Share

S2~179

Penulis: Kanietha
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-17 21:08:44

Bangun dan tidak melihat Intan di sisinya, Safir segera beranjak menuju kamar mandi. Tidak menemukan Intan di sana, Safir lantas melihat jam dinding dan jarum jam masih menunjukkan pukul lima pagi. Namun, mengapa sepagi ini Intan sudah beranjak dari tempat tidur?

“Tan,” panggil Safir setelah membuka pintu kamar, dan beranjak keluar mencari sang istri. “Intan.”

“Dapur, Mas.” Baru mendengar suaranya saja, jantung Intan kembali jumpalitan. Bagaimana bia Safir berdiri di sampingnya? Intan pasti akan kembali gugup, menghadapi Safir yang manis, tetapi masih bertahan dengan gengsi dan egonya itu.

“Ngapain?” Melihat Intan berdiri di depan kompor dan seperti sedang mengaduk sesuatu, Safir lantas menghampiri dengan cepat. “Nasi goreng? Kamu masak nasi goreng?”

Intan mengangguk, sembari menarik napas panjang agar kegugupannya tidak terlihat. “Kan, bu Imar pulang dari semalam, terus ada sisa nasi. Makanya aku goreng aja.”

“Aku sudah minta bu Idha masak di rumah.” Safir lupa mengatakan hal ini pad
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (12)
goodnovel comment avatar
Titis Puji Lestari
bener2 nich mb lintang out off the box dech anti mainstream
goodnovel comment avatar
Iin Rahayu
udah lah mas Raga ngalah sama istri apa lg sama bumil dr pd disuruh tdr di sofa atau ngambek di tinggal liburan dan suruh jaga rumah jd satpam deh....
goodnovel comment avatar
RiztyrieM
Makin Manja ya Lintang... dapat suami yg sweet...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Unexpected Wedding   S2~180

    “Duduk sini.” Safir melirik pada sisi kosong di sampingnya, sembari mengeluarkan ponsel. Selagi menunggu Intan menghampiri, ia membuka sebuah marketplace dan mencari sesuatu. Setelah mendapatkan yang dicarinya, Safir bersandar lalu memberikan ponselnya pada Intan yang baru saja duduk di ujung sofa. Gadis itu tidak duduk tepat di samping Safir, seperti yang ia perintahkan. “Pilih yang kamu suka.” Begitu ponsel Safir ada di tangan. Intan ternganga dan debaran jantungnya kembali bertalu. Bagaimana tidak, bila foto yang dilihatnya saat ini adalah, foto lingerie dan pakaian dalam dengan berbagai macam model. “I-ini.” Intan menelan ludah. Tidak bisa membayangkan, bila tubuhnya yang tengah hamil mengenakan pakaian seperti itu. Ada rasa tidak percaya diri, jika harus menunjukkan tubuhnya dengan kondisi seperti sekarang di depan Safir. “Ma-Mas Safir, mau aku … pake ini?” “Iyalah.” Safir menghabiskan jarak dengan Intan. “Kamu nggak pernah punya, kan? Dan nggak pernah make juga di depanku, kan

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-18
  • Unexpected Wedding   S2~181

    “Harusnya, kalian itu lebih sering jalan-jalan begini.” Lintang memberi senyum lebarnya pada Raga, setelah mendengar perkataan Retno. Ia mengangguk setuju 100 persen akan hal tersebut, karena liburan di luar rumah bisa membuat otak Lintang lebih segar. Sebagai ibu rumah tangga, sekaligus mompreneur yang hanya berkutat di rumah, Lintang pasti membutuhkan adanya refreshing setiap akhir pekan. Ya, seperti sekarang ini. “Rencananya memang begitu, Bu.” Bahagia rasanya melihat Retno ada untuk mendukungnya. “Minggu depan kami ada rencana mau jalan-jalan lagi.” “Ngidamnya anak kedua begitu, itu, Ma,” sambar Raga menyudahi sarapan paginya. “Coba bayangin kalau anakku nanti perempuan, terus …” Detik selanjutnya, Raga mengibas tangannya untuk mengenyahkan sebersit bayangan di kepala. “Dahlah, aku nggak mau nebak-nebak.” Retno dan Ario kompak tertawa kecil, setelah mendengar pemikiran Raga yang sudah membayangkan tentang masa depannya. “Nggak usah terlalu dipikirin,” sahut Retno sembari meman

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-19
  • Unexpected Wedding   S2~182

    “Mas, kamu ngerti artinya bulan madu nggak?” Safir menggeram dengan kedua tangan mengepal di atas meja. Saking kesalnya, Safir sampai ingin memukul Raga saat ini, juga jika tidak mengingat pria itu adalah kakaknya.Kedatangan kakaknya ke hotel, sangat-sangat tidak tepat sekali. Safir baru saja hendak memulai sesuatu dengan Intan, tetapi telepon hotel yang berada di nakas justru berdering nyaring tanpa henti. Tidak bisa menghubungi ponsel Safir, sang kakak justru menghubunginya langsung di kamar.“Siapa suruh nggak angkat hape.” Antara kasihan dan menahan tawa, karena Raga bisa mengerti mengapa wajah Safir terlihat kusut tidak berbentuk. Mungkin saja, Raga menelepon di saat yang tidak tepat, sehingga Safir saat ini tengah mengalami sakit kepala yang membuat emosinya meledak-ledak.“Aku sibuk!” Safir menarik napas, lalu memukul meja di hadapannya. Jika bukan Raga, mana mau Safir dipaksa turun ke lounge dan bicara empat mata dengan pria itu. Meskipun teramat kesal, tetapi Safir tidak bis

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-19
  • Unexpected Wedding   S2~183

    “Tapi maaf Pak Anwar, saya rasa, Lintang juga harus tahu dengan semua ini.” Raga menggeleng tidak setuju akan permintaan Anwar. Sebenarnya, Raga juga sudah mendengar hal tersebut dari Indri, tetapi, ia belum memberi komentar apa pun.Sampai akhirnya, Raga kembali lagi ke rumah sakit pada malam harinya untuk bertemu Anwar, dan ia terpaksa berbohong pada Lintang. Dengan membawa pengacaranya, Raga melakukan penandatanganan pengalihan saham dan ia tinggal mempelajari beberapa hal setelah ini.Namun, Raga tetap bertahan di rumah sakit untuk membicarakan masalah pribadi, dan membiarkan pengacaranya pulang lebih dulu.“Karena saya nggak bisa terus-terusan bohong sama Lintang, Pak,” sambung Raga.“Bapak cuma nggak mau nambah pikiran Lintang, Ga.” Indri mengambil alih untuk menjelaskan maksud Anwar dan dirinya melakukan ini semua. “Lintan lagi hamil, dan Bapak nggak mau dia sampai stres.”“Percaya sama saya, Lintang itu lebih kuat daripada kelihatannya.” Tidak hanya kuat, tetapi istrinya itu j

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-20
  • Unexpected Wedding   S2~184

    “Ini ruanganmu, Mas.” Biya masih saja tidak ikhlas, melihat Raga berada di jajaran direksi Media Kita. Seharusnya, Anwar bisa lebih percaya dengan kemampuan Biya, daripada melimpahkan puncak kepemimpinan pada Raga. Lagi pula, Raga sama sekali tidak punya pengalaman dalam mengurus perusahaan yang mobilitasnya sangat tinggi seperti Media Kita. “Ruangan Maha ada pas di depan sana, dan ruang kerjaku ada di sebelah kananmu. Kita punya connecting door, jadi kamu nggak perlu keluar kalau mau temui aku.” “Oke, terima kasih.” Raga manggut-manggut sambil melihat dekorasi ruang kerja, yang dulunya digunakan oleh Anwar. Sesekali, Anwar juga masih menyempatkan diri untuk berkunjung dan menerima beberapa tamu di ruangannya setelah memutuskan pensiun. Itu yang Raga dengar dari Biya sepanjang mereka berjalan ke lantai atas. “Oke!” Biya juga mengangguk. “Aku juga sudah hubungi orang IT dan minta dibuatkan e-mail perusahaan buat Mas Raga.” “Terima kasih.” “Sama-sama.” Biya mengangguk formal tanpa me

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-21
  • Unexpected Wedding   S2~185

    “Tapi setelah ada di tanganku, Media Kita nggak akan balik ke keluarga kita!” Biya menggeram setelah mengulang ucapan Raga. Ia tengah mengadu pada sang mama via telepon, setelah akhirnya Indri mengangkat panggilan darinya. Entah ke mana perginya Indri, sampai-sampai tidak langsung mengangkat panggilan dari Biya sedari tadi. “Begitu kata mas Raga, Ma. Jadi, papa sama Mama itu sudah ditipu mentah-mentah sama dia. Jangan-jangan, ini usulannya Lintang, karena mau balas dendam sama kita.”Indri menghela kecil di ujung sana. Terkadang, sikap Biya memang kelewatan, tetapi hal itu dilakukan semata-mata untuk mencari perhatian Anwar. “Jaga bicaramu, Bi.”“Mama nggak percaya sama aku.” Biya berdiri dari kursi kerjanya, lalu menendang sisi kaki meja dengan ujung pantofelnya. “Aku ini baru bicara sama mas Raga di ruangan papa, dan dia sendiri yang ngomong begitu ke aku.”“Biar, nanti mama yang ngomong ke Raga.” Lagi-lagi, Indri menghela dan kali ini lebih panjang. “Dan tolong jangan bicarakan ini

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-21
  • Unexpected Wedding   S2~186

    “Sebenarnya aku, tuh, keberatan Mas Raga gantiin Bapak.” Karena Lintang sangat paham dengan sepak terjang Anwar dahulu kala, maka ia semakin tidak relah melepas Raga bekerja di Media Kita. Jam kerja yang tidak menentu, lama-lama bisa membuat kesehatan Raga menurun. Lintang khawatir, Raga nantinya jatuh sakit karena mengurus perusahaan yang kinerjanya 24 jam non stop. Raga memang tidak 24 jam penuh berada di kantor, tetapi, bila berkaca dengan Anwar dahulu kala, pria itu kerap pulang hingga larut malam. Hal itulah yang tidak diinginkan Lintang. Seperti saat ini, Raga baru sampai rumah ketika jam dinding sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Rama bahkan sudah tertidur lelap di tempat tidur Lintang. Sementara Mana, belum juga menutup mata karena masih asyik dengan dunianya sendiri. “Aku jadi mikir, kalau Biya memang nggak capable megang Media Kita, terus siapa yang mau nerusin?” Melihat kondisi pernikahan Biya dan Maha, sepertinya tidak ada kandidat lain yang bisa diajukan kecuali Rag

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-22
  • Unexpected Wedding   S2~187

    “Mas, dokternya sabtu ada, tapi prakteknya pagi, jam tujuh.” Intan memberitahu Safir, setelah pria itu keluar dari kamar mandi sambil mengusap rambut basahnya. Tidak hanya Safir yang berakhir dengan rambut yang basah pagi hari ini, tetapi Intan pun sama.Intan tidak pernah menduga, kehidupan pernikahan mereka setelah mendapat terjangan badai, ternyata bisa seindah saat ini. Walaupun sikap Safir masih terlihat menjaga sesuatu dan tidak semanis dulu, tetapi Intan percaya pria itu pelan-pelan mulai belajar mencintainya.Karena itulah, Intan selalu berusaha untuk menjadi istri yang baik di hadapan Safir, meskipun ia bukanlah wanita yang sempurna bagi sang suami. Intan hanya ingin menunjukkan, bahwa rasa cintanya pada Safir sangatlah tulus dan tidak memandang harta seperti yang pernah dituduhkan padanya dahulu kala.“Oke, nggak papa.” Melihat satu setel baju rumah sudah disiapkan Intan di tempat tidur, Safir pun melepas satu-satunya kain yang membalut tubuhnya tanpa canggung di depan Intan

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-22

Bab terbaru

  • Unexpected Wedding   BonChap~Biya~End

    “Pak Raga.” Maha segera menyusul Raga, ketika rapat umum yang dihadiri para direktur dan manajer perusahaan selesai dilaksanakan. Ia mensejajarkan langkahnya dengan mudah, saat Raga memperlambat langkahnya. “Bisa kita bicara?” Raga menoleh dan tetap berjalan menuju ruangannya. Ia mengangguk tegas, sembari berkata. “Silakan.” Maha balas mengangguk dan mereka memasuki ruangan Raga dalam ketenangan. Sesaat sebelum masuk, Raga meminta sekretarisnya untuk menghandle semua hal karena ia akan bicara empat mata dengan Maha. “Ada masalah?” tanya Raga tetap bersikap profesional, meskipun ia sudah muak melihat Maha berada di kantor. Namun, sebisa mungkin ia tidak mencampuradukkan hal pribadi, dengan semua hal yang berada di kantor. Maha menghela panjang, lalu duduk pada sofa tunggal yang berhadapan lurus dengan meja kerja Raga. “Seperti yang kita tahu … penetapan hasil pemilu sudah diputuskan MK dan kita tinggal menunggu agenda pengucapan sumpah dan janji—” “Bisa kita langsung ke inti dari p

  • Unexpected Wedding   BonChap~Biya2

    “A-aku minta maaf, Lin.” Maha dengan segera menghampiri Lintang yang baru saja keluar dari ruang kesehatan. Ruang yang ada di lantai satu tersebut, memang dipersiapkan untuk jalan sehat pagi ini. Sudah ada seorang dokter yang bertugas dan beberapa perawat yang dengan sigap membantu jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. “Mana nggak papa, kan?” Belum sempat Lintang menjawab, pintu ruangan yang biasa digunakan sebagai tempat meeting terbuka. Raga keluar dengan menggendong Mana, yang sudah tidak lagi menangis keras akibat terjatuh dari tangga. Namun, wajah menggemaskan itu masih terlihat sembab dan sesenggukan sambil memeluk sang papa. Di saat Maha dan Biya berdebat, bocah gembul itu ternyata mencoba menaiki tangga kayu yang menuju panggung. Padahal, Maha sedikit lagi mencapai tubuh Mana saat ia melihatnya, tetapi, bocah itu lebih dulu terjatuh, sehingga membuat kehebohan. Bagaimana tidak heboh, jika yang terjatuh adalah putra direktur utama, sekaligus cucu dari pemilik perusahaan.

  • Unexpected Wedding   BonChap~Biya

    “Aku sebenarnya pengen banget ndepak Maha dari perusahaan.” Raga menyerahkan Mana pada Biya, yang baru saja menghampirinya. Bocah yang baru bisa berjalan itu, langsung mengulurkan kedua tangan dan minta digendong oleh tante yang selalu memanjakannya. “Tapi, sayangnya dia masih punya saham di sini dan sepertinya Maha nggak punya niat buat jual sahamnya sama siapa pun.” “Jangan lupa, tujuan dia masuk ke perusahaan ini karena papanya juga mau nyalon.” Meskipun bobot Mana semakin bertambah, tetapi Biya tidak bisa untuk tidak menggendong keponakan yang menggemaskan itu. Ia melirik sebentar pada Lintang yang baru keluar dari mobil, lalu kembali fokus pada Raga. “Sama seperti pak Ario, pak Anjas juga butuh media buat pencitraan. Mana sekarang lagi musim-musimnya, kan? Coba kita lihat aja sampai pileg nanti, apa Maha masih mau netap di sini.” “Bapak sama ibu di mana, Bi?” tanya Lintang sudah berusaha untuk berdamai dengan saudara perempuannya. Hubungan mereka memang tidak sedekat layaknya Li

  • Unexpected Wedding   BonChap~FF5

    “Ini bukan tempat yang cocok buat malam amal.” Fayra menyilang kaki, sekaligus bersedekap menatap gedung restoran yang ada di hadapannya. Tidak berniat keluar, kendati sopir sang papa sudah membukakan pintu mobil untuknya. “Papa pasti mau ketemu teman lama Papa yang bawa anak, terus mau ngenalin aku sama dia. Iya, kan?” “Fay—” “Apa Papa lupa, aku ini sudah punya pacar.” Fayra menyela dan tetap dalam keadaan tenang. “Apa Papa lupa sama Fajar? Atau, Papa nggak setuju sama dia, karena dia bukan berasal dari … keluarga kayak mas Raga, atau Nino? Begitu?” Eko menarik napas pelan, sembari mengeluarkan ponsel dan segera menghubungi seseorang. Ia masih berada di samping Fayra, tidak akan keluar sampai putrinya itu keluar lebih dulu. “Halo, Bik, tolong bereskan barang-barang Fayra dan langsung bakar malam—” “Papaaa.” Fayar bergerak cepat dan merampas ponsel sang papa, lalu berbicara dengan seseorang yang baru saja dihubungi Eko. “Bik, Bik, barangku jangan diapa-apain. Papa cuma becanda. Ja

  • Unexpected Wedding   BonChap~FF4

    “Ehm.” Tati menarik kursi di meja makan, yang berseberangan dengan Fajar. Putranya itu tengah sarapan dengan lahap seorang diri, karena Fikri sudah lebih dulu makan, sementara Tati tidak berselera sejak pertemuannya dengan Eko kemarin siang. “Kamu … minggu-minggu ini ada rencana ke luar kota, nggak, Jar?” “Nggak ada,” jawab Fajar tenang, tetapi mulai curiga. Jika Tati mulai bertanya-tanya tentang sesuatu di luar kebiasaan, pasti ada niat terselubung di balik kalimat tersebut. “Ooo.” Tati manggut-manggut, sembari mengingat ucapan Eko kemarin siang. Pria tua itu berkata, Fajar ada kunjungan ke kantor cabang. Sementar kantor cabang yang Tati tahu, semuanya berada di luar kota. Jika benar begitu, Fajar pasti sudah berpamitan dari kemarin-kemarin, untuk melakukan tugas kantor tersebut. Namun, kenyataannya tidak demikian. Fajar tetap berada di rumah, dan tidak pergi ke mana pun. Bahkan, rencana untuk ke luar kota juga tidak terbersit sama sekali. Itu berarti, Fajar telah membohongi Eko,

  • Unexpected Wedding   BonChap~FF3

    Kendati bingung, tetapi Fikri dan Tati tetap menyambut baik uluran tangan pria tua yang baru saja diperkenalkan Raga pada mereka. Entah apa maksud diadakannya makan siang bersama kali ini, tetapi mereka tidak menolak karena merasa penasaran. “Jadi … kita berkumpul di sini dalam rangka apa?” tanya Fikri pada Raga yang duduk berseberangan dengannya. Tidak mungkin pria seperti Raga sekonyong-konyong menghubunginya, lalu mengajak makan siang bersama. Apalagi, Raga meminta untuk tidak mengatakannya pada siapa pun. Cukup Fikri dan istrinya saja yang tahu mengenai makan siang kali ini. Raga menatap tanya pada Eko terlebih dahulu. Apakah pria itu yang akan memberi penjelasan, ataukah Raga saja yang mengatakan maksud pertemuan saat ini. Saat Eko memberi anggukan, serta menaikkan sedikit jemari di tangan kanannya, Raga akhirnya berdiam diri. “Saya, papanya Fayra.” Fikri dan Tati sontak saling lempar pandang. Untuk apa papa Fayra mengajak mereka berdua untuk makan siang secara mendadak se

  • Unexpected Wedding   BonChap~FF2

    Farya buru-buru keluar dari mobilnya, ketika melihat Fajar baru saja melewati pintu kantor. Pria itu sudah mengenakan jaket kulit, dan membawa helm full face di tangan kirinya. Sungguh terlihat berbeda, dengan Fajar yang ditemuinya saat di restoran dan siang tadi ketika mereka makan bersama Eko. “Jar!” Karena tidak memakai high heel, maka Fayra bisa dengan bebas berlari kecil menghampiri Fajar. “Aku mau ngomong bentar.” “Fayra?” Fajar kembali dibuat bingung dengan wanita satu itu. Kenapa lagi Fayra datang ke kantornya, di saat Fajar hendak pulang dan ingin mengistirahatkan tubuh secepatnya. Bukankah, akting mereka berdua siang tadi cukup meyakinkan? “Iya, Fayra!” Baru juga bertemu siang tadi, tetapi Fajar kembali bengong saat melihatnya. Apa ada yang salah dengan penampilan Fayra saat ini? “Ngobrol bentar, yuk!” “Ngobrol apa lagi?” “Ada tempat duduk, nggak?” Fayra menoleh ke kiri dan ke kanan, untuk mencari sebuah tempat untuk bicara singkat dengan Fajar. Namun, sepertinya tida

  • Unexpected Wedding   BonChap~FF1

    “Fayra?” Fajar menggumam sendiri, sesaat setelah meletakkan gagang telepon di meja kerjanya. Tatapannya tertuju pada jam digital di sudut layar komputer, sembari mengingat kejadian di restoran kemarin. Raga menghampirinya, dan meminta bantuan Fajar untuk menemani adik mendiang istrinya yang sedang melakukan kencan buta. Entah mengapa, Fajar saat itu setuju membantu Fayra agar tidak dijodohkan dengan pria pilihan papanya. Melihat dari wajah frustrasi Fayra, serta penampilan yang terlihat memelas itu, membuat Fajar tidak tega menolaknya. Alhasil, Fajar tidak menyesal membantu Fayra setelah bertemu dengan pria yang hendak dijodohkan dengan wanita itu. Pria kaya yang pongah, dan menurut Fajar sama sekali tidak cocok dijodohkan dengan Fayra yang sangat sederhana. Bisa-bisa, pria itu akan “menindas” Fayra jika mereka benar-benar menikah nantinya. Namun, untuk apa wanita itu mendatangi Fajar di saat jam makan siang hampir tiba seperti sekarang? Fajar men-sleep komputernya terlebih dahu

  • Unexpected Wedding   S2~198

    “Ayo turun.” Safir memberi perintah pada putrinya, yang hari ini tepat berusia satu tahun. Di depan mereka, sudah ada satu buah meja panjang yang berisi dua buah cake ulang tahun, dengan lilin angka yang sama. Fira menggeleng, sembari mengeratkan pelukannya pada leher Safir. Bibir merah nan mungil itu mengerucut, lalu merebahkan kepala di pundak Safir. “Ya begitu itu, kalau kebanyakan digendong, Pi,” ujar Intan sambil mengulurkan kedua tangannya pada Fira. “Duduk sama Mimi, yok. Habis ini ada mama Lintang.” Agar ketiga bayi yang ada di keluarga Sailendra tidak kebingungan saat memanggil mama dan papanya, maka Intan dan Safir memutuskan untuk mengganti panggilan mereka pada Fira. Yang tadinya juga menggunakan papa dan mama, akhirnya mereka ganti menjadi pipi dan mimi, daripada harus mencari-cari nama panggilan lain. “Sama aku aja,” balas Safir. Ia tidak keberatan menggendong putrinya ke mana-mana. Karena Safir sadar, waktu akan cepat sekali berlalu dan pasti ada waktunya Fira tida

DMCA.com Protection Status