Pagi buta, Jeremy, Jonathan dan James sudah bersiap untuk berangkat ke Heaventown. Tiga kakak-beradik itu baru saja selesai memasukkan semua barang Deric ke dalam mobil. Tak lama setelahnya, pria-pria itu mendaratkan tubuh ke kursi kendaraan.
“Apa semua barang sudah kau masukkan dengan benar, James?” tanya Jeremy yang berada di kursi kemudi.
James hanya berdeham sebagai pengganti jawaban. Sejujurnya, ia malas berbicara pada kedua kakaknya. Setelah Jeremy menemukan foto-foto yang berisi dirinya tengah berpesta di rumah, mereka benar-benar kalap dan langsung memukulinya tanpa ampun. Tak terhitung pula umpatan dan cacian yang ia terima. Meski sudah terjadi beberapa hari lalu, tetapi luka di sudut mata dan bibir masih terasa. Begitupun dengan hatinya.
Jeremy mengembus napas panjang, lalu mulai melajukan kendaraan. Jonathan sendiri hanya menatap dingin James. Keduanya sama sekali tak berbicara setelah kejadian itu. Keduanya marah karena perilaku masing-ma
“Maaf jika penampilanku membuat kalian berdua kecewa,” kata Deric. Caraline mengembus napas panjang beberapa kali, menoleh pada Helen sekilas. Asistennya itu nyatanya tengah menunduk dalam, di mana jemarinya saling meremas satu sama lain. Wajahnya yang memerah mengindikasikan jika dirinya tengah gemetar. Caraline menggeser tubuh dari Helen beberapa langkah, kemudian berbalik seraya mengibas rambut. Kedua tangannya refleks terlipat di depan dada. “Penampilanmu masih buruk seperti biasanya,” ucapnya pada Deric. “Benarkah?” Deric mengamati penampilannya beberapa kali. “Jadi aku harus berpenampilan seperti apa agar terlihat baik di matamu?” “Ber-berhenti bicara omong kosong. Ke-keburukan adalah sisi lain darimu.” Caraline menyelipkan anak rambut ke belakang telinga. “Pakaian mahal tidak lantas akan mengubah seseorang.” “Helen,” panggil Deric sembari mendekat. “I-ya.” Helen masih membela
Setengah jam kemudian, Deric dan Helen tiba di rumah sakit Heavantown. Sebelum turun dari mobil, Helen sengaja memakai selendang dan kacamata hitam untuk menyamarkan penampilan. Ini sebagai antisipasi jika ada beberapa pengunjung nakal yang memotret dirinya di rumah sakit ini secara diam-diam. Ia tak ingin kedatangannya ke tempat ini justru menghadirkan asumsi buruk di masyarakat, terlebih datang dengan seorang pria.Rumah sakit ini merupakan rumah sakit terbaik di Kota Heaventown. Banyak kalangan pejabat, selebritis, hingga pengusaha terkenal menggunakan jasa lembaga kesehatan itu. Oleh karena itu, tak heran jika beberapa awak media cukup sering lalu lalang di tempat ini. Untuk menghindari hal yang tidak diiinginkan, Helen sengaja memilih menggunakan jalur VVIP untuk menuju ruangan Dokter Tommy.“Jujur saja, aku menyukai penampilan barumu, Helen,” kata Deric ketika dirinya dan Helen baru saja memasuki elevator.Helen sedikit menggeser jarak dengan D
“Ceritakan semua hal tentang Deric padaku,” kata Caraline.Jeremy, Jonathan dan James sontak tercenung ketika mendengar ucapan Caraline. Ketiga saudara itu menoleh satu sama lain, diam beberapa saat.Melihat respons itu, Caraline hanya memutar bola mata. “Aku mengundang kalian bukan untuk melihat tingkah kalian yang menyebalkan. Jika kalian ingin aku menginvestasikan uangku di perusahaan kalian, jawab pertanyaan dengan jujur dan jangan membuang waktuku lebih lama.”“Ba-baik, Nona,” sahut Jeremy, “Anda ingin kami bercerita dari mana?”“Terserah,” ketus Caraline seraya mengalihkan pandangan ke samping. “Kalian boleh mengatakan apa pun selama itu perlu kudengar. Aku tidak akan memotong ucapan kalian.”Jeremy masih menyuguhkan senyum penuh keterpaksaan. Ia sungguh tak mengerti dengan jalan pikiran wanita di depannya. Kenapa demi hal yang berhubungan dengan Deric, Caraline mau memba
Helen menghabiskan waktu dengan membaca beberapa majalah kesehatan di ruang tunggu. Setelah puas dijejali informasi, wanita itu memilih sedikit bersantai. Sudah hampir setengah jam Deric diperiksa Dokter Tommy, tetapi belum ada tanda-tanda jika pria itu akan kembali.Helen memutuskan untuk berjalan-jalana mengelilingi sekitar area rumah sakit. Wanita itu bisa bergerak lebih leluasa karena ruangan VVIP ini sepi dari kerumunan orang. Pihak media akan kesulitan memasuki kawasan ini jika tidak memiliki kartu akses. Puas mengitari sekeliling, Helen kembali duduk di ruang tunggu.Helen menoleh ketika ponselnya bergetar. Ia mendapat sebuah pesan dari tim yang ditugaskannya untuk mencari informasi terkait tugas khusus yang diberikan Caraline padanya. Sebelah alisnya segera tertekuk ketika melihat judul file yang dikirimkan anak buahnya.“Daftar pasien kecelakaan enam tahun yang lalu di semua rumah sakit di Kota Springtown,” ujar Helen. Helen sa
“Dia adikku,” kata Caraline dengan nada datar, tetapi menusuk.James sontak menegang. Rahangnya seakan lapuk hingga mulutnya menganga lebar bak terowongan. Sementara itu, Jeremy dan Jonathan dengan kompak meneguk saliva. Wajah ketiga bersaudara itu mendadak pucat pasi seperti susu basi.James mengelus rambut beberapa kali, menunduk dalam, menjadikan sepatu sebagai objek pelarian. Ia tak berani menoleh sedikit pun pada kedua kakaknya, terlebih pada Caraline. Ia sudah tahu bagaimana nasibnya dipertaruhkan setelah ini. Jeremy dan Jonathan sudah dipastikan akan menghajarnya kembali.Sementara itu, mendengar penuturan James, Caraline hanya bisa meremas ujung gaun kuat-kuat. Matanya memelotot tajam dengan genangan air mata yang tertahan. Udara seakan menipis hingga dirinya kesulitan untuk bernapas. Ia sama sekali tak berani membayangkan bagaimana kehidupan Carla di sekolah.Caraline menyandarkan punggung ke sandaran kursi dengan pelan, lalu menoleh
Caraline kembali ke ruangan ketika dirasa siap. Bagaimanapun juga wanita itu tidak boleh menyia-nyiakan waktu dan kesempatan. Apa pun hasil dari pembicaraan ini, ia harus siap untuk menerima semua konsekuensinya.Caraline berusaha mencari posisi duduk ternyaman. Wanita itu menyugar rambut beberapa kali untuk mengesankan jika dirinya baik-baik saja. Meski begitu, atmosfer ruangan ini kembali menyudutkannya. Ia benar-benar merasa tak nyaman. Ayolah Caraline, batinnya.“Ceritakan padaku soal kecelakaan yang menimpa Deric,” kata Caraline dengan satu tarikan napas. Jemarinya sampai menarik gaun bawah dengan agak kuat.Jeremy dan Jonathan sontak saja tercekat. Keduanya saling bertukar pandangan cukup lama, diam untuk memastikan pertanyaan yang baru saja terlontar. Terkhusus James, ia hanya bisa menatap kedua kakaknya yang dilanda keterkejutan. Ia yang akan mengambil kue, kembali menarik tangannya.“Ke-kecelakaan?” tanya Jeremy m
Caraline mengembus napas panjang ketika baru saja keluar dari ruangan. “Awasi tiga pria itu selama berada di rumahku,” ujarnya pada para penjaga.“Baik, Nona,” balas tiga pria berseragam hitam dengan serempak.Caraline melangkah menuju kamar. Ketika memasuki ruangan, ia menemukan Grace dan beberapa maid tengah mengatur boks-boks kardus. Kamar ini tampak penuh dengan barang-barang Deric. “Keluar dari ruangan ini sekarang juga,” pintanya sembari menunjuk pintu.“Baik,” jawab para maid kompak.Setelah para asisten rumah tangga itu meninggalkan kamar, Caraline segera mengunci pintu, duduk di sofa yang berhadapan tak jauh dari tumpukan barang milik Deric. Wanita itu mengembus napas panjang, memijat dahi perlahan. Ketiga saudara Deric nyatanya tak serta-merta menjawab dahaga penasarannya. Masih ada rahasia tersembunyi tentang sosok Deric.Caraline beranjak dari sofa, mulai mengecek boks. J
Begitu keluar dari ruangan, Jeremy segera berjalan menuju tangga dengan langkah terburu-buru. Melihat sang kakak yang seperti tengah dikejar hantu menyeramkan, Jonathan segera mengikuti dari belakang.“Ada apa, Kak?” tanya Jonathan ketika keduanya berjalan sejajar di anak tangga, “apa ada sesuatu yang mengganggumu?”“Ikuti aku dan jangan banyak bicara,” balas Jeremy tanpa menoleh sedikit pun.Jonathan mengangguk singkat, lantas menoleh pada James yang tengah memandangi bangunan rumah ini dengan sorot penuh kekaguman. Sejujurnya, ia masih sebal dengan tingkah adiknya. James tampak tak acuh dengan masalah yang baru saja ditimbulkannya.“Terima kasih,” ujar Jeremy ketika seorang maid memberikan segelas minuman.Jonathan langsung tersadar jika dirinya sudah menapak di lantai bawah. Ia segera mengambil segelas minuman, kemudian menyusul Jeremy yang sudah lebih dahulu berjalan ke arah pintu keluar.