"SILVYA!!!!!!" Bill segera mengangkat tubuh Silvya yang tergolek lemas.
Tangan Silvya terus mengeluarkan darah. Wajah Silvya terlihat pucat dengan sisa airmata yang membekas di wajahnya. Bill membawa Silvya menuju kamar dan meletakkan di sana.
"Silvya! Why you doing this?" Suara Bill terdengar penuh penyesalan. Ia menyobek sebagian kemejanya untuk membalut pergelangan tangan Silvya yang terus mengucurkan darah.
Bill dengan cepat menggendong Silvya ke mobil dan membawanya ke rumah sakit.
*****
Bill mondar mandir di depan ruangan IGD. Silvya masih belum sadarkan diri. Berkali-kali ia masuk namun berkali-kali pula ia keluar lagi.Akhirnya, Bill memutuskan untuk menelpon Jim malam itu juga!
"Halo?" sapa Jim di seberang sana.
"Jim, when you comes back?" tanya Bill to the point.
"Why?" Jim bertanya balik t
Aduh! Yang tabah ya Silvya! Jim emang perlu dijemur otaknya! Agak berembun kali. Ntar aku bantu jemur deh!
"Ok, Silvya. Just take your time!" Bill meletakkan semua barang Silvya di kamar tamu. Lalu pergi meninggalkan Silvya yang termenung sendirian di kamar.Kamar ini adalah kamar dimana terakhir Silvya melakukan hubungan dengan Bill. Dan melihat suasana kamar itu, Silvya jadi teringat akan dosanya. Perasaan berdosa dan penyesalan yang membuat Silvya harus diperban tangannya."Sebenarnya apa yang kau sesali, Silvya? Nodamu? Atau perasaan mengkhianati pernikahan yang tak pernah ada?" Silvya bergumam sendiri.Ia merasa seperti orang gila. Dia pun tidak tau sebenarnya apa yang ia rasakan. Pengkhianatan terhadap Jim? Yang bahkan tidak peduli ketika ia sedang meregang nyawa akibat penyesalannya. Untuk apa ia lakukan itu? Bahkan jika ia mati malam itu, Jim mungkin juga tidak akan menangis untuknya.'Oh, bodoh sekali kau, Silvya!' Silvya mengetuk kepalanya sendiri.Beruntung sekali Bil
"Silvya!!" Jim bergegas hendak berpakaian tapi tubuh Silvya yang sudah menyentuh lantai dengan cepat digendong oleh Bill.Bill segera membawa Silvya yang pingsan ke kamar sebelah dan berniat menunggunya sampai sadar."Bill, please leave us!!" Jim yang sudah berpakaian segera menghampiri Bill di kamar sebelah."Jim, it's time for you to let her go!! She already knows the truth, Jim. Let me take care of her," Bill tidak menggubris ucapan Jim."No, Bill!!! She is my wife! I'll take care of her!" Wajah Jim terlihat marah melihat Bill mulai menantangnya."I'll wait until she wakes up, Jim! I won't leave her!!" Bill berdiri dan dengan tegas menghadang Jim untuk mendekati Silvya."You!!!!" Jim menuding wajah Bill dengan marah."Honey!" Terdengar suara seseorang di luar kamar."Your lover calls you, Jim! See him and treat him well," Bill memandang wajah Jim
"Silvya!" Bill berusaha menarik Silvya yang memeluk Jim."Bill, I'm sorry. I can't leave him this way. He is still my husband, isn't he?" Silvya menatap Bill."But, Silvya ...""Bill, it's okay. I'll be fine. I'll call you later, okay?" Silvya berusaha meyakinkan Bill.Ia tau Bill sangat mengkhawatirkan dirinya. Dan ia pun sebenarnya juga ingin ikut dengan Bill. Namun Silvya adalah wanita yang memiliki sebuah aturan dalam hidupnya. Jim masihlah suaminya walaupun kelakuannya sangat membuatnya kecewa. Dan ia tidak bisa cuek dengan kondisi Jim yang masih berstatus sebagai suami sahnya."Silvya, I'm not sure!" Bill menatap Jim dengan tatapan tidak yakin."I trust in him, Bill. Promise me, everything will be okay!" Silvya mengangguk dengan mantap."Well, if you say so ..." Bill mengaitkan bibirnya sambil mengangguk
Silvya tertidur di lantai kamar ketika Jim membuka pintunya."Hhh!" Jim menggelengkan kepalanya melihat Silvya tergeletak di lantai.Ia menggendong Silvya ala bridal style dan memindahkannya ke ranjang."Jim?" Silvya seketika membuka matanya merasakan tangan Jim menyentuh kulitnya."Kenapa kamu tidur di lantai? Kamar ini memiliki ranjang yang cukup besar dan kamu dengan bodohnya malah tidur di lantai yang keras dan dingin," ucap Jim dengan nada sedikit jengkel."Aku ketiduran," ujar Silvya sambil duduk."Masaklah sesuatu untuk kita makan," ucap Jim sambil melangkah keluar.Silvya menatap kepergian Jim, Jim ternyata memperbolehkan ia keluar kamar. Ok! Ini jauh lebih baik!Silvya bergegas keluar dan memasak untuk sarapan mereka."Kamu tidak bekerja? Ini sudah pukul 8?" tanya Silvya ketika mereka sudah di meja makan.
"Okay!! I promise!" jawab Silvya bersemangat.Ia pun memang ingin pergi dari sini secepatnya. Melihat Jim bermesraan dengan Mark apa menariknya? Dan sekarang, Mark memberinya sebuah solusi. Apalagi yang harus dipikir?"Okay!" Wajah Mark terlihat puas. Dan ia pun meninggalkan Silvya di dapur yang memasakkan mie untuknya.Selesai menyiapkan makanan Mark, Silvya kembali masuk ke kamar. Hanya itu aktifitas yang bisa ia lakukan sekarang. Berada di ruang depan akan beresiko ia bisa melihat pemandangan yang menjijikkan antara Jim dan Mark.Silvya berusaha untuk tidur tapi ngantuknya sudah hilang. Jadi ia pun memutuskan untuk duduk di depan jendela memandang langit sore.Knock! Knock!Silvya menoleh dan ia melihat Jim masuk ke dalam kamarnya."Kamu sedang apa?" tanya Jim sambil duduk di tepian ranjang. Tangannya membawa sesuatu."Nggak ngapa-ngapain.
Silvya seketika merasa sulit untuk bernafas. Tangan besar Jim melingkar dengan kuat di lehernya!"Kkkk!!" Wajah Silvya seketika memerah karena kehabisan oksigen.Tangannya berusaha melepaskan tangan Jim dari lehernya namun Jim seperti tidak peduli! Wajah Jim menunjukkan amarah yang luar biasa!Silvya merasa nafasnya akan putus kali ini. Wajah yang awalnya memerah perlahan sudah berganti warna menjadi biru pucat karena kehabisan darah dan oksigen. Ia memejamkan matanya dengan pasrah menanti malaikat maut datang menjemputnya.Jim melepaskan cengkeramannya di leher Silvya. Kepala Silvya terasa pening dan ia sudah tidak tau apa yang terjadi ketika tubuhnya luruh ke lantai yang dingin. Silvya terbaring lemas. Wajahnya terasa menghangat lagi ketika aliran darah mulai lancar mengalir.Jim berjongkok di sisi Silvya yang terbaring. Wajahnya terlihat sebal dan marah namun melihat Silvya tergeletak l
Jim kembali ke apartemennya. Seharian itu, Jim benar-benar terlihat kusut. Berkali-kali ia menelpon orang suruhannya untuk mendapatkan kabar tentang Silvya. Ia tidak menyangka bahwa Marklah yang ternyata selama ini mengkhianatinya.Kenapa Mark jadi ingin melukai Silvya? Jim juga tidak paham. Kendati Mark tau jelas bahwa ia tidak mungkin mencintai seorang wanita. Ia hanya butuh sebuah status saja dengan menikahi Silvya. Ia harus memiliki seorang istri untuk mendampinginya ketika menghadiri undangan penting sesekali. Dan berhubungan terus dengan Mark bisa merusak reputasinya jika tidak ditutupi oleh hubungan pernikahan yang wajar.Jim menggelengkan kepalanya.Bukankah sebuah kebodohan jika seorang gay bisa cemburu kepada wanita? Dan membayangkan Silvya yang mungkin akan celaka di tangan Mark, hati Jim semakin gelisah. Mulutnya berkali-kali mengeluarkan umpatan kasar!Sementara itu ...Di sebuah
BUGGHH!Sebuah pukulan mendarat di tubuh Mark. Mark tersungkur di lantai apartemen Jim yang dingin. Tony kembali mengangkat tubuh Mark dan kembali bersiap menghajarnya ketika Mark berteriak!"Okay, okay! Stop it! I'll tell you!!" Mark menutup wajahnya dengan kedua tangannya untuk menghindari pukulan Tony.Mark tau bahwa Tony tidak akan berhenti sebelum mendapatkan informasi yang ia inginkan. Jadi percuma saja Mark mengorbankan diri untuk dijadikan bulan-bulanan Tony. Toh hasil CCTV sudah menunjukkan bahwa memang dialah yang membawa Silvya pergi."Good, now tell me where is she?" Tony bertanya dengan nada santai.Jim yang mendengar Mark mulai berbicara segera keluar kamar. Ia tadi tidak tega melihat Mark dihajar oleh Tony. Jadi lebih baik ia trima informasi dalam bentuk yang sudah jadi saja. Soal proses, biar Tony yang mengerjakannya."I'll take you there! Coz it's a hidden pla
Ada sedikit adegan vulgar. Harap bijak memilih bacaan.Silvya menunduk dan menangis tersedu. Ia tidak percaya Jim melakukan ini padanya. Setelah kemarin seharian ia dibuat bahagia olehnya, kini ia harus menangis lagi."Kenapa kamu lakukan ini padaku, Jim? Kenapa? Kamu baru saja memberi kebahagiaan padaku ... dan kini, kamu kembali membuatku bersedih ..." Silvya berkata sambil menangis tersedu.Seorang pria di hadapannya menatap Silvya dengan tatapan sayang dan prihatin. Ia meraih tangan Silvya dan menggenggamnya erat."Aku harus melakukannya, Sayang. Aku tidak bisa hidup dengan perasaan bersalah seperti ini." Jim berusaha menjelaskan.Wajahnya melihat Silvya dengan tatapan iba."Dan aku, kamu biarkan hidup sendiri? Betapa teganya kamu!" Silvya menatap Jim sambil berderai air mata."Berdoalah supaya hukumanku tidak berat, Sayang. Doa kita
Bab ini mengandung adegan 21++Silahkan di skip bagi yang tidak tahan godaan.Namun, bagi yang suka digoda silahkan baca terus. Inget! Segala dosa dan racun yang timbul akibat membaca bab ini silahkan tanggung sendiri! Jangan nyalahin Silvya, apalagi Kaesang!Satu minggu berlalu ... Jim dan Silvya lebih banyak tinggal di rumah ..."Silvya, aku merasa sangat tidak tenang ... perasaan bersalah ini, bagaimana aku harus mengatasinya?" Wajah Jim terlihat depresi."Sebaiknya kamu berusaha melupakannya, Sayang ..." Silvya yang membawa kudapan duduk di samping Jim yang sedang menonton TV di ruang tengah.Jim sedang menonton berita TV tentang kisah pembunuhan di sebuah desa di jawa timur. Seorang suami yang cemburu dengan tega membakar istrinya sendiri."Aku tidak bisa hidup dengan perasaan seperti ini, Sayang ..." Suara Jim terdengar penuh penyesalan.Silvy
Mulut Silvya seketika menganga dengan kedua tangan menutupi bibirnya. Apa yang barusan Jim katakan? Ia membunuhnya?? Tap-tapi kenapa?"Ya! Aku membunuhnya, Silvya!!" Jim menghentikan mobilnya di pinggir jalan lalu menelungkupkan wajahnya di atas kemudi dan menangis sesenggukan."Astaga, Jim. Kenapa bisa begitu? Apa yang terjadi sebenarnya?" Silvya berusaha menenangkan perasaannya sendiri lalu memeluk Jim yang menangis dengan frustrasi.Jujur saja, baru kali ini ia melihat suaminya sesenggukan seperti ini. Jim yang biasanya santai dan penuh senyuman bisa terlihat rapuh seperti ini."Ak-aku sangat marah padanya, kami bertengkar dengan hebat ... dan ... dan kami sama-sama emosi. Ak-aku tidak tau ... apa yang menguasai pikiranku. Ia berteriak marah lalu mengancamku, kami ... kami terlibat pertengkaran mulut yang hebat sampai ... ia mengambil pisau ... ia tidak mengijinkan aku pergi. Ia takut aku tidak kembali
"Ini bukan kisah khayalan, kalo kamu mau, aku bisa kenalin kamu. Sebut saja namanya Zizi, dia seorang wanita dengan pergaulan bebas, hidupnya penuh dengan dunia malam, diskotik, narkoba bahkan bergonta ganti pasangan. Suaminya pun juga orang diskotik sebut saja Adam, mereka berdua menjalani kehidupan kelam, bandar narkoba dan membuka usaha diskotek. Dan dalam menjalani pernikahan, baik Adam maupun Zizi tetap menjalani kehidupan seperti itu. Mereka dugem berdua dan sesekali berganti pasangan. Mereka sangat kaya dari penghasilan haramnya itu. Dan apakah mereka butuh Tuhan? Tentu saja tidak! Mereka tidak pernah beribadah tapi kekayaan berlimpah ... sampai suatu hari, diskotek mereka terbakar. Kehidupan mereka berubah, dari kaya menjadi miskin. Usaha mereka sebagai bandar narkoba terciduk dan Adam sang suami harus mendekam di penjara. Zizi sangat stress sampai ia berniat untuk bunuh diri. Hutangnya bernilai milyaran, tanpa pekerjaan dan tanpa sang suami membuat Zizi tidak bisa berpikir
"Siapa, Sayang?" Jim yang melihat Silvya terdiam seketika menatapnya."Bukan siapa-siapa. Hanya orang salah sambung, Sayang!" Silvya lalu menutup panggilan Mark sepihak tanpa mengatakan apapun.Tangan Silvya menggenggam tangan Jim dan wajahnya menunjukkan sebuah senyuman yang cantik."Kamu yakin itu salah sambung?" tanya Jim dengan tatapan curiga."Iya, Sayang," bohong Silvya berusaha meyakinkan.Jim menatap jendela kaca, hatinya merasa tidak tenang. Entah kenapa ia sangat yakin bahwa itu adalah Mark. Silvya pasti sedang berusaha menghalanginya untuk berhubungan dengan mantannya itu.Jim kembali melirik Silvya. Tapi wajah Silvya sangat datar dan tanpa ekspresi.Ponsel Jim kembali berdering dan Silvya kembali mengangkat panggilan itu."Silvya! I need to talk with Jim. Don't hang up the phone!" Suara Mark kembali terdengar, kali ini lebih t
Keesokannya, Silvya dan Jim pergi ke rumah teman Silvya yang bernama William.Hati Jim sudah cemas saja. Sekalipun Silvya sudah meyakinkan bahwa aibnya tidak terbongkar, tapi ia masih tidak yakin. Apa yang akan dibahas jika tidak membongkar aib?Jim dan Silvya tiba di sebuah rumah yang terlihat mungil dan serba minimalis dari segi bangunan. Halamannya juga terlihat rapi dan sangat terawat. Rumput pendek seperti sebuah karpet beludru berwarna hijau terhampar di sisi kanan dan kiri jalan setapak yang terbuat dari batu alam. Terlihat sangat asri dan menenangkan."Ini rumahnya temanku, William," ujar Silvya sambil menggandeng Jim untuk memasuki halaman.Silvya mengetuk pintu rumah dan sebentar kemudian, muncullah seorang pria bertubuh jangkung dengan kacamata berbingkai hitam menyambut mereka dengan ramah."Hai Silvya, kamu benar-benar tepat waktu ya?" William berkata sambil tersenyum.
Jim menangis sambil memeluk tubuh Silvya dengan erat! Rasa penyesalan begitu menguasai dirinya! Ia menyesal telah mempertaruhkan hidup Silvya dalam sebuah pernikahan semu dengannya."Maafkan aku, Silvya! Maafkan aku!" Jim terus menceracau tidak jelas.Jim menangis untuk pertama kalinya demi Silvya. Rasa penyesalan itu seperti tidak bisa ditebus lagi."Apakah kamu mau bertobat jika aku memaafkanmu?" Suara Silvya mengagetkan Jim yang masih menangis penuh penyesalan.Jim seketika membuka matanya. Dan dari arah sebelah sana, ia melihat beberapa orang datang ke arahnya sambil menodongkan senjata dengan sikap waspada.Jim menoleh ke sebelah kanannya, di sana ia melihat tubuh Mark rebah dengan kondisi sudah tertembak.Jim lalu menatap Silvya yang masih terbaring di dadanya sambil tersenyum. Silvya keliatannya baik-baik saja. Dan bunyi yang tadi ia dengar keliatannya adalah bunyi tembak
Mark tertawa mendengar kata-kata Silvya. Ketika Jim memohon kepadanya untuk mengampuni nyawa wanita ini, si wanita malah sok-sok an jadi pahlawan."Okay, so are you really not afraid to day? How about this?" Mark mengarahkan pistolnya ke arah Jim.Dan kali ini ekspresi Silvya yang terlihat tegang."Mark, if you want me you better kill me now! Jim has nothing to do with you! You hate me, don't you?" Silvya berusaha mempengaruhi Jim agar tidak menyakiti Jim.Dan Mark semakin tertawa keras. Keliatannya ia sangat menyukai situasi ini. Jim mengkhawatirkan Silvya dan demikian juga sebaliknya."Ohh, you're so sweet, Silvya!" Mark menyentuhkan ujung pistolnya ke dagu Silvya.Pelatuk pistol sudah ditarik dan itu bisa meledak kapan saja."Mark, please let her go! Listen, actually, I want to recover our relationship. I've been looking for you
Jim seketika terkesiap mendengar suara orang yang sangat ia kenal! Suara itu, sedang ia cari saat ini!"Mark? Is that you?" tanya Jim memastikan."Yeah, honey! I'm with your wife now. Did you ever miss me?" Suara Mark terdengar serak."Mark, I'm looking for you all this time. Where have you been?" Jim tidak percaya bahwa Mark malah menghubunginya."Listen, Honey! I'll take your wife with me and please, don't call the police or I'll kill her!" Mark berkata dengan nada mengancam."No Mark! You don't have to! I won't call the police. Please! I promise!" Jim berusaha meyakinkan."I'll call you later, Jim!" Panggilan pun diputus sepihak.Jim langsung terkesiap. Silvya bersama dengan Mark!Jim tidak punya pilihan selain menelpon Tony! Niatnya untuk bertemu baik-baik dengan Mark kini malah hancur bera