“Pria itu tampan sekali. Tidak heran pacarnya juga cantik.”
“Mereka seperti pasangan di dorama, benar-benar serasi.”
Ishida mengabaikan desas desus itu selama ia ada di toko buku. Sementara itu Emi terlihat sangat menikmati ucapan orang-orang di sekitarnya. Untuk menunjang kecantikannya, Emi mengenakan celana denim dipadu blouse sabrina warna pink bubble gum dengan tali tunggal di kedua bahunya sedangkan Ishida tetap mempesona meski hanya mengenakan celana levis, kaos putih polos dan jacket bomber warna sued. Ishida terpaksa mengantar Emi ke toko buku setelah ia merasa bersalah karena kemarin membiarkan lelaki di toko buku mengambil buku stock terakhir.
“Padahal kau hanya mengantarku ke toko buku tapi rasanya seperti sedang berkencan.” Emi berjalan beriringan dengan Ishida menyusuri trotoar untuk menuju halte bus. Emi tidak bisa menyembunyikan senyumnya sepanjang hari itu.
“Jika kau ingin berkencan, be
Suara riuh tepuk tangan mengiringi berakhirnya presentasi kelompok Izumi. Tidak hanya pertanyaan dari mahasiswa, Izumi bahkan bisa mengatasi dengan baik pertanyaan menjebak dari dosennya.“Rasanya kerja kerasku seminggu kemarin terbayar hari ini. Satu kelompok dengan anak paling pintar memang menguntungkan.” Kana menyeringai saat ketiganya sudah kembali duduk. Mereka membenahi barang-barang ke dalam tas untuk bersiap makan siang.“Aku berharap bisa selalu satu kelompok dengan Nakano.” Satu-satunya yang menanggapi ucapan Ishida hanya Miyu. Gadis itu melirik sambil mengangkat satu alisnya.“Satu kelompok jidatmu. Kau terlalu banyak membebani Izumi. Kau bahkan hanya berdiam diri seperti patung saat presentasi tadi. Untung kau tampan, jika tidak apa yang bisa kau andalkan dari dirimu?” Izumi sama sekali tidak menanggapi Miyu maupun Ishida meskipun namanya disebut.Entah hanya perasaan Ishida saja atau apakah memang hari ini
Seseorang membunyikan bel apartemen Izumi saat ia sedang membereskan kamarnya. Wajah Izumi berubah cemas saat mengetahui siapa sosok itu. Bagaimana ia menjelaskan kalau ia belum mempunyai cukup uang untuk memperpanjang biaya sewa dan belum menemukan apartemen yang cocok untuk ia pindah? Izumi tersenyum setelah membuka pintu. Pria itu menyambut senyum Izumi dengan mengulurkan tangan berisi bouqet bunga lily warna kuning.“Seseorang menitipkan ini untukmu. Sepertinya kau punya penggemar setia.” padahal Izumi sudah bersiap-siap menyiapkan segudang penjelasan mengenai permasalahan sewa apartemennya tapi pria itu seolah tidak menunjukkan tanda-tanda akan membahasnya.“Terima Kasih.” Izumi meraih bunga itu. Ia teringat akan membeli bunga yang baru besok tapi orang misterius itu sudah mengiriminya bunga lagi.“Pak Yahiko, soal sewa apartemen” Izumi memotong niatan Pak Yahiko untuk berpamitan.“Ah iya. Kau harus memberi tahuku jika sudah mentransfer uang perpanjang sewanya. Ya ampun, aku hamp
“Ryuu Hasegawa” pengeras suara di ruang registrasi itu menyebut nama seseorang, kemudian pria bertubuh jangkung menghampiri meja yang dibaliknya duduk seorang wanita paruh baya. Wanita itu memeriksa berkas-berkas di atas meja, mengkonfirmasi beberapa hal terkait data diri dan informasi pemilik nama Ryuu Hasegawa.“Wah mahasiswa pindahan dari amerika ya? Hmm Berkasnya sudah lengkap, untuk tahap selanjutnya akan kami informasikan melalui email.”Pria itu meninggalkan ruangan. Ia berkeliling melihat calon kampus tempatnya belajar. Ia senang bisa melihat musim semi di Jepang lagi, Amerika mempunyai musim semi yang cantik tapi menurutnya tidak secantik di Jepang. Pria itu berjalan menyusuri jalan setapak yang di atasnya putik-putik bunga sakura sedang bersiap untuk mekar. Nuansa merah muda ini yang membuat semua orang tidak bisa untuk tidak jatuh cinta pada Jepang.“Apakah ini waktunya makan siang? Kenapa Cafetarianya ramai sekali?” Pria itu membatalkan niatnya untuk makan di sana. Langkah
Ritsuko baru selesai bermain piano saat Kenichi membuka pintu apartemennya.“Ibu, apa kau sudah lama disini?” Pria itu melepas sepatu lalu meletakkannya persis di samping sepatu ibunya yang ada di atas rak. Ia memakai sandal dalam ruangan sebelum ia melangkah ke ruang tengah apartemennya.“Mungkin sudah satu jam yang lalu. Mau kubuatkan Ramen?” Ritsuko keluar dari ruangan tempatnya bermain piano, berjalan menuju dapur lalu mengambil panci anti lengket.“Ramen? Tentu saja.” Kenichi meletakkan tasnya di kamar tidur, langkahnya menuju lemari pendingin lalu mengambil daun bawang, rumput laut, dan telur.“Pasti enak sekali jika kita bisa mencampurkan char siu. Mungkin minggu depan aku akan membelinya untuk persediaan.” Kenichi bergumam pada diri sendiri. Ia memotong sebagian daun bawang menjadi tipis-tipis, sebagian yang lain ada di mangkuk yang sama dengan rumput laut menunggu giliran untuk dipotong.“Lain kali kita bisa pergi ke kedai ramen dekat stasiun kalau kau mau. Mereka punya banya
Jarum jam tangan Kana menunjukkan pukul 9 lewat 28 menit. Lima dari enam mobil yang membawa peserta Loka Karya sudah jalan sejak 13 menit yang lalu. Kana dan Izumi menunggu di dalam mobil yang masih terparkir di kampus, di dalamnya si pemilik mobil – Minoru duduk di balik kemudi, kursi di sampingnya tentu saja diisi oleh Kenichi. Kana memeriksa jam tangannya berulang kali sambil berjanji dalam hati akan mencubit lengan Miyu saat gadis itu datang.“Maafkan aku, aku terlambat.” Miyu tiba dengan nafas terengah-engah. Gadis itu sepertinya baru saja berlari, terlihat dari bulir keringat yang mengalir di dahinya. Kana dan Izumi saling bertatapan sesaat setelah menatap kearah Miyu dengan heran. Sementara itu, wajah Minoru tampak terkejut, ia bisa melihat Kenichi yang duduk di sampingnya membuat ekspresi kesal. Firasatnya berubah buruk. Ia menyesal memasukkan Izumi ke dalam mobilnya. “Kau harus mendaftarkan diri dulu sebagai peserta sebelum ikut.” Ucapan Minoru membuat Miyu kebingungan. Dil
Malam hari dipertengahan bulan maret masih terasa dingin meski sudah memasuki musim semi. Para mahasiswa saling berpencar menikmati suasana taman karena jadwal kegiatan hari ini sudah berakhir.“Bagaimana kalau kita mencicipi hidangan musim semi di restoran tradisional? Aku sedang ingin ichigo dango.” Miyu memberi usul setelah ia, Kana, Izumi dan Ishida menghabiskan waktu setidaknya empat puluh menit untuk berjalan-jalan melihat-lihat suasana malam di sekeliling taman.“Setuju! Diluar sini sangat dingin membuat gigiku terasa semakin menyakitkan.” Kana sudah membalut lehernya dengan syal tebal tapi wajahnya tetap terlihat pucat karena kedinginan dan karena menahan rasa sakit di giginya. Sementara itu Izumi merogoh saku mantelnya mencari sesuatu tapi ia tidak berhasil menemukan sesuatu itu disana. Wajahnya berubah panik. Ia terus mencari ke saku kanan dan kirinya berulang kali.“Kau kehilangan sesuatu?” Pertanyaan Ishida disahuti oleh anggukan Izumi. Wajahnya terlihat cemas.“Sepertin
Kenichi berlari terburu-buru, saat larinya belum terlalu jauh, ia berhenti sejenak. Ia tidak tahu harus ke arah mana. Taman ini terlalu luas untuk ia telusuri sendiri. Ponsel Izumi berdering lagi saat ia masih belum tahu kemana ia harus melangkah. Tanpa berfikir panjang Kenichi menjawab panggilan itu.“Dimana kau?” Suara Kenichi sepertinya membuat Ishida – orang di seberang telfon itu terkejut.“Kenapa bisa ada padamu!” “Apa ada yang mengangkatnya? Ishida, jangan terlalu dekat dengan sungai. Kau bisa terjatuh!”Kenichi mengenali suara itu, suara wanita itu memberi Kenichi petunjuk. Ia menutup ponsel, tidak berniat menjawab pertanyaan Ishida. Ia tahu kemana harus berjalan. Tidak. Ia harus berlari agar cepat menemukan keduanya. Sesampainya di tepian sungai, Kenichi menyusurinya dengan nafas tersengal. Ia tidak lagi berlari. Ia bahkan tidak mengerti, apa yang sedang ia lakukan? Untuk apa ia repot-repot berlari sejauh ini? Kenichi bisa saja mengatakan ponsel Izumi ada padanya dan menungg
Hari ini langit memersembahkan warna birunya yang menawan, perpaduan yang pas dengan warna merah muda dari putik sakura yang hampir mekar sempurna setidaknya seminggu lagi. Langkah Izumi melambat saat matanya tidak sengaja saling bertukar pandang dengan Ishida. Mereka berhenti di jalan setapak yang tidak jauh dari parkiran dengan pohon rindang di atasnya.“Apa kau tidur dengan nyenyak?” Ishida menggaruk salah satu sisi kepalanya yang tidak gatal. Jelas sekali ia kebingungan memilih topik pembicaraan.“Mm-hm. Kau sendiri?” Izumi mengangguk. Ia merasa situasi ini sangat kikuk. Sejak kapan keduanya saling bertanya hal seperti itu?“Aku juga.” Keduanya terdiam untuk beberapa saat lalu Ishida membuka ritsleting tas ranselnya dan mengeluarkan sesuatu dari sana.“Aku minta maaf.” Sambung Ishida lagi. Lelaki itu mengulurkan minuman buah plum, “Aku sadar terkadang aku bisa menjadi orang yang sangat menyebalkan, kau sama sekali tidak salah jika marah padaku karena tingkah menyebalkanku. Hanya