Pulang kantor sore itu teramat melelahkan bagi Rayhan. Ia tiba di apartemennya hampir menjelang malam. Rutinitas baru mengantar jemput Erin menjadi tambahan pekerjaan Rayhan yang tanpa sadar lama-kelamaan mengikatnya sendiri.
Ketika tiba di pintu apartemennya, Rayhan langsung membuka dan menyalakan lampu. Lalu dia melangkah ke ruang tengah dengan santai tanpa menyadari apapun, hingga suara itu mengagetkannya.
“Kenapa kau tidak pernah membalas pesanku?”.
Suara itu, apakah itu Sya? Rayhan mencari keberadaan sosok itu disekeliling apartemennya. Matanya terbelalak ketika menemukan Sya tengah duduk di kursi kebesarannya. Sya tampak anggun dengan gaya duduknya, menyilangkan kaki diantara pahanya sendiri. Apa yang dikenakannya? Itu sangat menggangu ketenangan banti dan birahi Rayhan.
Karena Rayhan tak merespon pertanyaannya. Sya kemudian bangkit dari duduknya. Lalu melangkah mendekat ke arah Rayhan dengan cara yang sangat dramatis. Rayhan belum pernah meliha
hai pembaca tambahkan novelku ke daftar pustaka kamu ya sehingga kamu tidak ketinggalan update cerita selanjutnya. jangan lupa komen dibawah jika kamu suka bab ini. thank you!
Setelah hampir satu jam mereka berkendara, tibalah mereka di sebuah Hotel mewah. Untuk mencapai ke ruang pertunjukan mereka harus menaiki lift ke lantai 15. Mereka memasuki hotel tersebut dari pintu depan setelah menyerahkan kunci mobil ke petugas hotel. Sya tampak percaya diri melangkah anggun menggandeng Rayhan. Dia memancarkan senyum secerah berlian yang dikenakannya. Rayhan merasa hatinya penuh dengan perasaan takjub. Seolah keindahan yang baru ditemuinya itu belum pernah masuk kedalam ingatannya sendiri. Selain merasa takjub dengan Sya. Rayhan juga merasa takjub dengan dirinya sendiri. Dia tidak pernah seserius ini dalam berpenampilan. Serapih-rapihnya dia mengenakan pakaian, ya hanya ketika dia pergi bekerja atau bertemu dengan klien. Rayhan bahkan harus mencukur kumis tipisnya hingga botak, dan menggunakan minyak rambut agar terlihat necis dan klimis. Ia tak mau tampil mengecewakan saat bersanding dengan Sya. Belum lagi, penampilan Sya yang super glamor dan seksi menj
Sebelum memanas birahi mereka akibat ciuman spontan itu, Sya melepaskan dirinya dari cengkraman Rayhan. Masih ada yang harus dilakukan sebelum pulang. “Hmm... Kau sangat nakal, Ray...”, goda Sya dengan senyum menyindir. “Apa aku tidak salah dengar?”, balas Rayhan kepada Sya. “Ayo, aku harus menemui tamu. Tidak sopan jika tidak menyapa mereka. Ayo!”, titah Sya sambil menarik tangan Rayhan keluar dari belakang panggung menuju aula. Walaupun rangkaian acara telah selesai, para tamu itu tak buru-buru mengosongkan ruangan. Justru banyak diantaranya ada yang mulai makan besar atau bahkan mabuk-mabukan. Pesta yang sesungguhnya baru dimulai. Sya dan Rayhan berjalan beriringan tanpa gandengan kali ini. Karena Sya tampak antusias, tak jarang Sya mendahului langkahnya Rayhan. Sehingga Rayhan tampak mengekor langkah Sya. Dari kejauhan ada sekelompok orang yang sibuk bercakap dengan diselingi ledakan tawa. Sya melangkah ke arah tersebut. Satu diantara kelo
Rayhan dan Sya dilarikan ke rumah sakit setalah ambulans datang. Di rumah sakit, kondisi Sya kritis. Kecelakaan itu menyebabkan benturan keras di kepala Sya, akibat yang fatal bisa-bisa Sya gegar otak. Dengan operasi sekalipun, nyawanya dapat terselamatkan namun setelah itu kondisi Sya koma. Sedangkan kondisi Rayhan mengalami patah tulang dibagian tangannya. Ia tak percaya dengan kejadian itu yang berlangsung hanya beberapa detik saja. Sama-sama terbaring tak berdaya, Rayhan jelas sangat menyesal namun ia tak bisa berbuat apa-apa. Beberapa kerabat dekat menjenguk. Sya dijenguk oleh anaknya dan beberapa tangan kanannya serta bawahannya. Kejadian yang tiba-tiba itu membuat syok semua orang. Bahkan beberapa klien setianya juga datang menjenguk. Mereka merasa baru kemarin bertemu dan tak menyangka setelahnya kecelakaan. Kamar inap Sya penuh dengan berbagai bunga berwarna warni, hampir-hampir mengalahkan kecantikan Sya sendiri. Namun tak dapat dipungkiri kiriman bunga itu dari se
Esok paginya Rayhan berencana mengunjungi kamar Sya. Tapi ketika telah sampai dikoridor rumah sakit, Rayhan melihat Sya tengah didorong menggunakan kursi roda bersama beberapa orang. Rayhan mengenali orang-orang tersebut, di antaranya ada Heri pengawalnya, kemudian Fina asistennya dan Luki anak Sya. Dengan tergopoh-gopoh Rayhan berusaha mengejar rombongan tersebut. Rayhan meneriakan nama Sya ketika dirinya telah mendekat, namun rombongan itu tidak ada yang menghentikan langkah ataupun sekedar merespon. Sya sama heningnya dengan orang disekelilinginya. Walaupun dengan langkah putus asa, Rayhan tetap berusaha menggapai Sya. Sambil berjalan cepat mengimbangi kecepatan langkah rombongan itu, Rayhan bersikeras menggenggam tangan Sya. “Sya! Sya! Tunggu aku... Kau mau kemana?”. Sya tetap tak merespon walaupun Rayhan mengoceh tak henti hampir-hampir berteriak. Ketika rombongan tersebut telah mencapai mobil. Sya dibopong masuk sedangkan kursi rodanya dilipat dan dimasukan ke
Rayhan dan Reza tak segan menambah nasi dan lauk saat makan. Mereka sangat bersemangat dan terus memuji masakan Erin yang sangat enak. Erin hanya terkekeh melihat tingkah laku konyol Rayhan dan Reza yang tak jarang berebut lauk ayam ataupun telur tersebut. Erin makan dengan santai walaupun terkadang dia mengeluh pedas karena terlalu banyak makan sambal. “Rin, sop buntut, Rin. Aku belikan bahannya...”, kata Rayhan bicara patah-patah karena kepedesannya. “Bener tuh, Rin. Sop buntut. Makan sampai keringetan kayak gini emang paling nikmat”, tambah Reza. “Hei makan dulu yang ini baru pengen yang lain! Huh!”, jawab Erin sambil lalu ke dapur. Reza dan Rayhan telah menyelesaikan makannya. Mereka lalu pindah ke sofa karena kekenyangan. Dengan santai Rayhan menyalakan televisi dan mengambil cemilan yang diberikan Reza. “Buset dah perut karet, baru makan berat udah ngemil lagi”, komentar Reza. “Ini dessert, Ja”, jawab Rayhan sambil memasukkan ker
Beberapa bulan kemudian, Sya telah menjalani kehidupan seperti biasa. Dia kembali bekerja setelah meninggalkan perusahaannya sendiri hampir dua bulan. Selama itu perusahaannya mengalami penurunan pendapatan karena kehadiran Sya diragukan oleh para kliennya. Mendapat laporan seperti itu dari asistennya, Sya berusaha secepat mungkin untuk pulih dari sakitnya. Dia tidak mau memikirkan Rayhan dulu yang menyebabkan dirinya ikut kecelakaan. Kemarahannya bahkan tidak bisa dilampiaskan lagi sekalipun Rayhan ada didepan matanya sendiri. Sya tidak mau memaksakan otaknya yang terasa sakit jika terlalu berpikir keras. Sehingga Sya memilih mengabaikan Rayhan sebagai hukuman yang dia berikan untuk Rayhan. Sejak kepulangannya yang mendadak diikuti Rayhan. Sya tidak pernah lagi melihat Rayhan datang kerumah atau sekedar menelepon. Tidak masalah bagi Sya hanya saja dia semakin kesal jika memikirkan itu. Seperti tidak ada usaha untuk membujuknya. Apa Rayhan tidak punya inisiatif. Menyebalkan
Luis datang ke rumah Sya untuk menjemput. Hari itu adalah jadwal menghadiri pernikahan Pak Hendra. Luis tahu Sya malas datang ke acara tersebut karena dia sudah menunggu dari tadi. Sya masih berdandan, padahal yang menikah bukan dia tapi waktu yang dihabiskan untuk dandan saja sama seperti pengantin. Kegelisahan Luis akhirnya terbayarkan setelah Sya keluar dari kamar dengan gaun mewah dan riasan yang cantik. Luis sangat terpesona, biar bagaimanapun dia lelaki yang tertarik pada wanita. Walaupun Luis orang kepercayaan Sya. “Et dah lama banget neng, untung hasilnya cakep gini. Yuk ah buruan!”, kata Luis yang telah melangkah duluan ke mobil. “Gini dong lu ganteng biar ada cewek yang nyantol!”, balas Sya menyusul Luis. “Lu juga jomblo jangan ngatain lah, dah buruan masuk”, pinta Luis yang sudah berada di mobil. “Gue janda, sialan. Bukan jomblo”, balas Sya ketus sambil menaiki mobil. Mobil mereka melaju dengan kecepatan sedang karena Sya ya
Sementara Sya dan Luis masih dalam perjalanan pulang. “Tadi siapa, Sya?”, tanya Luis. “Rayhan, temen lama gue”, jawab Sya singkat. “Oh, gue kira dia pacar lu. Tapi pas di parkiran gue lihat dia sama cewek lain, ya mana mungkin kalian pacaran hahaha...”. “Pacaran atau tidak, gue punya hubungan sama dia”. “Maksud lu selingkuhan?”. “Sialan lu, emangnya gue pelakor?”, seru Sya marah. “Ya habis lu gak jelas ngasih tahunya”. Sya memilih tak menjawab, dia tak merasa harus menjelaskan secara detail bagaimana hubungannya dengan Rayhan. Baginya dia sudah nyaman dengan hubungan seperti itu. Walaupun Rayhan terus menerus membujuknya untuk menikah. Hingga Sya memutuskan untuk menolak karena Sya merasa tidak membutuhkan itu. “Antar gue ke apartemennya dia, Luis”, pinta Sya. “Hah? Sekarang?”, tanya Luis bingung. “Sementara gue pengen tinggal beberapa hari di apartemennya. Tolong lu bilang Heri dan Fina siapkan
Pagi itu, mereka telah menaiki speed boat menuju ke tengah laut. Sya, Rayhan dan Luki telah memakai perlengkapan menyelam. Mereka akan snorkling, melihat kehidupan laut di kedalaman tertentu. Jika meraka beruntung, mereka dapat melihat ikan berbagai rupa yang cantik-cantik. Atau terumbu karang yang bentuknya unik. Karena baru pertama kali, untunglah mereka di dampingi penyelam profesional yang akan membantu mereka menemukan objek yang dicari. Speed boat telah berhenti. Instruktur pun menyuruh mereka menyelam di lokasi itu. Ketika semua sudah di dalam air, instruktur memandu mereka menyelam. Dengan membawa kamera khusus dalam air. Luki banyak memotret objek yang menurutnya bagus. Tiga puluh menit kemudian, Sya menunjukkan telunjuknya ke atas meminta untuk naik. Instruktur pun menyuruh Rayhan dan Luki juga ikut ke permukaan. Setelah mereka semua telah berada di speed boat, Rayhan tampak cemas dengan keadaan Sya. “Kamu gapapa, sayang?”, tanya Rayhan khawatir.
“Mau langsung ke pantai?”, tanya Rayhan kepada mereka semua. “Ayo om, sekarang aja!”, jawab Luki tidak sabar. “Masih panas loh Luki, sore aja gimana?”, balas Rayhan. “Jalan-jalan dulu gapapa dong?”. Rayhan mengiyakan permintaan Luki dengan masuk ke dalam mobil. Usai mereka santap siang dan belanja di toko oleh-oleh. Rayhan tahu benar waktu Luki tak banyak, jelas Luki tak ingin membuang waktunya walau hanya sekedar istirahat. Istirahat bisa malam hari ketika tidur dan itu sudah cukup. Sya hanya mengikuti keinginan Luki. Dia merasa liburan kesana memang untuk menyenangkan anaknya. Dan untuk merehatkan pikirannya sejenak dari pekerjaan. Namun jika berlama-lama, dia bisa kelupaan tak berkutat pada pekerjaannya lagi. Rayhan pasti akan senang dengan hal itu, punya banyak waktu untuk bersama dengannya. Karena permintaan Luki yang ingin jalan-jalan. Maka Rayhan mengendarai mobil keliling kota saja sampai waktu sore tiba. Baru setelahnya mereka
Di bandara, Luki datang bersama Heri. Sedangkan Sya, Rayhan, dan Fina telah menunggu untuk boarding lalu mereka semua santai sejenak minum kopi di kafe. Walaupun Rayhan telah bertemu Luki beberapa kali, tapi mereka belum pernah berbincang satu sama lain sehingga Rayhan tampak canggung saat Sya dan Luki saling berbicara. “Schedule kita nanti gimana, ma?”, tanya Luki kepada Sya. “Okay, kita terbang sekitar dua jam. Jam sembilan nyampe, kita ke hotel dulu. Lalu belanja, makan, istirahat sebentar. Sore baru ke pantai, makan malam, terus main kembang api. oiya ada tari kecak juga, nanti kita nonton. Baru besok pagi kita snorkling sampai siang. Setelah itu terserah kamu mau ngapain, yang penting jam delapan malam kamu sudah harus di bandara. Gimana?”, jawab Sya mejelaskan ke Luki panjang lebar. “Wow asyik! Tapi masa besok aku udah harus pulang sih?”, kata Luki melas. “Kan kamu sekolah”, jawab Sya. “Tapi sebentar banget ma, gak asyik. Huh..”, kata Lu
Ketika sosok Sya sudah menghilang, Rayhan mengecek panggilan yang ada di ponselnya. Ternyata yang dimaksud oleh Sya adalah Erin. Erin meneleponnya. Kalau dipikir, Rayhan memang sudah lama tidak bertemu dengannya sejak malam pernikahan Pak Hendra waktu itu. Tak mau menebak-nebak terlalu jauh. Rayhan menyempatkan dirinya untuk menelepon Erin. “Halo Rin? Ada apa kamu telepon tadi?”, tanya Rayhan tanpa basa basi. “Ehiya mas, maaf tadi ku pikir mas Rayhan. Tapi ternyata yang jawab suara perempuan, aku takut ganggu”. “Enggak itu cuma teman aku, Rin. Hei, kau belum menjawab pertanyaanku”. “Hmm aku mau ngajak mas makan malam di rumah ku. Dulu mas sempat minta masakin sop buntut kan?”. “Mungkin gak sekarang, Rin. Nanti aku kabarin lagi ya”. “Oh gitu mas, yaudah gapapa”. “Udah dulu ya, bye”. Rayhan pikir ada hal mendesak. Rupanya cuma mengajak makan malam. Memang sejak Sya tinggal di apartemennya, Rayhan lupa dengan Erin. Perasaa
Esok paginya mereka memulai hari yang sama seperti kemarin. Karena tubuh jauh lebih segar saat pagi hari, Rayhan memutuskan untuk bercinta hanya pada saat itu saja. Frekuensi yang terlalu sering juga akan mengakibatkan keduanya bisa merasa bosan. Jadi Rayhan berusaha untuk tidak memaksa jika Sya tidak ingin. Sarapan pagi itu, Sya tampak sedang video call dengan anaknya. Di sela-sela panggilan tersebut, Sya mengajak Rayhan untuk video call juga. Tak dapat menolak, Rayhan menurut saja. “Luki ini ada om Ray...”, kata Sya menyodorkan ponselnya tepat ke muka Rayhan. “Hai Luki gimana kabarmu?”, tanya Rayhan masih mengunyahkan makanan. “Hai om, kabarku baik. Apa mama merepotkan disana?”. “Sama sekali tidak merepotkan, om senang ada mama disini. Kamu juga bisa kesini kalau kamu mau”, jelas Rayhan. “Enggak ah om, mama sedang puber”, ledek Luki. “Mama dengar loh Luki”, ucap Sya tegas. “Hehehe bercanda ma”. “Gini deh, kamu
“Kok lu bisa mesra banget sama dia? Bukannya dia punya pacar?”, kata Luis mengawali obrolan di mobil yang dalam perjalanan. “Pacar? Pacar yang mana?”, balas Sya heran. “Itu loh yang kemarin kita sempat pas-pasan di bassment, waktu pernikahan Pak Hendra”, kata Luis menjelaskan. “Oiya, gue lupa. Ya kita lihat aja apakah dia beneran punya pacar atau tidak. Tapi menurut perasaan gue, ya dia sama gue aja sekarang ini”, jawab Sya. “Mungkin, kalau ternyata dia buaya tenang aja biar gue hajar dia! Gantengan juga gue, Sya daripada dia!”, tegas Luis sambil memperagakan adegan tinju. “Udah dah, makan nih. Lu rese kalau lagi laper!”, ucap Sya sambil melemparkan kantong berisi roti isi itu. “Lah itu mah iklan yang kita buat hahaha”. Sampai di kantor, Sya dan Luis bekerja seperti biasa. Tidak ada pembicaran tentang Rayhan atau yang lain-lain. Mereka sangat serius jika konsentrasi sedang tinggi-tingginya. Beberapa pekerjaan mampu terselesaika
Dari dalam kamar, Sya mendengar dengan jelas apa yang dikatakan Rayhan. Sya tahu bahwa dia begitu egois tidak memikirkan nasib Rayhan. Walaupun dia tidak harus berbuat apa atas kejadian tadi, Sya jelas tetap pada pendiriannya. Meski dia belum tahu benar bagaimana cara untuk menyampaikan maksudnya sendiri mengambil langkah seperti ini. Kesalahan terbesar Rayhan adalah menuntut Sya untuk menikah. Sya bukan anak gadis yang takut tidak laku, dia seorang wanita pebisnis. Meskipun Sya janda bukan berarti dia ingin ada lelaki lain yang akan mendampinginya. Itu bukan masalah. Siapapun bisa menjadi pendampingnya jika dia mau, hanya saja bukan dengan menikah. Sya tahu benar bagaimana perasaan Rayhan saat ini. Rayhan pasti merasa digantung dengan hubungan yang tidak jelas kemana arahnya. Sya sangat mengerti itu, tapi bukan perkara mudah untuk menyakinkan Rayhan bahwa mereka tidak perlu melakukan hal yang lain-lain. Apa yang mereka telah jalani seharusnya sudah cukup. Ak
Sementara Sya dan Luis masih dalam perjalanan pulang. “Tadi siapa, Sya?”, tanya Luis. “Rayhan, temen lama gue”, jawab Sya singkat. “Oh, gue kira dia pacar lu. Tapi pas di parkiran gue lihat dia sama cewek lain, ya mana mungkin kalian pacaran hahaha...”. “Pacaran atau tidak, gue punya hubungan sama dia”. “Maksud lu selingkuhan?”. “Sialan lu, emangnya gue pelakor?”, seru Sya marah. “Ya habis lu gak jelas ngasih tahunya”. Sya memilih tak menjawab, dia tak merasa harus menjelaskan secara detail bagaimana hubungannya dengan Rayhan. Baginya dia sudah nyaman dengan hubungan seperti itu. Walaupun Rayhan terus menerus membujuknya untuk menikah. Hingga Sya memutuskan untuk menolak karena Sya merasa tidak membutuhkan itu. “Antar gue ke apartemennya dia, Luis”, pinta Sya. “Hah? Sekarang?”, tanya Luis bingung. “Sementara gue pengen tinggal beberapa hari di apartemennya. Tolong lu bilang Heri dan Fina siapkan
Luis datang ke rumah Sya untuk menjemput. Hari itu adalah jadwal menghadiri pernikahan Pak Hendra. Luis tahu Sya malas datang ke acara tersebut karena dia sudah menunggu dari tadi. Sya masih berdandan, padahal yang menikah bukan dia tapi waktu yang dihabiskan untuk dandan saja sama seperti pengantin. Kegelisahan Luis akhirnya terbayarkan setelah Sya keluar dari kamar dengan gaun mewah dan riasan yang cantik. Luis sangat terpesona, biar bagaimanapun dia lelaki yang tertarik pada wanita. Walaupun Luis orang kepercayaan Sya. “Et dah lama banget neng, untung hasilnya cakep gini. Yuk ah buruan!”, kata Luis yang telah melangkah duluan ke mobil. “Gini dong lu ganteng biar ada cewek yang nyantol!”, balas Sya menyusul Luis. “Lu juga jomblo jangan ngatain lah, dah buruan masuk”, pinta Luis yang sudah berada di mobil. “Gue janda, sialan. Bukan jomblo”, balas Sya ketus sambil menaiki mobil. Mobil mereka melaju dengan kecepatan sedang karena Sya ya