Sore menjelang, Rayhan terbangun dengan lebih santai tak seperti pagi tadi. Tubuhnya dirasa jauh lebih baik. Rayhan kemudian pergi mandi. Setelahnya dia mengenakan piyama yang ada dikamar itu karena tak ada baju atau kaos dan dia juga tak membawa pakaian. Keluar dari kamar diharapkan segera bertemu Sya. Berkeliling ditempat asing memang menyenangkan. Mungkin Sya dikebun.
Piring yang dipecahkannya tadi pagi sudah tidak ada. Meja itu pun kembali berisi piring dengan makanan berat. Berbeda dengan menu pagi tadi. Karena Rayhan lapar, dimakannya dengan lahap.
“Sudah ku bilang, sebaiknya kau makan.”
Merasa dipergoki Sya, Rayhan menengadahkan wajahnya sambil mengunyah menatap wajah Sya. Kemudian kembali menikmati makanannya tanpa hirau. Sya duduk dikursinya setelah meletakkan beberapa buah yang mungkin baru dipetiknya. Menyenangkan sekali disini bisa memakan buah-buahan dengan hanya memetik saja.
“Aku lebih suka memakanmu.” Goda Rayhan pada Sya.
Rayhan meletakan sendok garpu, meneguk segelas air dan memakan buah yang baru dipetik Sya. Anggur meski kecil namun manis.
“Apa yang kau mainkan, Sya?”
“Menurutmu? Tidak seperti yang kau kira, bukan? Setelah 15 tahun, kau berada disini hanya karena sebuah novel?”
“Ya, itu mengejutkan. Aku bahkan tidak ingin memikirkanmu apalagi mengingatmu, juga mendapat pesan darimu selama 15 tahun ini. Aku tidak menginginkan itu.”
“Itu tidak mengejutkan. Kau memiliki banyak pacar dimana pun, wanita, pria. Tampak sama bagimu. Tapi bagaimana denganku? Hanya satu-satunya kan?”
“Hahaha... Kau terlalu percaya diri. Harusnya kau ingat, bagaimana dulu kau diam-diam menikah lalu tak berapa lama kau menghubungiku meminta bantuan, merengek kehidupan pernikahan tak seperti yang kau bayangkan. Aku bahkan tidak bisa membedakan apa yang kau inginkan dan yang kau katakan.”
“Karena itulah aku membutuhkanmu saat itu. Tapi kau mencampakku, meninggalkanku setelah memanfaatkanku! Bangsat kau Rayhan… kau benar-benar tidak menyayangiku?!”
“Justru itulah sikap yang harus aku tunjukkan padamu, Sya! Apa kau sudah kehilangan otakmu sejak menikah dengan lelaki bajingan itu?! Hah?! Lalu apa untungnya bagiku masih mencintaimu?!!” Amarah Rayhan lebih tinggi daripada sebelumnya. Ia benar-benar marah merasa dipermainkan oleh Sya dahulu.
Sya menahan emosi yang nampak diwajahnya sendiri. Ia sungguh tahu kejadian itu. Tapi itulah yang bisa dilakukannya. Sebodoh apapun tindakannya, Sya hanya merasa harus melakukannya meski telah menggadaikan harga dirinya sendiri. Kekesalannya tak bisa dilampiaskannya hanya mampu ditahan. Biar bagaimanapun jika dia tetap membalas kemarahan Rayhan saat ini, itu hanya akan menunjukkan bahwa dirinya semakin tidak waras. Sadar akan kebodohan itu, Sya berkaca-kaca hampir meneteskan air matanya sendiri. Namun amarahnya masih berkecamuk sehingga gemeletuk giginya hampir membuat wajahnya tak melunak sedikitpun.
Ketegangan yang masih terus bertahan lama ketika membicarakan masa lalu mereka, membuat mereka nyaman dalam kediaman masing-masing. Meskipun mereka saling menyalahkan namun mereka bisa mengendalikan keadaan. Jika tidak, mungkin piring dan gelas telah berterbangan menimbulkan kegaduhan. Sepertinya diusia mereka yang sekarang membuat banyak hal bisa dimaklumi. Dan mereka tahu waktu tak akan kembali lagi. Apa yang ada dimasa lalu akan tetap dimasa lalu, sekarang dan masa depan bisa mereka tata ulang sesuai kehendak.
Lewat asap yang dikepulkan dari mulutnya, Sya tampak meredakan emosinya dengan merokok. Hisapannya terlihat kuat-kuat, sampai Rayhan tak bisa membayangkan bagaimana rasanya. Perhatian yang Rayhan tunjukkan dengan memandangi Sya, membuat Sya mengetahui tindakannya tersebut. Sya memulai perbincangan kembali.
“Oh iya kau sudah membuat kesalahan pagi ini. Dua kali. Sebaiknya kau minta ampun.”
“Kesalahan? Apa aku tidak salah dengar? Apa yang telah ku perbuat?” Rayhan berlagak tidak tahu apa-apa.
“Apa aku harus mengatakannya? Ini memalukan...” Sya menutupi rona diwajahnya jika mengingat kejadian tadi pagi.
“Itu bukan kesalahan, Sya. Itu hukuman untukmu karena membuatku pingsan dan harus tidur disini. Kau tahu betapa konyolnya itu?”
“Apa?! Aku membuatmu pingsan? Konyol sekali!”
“Hah?!! Lalu kenapa aku bisa pingsan?!”
“Mana ku tahu?! Mungkin kau tidak terbiasa dengan minuman dan makanan disini.”
“Aneh... Oke aku mengakui telah membuat kesalahan. Aku tidak tahan dengan godaanmu, Sya.”
“Apa?! Aku tidak menggodamu...”
“Kau benar... Hanya saja aku tidak bisa jika tidak menatapmu lekat-lekat setelah 15 tahun ini. Aku seolah diberi kesempatan kedua dan aku tidak ingin melepaskannya. Sehingga memilikimu dari ujung rambut sampai ujung kaki adalah obsesiku saat pertama kali melihatmu.”
Mendengar pernyataan itu, Sya membuang mukanya agar tak terlihat bahwa wajahnya menyembunyikan senyum.
“Apa aku perlu merasa tersanjung?” Tanya Sya dengan tetap menampilkan wajah kerasnya.
“Harus...” Rayhan bangkit dari duduknya lalu menghampiri Sya. Kemudian Rayhan mengulurkan tangannya. Sya tampak bingung dikursinya, namun menerimakan ajakan Rayhan. Usai Sya bangkit, kini mereka saling berhadapan dengan jarak hanya lima senti, mungkin.
Rayhan melanjutkan kalimatnya sendiri. “Karena aku masih mencintaimu...”
Rayhan merangkul pinggul Sya agar Sya lebih mendekat kepadanya. Sejurus kemudian, Rayhan melayangkan bibirnya sendiri ke bibir Sya. Degupan jantung mereka begitu kencang hingga mampu terdengar. Juga nafas mereka menderu seiring makin panasnya ciuman yang mereka lakukan.
Tak kuasa menahan deburan gairah yang timbul dari dirinya. Sya menuntun Rayhan untuk duduk dikursinya agar Sya bisa memposisikan dirinya duduk dipangkuan Rayhan. Semakin romantisnya suasana, semakin panas pula tindakan mereka. Sya pun menanggalkan pakaiannya sendiri seolah benar-benar menyerahkan dirinya karena ingin dimiliki oleh Rayhan.
Mata Rayhan seolah tak ingin berkedip barang satu detik pun. Apa yang disuguhkan untuknya terlalu berharga untuk dilewatkan. Karena itu Rayhan bergegas melepaskan piyamanya. Sya turut membantu membuka kancing satu persatu. Agar tubuh mereka kembali panas, mereka menautkan kembali ciuman. Lebih jauh lagi, Rayhan menciumi setiap inci dari tubuh Sya seperti apa yang dikatanya tadi.
Semakin berkedut kewanitaannya, semakin tidak sabaran Sya. Karena dia berada diposisi atas, maka adegan percintaan ini dipimpin olehnya. Sejurus kemudian, celana Rayhan diturunkan olehnya dan tak berapa lama Sya menurunkan pinggulnya sendiri diatas kejantanannya Rayhan. Perkawinan itu semakin indah mereka lalui pada sore hari dikebun Sya.
Setalah hasrat mereka terpuaskan. Peluh membanjiri tubuh masing-masing. Sya memeluk Rayhan kelelahan.
“Kau tidak apa-apa?” Tanya Rayhan khawatir, mereka belum berubah posisi.
Sya hanya menggelengkan kepala. Dan menatap lekat Rayhan dengan seulas senyum.
“Benar kan apa yang baru dikatakan? Langsung terkabul!” Bicara Rayhan sangat percaya diri. Sya terkekeh dengan kepedean Rayhan.
“Ini yang ku inginkan sejak dulu, Sya. Jika kau mau tahu.”
Mendengar itu, wajah Sya perlahan berubah. Timbul keraguan dalam dirinya. Sya beranjak dari pangkuan Rayhan, lalu menuang teh ke cangkir milik Rayhan dengan menambahkan suatu bahan yang akan membuat Rayhan pingsan kembali. Tentunya dia lakukan tanpa sepengetahuan Rayhan.
Seolah tak ingin melepaskan, Rayhan tetap menyentuh dan mengelus tubuh Sya, yang entah melakukan apa. Dia menerima cangkir yang disodorkan Sya kepadanya. Sekembalinya Sya duduk dikursi satunya, Rayhan meminum teh itu.
“Orang dapat berubah pikiran kapan saja, Rayhan. Seperti aku, aku berubah pikiran saat dulu, dan aku juga berubah pikiran saat ini.” Tanggapan Sya yang sempat tak di jawabnya.
“Mungkin, tapi urusan hati tidak bisa diubah, Sya. Aku ingin memulai kembali setelah kehilangan kesempatan pertama saat dulu.”
“Aku belum memikirkan soal itu.”
“Bagaimana bisa kau belum memikirikan ini?! Kita sudah melakukannya dua kali dan kau masih ragu denganku?!” Tanya Rayhan dengan heran.
“Apa kau masih belum juga memahamiku, Rayhan setelah 15 tahun ini?” Sesal Sya.
“Apa maksudmu?”
“Aku menyerahkan tubuhku, bukan berarti lantas aku menyerahkan hatiku. Aku sangat menyukai aksi kita tadi pagi maupun barusan. Hanya saja aku tidak mengira kau akan meresponku sejauh ini.”
“Aku mengerti, mungkin aku terlalu terburu-buru, begitu? Tapi lihatlah dirimu sekarang, Sya! Kau bahkan duduk santai tanpa sehelai benang pun. Bagaimana aku bisa mengabaikan hal itu?”
Belum selesai mengatakan hal selanjutnya, penglihatan Rayhan mulai buram. Ketika penglihatannya berubah menjadi gelap, ia seperti pingsan lagi. Dan benar tak sadarkan diri.
Bahan-bahan yang tadi dimasukkan ke teh Rayhan telah bekerja. Sya merasa tak sanggup dengan keinginan Rayhan yang terlalu dini dan terlalu memaksa itu. Sya lebih suka jika Rayhan terpaksa ikut dalam permainannya. Sya beranjak dari kursinya meninggalkan Rayhan yang terkapar. Melangkah ke arah rumah tanpa sehelai benang pun, Sya menelepon seseorang.
“Langsung siapkan saja.”
***
Kali ini Rayhan seperti bangun dari mimpi buruk. Kepala pusing, tangan dan kaki terikat. Ingin berteriak tapi tak bisa. Dia berada diruang yang sempit dengan kilasan-kilasan cahaya melalui lubang sekeliling dinding kayunya. Satu-satunya cara yang bisa dilakukannya yaitu berontak, membuat gaduh. Tapi rupanya cara itu tak membuatnya dikeluarkan dari tempat itu. sialan! Apa yang sebenarnya terjadi. Kemudian Rayhan lebih memilih diam karena lelah. Lamat-lamat terdengar langkah kaki mendekat. Dibuka penutup kotak itu dan muncul Sya dan seorang lagi laki-laki. “Nyenyak tidurmu?” “Keparat! Apa yang sebenarnya kau lakukan? Dimana aku?” “Peti mati.” “Bangsat! Kau menempatkanku di peti mati?! Kau psikopat!” “Aku bertaruh, menukar nyawamu dengan suamiku. Tapi sepertinya tidak berhasil. Tutup kembali petinya.” Perintah Sya kepada Heri, keamanannya. “Apa?! Keluarkan aku dari sini! Sya! Sya!” Peti mati telah ditutup sempurna oleh Heri. Sya m
Setelah memarkirkan mobilnya digarasi. Rayhan keluar dari mobil sambil membawa bucket bunga lalu bergegas menuju kebun yang ada dibelakang. Benar saja, Sya sedang menuangkan teh. Sya mengenakan kemeja satin berwarna biru tua dengan panjang se-paha, membiarkan dua kancing teratas terbuka. Rayhan segera berdiri dihadapannya dan memberikan bucket bunga yang baru dibelinya. Sya menerimanya, diperhatikan bucket bunga itu ada secarik kertas dengan pesan menyertainya MISS YOU. Sya merekahkan senyumnya lalu duduk kursinya. Begitu juga dengan Rayhan. “Mawar putih?”. “Kau suka?”. Rayhan tak sungkan meminum teh dan memakan kuenya. Seperti telah biasa ditempat ini. “Kau tahu, kebun ku punya lebih banyak dan bermacam bunga”. “Tapi ini pemberianku, tentu berbeda bukan?”. “Jika kau merasa begitu”. “Dua hari kemarin aku menerima pos yang aneh isinya. Kemudian empat hari yang lalu aku te
Sebulan lebih lamanya Rayhan tidak bertemu dengan Sya. Namun selama itu pula Rayhan mendapat pesan terus menerus dari ponsel yang diberikan Sya. Tak ada satupun pesan itu dibalas Rayhan. Bahkan pesan suara berisi Sya menyanyikan sebuah lagu, tak digubrisnya sedikit pun. Rayhan hanya membacanya, mendengarkan, kadang-kadang ikut bersenandung juga. Karena mendengar lagu tersebut terus-terusan, Rayhan malah jadi hapal lagu itu di luar kepala. Tanpa disadarinya di sela-sela aktifitasnya, Rayhan bersenandung lagu tersebut. When you tell me that you love me. Lagu dinyanyikan oleh ... . Suatu pagi, Rayhan menerima notifikasi di ponselnya bahwa dia mendapatkan promo makan di restoran yang baru dibuka, letaknya memang cukup jauh dari kantornya. Namun karena restoran ini restoran seafood. Rayhan tidak mau melewatkan promo yang hanya berlaku satu hari saja sampai jam 5 sore. Jadilah ketika masuk jam makan siang, Rayhan terburu-buru keluar kantor menaiki ojek secepat kila
Wanita berambut pendek yang di cat pirang dan bertubuh mungil itu bekerja disalah satu perusahaan advertasing. Baru tiga tahun Erin bekerja disana setelah lulus kuliah. Tak banyak yang bisa diceritakan, dia penyendiri. Dengan bakatnya yang luar biasa tak membuat dirinya banyak teman. Sehingga acapkali bertemu orang baru, rasa-rasanya mudah sekali untuk dekat. Namun sulit mempertahankan hubungan. Erin bertekad untuk memperbaiki sikapnya, namun stress memicunya bertindak diluar dugaan. Hari-harinya setelah bertemu Rayhan, Erin merasa gundah menanti kabar. Harap-harap cemas ia menanti sebuah pesan atau telepon mungkin. Ia ingin lebih dekat dengan Rayhan. Baginya Rayhan seperti angin surga dalam hidupnya yang membosankan. Bekerja segiat mungkin tak lantas dapat menemukan kebahagiaan. Erin tak ingin bersabar untuk dapat bertemu lagi. Namun ia tak mungkin muncul kembali tiba-tiba di kantor Rayhan. Erin bisa digunjing yang tidak-tidak dan Rayhan akan terkena
Pulang kantor sore itu teramat melelahkan bagi Rayhan. Ia tiba di apartemennya hampir menjelang malam. Rutinitas baru mengantar jemput Erin menjadi tambahan pekerjaan Rayhan yang tanpa sadar lama-kelamaan mengikatnya sendiri. Ketika tiba di pintu apartemennya, Rayhan langsung membuka dan menyalakan lampu. Lalu dia melangkah ke ruang tengah dengan santai tanpa menyadari apapun, hingga suara itu mengagetkannya. “Kenapa kau tidak pernah membalas pesanku?”. Suara itu, apakah itu Sya? Rayhan mencari keberadaan sosok itu disekeliling apartemennya. Matanya terbelalak ketika menemukan Sya tengah duduk di kursi kebesarannya. Sya tampak anggun dengan gaya duduknya, menyilangkan kaki diantara pahanya sendiri. Apa yang dikenakannya? Itu sangat menggangu ketenangan banti dan birahi Rayhan. Karena Rayhan tak merespon pertanyaannya. Sya kemudian bangkit dari duduknya. Lalu melangkah mendekat ke arah Rayhan dengan cara yang sangat dramatis. Rayhan belum pernah meliha
Setelah hampir satu jam mereka berkendara, tibalah mereka di sebuah Hotel mewah. Untuk mencapai ke ruang pertunjukan mereka harus menaiki lift ke lantai 15. Mereka memasuki hotel tersebut dari pintu depan setelah menyerahkan kunci mobil ke petugas hotel. Sya tampak percaya diri melangkah anggun menggandeng Rayhan. Dia memancarkan senyum secerah berlian yang dikenakannya. Rayhan merasa hatinya penuh dengan perasaan takjub. Seolah keindahan yang baru ditemuinya itu belum pernah masuk kedalam ingatannya sendiri. Selain merasa takjub dengan Sya. Rayhan juga merasa takjub dengan dirinya sendiri. Dia tidak pernah seserius ini dalam berpenampilan. Serapih-rapihnya dia mengenakan pakaian, ya hanya ketika dia pergi bekerja atau bertemu dengan klien. Rayhan bahkan harus mencukur kumis tipisnya hingga botak, dan menggunakan minyak rambut agar terlihat necis dan klimis. Ia tak mau tampil mengecewakan saat bersanding dengan Sya. Belum lagi, penampilan Sya yang super glamor dan seksi menj
Sebelum memanas birahi mereka akibat ciuman spontan itu, Sya melepaskan dirinya dari cengkraman Rayhan. Masih ada yang harus dilakukan sebelum pulang. “Hmm... Kau sangat nakal, Ray...”, goda Sya dengan senyum menyindir. “Apa aku tidak salah dengar?”, balas Rayhan kepada Sya. “Ayo, aku harus menemui tamu. Tidak sopan jika tidak menyapa mereka. Ayo!”, titah Sya sambil menarik tangan Rayhan keluar dari belakang panggung menuju aula. Walaupun rangkaian acara telah selesai, para tamu itu tak buru-buru mengosongkan ruangan. Justru banyak diantaranya ada yang mulai makan besar atau bahkan mabuk-mabukan. Pesta yang sesungguhnya baru dimulai. Sya dan Rayhan berjalan beriringan tanpa gandengan kali ini. Karena Sya tampak antusias, tak jarang Sya mendahului langkahnya Rayhan. Sehingga Rayhan tampak mengekor langkah Sya. Dari kejauhan ada sekelompok orang yang sibuk bercakap dengan diselingi ledakan tawa. Sya melangkah ke arah tersebut. Satu diantara kelo
Rayhan dan Sya dilarikan ke rumah sakit setalah ambulans datang. Di rumah sakit, kondisi Sya kritis. Kecelakaan itu menyebabkan benturan keras di kepala Sya, akibat yang fatal bisa-bisa Sya gegar otak. Dengan operasi sekalipun, nyawanya dapat terselamatkan namun setelah itu kondisi Sya koma. Sedangkan kondisi Rayhan mengalami patah tulang dibagian tangannya. Ia tak percaya dengan kejadian itu yang berlangsung hanya beberapa detik saja. Sama-sama terbaring tak berdaya, Rayhan jelas sangat menyesal namun ia tak bisa berbuat apa-apa. Beberapa kerabat dekat menjenguk. Sya dijenguk oleh anaknya dan beberapa tangan kanannya serta bawahannya. Kejadian yang tiba-tiba itu membuat syok semua orang. Bahkan beberapa klien setianya juga datang menjenguk. Mereka merasa baru kemarin bertemu dan tak menyangka setelahnya kecelakaan. Kamar inap Sya penuh dengan berbagai bunga berwarna warni, hampir-hampir mengalahkan kecantikan Sya sendiri. Namun tak dapat dipungkiri kiriman bunga itu dari se
Pagi itu, mereka telah menaiki speed boat menuju ke tengah laut. Sya, Rayhan dan Luki telah memakai perlengkapan menyelam. Mereka akan snorkling, melihat kehidupan laut di kedalaman tertentu. Jika meraka beruntung, mereka dapat melihat ikan berbagai rupa yang cantik-cantik. Atau terumbu karang yang bentuknya unik. Karena baru pertama kali, untunglah mereka di dampingi penyelam profesional yang akan membantu mereka menemukan objek yang dicari. Speed boat telah berhenti. Instruktur pun menyuruh mereka menyelam di lokasi itu. Ketika semua sudah di dalam air, instruktur memandu mereka menyelam. Dengan membawa kamera khusus dalam air. Luki banyak memotret objek yang menurutnya bagus. Tiga puluh menit kemudian, Sya menunjukkan telunjuknya ke atas meminta untuk naik. Instruktur pun menyuruh Rayhan dan Luki juga ikut ke permukaan. Setelah mereka semua telah berada di speed boat, Rayhan tampak cemas dengan keadaan Sya. “Kamu gapapa, sayang?”, tanya Rayhan khawatir.
“Mau langsung ke pantai?”, tanya Rayhan kepada mereka semua. “Ayo om, sekarang aja!”, jawab Luki tidak sabar. “Masih panas loh Luki, sore aja gimana?”, balas Rayhan. “Jalan-jalan dulu gapapa dong?”. Rayhan mengiyakan permintaan Luki dengan masuk ke dalam mobil. Usai mereka santap siang dan belanja di toko oleh-oleh. Rayhan tahu benar waktu Luki tak banyak, jelas Luki tak ingin membuang waktunya walau hanya sekedar istirahat. Istirahat bisa malam hari ketika tidur dan itu sudah cukup. Sya hanya mengikuti keinginan Luki. Dia merasa liburan kesana memang untuk menyenangkan anaknya. Dan untuk merehatkan pikirannya sejenak dari pekerjaan. Namun jika berlama-lama, dia bisa kelupaan tak berkutat pada pekerjaannya lagi. Rayhan pasti akan senang dengan hal itu, punya banyak waktu untuk bersama dengannya. Karena permintaan Luki yang ingin jalan-jalan. Maka Rayhan mengendarai mobil keliling kota saja sampai waktu sore tiba. Baru setelahnya mereka
Di bandara, Luki datang bersama Heri. Sedangkan Sya, Rayhan, dan Fina telah menunggu untuk boarding lalu mereka semua santai sejenak minum kopi di kafe. Walaupun Rayhan telah bertemu Luki beberapa kali, tapi mereka belum pernah berbincang satu sama lain sehingga Rayhan tampak canggung saat Sya dan Luki saling berbicara. “Schedule kita nanti gimana, ma?”, tanya Luki kepada Sya. “Okay, kita terbang sekitar dua jam. Jam sembilan nyampe, kita ke hotel dulu. Lalu belanja, makan, istirahat sebentar. Sore baru ke pantai, makan malam, terus main kembang api. oiya ada tari kecak juga, nanti kita nonton. Baru besok pagi kita snorkling sampai siang. Setelah itu terserah kamu mau ngapain, yang penting jam delapan malam kamu sudah harus di bandara. Gimana?”, jawab Sya mejelaskan ke Luki panjang lebar. “Wow asyik! Tapi masa besok aku udah harus pulang sih?”, kata Luki melas. “Kan kamu sekolah”, jawab Sya. “Tapi sebentar banget ma, gak asyik. Huh..”, kata Lu
Ketika sosok Sya sudah menghilang, Rayhan mengecek panggilan yang ada di ponselnya. Ternyata yang dimaksud oleh Sya adalah Erin. Erin meneleponnya. Kalau dipikir, Rayhan memang sudah lama tidak bertemu dengannya sejak malam pernikahan Pak Hendra waktu itu. Tak mau menebak-nebak terlalu jauh. Rayhan menyempatkan dirinya untuk menelepon Erin. “Halo Rin? Ada apa kamu telepon tadi?”, tanya Rayhan tanpa basa basi. “Ehiya mas, maaf tadi ku pikir mas Rayhan. Tapi ternyata yang jawab suara perempuan, aku takut ganggu”. “Enggak itu cuma teman aku, Rin. Hei, kau belum menjawab pertanyaanku”. “Hmm aku mau ngajak mas makan malam di rumah ku. Dulu mas sempat minta masakin sop buntut kan?”. “Mungkin gak sekarang, Rin. Nanti aku kabarin lagi ya”. “Oh gitu mas, yaudah gapapa”. “Udah dulu ya, bye”. Rayhan pikir ada hal mendesak. Rupanya cuma mengajak makan malam. Memang sejak Sya tinggal di apartemennya, Rayhan lupa dengan Erin. Perasaa
Esok paginya mereka memulai hari yang sama seperti kemarin. Karena tubuh jauh lebih segar saat pagi hari, Rayhan memutuskan untuk bercinta hanya pada saat itu saja. Frekuensi yang terlalu sering juga akan mengakibatkan keduanya bisa merasa bosan. Jadi Rayhan berusaha untuk tidak memaksa jika Sya tidak ingin. Sarapan pagi itu, Sya tampak sedang video call dengan anaknya. Di sela-sela panggilan tersebut, Sya mengajak Rayhan untuk video call juga. Tak dapat menolak, Rayhan menurut saja. “Luki ini ada om Ray...”, kata Sya menyodorkan ponselnya tepat ke muka Rayhan. “Hai Luki gimana kabarmu?”, tanya Rayhan masih mengunyahkan makanan. “Hai om, kabarku baik. Apa mama merepotkan disana?”. “Sama sekali tidak merepotkan, om senang ada mama disini. Kamu juga bisa kesini kalau kamu mau”, jelas Rayhan. “Enggak ah om, mama sedang puber”, ledek Luki. “Mama dengar loh Luki”, ucap Sya tegas. “Hehehe bercanda ma”. “Gini deh, kamu
“Kok lu bisa mesra banget sama dia? Bukannya dia punya pacar?”, kata Luis mengawali obrolan di mobil yang dalam perjalanan. “Pacar? Pacar yang mana?”, balas Sya heran. “Itu loh yang kemarin kita sempat pas-pasan di bassment, waktu pernikahan Pak Hendra”, kata Luis menjelaskan. “Oiya, gue lupa. Ya kita lihat aja apakah dia beneran punya pacar atau tidak. Tapi menurut perasaan gue, ya dia sama gue aja sekarang ini”, jawab Sya. “Mungkin, kalau ternyata dia buaya tenang aja biar gue hajar dia! Gantengan juga gue, Sya daripada dia!”, tegas Luis sambil memperagakan adegan tinju. “Udah dah, makan nih. Lu rese kalau lagi laper!”, ucap Sya sambil melemparkan kantong berisi roti isi itu. “Lah itu mah iklan yang kita buat hahaha”. Sampai di kantor, Sya dan Luis bekerja seperti biasa. Tidak ada pembicaran tentang Rayhan atau yang lain-lain. Mereka sangat serius jika konsentrasi sedang tinggi-tingginya. Beberapa pekerjaan mampu terselesaika
Dari dalam kamar, Sya mendengar dengan jelas apa yang dikatakan Rayhan. Sya tahu bahwa dia begitu egois tidak memikirkan nasib Rayhan. Walaupun dia tidak harus berbuat apa atas kejadian tadi, Sya jelas tetap pada pendiriannya. Meski dia belum tahu benar bagaimana cara untuk menyampaikan maksudnya sendiri mengambil langkah seperti ini. Kesalahan terbesar Rayhan adalah menuntut Sya untuk menikah. Sya bukan anak gadis yang takut tidak laku, dia seorang wanita pebisnis. Meskipun Sya janda bukan berarti dia ingin ada lelaki lain yang akan mendampinginya. Itu bukan masalah. Siapapun bisa menjadi pendampingnya jika dia mau, hanya saja bukan dengan menikah. Sya tahu benar bagaimana perasaan Rayhan saat ini. Rayhan pasti merasa digantung dengan hubungan yang tidak jelas kemana arahnya. Sya sangat mengerti itu, tapi bukan perkara mudah untuk menyakinkan Rayhan bahwa mereka tidak perlu melakukan hal yang lain-lain. Apa yang mereka telah jalani seharusnya sudah cukup. Ak
Sementara Sya dan Luis masih dalam perjalanan pulang. “Tadi siapa, Sya?”, tanya Luis. “Rayhan, temen lama gue”, jawab Sya singkat. “Oh, gue kira dia pacar lu. Tapi pas di parkiran gue lihat dia sama cewek lain, ya mana mungkin kalian pacaran hahaha...”. “Pacaran atau tidak, gue punya hubungan sama dia”. “Maksud lu selingkuhan?”. “Sialan lu, emangnya gue pelakor?”, seru Sya marah. “Ya habis lu gak jelas ngasih tahunya”. Sya memilih tak menjawab, dia tak merasa harus menjelaskan secara detail bagaimana hubungannya dengan Rayhan. Baginya dia sudah nyaman dengan hubungan seperti itu. Walaupun Rayhan terus menerus membujuknya untuk menikah. Hingga Sya memutuskan untuk menolak karena Sya merasa tidak membutuhkan itu. “Antar gue ke apartemennya dia, Luis”, pinta Sya. “Hah? Sekarang?”, tanya Luis bingung. “Sementara gue pengen tinggal beberapa hari di apartemennya. Tolong lu bilang Heri dan Fina siapkan
Luis datang ke rumah Sya untuk menjemput. Hari itu adalah jadwal menghadiri pernikahan Pak Hendra. Luis tahu Sya malas datang ke acara tersebut karena dia sudah menunggu dari tadi. Sya masih berdandan, padahal yang menikah bukan dia tapi waktu yang dihabiskan untuk dandan saja sama seperti pengantin. Kegelisahan Luis akhirnya terbayarkan setelah Sya keluar dari kamar dengan gaun mewah dan riasan yang cantik. Luis sangat terpesona, biar bagaimanapun dia lelaki yang tertarik pada wanita. Walaupun Luis orang kepercayaan Sya. “Et dah lama banget neng, untung hasilnya cakep gini. Yuk ah buruan!”, kata Luis yang telah melangkah duluan ke mobil. “Gini dong lu ganteng biar ada cewek yang nyantol!”, balas Sya menyusul Luis. “Lu juga jomblo jangan ngatain lah, dah buruan masuk”, pinta Luis yang sudah berada di mobil. “Gue janda, sialan. Bukan jomblo”, balas Sya ketus sambil menaiki mobil. Mobil mereka melaju dengan kecepatan sedang karena Sya ya