“Lagi-lagi kau pulang larut! Apa sebenarnya maumu?!”
Sudah ke sekian kalinya, Fernando pulang saat telah larut malam. Terkadang hari sudah berganti meski fajar belum menyingsing. Dan Gabriella sudah tak tahan lagi.
Dia berdiri di samping ranjang dengang kedua tangannya terlipat di depan dada.
Dipandanginya wajah Fernando yang terlihat merah. Dasi di kerah kemejanya tampak miring. Bahkan rambut pendeknya pun tampak berantakan.
Fernando balas menatap istri cantiknya itu dengan pandangan tak fokus.
“Aku baru pulang. Dari mana tadi ya? Kenapa aku sudah lupa?” jawabnya yang terdengar asal-asalan.
Langkah kakinya juga terlihat gontai dan tak mantap.
“Oh, kau mabuk?” tanya Gabriella tak percaya. Dia sangat benci jika Fernando mabuk. Sudah pernah beberapa kali dia katakan itu, tapi sepertinya Fernando tidak menggubrisnya.
‘Oke! Kita lihat saja!’ kata Gabriella dalam hatinya
“Aaaarrrgggghhh!!!!” Gabriella berteriak frustrasi sambil dia mengacak-acak rambutnya. Ditatapnya Fernando yang tertidur di bawah himpitan tubuhnya, dia semakin kesal. Setelah beberapa lama mencoba memuaskan diri sendiri memanfaatkan Fernando yang tertidur, Gabriella masih juga tidak bisa meraih klimaksnya. Dia kesal, dia frustrasi. Dan akhirnya dia memukuli wajah Fernando dengan bantal, kemudian menuju kamar mandi. Dia membasuh wajahnya dan menatap bayangannya yang menyedihkan di cermin. Wajah kusut, napas memburu geram, raut jutek kurang bahagia, itulah yang dilihatnya di pantulan kaca itu. Gabriella rasanya ingin menghantam cermin sampai pecah jika bukan karena takut tangannya terluka. Hanya saja, Gabriella tak habis pikir, bagaimana bisa Thalia sebahagia itu? Dia mengenal Thalia sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama. Rumah mereka yang tidak terlalu jauh, membuat keduanya sering pulang sekolah bersama. Mereka
Keesokan paginya, Mrs. Milly dan Maritza telah terlihat rapi saat Gabriella turun dari kamarnya. Adanya dua koper di samping sofa tempat mereka duduk-lah yang membuat Gabriella jadi terheran-heran.“Mom? Maritza? Kalian mau ke mana?” tanyanya sambil mengambil duduk di samping Maritza. Mrs. Milly di depannya.Max yang ada di samping istrinya langsung bangun. “Aku ke kantor duluan. Kalian hati-hati. Sampai di sana telepon aku, Sayang.”Pria itu mengecup pipi Mrs. Milly kemudian memeluk Maritza. Setelahnya, dia keluar menuju pekarangan tempat mobilnya diparkir.Gabriella kembali bertanya, “Mom? Kalian mau ke mana?”Mrs. Milly terlihat gelisah, juga Maritza di samping Gabriella. Setelah mempertimbangkan sesaat, Mrs. Milly akhirnya memberitahu Gabriella semua yang telah dialami Maritza.Gabriella terkejut setengah mati. Dia tak menyangka jika adik iparnya mengalami kejadian semengerikan itu.“Lalu
Jose masuk ke rumahnya dengan tubuh berdebu. Dia baru saja membersihkan pick upnya juga mencaritahu adakah mesin mobilnya yang perlu diperbaiki.Setelah semuanya beres, pria itu memasuki kamar mandi dan membersihkan diri. Air showernya terdengar menderu membasahi tubuhnya.Setelah semuanya bersih, Jose keluar dari kamar mandi dan mengambil selembar celana pendeknya dari lemari.Dia pun mengitari rumah mencari istrinya.Thalia sedang berada di ruang kerja, berkutat dengan maket yang telah dibuatnya sejak beberapa hari belakangan ini.Dengan mengendap, Jose menghampiri Thalia dan memeluk istrinya itu dari belakang.“Aw!” pekik Thalia terkejut akan tangan kekar Jose yang tiba-tiba melingkari pinggangnya.“Sibuk sekali istriku ini. Sudah sarapan belum?” tanyanya dengan suara rendahnya dan gigitan kecil di daun telinga Thalia.“Aduuh! Geli, ah!” Thalia tertawa seraya tetap sibuk mema
Jose menjalankan pick upnya kembali menuju ke Bacallar. Tetapi hatinya resah. Kenapa Thalia langsung bertemu dengan Stuart begitu dia tiba di kampusnya? Apakah selama ini mereka memang kerap bertemu setiap kali Thalia ke kampus? Karena selama ini setahu dirinya, Thalia ke kampus dua sampai tiga kali dalam seminggu. Itu berarti sebanyak itu juga dia bertemu Stuart?Jari jemari Jose mencengkeram kemudi pick up nya dengan geram. Dia merasa ingin meninju pemuda bernama Stuart tadi, terlebih lagi bocah tengik itu menyentuh pundak Thalia. Apa-apaan dia berani menyentuh istrinya!Karena kesal, Jose memutar arah mobil dan kembali ke kampus Thalia. Dipandanginya halaman depan kampus yang tidak seramai tadi, mencari keberadaan Thalia. Tetapi, tidak ada lagi Thalia di sana.Dipukulnya kemudi mobil. Dia juga mengusap kasar rambutnya dengan pikiran kacau ke mana dia harus mencari keberadaan Thalia. Sedangkan saat itu baru pukul 10 lebih. Masih lama hingga tiba
[Beberapa jam sebelum menjemput Thalia di kampus] Jose memukul setir mobilnya saat kembali ke halaman depan kampus Thalia tetapi tidak menemukan istrinya lagi di sana. Sepasang matanya sudah menjelajah setiap sudut halaman kampus itu, tetapi tidak ada lagi sosok Thalia, juga Stuart. Dengan perasaan kesal dan kacau, Jose pulang ke Bacallar. Tapi bagaimana dia bisa tenang memikirkan 4 jam ini Thalia akan bersama Stuart? Saat tiba di rumah, Jose turun dari pick up dengan membanting kuat pintu mobil. Dia mengacak rambutnya kemudian masuk ke dalam rumah. Dalam kekalutannya, Jose menuju kamar mereka dan berdiri di depan jendela kamar yang dibiarkan terbuka setiap harinya. Jose menyukai suasana rumah yang berangin. Jadi, setiap jendela di rumah mereka, dia biarkan terbuka lebar agar angin leluasa keluar masuk rumah. Masih dengan hati yang gelisah, Jose mengeluarkan rokok dan membakarnya. Dia tahu Thalia bukanlah tipe wanita yang mudah bermain lelaki. Bukan pula tipe yang ganjen. Tetap
Selepas Jose mandi, dengan dada bergetar menahan kecurigaannya, Thalia menuju kamar mandi. Kedua benda mencurigakan itu telah disimpannya di bawah bantal tempat tidurnya sendiri.Thalia cepat mengunci pintu kamar mandi dan meluapkan segala sesak di dadanya.Thalia menangis seraya menggigit bibirnya agar tidak terdengar isak tangis dari luar.Kenapa bisa ada lipstik di jok mobil dan lingerie di kamar mereka? Kamar! Bukan tempat lain. Apakah ranjang mereka pun habis dipakai Jose bersama perempuan lain?Thalia tak bisa membayangkan semua itu jika ternyata benar. Begitu teganya Jose di saat dia mulai membuka hatinya lagi dan telah menyerahkan dirinya sepenuhnya pada pria itu.Setelah menangis tanpa solusi, Thalia akhirnya membuka pakaiannya dan membuka air shower.Dia membasuh tubuhnya dengan cepat. Kemudian melilit handuk di tubuhnya. Tepat saat Thalia melangkahkan kaki keluar dari kamar mandi, deru mesin pick up Jose terdengar. M
Thalia ingin menangis. Tetapi sepertinya air matanya telah gersang karena menangis semalaman.Dia hanya merasa hampa dalam hatinya. Semalam Jose sudah pergi entah ke mana. Sendirian. Dan pagi ini, dia telah pergi lagi. Ada apa sebenarnya?Apa sebegitu besarnya pesona wanita baru Jose Antonio sehingga dia sudah tak sabaran menunggu untuk bertemu lagi? Tak bisakah pria itu bersabar menunggu dirinya kembali ke kampus barulah dia bertemu wanita itu lagi? Jose memang tidak sabar, atau memang wanita itu semenakjubkan itu sampai-sampai pria itu tega meninggalkannya di rumah sendirian.Merasa tidak ada gunanya berdiam di rumah yang terasa hampa, Thalia pun memutuskan untuk pergi keluar.Dia menuju rumah ayahnya.“Thalia? Oh, kau tak bilang akan datang sepagi ini. Tapi kebetulan sekali. Aku harus berbelanja. Bisa kau jaga Pap?” sambut Camilla begitu Thalia menginjakkan kaki di rumah ayah mereka.“Oh, aku saja yang perg
Thalia menangis tersedu-sedu di tempat perhentian taxi. Dia malu, dia ingin berhenti menangis, tapi nyatanya hatinya sakit sekali.Ini tidak sama seperti saat Fernando mengkhianatinya. Sekalipun saat itu juga sakit, tapi sakit yang ini lebih berkali-kali lipat. Dia benar-benar merasa telah dikhianati kemudian dihempas seperti kain pel usang yang tak berguna lagi.Hanya Ramona yang menghiburnya, tapi tetap tidak mampu mengembalikan kepingan hatinya.“Kau tenang dulu, Thal. Gabriella tidak bisa dipercaya. Kau tau sendiri seperti apa dia!”Thalia diam, tidak menyahut. Sekalipun dia ingin menjawab, tapi lidahnya kelu. Dia sendiri ingin tidak mempercayai Gabriella, tetapi foto itu tidak mungkin hasil editan. Lipstik dan lingerie itu juga nyata.“Itu taxinya. Hapus dulu air matamu itu. Apalagi nanti saat tiba di rumah ayahmu. Jangan sampai Camila dan ayahmu melihatmu menangis.”Ramona mengangkat semua hasil be