia tidak tahu maksud kawan barunya dengan berkata seperti itu, tetapi hal tersebut membuatnya resah."Aku menyukai Owen." Kalimat dari Alyssa itu seperti terukir pada benak Amara.Huft ....Gadis yang memilki senyum manis itu mengembuskan napas dan mencoba membuang pikiran tersebut, walau begitu, di lubuk hatinya terdapat ketakutan kalau Owen akan lebih memilih Alyssa dibanding dirinya. Tiba-tiba terdengar bunyi bel pada pintu rumah yang membuatnya tersadar dari lamunan, Amara segera beranjak dari bangku serta berjalan ke arah pintu."Pagi, Amar
21.30 WIB.Danu Prasetyo bergegas masuk ke dalam mobil dan melenggang pergi menuju ke suatu tempat. Lelaki berumur dua puluh lima tahun itu memacu mobilnya dengan kecepatan normal, pasalnya sedang tidak terburu-buru untuk sampai ke tempat tujuan. Dua puluh menit berselang, dirinya sudah berada di Diskotik Purnama, lantas selepas memarkir mobil, segera berjalan masuk ke dalam diskotik untuk bertemu seseorang. Ia mengedarkan pandangan, lalu mengulas senyum saat melihat seorang gadis sedang melambaikan tangan padanya, kemudian melangkah menuju ke tempat gadis itu berada."Hai," sapa Danu pada perempuan yang sedang duduk sambil meminum alkohol serta menikmati alunan musik."Duduklah," pintanya.Danu kemudian duduk, kepalanya bergerak ke kiri juga kanan sesuai alunan musik yang sedang bergema keras. Ia memanggil pelayan untuk memesan alkohol dan beberapa makanan ringan, sesudah itu mulai mengaj
Bunyi ketukan pintu dari luar ruangan membuat Nicholas yang tengah sibuk bekerja secara terpaksa menatap ke asal suara. "Masuk," titahnya, diikuti pintu terbuka dan pria bernama Bambang melangkah ke dalam ruangan. "Siang, Bos," sapa lelaki bertubuh tegap juga kekar."Gimana hasil penyelidikan?" Nicholas segera bertanya ke inti masalah tanpa ingin berbasa-basi.Pria yang berdiri itu sedikit mengembuskan napas, diikuti perubahan raut muka yang terlihat kecewa. "Maaf, Bos," tuturnya, kemudian memberikan alasan. "Saya dan teman-teman sudah mencari orang-orang itu, tapi, kami sama sekali tidak menemukan jejak mereka. Seolah orang-orang tersebut tidak pernah ada.""Maksudmu?" Nicholas bertanya dengan satu alis terangkat naik. Ia bingung akan penjelasan dari anak buahnya."Kami sudah memeriksa CCTV di sekitar lokasi kecelakaan, anehnya, tidak ada satu pun CCTV yang merekam kejadian," tambah Bambang.
Raut muka Bintang dipenuhi keterkejutan diikuti iris mata melebar saat melihat kehadiran Nadia di depan rumah Owen. Laki-laki yang sedang berada di dalam mobil itu penasaran dengan kedatangan calon tunangannya. "Untuk apa Nadia ke sana?" tanyanya dalam hati. Ia lalu berusaha menghubungi lagi anak buahnya, tetapi hasilnya masih seperti sebelumnya.****Di dalam rumah, suasana menjadi sangat canggung, khususnya bagi Owen yang bingung menghadapi kedua tamunya. Di depannya, sudah tersedia dua makanan yang dibawa oleh Alyssa juga Amara, tapi, dirinya bingung harus mencicipi yang mana terlebih dulu. Pemuda berparas tampan itu mendesah kecil sambil memandang kedua tamunya secara bergantian."Ayo makan!" suruh Alyssa serta Amara secara serempak. Dua gadis berparas cantik itu bertukar pandang, sebelum kembali beralih menatap Owen.Di sisi lain, Owen menelan paksa ludahnya, merasa takut dan
22.45 WIB. Bambang duduk di pinggir jalan sambil merokok juga melepas penat bersama tiga rekannya. Pria berusia empat puluh empat tahun itu sedang dirundung bingung akibat gagal melaksanakan tugas dari Nicholas. Dia menghisap rokok dengan penuh khidmat, lalu mengembuskan asapnya sembari berharap mendapat pencerahan."Ketua," lirih salah satu rekan Bambang yang membuka suara. Si empu nama melirik ke sumber suara seraya bertanya. "Ada apa?""Apa orang-orang yang kita cari melarikan diri ke luar kota, ya?" sambung orang itu."Benar, mereka menghilang tanpa jejak sama sekali," tambah pria lainnya. Sedangkan Bambang hanya duduk merenung dengan merokok serta mendengarkan setiap pendapat dari rekan kerjanya. Ia tidak bisa membantah pendapat mereka, pasalnya hal tersebut mungkin benar, akan tetapi, dirinya memiliki pemikiran tersendiri."Ini sangat aneh dan tidak wajar."
Bintang mengamuk ketika berada di rumah, melempar dan menghancurkan segala benda yang ada di ruang tamu. Pikiran pemuda itu tengah kacau, pasalnya semua rencana yang tersusun rapi kini berubah berantakan. "Biadab! Bajingan! Brengsek!' Dia terus mengumpat sambil menghancurkan ruang tamu. Selanjutnya, terduduk lemas seraya tangan meremas kepala, saat itulah bibirnya menyeringai lebar tatkala muncul ide di benaknya. "Benar ...," gumam Bintang, "aku harus membunuh orang itu agar berhasil mendapatkan Amara kembali." Disusul mengeluarkan handphone serta menelepon seseorang."Halo ....""Iya, ini siapa?""Gak perlu basa-basi, gue ada kerjaan buat lu," terang Bintang."Baik, bisa bertemu di mana untuk kesepakatan kontrak?""Besok malam di Diskotek Cemara."****13.10 WIB.
"Amara!" panggil seorang pria yang tengah berdiri memperhatikan pelanggan kafenya serta para karyawan."Iya Pak," sahut cepat si empu nama seraya berjalan menuju sumber suara. "Iya Pak, ada apa?" tanyanya ketika sampai di hadapan pria itu."Segera ke dapur dan ambil pesanan makanan untuk meja nomer tujuh!" perintah pria itu. Amara mengangguk, dan langsung berlalu ke dapur.Tak berselang lama ia kembali dari dapur, segera bergegas untuk mengantarkan makanan ke meja nomer tujuh, lalu, pada saat yang bersamaan pintu kafe terbuka, diiringi langkah kaki seorang laki-laki berjalan masuk ke dalam kafe. Amara melihat sekilas ke arah pintu, dan seketika bola matanya membola sempurna diikuti jantung yang berdegup kencang serta waktu terasa berhenti.#Flash back.Tiga tahun yang lalu.Di t
Bintang mengamuk ketika berada di rumah, melempar dan menghancurkan segala benda yang ada di ruang tamu. Pikiran pemuda itu tengah kacau, pasalnya semua rencana yang tersusun rapi kini berubah berantakan. "Biadab! Bajingan! Brengsek!' Dia terus mengumpat sambil menghancurkan ruang tamu. Selanjutnya, terduduk lemas seraya tangan meremas kepala, saat itulah bibirnya menyeringai lebar tatkala muncul ide di benaknya. "Benar ...," gumam Bintang, "aku harus membunuh orang itu agar berhasil mendapatkan Amara kembali." Disusul mengeluarkan handphone serta menelepon seseorang."Halo ....""Iya, ini siapa?""Gak perlu basa-basi, gue ada kerjaan buat lu," terang Bintang."Baik, bisa bertemu di mana untuk kesepakatan kontrak?""Besok malam di Diskotek Cemara."****13.10 WIB.
22.45 WIB. Bambang duduk di pinggir jalan sambil merokok juga melepas penat bersama tiga rekannya. Pria berusia empat puluh empat tahun itu sedang dirundung bingung akibat gagal melaksanakan tugas dari Nicholas. Dia menghisap rokok dengan penuh khidmat, lalu mengembuskan asapnya sembari berharap mendapat pencerahan."Ketua," lirih salah satu rekan Bambang yang membuka suara. Si empu nama melirik ke sumber suara seraya bertanya. "Ada apa?""Apa orang-orang yang kita cari melarikan diri ke luar kota, ya?" sambung orang itu."Benar, mereka menghilang tanpa jejak sama sekali," tambah pria lainnya. Sedangkan Bambang hanya duduk merenung dengan merokok serta mendengarkan setiap pendapat dari rekan kerjanya. Ia tidak bisa membantah pendapat mereka, pasalnya hal tersebut mungkin benar, akan tetapi, dirinya memiliki pemikiran tersendiri."Ini sangat aneh dan tidak wajar."
Raut muka Bintang dipenuhi keterkejutan diikuti iris mata melebar saat melihat kehadiran Nadia di depan rumah Owen. Laki-laki yang sedang berada di dalam mobil itu penasaran dengan kedatangan calon tunangannya. "Untuk apa Nadia ke sana?" tanyanya dalam hati. Ia lalu berusaha menghubungi lagi anak buahnya, tetapi hasilnya masih seperti sebelumnya.****Di dalam rumah, suasana menjadi sangat canggung, khususnya bagi Owen yang bingung menghadapi kedua tamunya. Di depannya, sudah tersedia dua makanan yang dibawa oleh Alyssa juga Amara, tapi, dirinya bingung harus mencicipi yang mana terlebih dulu. Pemuda berparas tampan itu mendesah kecil sambil memandang kedua tamunya secara bergantian."Ayo makan!" suruh Alyssa serta Amara secara serempak. Dua gadis berparas cantik itu bertukar pandang, sebelum kembali beralih menatap Owen.Di sisi lain, Owen menelan paksa ludahnya, merasa takut dan
Bunyi ketukan pintu dari luar ruangan membuat Nicholas yang tengah sibuk bekerja secara terpaksa menatap ke asal suara. "Masuk," titahnya, diikuti pintu terbuka dan pria bernama Bambang melangkah ke dalam ruangan. "Siang, Bos," sapa lelaki bertubuh tegap juga kekar."Gimana hasil penyelidikan?" Nicholas segera bertanya ke inti masalah tanpa ingin berbasa-basi.Pria yang berdiri itu sedikit mengembuskan napas, diikuti perubahan raut muka yang terlihat kecewa. "Maaf, Bos," tuturnya, kemudian memberikan alasan. "Saya dan teman-teman sudah mencari orang-orang itu, tapi, kami sama sekali tidak menemukan jejak mereka. Seolah orang-orang tersebut tidak pernah ada.""Maksudmu?" Nicholas bertanya dengan satu alis terangkat naik. Ia bingung akan penjelasan dari anak buahnya."Kami sudah memeriksa CCTV di sekitar lokasi kecelakaan, anehnya, tidak ada satu pun CCTV yang merekam kejadian," tambah Bambang.
21.30 WIB.Danu Prasetyo bergegas masuk ke dalam mobil dan melenggang pergi menuju ke suatu tempat. Lelaki berumur dua puluh lima tahun itu memacu mobilnya dengan kecepatan normal, pasalnya sedang tidak terburu-buru untuk sampai ke tempat tujuan. Dua puluh menit berselang, dirinya sudah berada di Diskotik Purnama, lantas selepas memarkir mobil, segera berjalan masuk ke dalam diskotik untuk bertemu seseorang. Ia mengedarkan pandangan, lalu mengulas senyum saat melihat seorang gadis sedang melambaikan tangan padanya, kemudian melangkah menuju ke tempat gadis itu berada."Hai," sapa Danu pada perempuan yang sedang duduk sambil meminum alkohol serta menikmati alunan musik."Duduklah," pintanya.Danu kemudian duduk, kepalanya bergerak ke kiri juga kanan sesuai alunan musik yang sedang bergema keras. Ia memanggil pelayan untuk memesan alkohol dan beberapa makanan ringan, sesudah itu mulai mengaj
Amara duduk santai di ruang tamu, melepas lelah setelah hampir dua jam bersih-bersih rumah. Ia yang hari ini masih shift siang memilih menghabiskan waktu pagi dengan merapikan beberapa bagian sudut rumahnya yang terlihat kotor. Gadis itu tiba-tiba mengabaikan acara pada televisi saat mengingat pembicaraan dengan Alyssa tempo hari, jujur, dia tidak tahu maksud kawan barunya dengan berkata seperti itu, tetapi hal tersebut membuatnya resah."Aku menyukai Owen." Kalimat dari Alyssa itu seperti terukir pada benak Amara.Huft ....Gadis yang memilki senyum manis itu mengembuskan napas dan mencoba membuang pikiran tersebut, walau begitu, di lubuk hatinya terdapat ketakutan kalau Owen akan lebih memilih Alyssa dibanding dirinya. Tiba-tiba terdengar bunyi bel pada pintu rumah yang membuatnya tersadar dari lamunan, Amara segera beranjak dari bangku serta berjalan ke arah pintu."Pagi, Amar
Nicholas Right Kiehl duduk di ruang kerja dengan resah sesudah mendengar hal buruk yang menimpa teman dari putrinya. Ayah satu orang anak itu takut kalau nanti Alyssa akan menuduh dirinya yang melakukan hal tersebut. Ia lalu mengembuskan napas secara berat, diiringi iris mata menatap bingkai foto keluarga yang ada di atas meja. "Sekarang, apa yang harus aku lakukan, Sayang?" Nicholas bermonolog dalam hati seraya berharap mendapat jawaban dari masalah yang akan datang, apalagi takut jika putri semata wayangnya akan terseret arus permasalahan berbahaya. Sekali lagi dirinya membuang napas berat, kemudian berteriak memanggil satu anak buahnya yang ada di luar ruangan. "Bambang!" Tanpa menunggu lama si empu nama berjalan masuk dengan tergesa-gesa serta mimik wajah ketakutan. "I ... iyyaaa, Bos," jawabnya gugup. "Cari tahu penyebab kecelakaan yang dialami Owen!" tegas pria yang tengah duduk gelisah. "Aku tidak ingin
"Amara!" panggil Alyssa sembari berjalan menghampiri. Sedangkan si empu nama berhenti melangkah seraya menoleh ke belakang. "Ada apa?" tanyanya.Gadis berambut sebahu itu tersenyum sejenak sambil memandang lekat-lekat wajah temannya. "Bisa kita bicara sebentar?" terang Alyssa. Diikuti gerakan kepala menoleh ke kanan juga kiri, memastikan tidak ada yang menguping pembicaraan.Amara mengerutkan kening sambil menatap bingung, merasa ada hal penting yang ingin dibicarakan temannya. "Ada apa?" sahut perempuan berambut panjang."Bisa kita bicara di tempat lain," imbuh Alyssa. Lalu, mengajak pergi ke tempat yang nyaman untuk mengobrol. Amara setuju dengan ajakan Alyssa, kemudian melangkah bersama menuju kantin rumah sakit.***Walau sedikit merasa bersalah karena membuat dua teman gadisnya marah, tapi pemuda itu merasa nyaman juga damai. Jujur, dia tertekan dengan kehadiran Amara
Owen membuka mata dan melihat Alyysa tertidur di sampingnya dalam posisi duduk,tangan kanannya lalu bergerak menyentuh kepala gadis itu sambil berkata pelan. "Alyssa." Membuat si pemilik nama terkejut sekaligus terbangun, kemudian segera melayangkan pertanyaan dengan nada panik."Owen, bagian mana yang sakit? Aku panggil Dokter sekarang!""Jangan," lirih pemuda itu, "aku baik-baik saja." Ia berbohong, padahal merasakan sakit pada kaki kiri juga tulang rusuk sebelah kanan. Saat memandang paras Alyssa, melihat kedua mata temannya itu bengkak seperti habis menangis. Owen menghela napas panjang, lalu meminta temannya kembali duduk."Alyssa, duduklah."Gadis berwajah cantik itu menurut, kembali duduk tenang sembari menatap sedih. Bibirnya menyimpulkan senyum manis sebelum bertanya tentang kronologis kecelakaan. Sedangkan Owen membuang napas panjang serta memejamkan mata mencoba mengingat kecelakaan yang dialami