Caraline mengerjap beberapa kali sebelum tubuhnya bangkit dari posisi tidur. Wanita itu kemudian memijat kepala secara perlahan seraya mengalihkan posisi duduk ke bibir kasur. Ketika penglihatannya kembali ke sedia kala, matanya sontak membola saat melihat kondisi ruangan yang gelap.
Mengenyahkan rasa panik, Caraline segera meraih ponsel yang berada di atas nakas meski sebelumnya harus meraba beberapa benda lebih dahulu. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam saat layar telepon genggam itu menyala.
“Sudah berapa lama aku tertidur?” Caraline menyipit saat cahaya ponsel menyinari wajahnya yang masih dilingkupi kebingungan.
Untuk mengusir gelap, Caraline segera menyalakan listrik dengan bantuan ponselnya. Dalam sekejap, ruangan kembali bermandikan cahaya. Wanita itu kembali berbaring di kasur dengan pandangan yang menatap langit-langit kamar. Saking hening, ia bisa mendengar deru napasnya sendiri.
Caraline tenggelam dalam lamunan. Kilasan me
Begitu bunyi ‘ting’ terdengar, Caraline dengan langkah cepat segera keluar dari elevator. Ia bergegas menuju rooftop, kemudian berhenti saat berada di depan pintu.“Aku akan benar-benar melenyapkanmu!” ujar Caraline seraya menekan kata sandi.Saat pintu terbuka, Caraline tak lantas memasuki ruangan. Ia lebih dahulu menstabilkan napas sembari berpikir tentang hal bodoh apa yang baru saja dirinya lakukan. Caraline mengentak lantai dengan kuat saat mulai memasuki ruangan. Kondisi tempat ini cukup gelap sehingga membutuhkan kehati-hatian. Sumber cahaya yang ada hanya berasal dari sinar rembulan dan taburan bintang di langit yang tampak jelas terlihat melalui kubah transparan.Caraline kemudian menekan ponselnya yang sudah tersambung dengan sistem taman rooftop. Tak lama setelahnya, ruangan kembali terang benderang. Wanita itu segera memindai sekeliling sembari membiarkan langkahnya melumat rerumputan hijau.
Caraline menampar pipinya beberapa kali ketika sudah berada di dalam elevator. Parasnya benar-benar sudah semerah kepiting rebus. Ia lantas menjerit sembari menarik rambutnya berkali-kali saking malu dan kesal atas apa yang baru saja terjadi. Bayangkan saja, seorang CEO perusahaan kosmetik dan fashion tampil dengan keadaan memprihatinkan seperti ini, terlebih di hadapan seorang pria asing yang baru saja dikenalnya dua hari lalu.Caraline melumat lantai dengan langkah cepat saat pintu elevator terbuka. Begitu keluar dari lobi, ia segera meraup oksigen dengan rakus. Wanita itu kemudian mendekap dirinya saat udara dingin terasa menusuk hingga tulang.“Kau pasti baik-baik saja,” ujar Deric yang baru saja keluar dari lobi.Caraline terpejam sesaat seiring dengan kepala tangan yang mengeras. Ia sama sekali tidaak berniat untuk menoleh pada Deric. “Berani sekali kau mengikutiku,” ucapnya.“Aku sangat yakin kalau kau baru sa
“Aku juga berjanji,” ujar Deric yang berhasil menarik perhatian Caraline hingga menoleh ke arahnya kembali. “Aku berjanji akan melindungimu dengan semua hal yang kupunya.”Caraline serasa tersengat listrik hingga tubuhnya bergetar hebat ketika mendengar perkataan Deric. Jantungnya laksana akan meledak seiring dengan matanya yang membola. “Ja-jangan bercanda! Itu terdengar sangat tidak masuk akal.”“Dunia memang dipenuhi hal yang tidak masuk akal,” ujar Deric seraya tertawa kecil saat mengingat bahwa Caraline pernah mengatakan hal yang sama.Caraline menoleh dengan raut kesal, lantas berdecak. Pria di sampingnya baru saja mengembalikan kata-katanya saat itu. Menyebalkan sekali.“Lihatlah dirimu lebih dalam!” Caraline berbicara dengan tatapan merendahkan. “Kau bahkan menggantungkan hidupmu di kursi roda. Jadi, bagaimana mungkin aku bisa percaya dengan kata-katamu
Deric mengerjap saat cahaya matahari mencumbu kesadarannya. Pria itu memijat kepala perlahan, kemudian mengubah posisi menjadi duduk. Begitu penglihatannya berangsur normal, ia mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Tempat ini tampak asing.Deric keluar ruangan bersama kursi rodanya. Pemandangan yang pertama kali menyambutnya adalah sebuah danau kecil dan halaman yang luas dengan pepohonan yang tertata dengan apik. Begitu menoleh ke samping, tampak sebuah bangunan megah berdiri dengan gagah. Deric mendorong maju kursi rodanya. Pandangannya masih setia memindai sekeliling seiring dengan tubuhnya yang mengitari halaman. Entah khayalan atau dirinya masih terjebak di alam mimpi, ia seperti tengah berada di sebuah taman kerajaan, dan indah adalah kata yang mampu mewakili keadaan yang ia lihat saat ini.Puas mengitari halaman, Deric beranjak menuju pinggiran danau. Tampak dua ekor angsa sedang berenang mengitari lokasi. Tak jauh dari kursi rodanya berada,
Hari yang benar-benar menyebalkan bagi Caraline. Saat mobil memasuki gerbang kantor, ia melihat sekumpulan awak media tengah memadati lobi. Ia masuk dengan penjagaan ketat. Wanita itu mengembus napas panjang begitu keluar dari elevator. Saat akan menuju ruangannya, ia dikejutkan oleh Helen yang tengah berdiri di depan pintu dengan raut cemas.“Anda baik-baik saja, Nona?” tanya Helen seraya mengikuti pergerakan Caraline yang berjalan menuju ruangan. “Aku sangat khawatir karena Nona tidak membalas pesan dan mengangkat panggilan dariku.”“Aku harap aku baik-baik saja sekarang,” balas Caraline seraya mendaratkan tubuh di kursi. Saat menoleh ke arah jam, waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. “Apa agendaku sekarang, Helen?”Helen meremas rok, kemudian menoleh pada Caraline dengan gelisah. “Nona, sebenarnya ada seseorang yang sudah menunggu Nona sejak tadi.”Caraline yang baru saja membuka laptop
Alunan musik dan pemandangan malam yang disuguhkan Heaventown benar-benar membuat makan malam terasa istimewa. Untuk beberapa saat, Caraline dan Diego larut dalam hidangan yang tersaji. Ketika pandangan mereka tak sengaja saling menumbuk, keduanya sibuk merangkai senyum di wajah masing-masing.“Malam ini benar-benar istimewa bagiku,” ujar Diego sembari memberi kode pada wanita cantik di depannya untuk bersulang.“Apa karena malam ini indah?” tanya Caraline sembari membalas dentingan gelas Diego.Keduanya meneguk minuman masing-masing dengan pandangan yang tak lepas satu sama lain.“Tentu karena aku bisa menghabiskan waktu berdua dengan wanita ....” Diego menjeda ucapan.“Wanita?” Caraline meletakkan kembali gelas ke meja. Kedua alisnya bertaut.“Wanita tangguh seperti Nona,” jawab Diego.Caraline tertawa pelan sembari menyugar rambutnya yang tergerai. “Aku bahkan
Caraline dibuat menganga saat menyadari busana yang melekat di tubuh Deric adalah pakaian yang dikenakannya sejak kemarin. Wanita itu bahkan mengerjap beberapa kali saking tak percaya dengan kenyataan yang baru saja terjadi. “Apa yang sebenarnya ada dalam benakmu!” pekiknya.“Saking besarnya rumah ini, aku sampai kesulitan untuk mencari beberapa potong baju, terlebih dengan kondisiku yang tak mendukung,” ungkap Deric jujur, “lagi pula dedaunan di kawasan ini tidak cocok dijadikan pakaian.”Caraline berdecak. Pria lumpuh ini tengah menyindirnya. “Lalu kenapa kau—”“Untuk itulah aku ingin kembali ke rumah untuk mengambil beberapa potong baju sekaligus mengambil dompet dan ponselku,” sela Deric.Caraline terbahak. “Aku sangat yakin deretan angka di rekeningmu pasti membuatku tercengang saat melihatnya.”“Kau terlalu memuji. Pekerjaanku sebagai freelancer tentu
Setelah hampir dua jam perjalanan, mobil akhirnya menepi di depan halaman kediaman Aberald. Saat Deric akan bersiap turun, pintu mobil tiba-tiba terbuka dari luar.“Bi-biar kubantu, Tuan jacob,” ujar Helen yang kian memperlebar celah pintu. Wajahnya tenggelam dalam kegugupan, sedang tatapannya tertuju pada rerumputan.“Tidak perlu, Nona.” Deric menolak halus. “Terima kasih.”Helen mundur beberapa langkah. Ia ingin menolong, tetapi raganya malah membeku. Sebagai gantinya, ia hanya bisa mengamati Deric melalui ekor mata.“Kau bisa memanggilku dengan sebutan Deric,” ujar sang empunya nama begitu sudah kembali duduk di kursi roda.“Ba-baik, Tuan Deric.”“Cukup Deric saja tanpa embel-embel tuan,” kata Deric.Helen mendongak di saat Deric merangkai senyum. Hal itu sontak membuatnya mundur secara perlahan. Wanita itu kembali ke kesadaran penuh ketika angin mencumbu helai
Jeremy, Jonathan dan James tampak tegang saat mengikuti seorang pengawal menuju pinggiran taman. Deburan ombak menjadi musik pengiring degup jantung mereka yang menggila. Ketiganya mendadak terdiam ketika melihat Deric tengah memunggungi mereka di dekat pagar. Tak lama setelahnya, pengawal tadi memilih pamit. Untuk beberapa detik lamanya hanya ada keheningan yang meruang di antara keempat pria itu. Jeremy, Jonathan dan James saling melempar tatapan satu sama lain, bingung dengan tindakan apa yang akan mereka ambil saat ini. Haruskah mereka pamit? Deric perlahan berbalik, tersenyum menyambut ketiga saudara tirinya. Ia berjalan mendekat, tetapi Jeremy, Jonathan dan James sama sekali tidak bergerak dari tempat mereka atau bahkan menoleh ke arahnya. “Aku sudah menunggu kedatangan kalian,” kata Deric. Jeremy, Jonathan dan James sama sekali belum menggubris pertanyaan Deric. Wajah mereka juga belum sepenuhnya terangkat. “Bukankah kau sangat merinduk
Enam bulan kemudian Kabar pernikahan Presiden Universe Corporation membuat satu negara menjadi heboh. Banyak para wanita yang memimpikannya menjadi pasangan tiba-tiba merasakan patah hati dan kesedihan mendalam. Tak sedikit yang menjadikan hari itu sebagai hari patah hati nasional.Desas-desus beredar bak jamur di musim hujan mengenai siapa wanita beruntung yang akan menjadi pasangan seorang Jacob Balderic. Setelah enam bulan lalu sosok Presiden Universe Corporation itu muncul di publik dan memperkenalkan dirinya, pria itu sama sekali tidak pernah muncul kembali di hadapan media. Namun, beritanya terus memenuhi lini berita dan tayangan televisi.Kemudian setelah seminggu kabar penikahan itu terdengar, media berhasil membongkar siapa wanita beruntung tersebut yang tak lain adalah Caraline. Banyak pihak yang setuju dengan hal itu, berpendapat jika kedua sangat cocok. Akan tetapi, tak sedikit yang justru mencibir dan merundung Caraline di
Hampir semua mata tertuju pada seorang pria tampan bermanik biru yang baru saja mengakui dirinya sebagai pemilik perusahaan nomor satu di negara ini. Suasana acara seketika sunyi senyap, begitupun dengan orang-orang yang melihat berita dari saluran televisi dan internet. Tak lama setelahnya, decak kagum penuh pujian bersahutan dengan tepuk tangan yang bergemuruh.“Astaga, Nona.” Helen yang terkejut tanpa sadar mengguncang tubuh Caraline. “Bukankah itu Tuan Deric? Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Dia bisa berjalan dengan kedua kakinya dan saat ini dia berada di depan Nona.”Helen menoleh pada Caraline yang tengah menunduk dengan wajah diliputi senyuman. Saat menyadari sesuatu, Helen dengan cepat mengendalikan diri. Kini, ia tahu alasan di balik perubahan Caraline selama dua minggu ini.“Nona Caraline,” panggil Helen dengan senyum merekah. Meski ada retakan di hatinya, ia ikut berbahagia ketika melihat Caraline saat ini.
Seminggu berlalu setelah pertemuan Caraline dengan Deric di rooftop gedung. Namun, senyum bahagianya tak kunjung juga reda. Helen, Stevan serta seluruh maid dibuat tak mengerti akan sikap wanita itu. Jika beberapa bulan yang lalu Caraline dirundung kesedihan, maka selama seminggu terakhir, ia justru diliputi kebahagiaan.Caraline mengunjungi sebuah acara yang diselenggerakan oleh salah satu anak perusahaan Universe Coporation di sebuah taman luas. Banyak pejabat dan pengusaha terkenal ikut hadir dalam acara, termasuk Henry Hulbert.Caraline benar-benar tak bisa duduk dengan tenang ketika melihat Henry Hulbert tampil di atas panggung. Pandangannya seringkali tertuju ke sekeliling. Besar kemungkinan jika Deric juga berada di acara ini, pikirnya.Caraline sama sekali tidak menerima pesan apa pun dari Deric selama seminggu ini. Ia juga sengaja tidak menghubungi pria itu. Jika dahulu rindu sangat menyiksa, maka kerinduaan ini justru kian membesarkan rasa cin
Caraline dan Deric saling memandang satu sama lain selama beberapa waktu, ternggelam dalam perasaan masing-masing. Cahaya lampu di sekeliling rooftop tampak berganti warna seiring waktu berjalan.“Aku hanya takut jika kau tidak sadarkan diri lagi seperti waktu itu,” ujar Deric tiba-tiba.“Apa maksudmu?” tanya Caraline dengan pipi merona merah.“Kau tahu, kau tiba-tiba pingsan saat kita akan melakukan ... ‘itu’ di kamarmu.” Deric tertawa, mengelus lembut rambut Caraline.“Pingsan?” Caraline menaikkan satu alis. “Bukankah kita memang pernah melakukannya?”“Sama sekali tidak,” ungkap Deric, “kau sepertinya sangat gugup sampai kau tak sadarkan diri, terlebih selama tertidur kau tidak berhenti tersenyum.”Caraline tiba-tiba saja membelakangi Deric, menutup mata dengan wajah yang sudah sangat merah. Ia benar-benar malu ketika mendengarnya. Jadi
Sekujur tubuh Caraline kian bergetar ketika melihat sosok Deric tengah berdiri di depannya. Ponselnya sampai terjatuh saking tak bisa menahan keterkejutan. Untuk beberapa saat, ia hanya bisa menahan napas dengan tatapan tak berkedip.Caraline serasa ditimpa keterkejutan di atas keterkejutan. Ia memang sangat menginginkan Deric kembali berjalan, tetapi saat melihat hal itu secara langsung, Caraline justru hanya bisa tercenung tanpa bisa melakukan apa pun. Bibirnya setengah terbuka, tetapi dengan cepat kembali tertutup.Bukankah Deric tampak sempurna dengan penampilannya saat ini?Caraline mencubit lengan kirinya kuat-kuat. Ia merasakan sakit yang luar biasa di sana. Hal itu menandakan bahwa dirinya tengah berada di alam nyata. Meski demikian, Caraline masih merasa tersesat di alam mimpi. Deric yang selama ini ia anggap pria yang sudah kehilangan mimpi-mimpinya justru adalah sosok misterius yang selama ini orang-orang ingin ketahui. Deric tak lain adalah sosok pri
“Deric.”Untuk beberapa detik lamanya Caraline hanya bisa terdiam dengan mata membulat lebar. Mulutnya setengah terbuka dengan tatapan penuh ketidakpercayaan. Semua bayangan kebersamaannya dengan Deric seketika menyergap, membuat tubuhnya hampir saja ambruk di lantai. Tetesan air mata tanpa bisa dibendung kian membanjiri pipi.Caraline tahu bahwa dirinya sangat merindukan Deric lebih dari apa pun. Akan tetapi, ketika pria itu sudah berada di depannya saat ini, ia hanya bisa diam tanpa ada keinginan untuk mendekat atau bahkan memeluknya erat.Waktu terasa berhenti bagi Caraline. Semua pemandangan di sekelilingnya mendadak berubah menjadi hitam dan putih, kecuali Deric seorang. Di saat yang bersamaan, dunia menjadi menjadi sunyi senyap.Apa mungkin kerinduannya yang sangat besar pada Deric justru membawa pria itu kembali ke hadapannya?Apa mungkin ini semua khayalan?Apa mungkin saat ini ia berada di alam mimpi?Caraline mas
Dua bulan kemudian Acara pencarian bakat yang diselenggarakan salah satu anak perusahan Universe Corporation mendapat sambutan yang sangat luar biasa dari masyarakat. Acara tersebut menduduki peringkat tertinggi selama beberapa minggu acara tersebut berlangsung. Puncaknya pada laga final yang ditayangkan kemarin malam. Para peserta menampilkan hiburan sekaligus penampilan yang sangat luar biasa. Acara tersebut bahkan sampai ditayangkan di beberapa negara tetangga. Antusiasme masyarakat dan warganet pada program tersebut sangat tinggi hingga pihak penyelenggaran berniat untuk kembali menyelenggarakan acara serupa dengan konsep segar dan baru. Sebagai bentuk apresiasi pencapaian dan keberhasilan, diadakan penjamuan makan mewah untuk seluruh mitra yang bergabung dalam program tersebut. Beberapa petinggi Universe Corporation ikut hadir di mana salah satunya adalah Henry Hulbert. Caraline nyatanya masih berada di dalam kama
Satu bulan berlalu dengan cepat. Caraline kembali menata hidupnya yang baru. Diego dijatuhi hukuman sepuluh tahun penjara untuk semua kejahatan yang sudah diperbuatnya. Meski tak sebanding, tetapi hal itu cukup membuat dirinya merasa lega. Di sisi lain, Wilson juga ikut terseret ke dalam jeruji besi. Meski keluarga Wattson berusaha untuk membebaskannya, tetapi pria itu tetap mendapat hukuman tiga tahun penjara.Kehidupan Caraline lmabat laun kembali ke sedia kala seperti sebelum mengenal Deric. Wanita itu disibukkan dengan pekerjaan kantor. Akan tetapi, kerinduan dan rasa cintanya pada pria itu justru kian tak dapat dibendung.Caraline memiliki kebiasan baru saat ini. Ketika dirinya sangat merindukan Deric, ia akan pergi ke bekas kediaman pria itu, lalu bermalam di sana. Caraline akan tersenyum saat melihat deretan foto yang terpampang di dinding dan tak lama setelahnya menangis.Pencarian Deric, Lucy dan Thomas masih terus berlangsung hingga saat ini. Namun, be