Bab 120Kulihat ke ponselku, di sana ada beberapa panggilan tak terjawab. Aku mengecek ternyata itu adalah panggilan dari Pengacara David.Tanpa membuang-buang waktu lagi aku kembali menghubungi pengacara tersebut."Halo Rika," tak butuh waktu lama pengacara David segera mengangkat teleponku."Maaf sekali Pak David, tadi aku tidak sempat mengangkat telepon anda. Karena ada beberapa kesibukan di kantor. Jadi aku minta maaf karenanya," aku berucap cepat."Tidak apa-apa, lagi pula Rangga bilang dia saja yang akan menyelesaikan semuanya."Keningku berkerut,"Memangnya apa yang harus diselesaikan Pak? Kalau waktu memungkinkan maka aku akan berusaha untuk secepat mungkin. Maklum ini tadi aku terlalu repot dengan urusan kantor, sehingga membuatku sedikit abai. Lain kali aku akan berusaha untuk semaksimal mungkin." aku menjelaskan."Tidak, Rangga sudah menyelesaikannya. Aku hanya memintamu untuk sedikit membicarakan soal laporan. Karena Rangga yang menyelesaikannya, nanti aku akan menyuruhnya
Bab 121"Tidak begitu, Rangga. Tapi... Mengapa kamu mengatakan seperti itu pada mereka? Apa alasannya? Kamu tidak ingin jika aku kembali padanya?"Mendengar kata-kataku tiba-tiba matanya membulat."Tentu saja tidak. Maksudku bukan itu.""Lalu?""Bukankah kamu sudah punya lelaki lain yang menjadi tunanganmu? Jadi, Aku hanya tidak ingin menyakiti hati tunanganmu saja."Aku semakin tidak mengerti ke mana arah pembicaraannya."Tunangan?" Aku membulatkan mata."Sudahlah, Rika. Ini sudah waktunya kita pulang. Kamu butuh istirahat dan waktu luang." ucapnya."Sedangkan kamu?" Aku melihat ke arah netranya."Aku dan David tentu banyak sesuatu yang harus kami selesaikan." ujarnya."Apa itu engenai seputar kasus yang tengah menimpa kami?""Ya," jawabnya."Kalau begitu, tidak sepatutnya aku diam beristirahat, sedangkan kalian kerja keras." Jawabku."Jangan berpikir begitu!""Rangga, kamu selalu saja repot karena aku. Tapi kalau kamu merasa kesusahan, kamu bisa berhenti saja." ucapku."Apa? Kamu bi
Bab 122Sidang pertama telah usai. Valdi harus menahan getir ketika mengetahui jika muslihatnya ternyata tidak bisa berhasil.Alhasil Valdi masih terus harus ditahan sampai keputusan hakim tiba nanti.Aku patut puas dengan sidang kali ini. Tidak ada kesusahan yang berarti semua berjalan lancar seperti yang aku harapkan.Karena semua telah selesai aku bergegas untuk keluar mencari udara segar.Ketika tengah berjalan, tiba-tiba seseorang datang menghampiriku. Aku sungguh terkejut ketika mendapati wanita paruh baya yang menghampiriku tadi adalah Bu Ratih."Rik!" Dia berseru dengan suara yang tidak terlalu keras. Ini sungguh sangat aneh karena tidak biasanya wanita ini berbicara dengan lembut begini. Entah apa yang menyebabkannya bisa berbicara dengan sopan?Di sampingnya kulihat Mel berdiri berkacak pinggang. Jauh berbanding terbalik dengan sikap berarti yang berusaha untuk sesopan mungkin.Aku menghentikan langkah."Ada apa, Bu? Tapi maaf, aku nggak bisa bicara terlalu lama dengan kali
Bab 123"Bu, Maaf sekali sepertinya aku nggak bisa untuk menuruti kemauan ibu." Tanpa menunggu lama aku segera menjawab.Dia nampak shock mendengar jawabanku."Me mengapa bisa kamu berkata kayak gitu Rika? Nggak bisakah kamu sedikit aja buat ngerti apa yang Ibu inginkan?" Ucapnya kembali memelas seperti sebelumnya."Aku udah tahu apa yang Ibu maksud dan apa yang Ibu inginkan." Ujarku."Kalau begitu, tolong dengarkan ibu sekali ini aja, ini permohonan Ibu terakhir percayalah, Nak! Ibu nggak bohong! Permintaan Ibu ini bukan hal sulit buat kamu. Kalaupun nanti ada biaya yang harus kamu bebankan karena mencabut laporan itu, ibu akan sangat bersedia untuk membayarnya. Jadi kamu nggak usah takut. Kamu.nggak perlu pakai uang kamu! Ini nggak sulit nak, sangat nggak sulit. Bahkan kalau kamu mau ibu akan kasih kamu uang yang banyak," mantan mertuaku itu berujar kembali."Enggak Bu! Itu nggak bisa. Untuk mencabut laporan memang bukan hal sulit meski mungkin harus mengeluarkan uang. Tapi perkaran
Bab 124"Kenapa kamu bisa berkata seperti ini padaku, Rika? dari tadi aku selalu berusaha untuk mengambil hatimu? Mulai dari meminta maaf dan merendahkan diri. Apa kamu nggak bisa menghargai usahaku? Aku ini udah tua sudah suruhnya kamu hormat sama aku. Lagi aku ini adalah orang yang pernah menyandang gelar sebagai mertua kamu!"Nah kan, sifat aslinya mulai keluar. Benar apa yang aku pikirkan tadi tentangnya ternyata dia memang benar-benar akting."Aku udah ngelakuin berbagai cara agar kamu bisa ngerti sama keadaan keluarga kami. Tapi apa yang udah kamu lakuin? Kamu tetap memandang aku ini nggak berarti apapun. Padahal aku hanya meminta untuk mencabut laporan atas Valdi. Karena Emang laporanmu itu nggak beralasan." Dia kembali melancarkan ucapan."Bu nanti di pengadilan ibu akan mengetahui semua kebenarannya. Kalau ibu menganggap semua laporanku itu nggak punya alasan yang kuat, maka sudah pasti nanti anak ibu akan terlepas dari jerat hukum. Tapi kalau seandainya laporanku ternyata be
Bab 125Pria dihadapanku ini menatapku. Baru saja dia membuat marahku naik karena gara-gara mengatakan kata-kata "calon suami" padaku. Aku ini tidak mempunyai calon suami, jangankan calon suami punya kekasih pun tidak. Jadi bagaimana bisa dia mengatakan seolah-olah aku ini akan segera menikah. Berbicara sembarangan saja.Aku memang terlalu sensitif apabila mendengar dia membicarakan soal pasangan hidup.Huuft! "Aku pikir aku tidak akan mau nikah lagi jadi jangan sebut kata-kata itu lagi! Aku tak suka mendengarnya!" cetusku kemudian. Aku ingin dia tahu bila aku benar-benar tak suka dengan tema obrolan seperti demikian."Apa? Kamu bilang tidak akan menikah lagi?" Dia kembali menatapku."Kalau kamu sudah mendengar seharusnya kamu tidak usah bertanya lagi!" Aku menanggapi."Tidak boleh berkata seperti itu, Rika! Di umurmu yang masih muda dan masih energik, siapa tahu Tuhan masih akan menakdirkan seorang jodoh untukmu? Kalau Tuhan menakdirkan begitu, apa mungkin kamu akan menolaknya?" d
Bab 126"Tidak! Siapa bilang aku cemburu? Bilang saja kalau kamu terlalu percaya diri dengan berani berkata seperti itu! Jadi, simpan saja percaya diri berlebihanmu itu, Rangga!" tandasku cepat."Oh, jadi kau tidak cemburu? Oke, kalau kamu tidak cemburu, aku bisa bercerita lebih banyak padamu," ucapnya lagi.Aku kembali menelan ludah. Sebenarnya hati ini sakit mendengarnya. Tapi aku tidak ada pilihan selain dari berusaha untuk tetap menjadi pendengar yang baik. "Aku berusaha untuk mendukung penuh pilihanmu, Rangga!" Aku melanjutkan."Baik-baik kalau begitu apakah wanita yang aku ceritakan tadi pantas untukku perjuangkan? Bagaimana menurutmu?" Dia bertanya."Apapun yang sudah kamu tetapkan sebagai pilihan, maka rasanya tidak ada yang bisa membuatku mengatakan pilihanmu tak pantas," jawabku."Alasannya?"Mendengar pertanyaannya, serasa aku sedang menjalani sesi pertanyaan pada wawancara saja. "Kau tanya apa alasannya? Semua orang yang mengenalmu pasti berpikiran sama denganku. Kau pri
Bab 127"Rika! Mengapa kamu tiba-tiba bicara dengan menyebut nama Dira?" Dia terus menodongku dengan pertanyaan itu."Kau menyembunyikan sesuatu, Rangga!" ucapku.Aku tak peduli betapa bodohnya aku karena langsung menghentikan hal itu di depannya. Yang pasti sekarang aku sudah puas telah melontarkan kata-kata itu."Menyembunyikan apa?" Mungkin dia masih ingin pura-pura tidak mengetahui."Baiklah. Kau sendiri merasa menyembunyikan sesuatu atau tidak?" Ucapku menimpali kata-katanya."Sungguh aku tidak pernah menyembunyikan sesuatu dari kamu! Kau terkadang membuatku sangat bingung, Rik! Kalau kamu benar-benar menganggapku merahasiakan sesuatu, boleh kau jelaskan secara gamblang? Aku sendiri penasaran dengan apa yang kusembunyikan menurut versimu." dia berkata seperti itu lagi."Oke, kalau kamu memang tidak merahasiakan apapun, aku tidak masalah. Karena kalau kamu berbohong dengan kata-katamu, artinya kamu telah membohongi diri sendiri. Ya sudah kalau begitu!" ucapku.Aku bergegas melan